116 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, wawancara terhadap Key Informan dan informan, serta analisis terhadap cadar, komunikasi interpersonal, dan citra diri (Studi Fenomenologi pada Jama ah Wanita Masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Ada dua motif unik wanita bercadar dalam jama ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di kota Bogor, Jawa Barat memilih untuk berjilbab dengan cadar, yaitu karena disposisi jiwa dan refleksi diri. Disposisi jiwa adalah adanya fitrah, sifat alamiah, ataupun kecondongan jiwa wanita bercadar yang membutuhkan Tuhan di atas segalanya. Cadar adalah bagian dari disposisi jiwa wanita bercadar yang diimplementasikan dalam bentuk artifaktual. Refleksi diri adalah cadar menjadi sebuah refleksi atau cerminan diri di masa lalu dalam menentukan apa yang terbaik untuk saat ini dan di masa depan. 2) Ada dua makna unik wanita bercadar dalam jama ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di kota Bogor, Jawa Barat memilih untuk berjilbab dengan cadar, yaitu sebagai perisai diri dan pilar iman. Perisai diri memiliki pengertian bukan hanya sebuah simbol yang menandakan seorang wanita taat pada ajaran agamanya. Tidak pernah ada sesuatu yang sia-sia adalah ungkapan yang pantas dalam menggambarkan makna cadar. Tidak pernah ada satupun perintah dan larangan Tuhan yang tidak memiliki hikmah bagi kebaikan
117 manusia. Perisai diri adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan makna cadar yang diungkapkan oleh wanita bercadar. Wanita bercadar memang terasingkan karena cadar yang digunakannya, namun itulah fungsi cadar. Melindungi diri dari segala hal negatif bagi wanita bagai sebuah perisai diri yang kokoh. Pilar iman memiliki pengertian bahwa cadar yang dikenakan secara tidak langsung dapat menjadi pengingat, pendorong dan pemicu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Apabila seorang wanita muslim menggunakan cadar dan berperilaku buruk, kemungkinan besar orang-orang di sekitarnya akan menggarisbesarkan bahwa wanita bercadar bukanlah pribadi yang baik, hanya penampilannya saja yang agamis. Cadar pun menjadi salah satu pilar terkuat dalam menopang iman agar selalu stabil dan bertambah kuat dari hari ke hari bagi wanita bercadar. 3) Terdapat keterkaitan antara motif dan makna yang dipaparkan oleh para key informan. Jika motif penggunaan cadar adalah karena disposisi jiwa, maka makna cadar sebagai perisai diri. Motif dan makna ini diungkapkan oleh para key informan yang berusia kurang dari sama dengan 30 tahun. Jika motif cadar karena refleksi diri, maka makna cadar adalah sebagai pilar iman. Motif dan makna ini diungkapkan oleh key informan yang berusia di atas 30 tahun. 4) Perbedaan motif dan makna ini tidak mempengaruhi cara berkomunikasi interpersonal wanita bercadar dengan sesama wanita bercadar, namun komunikasi interpersonal wanita bercadar sangatlah unik, sangat berbeda dengan orang-orang pada umumnya dan mematahkan teori komunikasi interpersonal yang ada saat ini.
118 5) Ketika wanita bercadar berkomunikasi dengan mereka yang memiliki kedekatan (proksimitas) dan intensitas, cara mereka berkomunikasi sama saja dengan cara berkomunikasi orang lain pada umumnya. Hal ini terlihat ketika mereka berkomunikasi dengan keluarga dan teman terdekat mereka (sesama muhrim). 6) Wanita bercadar cenderung menutup diri, hanya berkomunikasi seperlunya, tidak memiliki banyak teman dekat, hampir tidak ada eye contact, bukan pribadi yang nyaman untuk diajak berkomunikasi, tidak memerlukan citra positif, komunikasi berjalan sangat efektif, tidak ada basa-basi, citra selalu terbentuk dari sisi komunikan terhadap komunikator. 7) Pada saat wanita bercadar berbicara dengan orang lain, wanita bercadar berusaha menundukkan pandangannya untuk memperoleh tanggapan: dukungan, pengertian, simpati, dan sebagainya; dan pada saat wanita bercadar menyerap isyarat-isyarat non-verbal, wanita bercadar menjalankan fungsi penerima dalam berkomunikasi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan teori DeVito yang menyatakan perlunya eye contact dalam komunikasi interpersonal. Justru karena mereka menundukkan pandangannya, peneliti merasakan ketegasannya dalam berkomunikasi dan pesan yang mereka sampaikan dapat peneliti terima dengan baik. Maka dapat dikatakan eye contact bukanlah sebuah keharusan dalam komunikasi interpersonal. 8) Berkaitan dengan citra diri yang dibangun, tentu komunikasi interpersonal dengan tatap muka dengan lingkungan sekitar yang tidak memiliki kedekatan yang dekat dan intensitas yang sering, menjadi tolak ukur wanita bercadar
119 dalam melihat bagaimana citra diri meraka di lingkungan sekitar. Dari sisi wanita bercadar, mereka tidak memperdulikan citra yang timbul karena mereka tidak mengharapkan citra. Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang pada umumnya yang sangat mengharapkan citra dan berharap agar orang lainyang melihat menjadi setuju dengan citra yang kita bangun. hal ini pun menjadi temuan yang sangat berarti dalam bidang studi Public Relations. 9) Bila melihat dari sisi komunikan (lawan bicara, yang melihat) wanita bercadar tentu saja ada persepsi yang timbul terhadap wanita bercadar sekalipun wanita bercadar tidak memperdulikan citra, yang mereka perdulikan hanya agar Tuhan mereka mencintai mereka. Maka pada dasarnya tanpa citra adalah citra. Apa yang terjadi terhadap sebuah fenomena tidak akan pernah dapat lepas dari persepsi yang menghasilkan citra. 5.2. Saran Dari hasil analisis dan simpulan diatas mengenai cadar, komunikasi interpersonal, dan citra diri (studi fenomenologi pada Jama ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa Barat), peneliti memberikan saran baik secara akademis maupun praktis, sebagai berikut: 5.2.1. Saran Akademis Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini telah membahas komunikasi interpersonal wanita berjilbab dengan cadar dalam membangun citra diri (studi fenomenologi pada Jama ah wanita masjid Imam Ahmad Bin Hanbal di Kota Bogor, Jawa
120 Barat), jika akan ada penelitian lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal wanita berjilbab dengan cadar, disarankan mencoba meneliti komunikasi interpersonal wanita berjilbab dengan cadar lebih dalam dan dilakukan oleh peneliti wanita, mengingat penelitian ini masih penuh dengan keterbatasan. Hasil penelitian lanjutan pun akan lebih kompleks dan komprehensif dalam membahas komunikasi interpersonal wanita bercadar. 5.2.2. Saran Praktis a) Dengan adanya penelitian ini, diharapkan wanita bercadar dapat lebih diterima di dalam lingkungan masyarakat. Tidak adanya pembatasan terhadap hak beragama untuk agama tersebut. Selama tidak ada yang tersakiti, seharusnya cadar bukanlah masalah pelik bila masyarakat mencoba mengenal cadar lebih dahulu sebelum menentukan cadar tersebut baik atau buruk. b) Wanita bercadar diharapkan lebih mengenalkan cadar secara mendalam kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi. Hal ini dapat dimulai dari orang terdekat dan melakukan kampanye komunikasi secara baik dan tidak memaksa kepada masyarakat luas.