BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan Pada dasarnya RRI ingin dikenal sebagai radio yang beretika yang terus menjaga nasionalisme dan kebudayaan Indonesia. Semua kegiatannya disusun secara detail dan berpedoman pada panduan penyiaran RRI yang berlaku secara nasional. Identitas merek yang dibangun RRI sudah cukup ideal. Semangat yang dimiliki adalah pada penanaman nilai dan pemberian konten siaran yang berkualitas. Permasalahan yang harus dihadapi adalah memastikan nilai tersebut sampai pada masyarakat. Secara keseluruhan, potret branding RRI saat dilakukan penelitian ini belum maksimal. RRI adalah radio yang dituntut independen dan netral tetapi sayangnya minim inovasi karena kakunya sistem yang berjalan. Operasional kegiatannya pun dibiayai oleh pemerintah sehingga RRI sangat berhati-hati dalam menjalankan kegiatan sesuai dengan panduan yang telah disepakati secara nasional. Selanjutnya mengenai pengelolaan merek, RRI menyelenggarakan kegiatannya berdasarkan panduan yang berlaku secara nasional. Seluruh kegiatan tidak boleh berseberangan dengan panduan yang telah dibuat tersebut. RRI dalam mengelola merek terus membangun hubungan dengan masyarakat sebagai audiensnya. Di Yogyakarta, RRI menyediakan listener s center, pusat data dan informasi RRI serta layanan keluhan bagi pendengar. Untuk menjaga eksistensinya, RRI Yogyakarta melakukan kerjasama dengan berbagai pihak seperti TVRI, Pasar, dan pemerintah.rri juga terus menjaga eksistensi budaya daerah dengan terus melakukan siaran yang berisi berbagai macam kebudayaan. Sedangkan untuk menjaga hubungan baik internal organisasi, dibangun kedekatan emosional antara atasan dan bawahan sehingga pegawai tidak mengalami 106
kecanggungan mengungkapkan jika sedang memiliki masalah yang bisa mengganggu performa kerja dalam organisasi. Identitas dan pengelolaan tersebut akan mempengaruhi citra RRI yang ada dimasyarakat. Dapat disimpulkan menurut responden FGD yang dilakukan peneliti RRI tidak cocok untuk anak muda karena kesan formal yang terlihat. RRI juga justru dianggap sebagai radio berita oleh beberapa responden. Tetapi konten siaran di mata beberapa pelanggan adalah bermutu dan edukatif. Jadi ada masyarakat yang menganggap RRI berbasis etika sesuai dengan yang diharapkan RRI. Ada yang menganggap RRI adalah radio yang nasionalis, yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Jadi RRI memiliki beragam citra merek di masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa RRI masih perlu terus melakukan branding lebih giat supaya citra merek ini dapat dikerucutkan sesuai dengan keinginan RRI dianggap oleh masyarakat sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan teori yang diungkapkan Kotler (2007), RRI telah melakukan poinpoin indikator branding yang diungkapkan, seperti penciptaan identitas merek melalui visi dan misi dan pengelolaan melalui pembangunan kontak dengan masyarakat. Akan tetapi perwujudannya yang kurang maksimal dikarenakan beberapa faktor yang ditemukan di lapangan. Keterbatasan biaya mengakibatkan RRI sulit menjalankan kegiatan branding eksternalnya. RRI berjalan atas biaya APBN sehingga kegiatannya dipantau oleh pemerintah dan lamban melakukan inovasi karena sistem yang telah disepakati secara nasional. Untung dan rugi semua kembali pada pemerintah. Kondisi tersebut mengakibatkan lemahnya mentalitas kerja pegawai RRI karena tidak ada tuntutan berarti dalam melaksanakan pekerjaannya. Permasalahan status kepegawaian bukan PNS yang dialami pegawai RRI juga mempengaruhi performa pegawai. Pegawai tersebut berusaha memperjuangkan statusnya agar menjadi PNS. Ketidaknyamanan status tersebut mempengaruhi performa pengelolaan merek RRI. Apalagi pegawai bukan PNS ini berstatus pegawai baru yang seharusnya sudah mulai ditanamkan komitmen dalam memiliki dan 107
mengembangkan RRI. Tetapi jika status pegawai RRI ke depannya adalah PNS seluruhnya, mentalitas kerja kemungkinan semakin menurun karena pegawai tersebut semakin berada dalam kondisi nyaman. Kondisi dilematis ini menunjukkan bahwa RRI harus memiliki strategi cerdas dalam mempertahankan komitmen para pegawai dengan mentalitas yang kurang. Pengkategorian program siaran juga menunjukkan RRI ingin memberikan banyak pilihan bagi masyarakat sebagai bentuk pelayanan kebutuhan dalam menjalankan perannya sebagai radio publik. Tetapi sayangnya, kondisi internal organisai kurang mendukung secara maksimal karena beberapa keterbatasan antara lain SDM yang kurang produktif, dan kurangnya pemahaman para pegawai mengenai identitas RRI. Identitas merek tersebut harus diartikulasikan dan internalisasikan ke seluruh pegawai yang ada dalam sebuah organisasi. Aktivitas internal tersebut diperlukan agar core values atau jiwa merek dirasakan oleh individu dalam organisasi. Hal tersebut menunjukkan masih lemahnya experiental branding yang dimiliki pegawai RRI Yogyakarta sehingga RRI memerlukan strategi pula dalam menginternalisasi nilai ke dalam jiwa para pegawai yang ada dalam organisasi. 8.2. Rekomendasi Sebagai lembaga penyiaran publik, RRI harus menyediakan kebutuhan publik akan informasi dan hiburan. Mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan ketidak maksimalan branding yang dilakukan RRI, rekomendasi yang dapat diberikan adalah pada dua hal yakni perbaikan branding secara internal dan perbaikan pada mentalitas kerja para pegawai RRI dan usaha yang membuat anak muda menyukai RRI. Branding akan maksimal jika seluruh pihak yang ada di internal RRI memahami ke arah mana organisasi RRI itu akan dibawa. Pemahaman mengenai visi dan misi yang dimiliki RRI seharusnya mutlak dibutuhkan, disamping tugas pokok dan fungsi yang memang harus pegawai lakukan. Pelatihan dan pengembangan bagi 108
para pegawai perlu dilakukan RRI untuk menyeragamkan pola pikir dari para pegawai yang memiliki latar belakang berbeda untuk memajukan RRI. Meskipun RRI tidak menganggap keberadaan radio-radio swasta yang ada sebagai pesaingnya, RRI bisa mengambil pelajaran dari radio lain tersebut. Mengenai cara radio swasta mempertahankan loyalitas pendengarnya dengan memberikan suguhan dengan format kreatif. Mau tidak mau image yang berkembang di masyarakat, RRI masih dianggap sebagai radio kuno. Oleh sebab itu RRI harus melakukan usaha lebih untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa RRI tidak lagi kuno dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk informasi dan hiburan yang beretika. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah 1. Pelatihan, diklat tiap pegawai yang masuk ke RRI. Diklat ini berisi pemahaman value yang harus terinternalisasi dalam jiwa pegawai sehingga pada saat pegawai bekerja, nilai tersebut dapat disampaikan ke masyarakat. Nilai tersebut yakni etika dalam penyiaran yang dilakukan RRI. Selanjutnya adalah pada mentalitas kerja para pegawainya. Lingkungan kerja yang diakui RRI sangat santai menimbulkan efek kerja santai pula bagi pegawai RRI. Budaya kompetitif yang sering dilihat di organisai swasta hampir tidak terlihat dalam organisasi ini. Oleh karena itu pegawai baru yang bahkan dari swasta sekalipun ikut terpengaruh budaya santai organisasi. Permasalahan ini yang memerlukan perhatian lebih bagi para atasan RRI supaya pegawainya memiliki jiwa kreatif dan kompetitif. Kelebihan RRI adalah kedekatan eosional yang tercipta antara atasan dan bawahan dalam kegiatan sehari-hari. Kelebihan ini dapat dimanfaatkan sebagi jalan peningkatan mentalitas kerja. Motivasi perlu dilakukan terus menerus bagi para pegawai. Motivasi internal dalam diri bisa dipancing dengan motivasi eksternal yang dilakukan RRI untuk meningkatkan mentalitas kerja. Pelatihan, diskusi santai, bahkan reward and punishment harus terus digalakkan untuk meningkatkan mentalitas kerja 109
para pegawai. Mentalitas kerja yang baik pada akhirnya akan meningkatkan pula kreativitas kerja para pegawai yang nantinya akan mempengaruhi kualitas siaran dan brand RRI di mata masyarakat. Ketika RRI mengatakan dirinya berbasis etika dan nilai, maka alangkah lebih baik jika RRI menanamkan dasar tersebut secara kuat di internalnya terlebih dahulu sehingga segala kegiatan yang dilakukan RRI dapat berjalan secara maksimal sesuai dengan identitas yang telah dibentuk dan menghasilkan citra yang baik di mata masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah 2. Diskusi mingguan. Berupa kegiatan sharing atar pegawai dan atasan mengenai hambatan yang dihadapi dalam bekerja. Pemberian penghargaan verbal bagi pegawai yang berhasil melaukan pekerjaannya dengan baik akan dapat meningkatkan mentalitas kerja pegawai. Dalam diskusi ini juga dicari tahu oleh atasan mengenai apa yang membuat pegawainya termotivasi untuk bekerja secara lebih baik. Sedangkan untuk kurangnya kemampuan RRI menarik anak muda untuk menyukai siaran budaya RRI dapat dilakukan dengan 3. Mengundang pelajar Jogja untuk membuat pertunjukan kebudayaan. Membuat acara yang mewadahi seni budaya yang aktornya adalah pelajar anak muda yang ada di Yogyakarta. Diharapkan dengan terlibat secara langsung dan tampungan ide-ide fresh anak muda mengenai seperti apa acara budaya yang diinginkan anak muda dapat membuat anak muda menyukai siaran budaya yang dilakukan RRI Yogyakarta 110