IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

dokumen-dokumen yang mirip
VI. SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Perkembangan Industri

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)

Kondisi Perekonomian Indonesia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

Analisis Perkembangan Industri

Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 Jumat, 18 Januari 2013

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BPS PROVINSI JAWA BARAT

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Perekonomian Suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir. Pada periode tahun , harga minyak

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

Transkripsi:

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga juta barel per hari yang menyebabkan harga di atas US$ 5 per barel. Harga terus meningkat sepanjang tahun karena masalah YK serta pertumbuhan ekonomi dunia dan AS. Antara bulan April dan Oktober peningkatan kuota OPEC tiga kali berturut-turut yang seluruhnya berjumlah 3, juta barrel per hari tidak mampu membendung kenaikan harga. Harga akhirmya mulai turun menyusul ditingkatkannya kuota sebesar 5. yang efektif mulai 1 November. Pada tahun 1, pelemahan ekonomi AS dan peningkatan produksi non-opec memberikan tekanan ke bawah pada harga. Menanggapi hal itu, OPEC sekali lagi mengadakan serangkaian pengurangan pemotongan kuota anggota 3,5 juta barel tanggal 1 September 1. Tanpa adanya serangan teroris 11 September 1 maka hal ini sudah cukup untuk membuat moderat atau bahkan membalikkan tren. Konsumsi minyak mentah dunia dan produk-produknya yang lebih dari 8 juta barel per hari menyebabkan harga mencapai lebih dari US$ 4 - US$ 5 per barel. 1 Faktor-faktor utama lainnya yang berkontribusi ke tingkat harga saat ini antara lain melemahnya dolar AS dan makin pesatnya pertumbuhan ekonomi Asia dan konsumsi minyaknya. Badai pada tahun 5 dan masalah kilang AS telah memberikan kontribusi terhadap harga yang lebih tinggi. Salah satu faktor yang paling penting yang mendukung harga minyak yang tinggi ini adalah tingkat persediaan minyak di AS dan negara-negara konsumen lainnya. Kapasitas cadangan memberikan alat yang sangat baik untuk perkiraan harga jangka pendek. Alasan utama untuk memotong kembali produksi pada bulan nopember 6 dan Februari 7 adalah kekhawatiran tentang pertumbuhan persediaan minyak mentah OECD. Tingginya faktor spekulasi membuat indeks harga minyak dunia sejak tahun 3 menjadi sangat bergejolak (volatile). 1 Oil Price History and Analysis (http://www.wtrg.com/prices.htm)

48 Adanya perbedaan kebijakan penetapan harga (pricing policy) energi khususnya bahan bakar minyak di negara-negara ASEAN+3 memengaruhi besar kecilnya dampak dari kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian masing-masing negara. Walaupun secara umum negara-negara akan cenderung menyesuaikan harga energi domestiknya dengan tingkat harga energi dunia, namun perilaku penyesuaian antar negara dapat berbeda. Ada beberapa negara yang cenderung mempertahankan harga minyak dalam negeri meskipun harga minyak dunia meningkat dengan mekanisme subsidi, namun ada beberapa negara yang meningkatkan harga minyak domestik untuk melakukan penyesuaian. Kenaikan harga minyak mentah dunia ini mendorong pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar seperti bensin untuk mengurangi beban anggaran negara. Perkembangan harga bensin di negara-negara ASEAN+3 dapat dilihat di Tabel 5. Kenaikan harga bensin di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura selama periode tahun 1998-8 berkisar antara 1 sampai 5 persen. Kenaikan harga bensin di Jepang tergolong paling rendah selama periode tahun 1998-8 yaitu sebesar 57 persen. Hal ini berbeda dengan kenaikan harga bensin di negara-negara berkembang di ASEAN+3 yang naik lebih dari 1 persen. Bahkan kenaikan harga bensin di Indonesia tergolong paling tinggi yaitu hampir empat kali lipat. Tabel 5. Perkembangan Harga Bensin di Negara-negara ASEAN+3, Tahun 1998-1 (US Sen per Liter) Negara 1998 4 6 8 1 Indonesia.16.17.7.7.57.6.79 Malaysia.8.8.35.37.53.53.59 Filipina.34.37.35.5.76.91 1.5 Singapura.7.84.85.89.9 1.7 1.4 Thailand.3.39.36.54.7.87 1.41 China.8.4.4.48.69.99 1.11 Jepang 1. 1.6.91 1.6 1.9 1.74 1.6 Korea Selatan.93.9 1.9 1.35 1.65-1.5 Sumber: WDI, 11 Catatan: Pada November 8, subsidi bahan bakar diterapkan di Indonesia dan Malaysia, pajak bahan bakar diterapkan di Thailand, Filipina, China, dan Singapura sedangkan pajak bahan bakar sangat tinggi diterapkan di Jepang dan Korea Selatan.

49 Pada November 4, harga minyak mentah di pasaran dunia ( Brent di Rotterdam) adalah 7 US sen per liter dan harga eceran bensin di Amerika Serikat adalah 54 US sen per liter. Pada November 8, harga minyak mentah di pasaran dunia ( Brent di Rotterdam) naik menjadi 3 US sen per liter, di Amerika Serikat naik menjadi 56 US sen per liter, dan di Spanyol naik menjadi 13 sen per liter yang merupakan harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa. Menurut GTZ dalam International Fuel Prices, harga eceran bahan bakar digolongkan dalam empat kategori yaitu: (1) subsidi bahan bakar sangat tinggi, dimana harganya di bawah harga minyak mentah di pasar dunia; () subsidi bahan bakar, dimana harganya di atas harga minyak mentah di pasar dunia tetapi masih di bawah harga di Amerika Serikat; (3) pajak bahan bakar, dimana harganya di atas harga minyak mentah di Amerika Serikat tetapi masih di bawah harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa; (4) pajak bahan bakar sangat tinggi, dimana harganya di atas harga bahan bakar terendah di wilayah Uni Eropa. Pada November 4, negara dengan subsidi bahan bakar sangat tinggi hanya Indonesia, sedangkan negara dengan subsidi bahan bakar antara lain Malaysia, Filipina, Thailand, dan China. Negara dengan pajak bahan bakar adalah Singapura sedangkan negara dengan pajak sangat tinggi terhadap bahan bakar adalah Korea Selatan dan Jepang. Kemudian pada Nopember 8, posisi ini berubah dimana sudah tidak ada lagi negara dengan subsidi sangat tinggi. Indonesia sudah menjadi negara dengan subsidi bahan bakar bersama Malaysia. Filipina, Thailand, dan China mengikuti Jepang menjadi negara dengan menerapkan pajak bahan bakar. Korea Selatan dan Jepang merupakan negara dengan pajak bahan bakar sangat tinggi. Mekanisme transmisi inflasi terjadi pada kenaikan harga minyak dunia. Pada negara-negara yang tidak menerapkan subsidi bahan bakar minyak, kenaikan harga minyak meningkatkan biaya produksi dan harga produk yang dihasilkan. Dengan menganggap harga non-energi konstan, hal ini akan mengarah ke inflasi, pada tingkat permintaan agregat tertentu dan pada akhirnya mendorong perekonomian menuju resesi. Hal ini kemudian menimbulkan masalah pada bank sentral. Bank sentral memilih antara mengimplementasikan kebijakan moneter

5 kontraksi untuk melawan inflasi atau kebijakan moneter ekspansi untuk melawan resesi. Dalam menghadapi guncangan penawaran, bank sentral tidak dapat menstabilkan inflasi dan ekonomi riil secara bersama-sama. Bahan bakar minyak banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain untuk sektor transportasi dan listrik. Konsumsi bahan bakar bensin untuk sektor transortasi ditunjukkan oleh Gambar 16. Konsumsi bahan bakar bensin untuk sektor transortasi di China secara total termasuk yang paling tinggi di antara negara-negara ASEAN+3 dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Namun dengan banyaknya penduduk China maka konsumsi perkapita bahan bakar bensin untuk jalan masih di bawah Indonesia seperti terlihat pada Gambar 15. Sedangkan Jepang dengan konsumsi total bensin untuk jalan yang cukup tinggi ternyata merupakan konsumsi perkapita paling tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya. kt of oil equivalent.4.35.3.5..15.1.5. Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: WDI, 11 Gambar 16. Konsumsi Perkapita Bahan Bakar Bensin untuk Sektor Transportasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Pada tahun 8, produksi listrik yang menggunakan sumber energi minyak terbesar adalah Indonesia yaitu sebesar 33 persen disusul Singapura, filipina, dan Jepang. Sementara China menggunakan batubara untuk produksi listriknya sebesar 96 persen. Singapura merupakan negara dengan penggunaan gas alam terbesar untuk produksi listrik disusul Thailand dan Malaysia. Nuklir juga cukup banyak digunakan oleh Korea Selatan dan Jepang yaitu masing-masing sebesar 34 persen dan 8 persen (Gambar 17).

51 Indonesia Batu bara 47% Malaysia Thailand Minyak Bumi 33% Minyak Bumi 1% Batubara 3% Gas Alam 76% Gas Alam % Minyak Bumi % Gas Alam 1% China Nuklir % Minyak Bumi 1% Batubara 9% Gas Alam 69% Filipina Minyak Bumi 1% Jepang Minyak Bumi 11% Nuklir 8% Batubara 39% Gas Alam 49% Singapura Batubara 96% Minyak Bumi % Gas Alam 8% Gas Alam 3% Batubara 31% Korea Selatan Minyak Bumi 3% Nuklir 34% Gas Alam 19% Batubara 44% Sumber: WDI, 11 Sumber: WDI, 11 Gambar 17. Proporsi Penggunaan Sumber Energi Minyak Bumi dalam Produksi Listrik di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 Makin tingginya konsumsi minyak berdampak pada makin tingginya jumlah emisi CO yang diproduksi seperti terlihat pada Gambar 18. China merupakan negara dengan emisi CO tertinggi dari konsumsi minyak bumi, disusul Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia.

5 Million Metric Tons 1 1 8 6 4 Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: WDI, 11 Gambar 18. Emisi CO dari Konsumsi Minyak Bumi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8. (Million Metric Tons) 4. Hubungan Harga Minyak Dunia, Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Selama tahun 1999-8, rata-rata perubahan harga minyak di negaranegara ASEAN+3 sekitar 3,86 persen per tahun. Inflasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak tahun. Inflasi di negara-negara ASEAN+3 pada tahun tercatat sebesar 1,75 persen sedangkan pada tahun 8 sudah mencapai 6,9 persen atau mengalami inflasi rata-rata sebesar 3,31 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama tahun sampai 8 terlihat cukup baik atau mempunyai tren pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 secara rata-rata sebesar 5,37 persen per tahun (Tabel 6). Tabel 6. Perubahan Harga Minyak Dunia, Inflasi, dan Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 (Persentase) Perubahan Harga Pertumbuhan Tahun Inflasi Minyak Dunia Ekonomi 1999 37,53 3,57 4,87 57, 1,75 6,79 1-13,83 3,3,7,54,6 5,4 3 15,8, 5,4 4 3,69 3, 6,45 5 41,3 3,79 6,38 6,46 4,7 6,3 7 1,67,86 6,88 8 36,4 6,9 3,67 Rata-rata 3,86 3,31 5,37 Sumber: IFS 9 dan WDI 11

53 Hubungan harga minyak dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi digambarkan dengan plot diagram, plot regresi, atau dengan uji kausalitas Granger. Plot diagram digunakan untuk melihat hubungan dua variabel antaraindeks harga minyak dengan inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Plot regresi dan uji kausalitas Granger digunakan untuk menggambarkan secara lebih jelas hubungan perubahan harga minyak dengan inflasi serta hubungan perubahan harga minyak dengan pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing negara ASEAN+3. Tren perubahan indeks harga minyak dunia dan inflasi di negara-negara ASEAN+3 terlihat berbanding lurus seperti ditunjukkan pada Gambar 19. Setiap terjadi kenaikan indeks harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan kenaikan inflasi. Perubahan Harga Minyak (%) 8. 6. 4... -. 7. 6. 5. 4. 3.. 1.. Inflasi (%) Perubahan Harga Minyak Dunia (%) Inflasi (%) Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 19. Hubungan antara Perubahan Harga Minyak Dunia dan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Dampak perubahan harga minyak terhadap inflasi di masing-masing negara ASEAN+3 dengan uji kausalitas Granger ditunjukkan oleh Tabel 7. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa harga minyak tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di China dan Indonesia. Sedangkan di Jepang dan Singapura, dampak harga minyak terhadap inflasi mulai terlihat pada awal kuartal sampai kuartal keempat kemudian menghilang. Di Korea Selatan, dampaknya mulai terasa pada kuartal kelima kemudian menghilang. Di Malaysia, dampaknya mulai terasa pada kuartal kedua sampai ketiga kemudian menghilang. Sementara dampak harga minyak terhadap inflasi di Filipina mulai muncul pada kuartal keempat sampai kesembilan. Hal ini

54 berarti dampak harga minyak mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap inflasi Filipina. Sedangkan di Thailand, dampak harga minyak terhadap inflasi mulai muncul pada kuartal ketiga. Tabel 7. Hubungan Kausalitas antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 1) Lag(s) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1.38538 1.43836 3.57536 8.77 *.884.87177 15.6196 *.8 1.8354 4.6477 *.83836 5.699 * 1.99846 1.1786 6.6643 *.319 3 1.58458 3.16357 * 1.8867 4.8387 * 3.798 *.76984 3.8487 *.898 4 1.633.665 9.77 * 3.48967 * 6.18181 *.864.78615 *.61874 5 1.153 3.7684 * 7.5638 *.6399 3.6543 *.5553.547 3.11573 * 6.96499 1.9685 5.74485 *.4575.516.79717.388.49937 7.814 1.34654 4.18878 *.3549.47775.61394.16789 1.97486 8.7163.74377 4.9145 * 1.68647 3.771 *.5458.76 1.9171 9.6565.51557 4.755 * 1.7519.614.18167 1.53976 1.681 Sumber: IFS 9 dan WDI 11 (diolah) Keterangan: F-Statistik yang ditampilkan * Signifikan pada taraf nyata 5 persen 1) Hipotesis nol: Oil Prices Index do not Granger Cause Inflation Dalam rangka penyesuaian harga bahan bakar dengan harga minyak mentah dunia maka beberapa negara melakukan penetapan harga dengan pajak dan subsidi. Kenaikan harga minyak mentah dunia dapat memengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) suatu negara karena di beberapa negara, harga Bahan Bakar Minyak merupakan salah satu komoditas utama yang harganya diatur oleh pemerintah. Shock dari luar negeri berupa kenaikan harga minyak dunia di pasar internasional tidak langsung ditransfer secara sebagian ataupun secara penuh ke harga domestik. Bahan Bakar Minyak (BBM) banyak digunakan dalam proses produksi sehingga penyesuaian harga pada komoditas tersebut akan memberi pengaruh yang signifikan pada harga komoditas lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Peningkatan indeks harga minyak dunia pada periode 1999-8 yang umumnya diikuti oleh peningkatan inflasi juga digambarkan melalui plot regresi. Hubungan negatif antara dua variabel ini hanya terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penerapan subsidi yang sangat tinggi terhadap bahan bakar di Indonesia. Penerapan subsidi bertujuan untuk mengurangi dampak kenaikan

55 inflasi. Namun, beberapa negara menerapkan pajak terhadap bahan bakar dalam rangka menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia. Penerapan pajak bahan bakar akan berdampak pada inflasi. Oleh karena itu, kenaikan pada bahan bakar minyak akan memicu terjadinya inflasi (Gambar ). Perubahan IHK Indonesia -5 5 1.5-5 1.5.5 y =.13x +.447 R² =.35 1.5 y =.13x +.447 1.5 R² =.35 1-5 -.5.5 5 1 Perubahan IHK Malaysia Perubahan IHK Malaysia 15 1 5 y = -.7x +.951 R² =. -5 -.5 5 1 6 5 y =.41x +.376 4 R² =.64 3 1-5 -1 5 1 - Perubahan IHK Thailand Perubahan IHK China 1 8 6 4 y =.57x + 1.193 R² =.8-5 - 5 1-4 Perubahan IHK Filipina 1-4 8-6 Perubahan Indeks y =.57x Harga + 1.193 Minyak 6 R² =.8 4 3.5 y =.17x +.6-5 - 1.5 R² 5 =.314 1-4 Perubahan 1 Indeks Harga Minyak.5-5 -.5 5 1-1 Perubahan IHK China Perubahan IHK Singapura 8 6 4 y =.36x + 1.16 R² =.64-5 - 5 1 Perubahan IHK Jepang 1.5-5 5 1 -.5 y =.8x -.1 R² =.3-1 Perubahan IHK Korea Selatan 3 1 y =.17x +.681 R² =.96-5 5 1-1 Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar. Plot Regresi antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Inflasi di Negaranegara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Tren perubahan harga minyak dunia dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara ASEAN+3 terlihat berbanding lurus seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

56 Setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya setiap terjadi penurunan harga minyak dunia hampir selalu diiringi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi. Perubahan Harga Minyak Dunia (%) 8. 6. 4... -. 8. 6. 4... Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%) Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 1. Hubungan antara Perubahan Harga Minyak Dunia dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Dampak perubahan harga minyak terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara ASEAN+3 ditunjukkan oleh Tabel 8. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa harga minyak tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di hampir seluruh negara-negara ASEAN+3 kecuali China dan Malaysia. Dampak harga minyak terhadap pertumbuhan ekonomi di China muncul pada kuartal ketiga. Di Malaysia, dampaknya terasa pada kuartal kedua sampai ketiga. Tabel 8. Perubahan Harga Minyak Dunia (%) Tingkat (%) Hubungan Kausalitas antara Harga Minyak Mentah Dunia dan di Negara-negara ASEAN+3 1) Lag(s) Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1 1.14661 3.4697 1.1387.763.38 3.5765.59.5993.8174 4.89574 *.45467.7173.31715 1.93556.597 1.614 3 1.91679 3.816 * 1.54973 1.94369 1.85418 5.4489 *.17341 1.554 4 1.7485 1.31 1.1363 1.4513.7594 1.5695.11379.97679 5 1.41858.54919 1.3816 1.35187 1.344 1.187.53573.41666 6 1.1486.56384 1.541 1.5616 1.4477.867.4868.5758 7.917.48851.95147.73385 1.531 1.38146.4868.5143 8.79474 1.45836.8331 1.4131 1.98.9367.3138.3738 9.45183 1.597.68784 1.4184.919 1.1861.115.47435 Sumber: IFS 9 dan WDI 11 (diolah) Keterangan: Data kuartalan dari tahun 1999-8 kecuali Filipina (1999:1-6:4) dan Singapura (1:1-8:) Keterangan: F-Statistik yang ditampilkan * Signifikan pada taraf nyata 5 persen 1) Hipotesis nol: Oil Prices Index do not Granger GDP Growth

57 Hubungan antara harga minyak dunia dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara-negara ASEAN+3 yang dikaji menunjukkan hubungan yang positif terutama di Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara pengekspor minyak mentah. Hubungan negatif hanya terjadi di Jepang, Filipina, dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia sekarang tidak selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif (Gambar ). Indonesia 6 4 y =.9x + 1.349 R² =.5-5 - 5 1-4 -6 Thailand 15 1 5 y = -.77x + 1.998 R² =.91-5 -5 5 1-1 Malaysia 1 5-5 5 1-5 y =.8x + 1.441 R² =.33-1 China 3 1-5 -1 5 1 y = 1.583x + 17.3 - R² =.1-3 Pertumbuhan Ekonomi Filipina Singapura y = -.9x +.68 R² =.59-4 - -1 4-8 6 4 3 1 y =.1x + 1.43 R² = 6E-5-5 - 5 1-4 -6 Jepang Korea Selatan 1 y = -.3x +.378 R² =.9-5 5 1-1 - 1-5 -1 5 1 - y =.14x + 1.96 R² =. -3 Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar. Plot Regresi antara Harga Minyak Mentah Dunia dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Tren inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 terlihat berbanding terbalik seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Setiap terjadi

58 kenaikan inflasi hampir selalu diiringi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Persen 8. 7. 6. 5. 4. 3.. 1.. Sumber: WDI, 11 Gambar 3. Hubungan antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Dampak perubahan harga minyak terhadap inflasi di masing-masing negara ASEAN+3 dengan uji kausalitas Granger ditunjukkan oleh Tabel 9. Hasil uji kausalitas Granger dengan data kuartalan dari tahun 1999 sampai 8 bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi hanya di Indonesia dan Singapura. Sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap inflasi hanya di Thailand. Tabel 9. Inflasi Tingkat Hubungan Kausalitas antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 1) Negara Hipotesis Nol F-Statistik Indonesia inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation 3,44939 **,45185 Malaysia inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,4663 1,754 Filipina inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,371,8819 Singapura inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation 4,9759 **,38451 Thailand inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,394 7,68913 *** China inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation 1.5777,6755 Jepang inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,34986,17161 Korea Selatan inflation does not granger cause economic growth economic growth does not granger cause inflation,86875,57319 Keterangan: Data kuartalan dari tahun 1999-8 kecuali Filipina (1999:1-6:4) dan Singapura (1:1-8:) Signifikan pada taraf nyata 1 persen (*), 5 persen (**), dan 1 persen (***)

59 Peningkatan inflasi di beberapa negara diikuti oleh penurunan pertumbuhan ekonomi. Hubungan negatif antara dua variabel ini terjadi di Indonesia dan Jepang, hubungan positif antara dua variabel ini terjadi di Filipina dan Korea Selatan, sedangkan di negara-negara lainnya hubungannya terlihat tidak begitu jelas (Gambar 4). Perubahan IHK Malaysia -6 Perubahan Indeks Harga Konsumen.5 1 1.5 y =.13x +.447 R² =.35 15.5 y =.18x + 1.689 R² = 3E-5-4 6-5 -.5 5 1-5 Perubahan IHK China Indonesia Malaysia Filipina 1 Perubahan 8 y Indeks =.57x Harga + 1.193 Konsumen 6 R² =.8 4 8 6 4-5 - y =.484x 5+ 1.3 1-4 R² =.15 Perubahan Indeks Harga Minyak Singapura 6 4 y = -.16x + 1.93 R² =.6-5 - 5 1 15-4 -1 Perubahan Indeks Harga Konsumen 5 y = 3.344x - 7.31 R² =.4-4 - 4-5 -1-15 -1-1 3-4 -6 Perubahan Indeks Harga Konsumen Thailand China Jepang Korea Selatan 15 1 5 y = -.185x + 1.434 R² =.1 - -5 4 6-1 Perubahan Indeks Harga Konsumen 3 1 - y = 15.1x + 115.3 R² =. -5-1 5 1-3 Perubahan Indeks Harga Konsumen 1.5 1y = -.469x +.388.5 R² =.67-1 -.5 -.5.5 1-1 -1.5 Perubahan Indeks Harga Konsumen 1 - y = 1.76x +.511 R² =.6-1 -1 1 3-3 Perubahan Indeks Harga Konsumen Sumber: IFS 9 dan WDI 11 Gambar 4. Plot Regresi antara Inflasi dan di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8

6 4.3 Kondisi Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 Inflasi di negara-negara ASEAN+3 mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak tahun 1999 seperti ditunjukkan oleh Gambar 5. Rata-rata inflasi di delapan negara-negara ASEAN+3 pada tahun 1999 tercatat sebesar 3,57 persen, sedangkan pada tahun 8 sudah mencapai 6,9 persen. Rata-rata inflasi Cina pada tahun 8 sebesar 5,86 persen juga menembus angka tertinggi inflasi di negara tersebut selama rentang waktu -8. Inflasi tertinggi dialami Indonesia pada tahun 1999 yang mencapai dua digit yaitu,49 persen. Beberapa kali Indonesia juga mengalami inflasi dua digit melebihi inflasi negara-negara ASEAN+3 lainnya. Inflasi Indonesia cukup berfluktuasi terutama sejak krisis keuangan tahun 1998 yang mencapai 58,4 persen. Sedangkan inflasi yang paling rendah dialami oleh Jepang yang berkisar antara 1,38 persen dan -,9 persen. Secara umum, rata-rata inflasi di masing-masing negara-negara ASEAN+3 selama periode 1999-8 antara lain 1,4 persen (Indonesia), 5,51 persen (Filipina),,9 persen (Korea Selatan),,57 persen (Thailand),,41 persen (Malaysia), 1,77 persen (China), 1,4 persen (Singapura), dan -,15 persen (Jepang). Persen 1. 16. 11. 6. 1. -4. 1999 1 3 4 5 6 7 8 Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan Sumber: IFS, 9 Gambar 5. Perkembangan Inflasi di Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 Negara-negara yang termasuk dalam kawasan ASEAN+3 dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok negara-negara maju dan kelompok negara-negara berkembang berdasarkan tingkat pendapatan per kapita. Pada tahun 9, negara-negara yang termasuk dalam kelompok negara-negara maju antara lain Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Sedangkan negara-negara berkembang antara lain Malaysia, Thailand, China, Indonesia, dan

61 Filipina.Tingkat pendapatan per kapita tersebut merupakan nilai riil rata-rata yang sudah disesuaikan dengan PPP tahun dasar 5 (internasional $) sehingga dapat dibandingkan antar negara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 pada tahun sampai dengan tahun 9 terlihat hampir selalu positif seperti terlihat di Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 selama periode -8 berkisar antara 1,5 persen sampai 1,13 persen. Rata-rata pertumbuhan China merupakan yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN+3 lainnya disusul Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Jepang. Pertumbuhan ekonomi negatif hanya dialami Singapura pada tahun 1 dan Jepang pada tahun 8. Tabel 1. Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 PPP (Constant 5 International $) Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1999,79 6,14 3,4 7, 4,45 7,6 -,14 9,49 4,9 8,86 5,97 1,6 4,75 8,4,86 8,49 1 3,64,5 1,76 -,4,17 8,3,18 3,97 4,5 5,39 4,45 4,16 5,3 9,1,6 7,15 3 4,78 5,79 4,93 3,48 7,14 1, 1,41,8 4 5,3 6,78 6,38 9,58 6,34 1,1,74 4,6 5 5,69 5,33 4,95 13,3 4,6 11,3 1,93 3,96 6 5,5 5,85 5,34 8,64 5,15 1,7,4 5,18 7 6,35 6,48 7,5 8,54 4,93 14,,36 5,11 8 6,1 4,71 3,73 1,78,46 9,6-1,,3 Rata-rata 4,7 5,58 4,8 6,43 4,73 1,13 1,5 5,31 Sumber: WDI, 11 Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 menurut sektor menunjukkan bahwa sektor jasa merupakan sektor yang mendominasi perekonomian hampir di seluruh negara-negara ASEAN+3 antara lain Filipina, Singapura, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Singapura mempunyai proporsi sektor jasa terhadap PDB paling besar yaitu sebesar 74 persen. Indonesia, Malaysia, dan China merupakan negara dengan struktur perekonomian yang dominan di sektor industri (Gambar 6).

6 1 9 8 7 6 5 4 3 1 Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Jasa Sumber: WDI, 11 Gambar 6. Struktur Perekonomian Negara-negara ASEAN+3 menurut Sektor Tahun 8 (% PDB) Struktur perekonomian negara-negara ASEAN+3 dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga lebih dari setengah PDB antara lain Filipina, Indonesia, Jepang, Thailand, dan Malaysia. Sedangkan China merupakan negara dengan proporsi pembentukan modal tetap bruto terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya. Jepang merupakan negara dengan proporsi pengeluaran konsumsi akhir pemerintah terhadap PDB yang paling besar dibandingkan negara-negara ASEAN+3 lainnya Sementara itu, persentase ekspor dan impor terhadap PDB dengan proporsi yang cukup besar dimiliki oleh Korea Selatan dan Singapura (Tabel 11). Tabel 11. Struktur Perekonomian dari Sisi Penggunaan Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 (% PDB) Negara Pengeluaran Konsumsi Akhir Rumah Tangga Pembentukan Modal Tetap Bruto Pengeluaran Konsumsi Akhir Pemerintah Ekspor Bersih Indonesia 6,73 7,68 8,4 1.5 Malaysia 54,7 9,3 15,9-1.18 Filipina 76,68 14,7 9,4-1.43 Singapura 4,9 6,81 1,6 17.95 Thailand 56,9 7,4 1,43.61 China 34,94 4,79 13,9 7.7 Jepang 57,76 3,31 18,49.15 Korea Selatan 45,18 19,5 1,49 3.4 Sumber: WDI, 11

63 Kaitannya dengan harga minyak maka bila kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, yang artinya sifat barang impor tersebut sangat penting terhadap price behaviour di negara importir, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi di dalam negeri yang cukup besar. Selain itu, semakin rendah derajat kompetisi yang dimiliki oleh barang impor (price inelastic) terhadap produk dalam negeri, akan semakin besar pula dampak perubahan harga barang impor tersebut terhadap inflasi domestik. Selain struktur perekonomian negara, kondisi umum seperti PDB per kapita, jumlah penduduk total, dan jumlah penduduk perkotaan juga berperan pada ketahanan energi suatu negara. Singapura memiliki PDB per kapita tertinggi dan jumlah penduduk yang seluruhnya tergolong penduduk perkotaan dengan konsumsi minyak per hari juga relatif tinggi dibanding negara ASEAN+3 lainnya. Korea Selatan dan Jepang dengan PDB per kapita cukup tinggi dan jumlah penduduk perkotaan yang cukup besar juga mempunyai konsumsi minyak yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa makin tinggi PDB per kapita maka makin tinggi pula konsumsi minyaknya. Selain itu, penduduk perkotaan mengkonsumsi minyak lebih banyak dibanding penduduk perdesaan (Tabel 1). Tabel 1. Kondisi Umum Negara-negara ASEAN+3 Tahun 8 Negara PDB per Kapita PPP Konstan 5 Internasional $ Jumlah Penduduk Penduduk Perkotaan (% total) Konsumsi Minyak (Ribu Barel per Hari) Indonesia 3.689 7.345.8 51,46 11,31,7 Malaysia 13.163 7.14.337 7,36 39,968,46 Filipina 3.4 9.348.437 64,9 6,68,19 Singapura 48. 4.839.4 1, 4,868,89 Thailand 7.469 67.386.383 33,3 8,74,11 China 5.71 1.34.655. 43,1 11,983,973 Jepang 31.95 17.74. 66,48 76,8,347 Korea Selatan 5.517 48.67. 81,46 9,59,14 Sumber: WDI dan EIA, 11 Kondisi neraca pembayaran di negara-negara ASEAN+3 selama tahun 1999-8 dapat dilihat di Tabel 13. Neraca pembayaran yang merupakan total net ekspor barang, jasa, pendapatan dan transfer bersih mengalami penurunan di beberapa negara. China mengalami peningkatan neraca pembayaran yang cukup

64 signifikan disusul Jepang, Singapura dan Malaysia. Sementara Filipina, Thailand, Indonesia mengalami penurunan neraca pembayaran di tahun 5 dan 8. Korea Selatan mengalami penurunan yang cukup drastis hingga mencapai minus pada tahun 8. Tabel 13. Kondisi Neraca Pembayaran (Balance of Payment) Negara-negara ASEAN+3 Tahun 1999-8 (Miliar US $) Tahun Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand China Jepang Korea Selatan 1999 5,78 1,6 -,87 14,44 1,43 1,1 114,6 4,5 7,99 8,49 -,3 1,18 9,31,5 119,66 1,5 1 6,9 7,9-1,74 11, 5,1 17,4 87,8 8,3 7,8 7,19 -,8 11,76 4,65 35,4 11,45 5,39 3 8,11 13,38,9 1,88 4,77 45,87 136, 11,95 4 1,56 15,8 1,63 19,9,76 68,66 17,6 8,17 5,8 19,98 1,98 6,67-7,65 16,8 165,78 14,98 6 1,86 6, 5,35 35,13,3 53,7 17,5 5,39 7 1,49 9,77 7,1 47,8 15,68 371,83 1,49 5,88 8,13 38,91 3,63 36,1,1 436,11 156,63-5,78 Sumber: WDI, 11 Dalam periode tahun dan 8, kondisi fiskal negara-negara ASEAN+3 pada umumnya mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa pendapatan pemerintah mengalami peningkatan dibandingkan pengeluarannya. Namun demikian, hanya negara Korea Selatan dan Singapura yang mengalami surplus fiskal yang berarti pendapatan pemerintah lebih besar dari pengeluarannya. Pendapatan pemerintah di Korea Selatan dan Singapura ini salah satunya terdiri dari pendapatan dari pajak bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Kenaikan harga minyak dunia juga akan berdampak pada kondisi makroekonomi negara pengekspor maupun pengimpor minyak. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan penerimaan pemerintah di negara pengekspor minyak karena adanya peningkatan penerimaan negara dari ekspor minyak. Namun bagi negara pengimpor minyak, kenaikan ini justru menjadi beban bagi anggaran negara yang melakukan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Meningkatnya harga minyak ini akan mengubah komposisi anggaran negara dan arah kebijakan moneter. Harga minyak dunia memiliki hubungan yang sangat kuat dengan anggaran negara, sebagaimana estimasi yang dilakukan oleh Bank

65 Dunia untuk kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel akan meningkatkan defisit anggaran sebesar US$ 1 juta. Peningkatan beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang melebihi jumlah yang telah ditetapkan anggaran negara dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal. Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri (Tabel 14). Tabel 14. Keseimbangan Fiskal Negara-negara ASEAN+3 Tahun, 5, dan 8 (% PDB) Negara 5 8 Indonesia -1,1 -,5 -,1 Malaysia -5,5-3,6-4,8 Filipina -4, -,7 -,9 Singapura 9,9 6,5 7,6 Thailand -,8,1 -,6 China -,8-1, -,4 Jepang -6,4-6, -,6 Korea Selatan 1,1,4 1, Sumber: ADB, 1