BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting bagi kita semua. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan No 36, 2009). Setiap orang menginginkan berada dalam keadaan sehat untuk keberlangsungan hidupnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Untuk mencapai hal tersebut pemerintah menyelenggarakan secara bertahap yaitu beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) (UU No 24 Tahun 2011 Pasal 57). Setelah program jaminan sosial dilaksanakan dan masih adanya kendala dalam hal tersebut pemerintah menyelenggarakan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari 1 BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (UU No 24 Tahun 2011 Pasal 5). Untuk program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Peraturan Presiden UU No. 32 Tahun 2014). Perlu diketahui juga tujuan dari BPJS Kesehatan tersebut. BPJS
2 Kesehatan adalah Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah (Peraturan Presiden UU N0 32 Tahun 2014 Pasal 1). Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak masalah yang terjadi dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan yang diakibatkan oleh beberapa hal baik dari pihak PT. BPJS yang melaksanakan kebijakan pemerintah untuk menghimpun uang dari seluruh peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan ataupun pihak rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat. Sebanyak 34 rumah sakit umum daerah (RSUD) di Jawa Barat terancam kolaps. Penyebabnya, puluhan rumah sakit milik pemerintah tersebut belum mendapatkan pembayaran klaim Jamkesmas maupun dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pasalnya, hingga kini tunggakan Jamkesmas sejak Agustus hingga Desember 2013 lalu belum dibayar pemerintah pusat. Hal ini, kata Suherman, belum ditambah klaim kepada BPJS yang juga belum dibayarkan khususnya pada Januari dan Februari 2014. Sumber : Republika.co.id, (Jumat 10 September 2015) Dilihat dari uraian diatas, khususnya di Provinsi Jawa Barat nampaknya program BPJS Kesehatan ini belum berjalan optimal, terdapat beberapa masalah dalam hal keuangan dan pelayanan. Meskipun tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (public service) dan bersifat non profit, ini tidak berarti bahwa rumah sakit ini sama sekali tidak memiliki tujuan keuangan. RSUD Cibabat merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah yang berstatus BLUD (Badan Layanan Umum Milik Daerah) yang mulai menyelenggarakan program BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014 dituntut untuk senantiasa memberikan pelayanan prima dalam pelayanan peserta BPJS Kesehatan. hal ini dikerenakan banyaknya rumah sakit swasta yang sudah mulai
3 menyelenggarakan program BPJS kesehatan. Dengan kondisi demikian agar dapat berkompetensi dengan rumah sakit swasta, maka RSUD Cibabat harus memanfaatkan peluang pasar namun dengan tetap melaksanakan fungsi utamanya sebagai organisasi non profit. Kondisi ini menjadi tantangan bagi RSUD Cibabat agar tetap menjadi rumah sakit pilihan peserta BPJS Kesehatan khususnya di kota Cimahi dan sekitarnya. Berikut data kunjungan pasien peserta jaminan kesehatan di RSUD Cibabat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir : Tabel 1.1 Daftar Pasien Jaminan kesehatan dan total pasien RSUD Cibabat 2012-2014 Tahun Pasien Jaminan Kesehatan Total Pasien Persentase 2012 101.478 246.649 41% 2013 120.956 250.775 48% 2014* 157.090 252.658 62% (*Mulai melaksanakan Program BPJS Kesehatan) Sumber : Laporan Tahunan RSUD Cibabat 2012-2014 Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah persentase pasien jaminan kesehatan si RSUD Cibabat semakin meningkat dari tahun ke tahun namun masih dibawah 50%, dan pada tahun 2014 sejak dilaksanakannya program BPJS Kesehatan jumlah persentase pasien jaminan kesehatan mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga angkanya mencapai 62%. Itu artinya program BPJS Kesehatan ini mempengaruhi jumlah pasien yang lebih memilih berobat menggunakan jaminan kesehatan. Meningkatnya jumlah pasien tentu dapat meningkatkan pendapatan RSUD Cibabat, hal ini terlihat pada table berikut : Tabel 1.2 Daftar Target dan Realisasi Penerimaan RSUD Cibabat Tahun 2012-2014 Tahun Target Realisasi Pertumbuhan (%)
4 2012 55.526.458.869 Rp. 60.051.923.937 8,15 2013 67.051.923.937 Rp. 74.841.659.418 24,62 2014 80.841.659.418 Rp. 130.423.089.652 74,42 Sumber : Laporan Tahunan RSUD Cibabat 2012-2014 Pada tabel diatas terlihat bahwa realisasi pendapatan RSUD Cibabat setiap tahun terus meningkat, pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 24,62% dibandingkan dengan tahun 2012, dan pada 2014 realisasi pendapatanya meningkat cukup signifikan sebesar 74,42% dari tahun 2013. Peningkatan jumlah pendapatan ini berbanding lurus dengan jumlah peningkatan pasien pada tahun 2014 sejak diberlalukannya program BPJS Kesehatan. Dari data tersebut program BPJS Kesehatan secara langsung dapat meningkatkan jumlah pasien dan jumlah pendapatan RSUD Cibabat. Akan tetapi, angka-angka diatas tidak bisa mencerminkan pencapaian kinerja rumah sakit secara komprehensif, karena angka-angka tersebut belum mencerminkan kepuasan pasien, kepuasan karyawan, dan proses pertumbuhan perusahaan yang justru sangat penting bagi organisasi sektor publik. Seperti yang diberitakan oleh surat kabar online, Pikiran Rakyat (Senin 20 November 2015) Anggota Komisi IX DPRD Kota Cimahi, Adang Sudrajat menyatakan, pelayanan BPJS Kesehatan banyak dikeluhkan masyarakat, padahal usia BPJS Kesehatan sudah dua tahun. Keluhan pelayanan itu pada pelayanan tingkat pertama di Puskesmas maupun klinik sampai ke sistem rujukan ke rumah sakit. Pembiayaan kesehatan melalui BPJS Kesehatan direspon sedemikian antusias sehingga mengakibatkan defisit pada kualitas pelayanan dan sarana yang ada. Defisit pelayanan ini dikarenakan pada PKM (Pelayanan Kesehatan Masyarakat), 90% beroperasi tidak 24 jam. Jumlah dan sebaran rumah sakit rujukan juga jauh dari ideal. Untuk itu diperlukan alat ukur kinerja yang komprehensif dalam mewujudkan tujuan organisasi yaitu Balanced Scorecard. Balanced Scorecard merupakan suatu ukuran yang komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana keberhasilannya yang dicapai bersifat jangka panjang (Mulyadi, 2001). Balanced Scorecard merupakan alat untuk menerjemahkan formulasi strategi
5 menjadi tindakan yang terintegrasi untuk mencapai tujuan dan mengukur kinerja. Pasal 20 Permendagri 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD berbunyi tim penilai bertugas meneliti dan menilai usulan penerapan, peningkatan, penurunan dan pencabutan status PPK-BLUD. Dan sesuai dengan pasal 127 Permendagri 61/2007, bahwa Badan Layanan Umum Daerah haruslah dievaluasi dan dinilai kinerjanya setiap tahun oleh kepala daerah atas aspek keuangan dan non keuangan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, secara berkala BLUD dinilai atau dievaluasi oleh tim penilai yang dibentuk oleh Kepala Daerah. Hasil penilaian akan menjadi bahan pertimbangan peningkatan, penurunan, atau pencabutan status BLUD SKPD/Unit SKPD yang bersangkutan. Pedoman penilaian kinerja BLUD disusun dengan mengembangkan lebih lanjut ketentuan dalam Permendagri tersebut, sehingga proses penilaian mengarah pada tujuan pengelolaan praktik-praktik bisnis yang sehat dan sesuai prinsip-prinsip efesien, efektif dan produktif dari BLUD yang dinilai. Penilaian kinerja menggunakan pendekatan balance score card yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran, dan keuangan yang dirinci sebagai berikut : 1. Perspektif Pelanggan. 2. Perspektif proses bisnis. 3. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran memiliki. 4. Perspektif Keuangan. Penjabaran lebih lanjut tentang indikator penilaian tersebut dituangkan dalam parameter-parameter penilaian dari hasil identifikasi variabel-variabel kualitas yang diharapkan pada setiap perspektif. pedoman penilaian kinerja BLUD ini wajib dilaksanakan oleh tim penilai dan di masa datang akan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan yang terjadi. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu tindakan yang penting dilakukan untuk mengetahui apakah kinerja organisasi telah sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya dan menjaga agar kinerja tetap sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pengukuran kinerja suatu organisasi seharusnya tidak
6 hanya diukur berdasarkan aspek finansial tetapi juga aspek nonfinansial sehingga cukup tepat untuk menggunakan Balanced Scorecard dimana pengukuran kinerjanya ditinjau dari empat perspektif baik bersifat finansial maupun nonfinansial. Yuniarsa Adi Prakosa (2006), melakukan penelitian dengan judul Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan Balanced Scorecard (studi kasus pada PT. Waskita Karya (persero) dengan hasil sebagai berikut : a) Perspektif Keuangan Peningkatan ROI sebesar 4,59 % pada tahun 2004, Profit Margin meningkat sebesar 2,58 %, dan Operating Ratio sebesar 95,05 %. b) Perspektif Pelanggan Peningkatan Market Share sebesar 1,5 % pada tahun 2004, akuisisi pelanggan mengalami penurunan sebesar 9,09 %, dan tingkat kepuasan pelanggan meningkat sebesar 93,1 %. c) Perspektif Internal Bisnis Tingkat inovasi perusahaan tiap tahunnya adalah 0 %, dan layanan purna jual hampir mendekati 100 %. d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Produktivitas karyawan meningkat sebesar Rp. 107.665.121,91 pada tahun 2004, kemudian Retensi karyawan sebesar 4,19 % dan kepuasan karyawan rata rata mencapai 87,8 %. Konsep Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal terebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan non keuangan. Dengan dasar tersebut, maka penulis ingin menerapkan elemen-elemen Balanced Scorecard untuk mengukur berbagai yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan visi, misi dan tujuan yang dijabarkan dalam strategi perusahaan dan nantinya setelah aspek-aspek non finansial tersebut diukur, diharapkan dapat
7 membuat pengukuran kinerja menjadi lebih baik dari yang ada sekarang. Dengan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai Analisis Kinerja Rumah Sakit Rujukan BPJS Kesehatan Dengan Pendekatan Balanced Scorecard: Studi Kasus pada RSUD Cibabat. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan yaitu, Bagaimana kinerja RSUD Cibabat sebagai rumah sakit rujukan BPJS Kesehatan diukur dengan menggunakan Balanced Scorecard? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja RSUD Cibabat sebagai rumah sakit rujukan BPJS Kesehatan diukur dengan menggunakan Balanced Scorecard. 1.4 Manfaat Penelitian Dari Informasi yang ada, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dari segi: 1. Manfaat dari Segi Teoritis a. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan terhadap ilmu Akuntansi Manajemen, khususnya dalam hal pengukuran kinerja akuntansi sektor publik b. Memberikan sumbangan pemikiran keilmuan pada Jurusan Akuntansi. 2. Manfaat dari Segi Praktek Menjadi informasi atau masukkan bagi para peneliti selanjutnya serta para pengambil kebijakan dalam bidang akuntansi sektor publik.