BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari Hasil Penelitian yang telah diuraikan dimuka, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Keraton Kasunanan Surakarta mulai dibangun pada masa pemerintahan Sunan PB II (1726-1749) sebagai pengganti Kraton Kartasura. Dalam Keraton Kasunanan Surakarta terdapat pendapa sasana sewaka. Pendapa sasana sewaka merupakan bangunan utama Keraton Surakarta yang didirikan pada masa Paku Buwono ke II pada tahun 1698 (tahun Jawa) dengan arsitektur yaitu Sultan Hamengku Buwono I. pendapa sasana sewaka dibagi menjadi 4 yaitu : ruang maligi, ruang pendapa sasana sewaka yang merupakan inti dari bangunan sasana sewaka, ruang paningrat dan ruang parasdya. Pendapa sasana sewaka memiliki empat soko guru, 12 buah soko pananggap dan 20 buah soko rowo dengan luas lantai 21,35 m x 23,35 m serta bentuk atap Joglo Pengrawit ruang ini memiliki lantai yang paling tinggi sekitar 75 cm dari tanah. Pendapa Sasana Sewaka ini difungsikan untuk pementasan tari Bedhaya Ketawang yang dilangsungkan setahun sekali yaitu pada hari jumenengan raja. Pendapa Sasana Sewaka juga sebagai tempat duduk raja, saat menyaksikan tari Bedhaya Ketawang. Tari Bedhaya Ketawang dipentaskan dalam pendapa sanana sewaka karena terdapat empat soko guru yang merupakan esensi kehidupan manusia, yaitu pajupat lima pancer. 2. Latar Belakang Tari Bedhaya Ketawang, tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang di sakral kan di Keraton Kasunanan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang ini merupakan tarian yang ada sejak pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Tari Bedhaya Ketawang dipercaya merupakan reaktualisasi percintaan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa pantai selatan) dengan Panembahan Senopati commit (raja to user pertama Dinasti Mataram). Bedhaya 164
165 adalah penari wanita di istana, sedangkan ketawang merupakan gendhing. Tari Bedhaya Ketawang merupkaan ritual untuk menghormati Raja serta tarian untuk memperkuat Keraton Kasunanan Surakarta, hal itu bisa dilihat dari pemilihan hari, pemilihan penari, tempat ditarikannya Bedhaya Ketawang, jumlah penari yang berjumlah 9, syair cakepan sindhenan Bedhaya Ketawang, gendhing ketawang gedhe, dan masih banyak lainnya, serta semuanya itu mempunyai makna simbolik yang tinggi. Selain gendhing ketawang gedhe, busana juga merupakan pandangan utama. Busana yang digunakan oleh penari Bedhaya Ketawang sangatlah banyak, setiap busana yang digunakan penari Bedhaya Ketawang mempunyai makna tersendiri. Pada saat kirab menggunakan dodot parang rusak sedangkan pada saat jumenengan, dodot yang digunakan adalah alasalasan. Keduanya digunakan dengan cara basahan. 3. Visualisasi dan jenis kain dodot ada saat gladi resik dan jumenengan dalem, menggunakan dodot parang rusak kagok dan dodot alas-alasan dan kain yang dipakai untuk membuat dodot adalah kain primisima. Dengan ukuran kain dodot yaitu 2,5 m x 4,5 m. Kata parang merupakan perubahan dari pereng/tebing. Dalam dodot parang rusak terdapat ragam hias, bila diuraikan dodot parang menggunakan pola geometris. Secara Keseluhuhan dodot parang terbentuk dari ragam hias utama yaitu mlinjon, mata gareng, sujen, dan ragam hias pengisi yaitu alis-alisan, bagongan, sirep kendela serta memiliki isen yang terdapat dalam sujen yang disebut ucheng. Warna yang terdapat dalam dodot parang rusak yaitu putih, soga dan hitam. Selain dodot parang, pada saat jumenengan dalem, menggunakan dodot alas-alasan. Alas-alasan berarti rimba raya, sehingga motif-motif yang terdapat dalam dodot alas-alasan merupakan ragam hias utama. Motifnya merupakan motif stilasi. Stilasi dalam pembuatan motif merupakan teknik pengayaan dengan melakukan gubahan bentuk tertentu, dengan tidak meninggalkan idenditas atau ciri dari bentuk yang digubah. Motif-motif dalam dodot alas-alasan dibedakan menjadi 3, motif hewan yaitu motif garuda, kura-kura, ular, commit burung, to ayam user jantan, kijang, gajah, burung
166 bangau, harimau. Motif tumbuh-tumbuhan yaitu pohon hayat dan meru dan motif geometris yaitu motif kawung. Warna yang terdapat dalam dodot alas-alasan yaitu hijau, biru tua, emas dan putih. Secara keseluruhan motif-motif yang ada dalam dodot parang rusak maupun dodot alas-alasan merupakan motif yang dekat dengan lingkungan masyarakat. 4. Makna simbolik ragam hias dalam dodot parang yaitu pola dan motif, merupakan medium bantu yang mendukung kesatuan yang utuh yang menciptakan pemahanan sangkan paraning dumadi serta manunggaling kawula gusti hal tersebut diperkuat dengan warna dalam dodot parang yang melambangkan kesucian. Selain dodot parang, dodot alas-alasan juga mempunyai makan simbolik. Motif dalam alas-alasan dibedakan menjadi tiga alam, yaitu alam atas, alam tengah dan alam bawah. Kegita alam tersebut mempunyai makna bahwa sebagai manusia harus manunggaling kawulo gusti. Harus percaya dan yakin adanya Tuhan, serta manusia hidup itu ada cobaan yang harus dihadapi. Selain itu ketiga alam tersebut merupakan lambang yang saling berkaitan, antara alam bawah, alam tengah dan atas. Ketiga alam tersebut membutuhkan satu dengan yang lain tidak bisa berdiri sendiri. Itu menggambarkan bagaimana makhluk hidup harus hidup di dunia ini, harus membutuhkan satu dengan yang lain tidak bisa berdiri sendiri. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Tari Bedhaya Ketawang merupakan salah satu bentuk budaya jawa serta merupakan tari Jawa yang di sakralkan dan mempunyai nilai seni yang sangat tinggi. Tari ini merupakan tarian yang sudah berumur 500 tahun, tarian ini juga termasuk tarian yang paling tua. Tarian ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan budaya yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan hubungan commit cinta to kasih user antara Panembahan Senapati
167 dengan Kanjeng Ratu Kidul, serta memiliki simbol sangkan paraning dumadi serta manunggaling kawula Gusti dan simbol kesuburan yaitu Lingga-Yoni 2. Implikasi Praktis Tari Bedhaya Ketawang dewasa ini merupakan tarian yang harus dijaga dan dilestaraikan, karena dalam tarian ini terdapat banyak sekali makna yag bisa diambil. Misalnya busana, serta perhiasan. Dalam pegelaran tari Bedhaya Ketawang ada beberapa hal yang harus dilakukan, misalnya sesaji, caos dhahar, puasa, dan sebagainya.implikasi praktis dari hasil penelitian ini terhadap pendidikan yaitu bahwa seorang wanita harus menjaga kesucian. Wanita juga harus tau bahwa dalam menjalani kehidupan tidak lepas dari pengawasan Tuhan. Tari Bedhaya Ketawang juga memberikan makna bahwa sebagai manusia yang terlahir di dunia ada yang menciptakan sehingga kita harus mengakui dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. C. Saran Berhubungan dengan fenomena diatas, maka peneliti mencoba memberikan saran sebagai berikut : 1. Pendapa sasana sewaka merupakan tempat yang sakral dan merupakan titik tengah dari Keraton Kasunanan Surakarta, yang hanya dipakai saat kenaikann tahta Raja. Karena memang tempat tersebut adalah tempat sakral, sebaiknya pendapa sasana sewaka dijaga kebersihannya dan tradisi-tradisi yang ada di pendapa sasana sewaka tetap dilaksanakan, misalnya empat soko guru dan lampu yang ditutupi dengan kain tumpal. 2. Tari Bedhaya Ketawang merupakan tari ritual, sebaiknya ritual-ritual yang dilakukan tidak dikurangi ataupun dihilangkan mulai dari pemilihan hari, pemilihan penari, tempat ditarikannya Bedhaya Ketawang, jumlah penari yang berjumlah 9, syair, gendhing termasuk di dalamnya busana tari Bedhaya Ketawang, karena itu bersangkutan dengan kesakralan tari Bedhaya Ketawang dan legitimasi commit keratonn user Kasunanan Surakarta.
168 3. Busana tari Bedhaya Ketawang merupakan salah satu unsur penting dalam tari Bedhaya Ketawang, busana yang paling menonjol yaitu dodot. Dalam dodot terdapat ragam hias, yang terdiri dari motif dan pola yaitu dalam dodot parang rusak maupun dodot alas-alasan, sebaiknya visualnya tidak mengalami perubahan dalam penggambaran, teknik, kain serta ukuran motif dan pola karena akan berpengaruh terhadap makna simbolik yang terkandung dalam dodot tersebut. 4. Ragam hias yang digambarkan dalam dodot parang rusak maupun alasalasan mempunyai makna simbolik yang bisa menjadi tuntunan dalam kehidupan, sebaiknya ragam hias tersebut masih dimunculkan, yaitu abdi dalem pembuat dodot parang rusak maupun dodot alas-alasan, harus mengetahui makna dibalik ragam hias, serta dalam pembuatan tidak menghilangkan ritual-ritual yang sudah ada, sehingga pesan-pesan yang terkandung dalam ragam hias dodot bisa munculkan. commit to user