PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING. di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN Sebagian besar lahan di propinsi NTB berupa lahan kering 1.807.463 ha atau 84% dari luas wilayah NTB (Suwardji, 2004). Pengertian lahan kering yang digunakan mengacu pada difinisi dari Soil Survey Staffs (1998), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Topografi wilayah lahan kering di Propinsi NTB cukup beragam, mulai dari datar, bergelombang hingga berbukit dan bergunung dengan kemiringan antara 0% sampai lebih dari 40%. Luas lahan kering dengan kemiringan 0-2% mencapai 16,57%; kemiringan 3-15% seluas 26,55%; kemiringan 16-40% seluas 35,06%; dan kemiringan lebih dari 40% seluas 21,83%. Jadi sebagian besar lahan kering di propinsi NTB memiliki kemiringan di atas 15% (Renstra Lahan Kering, 2003). Jenis tanah yang terdapat di lahan kering didominasi oleh tiga ordo yaitu entisol, iseptisol dan vertisol. Suwardji (2003) mengemukakan bahwa di lahan kering propinsi NTB ditemukan 17 jenis sub ordo tanah. Kesuburan tanah sangat rendah yang dicirikan oleh rendahnya kandungan bahan organik (Ma shum, 1990), agregat tanah yang kurang mantap (Tarudi, et al., 1989), peka terhadap erosi, dan kandungan hara utama (N, P, K) yang relatif rendah (Ma shum, et al., 2003). Dari luas lahan kering tersebut di atas yang riil dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan status lahan adalah sekitar 626.034,60 hektar atau sekitar 31% luas wilayah NTB. Sebagian besar penggunaan lahan kering di Propinsi NTB untuk hutan negara (931.737 ha) atau 51,5%; hutan rakyat (241.253 ha) atau 13,3%; tegalan (173.774 ha) atau 9,6%; ladang (49 330 ha) atau 2,70%; padang rumput (38.132 ha) atau 2,1%; kebun (36.663 ha) atau 2,00%; pekarangan (32.667 ha) atau 1,8%; dan penggunaan lainnya seluas (303.898 ha) atau 16,9% (Suwardji, 2004). Lahan kering yang banyak digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian di wilayah lahan kering Propinsi NTB meliputi: sawah tadah hujan, tegalan, ladang, perkebunan dan kebun campuran (Renstra Lahan Kering, 2003). Potensi pemanfaatan lahan kering di wilayah NTB untuk pengembangan pertanian sangatlah besar. Namun, pemanfaatan tersebut tidak akan maksimal apabila tidak didukung oleh sistem irigasi lahan kering yang baik yang baik. Irigasi lahan kering berperan untuk membantu meningkatkan produktivitas lahan kering. Pada kenyataannya, prasarana dan/atau teknologi irigasi lahan kering yang tersedia di NTB terbilang kurang memadai. Pengelolaannya pun tidak dilakukan semaksimal mungkin.

Penulisan paper ini bertujuan untuk membahas permasalahan pada pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi lahan kering di Propinsi NTB. Dan selanjutnya membahas serta memberikan saran tentang bagaimana pengembangan dan pemanfaatan lahan kering yang baik, sehingga diperoleh produktivitas maksimum. PEMBAHASAN 1. PERMASALAH pada PENGEMBANGAN dan PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI LAHAN KERING Suwardji, (2004) menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengembangan pertanian lahan kering beserta segala infrastrukturnya (jaringan irigasi lahan kering) dari tahun ke tahun memberikan hasil yang belum memuaskan karena adanya berbagai permasalahan/kendala, baik permasalahan biofisik lahan, ekonomi maupun sosial budaya dan kelembagaan. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah: (a) ketersediaan sumberdaya air yang terbatas, (b) topografi yang tidak datar, (c) lapisan olah tanah yang dangkal dan kurang subur, (d) infra struktur ekonomi yang sangat terbatas, (e) penerapan teknologi pertanian yang belum memadai, (f) kondisi kelembagaan pertanian yang masih rendah, dan (g) partisipasi pengusaha swasta yang masih rendah. Akibatnya, pengembangan ekonomi dan kesejahteraan hidup masyarakat di wilayah lahan kering masih sangat terbatas, untuk itu diperlukan suatu kebijakan pembangunan lahan kering di Propinsi NTB. Terlepas dari pendapat ahli yang telah disebutkan di atas, petani lahan kering berpendapat bahwa penyebab lambatnya pengembangan system irigasi lahan kering di NTB adalah (a) infrastruktur ekonomi di wilayah lahan kering yang sangat terbatas, (b) kurangnya teknologi tepat guna yang cocok diterapkan di wilayah NTB (c) kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengembangan pertanian lahan kering yang relatif terbatas, dan (d) partisipasi berbagai stakeholder utamanya pengusaha swasta dalam pengembangan wilayah lahan kering yang masih kurang. Lebih lanjut, pengembangan jaringan irigasi lahan kering juga terhambat oleh adanya anggapan bahwa keadaan biofisik di wilayah NTB kurang menguntungkan. Hal tersebut mengakibatkan minimnya tingkat pembangunan infrastruktur irigasi lahan kering apabila dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur irigasi konvensional. Keadaan biofisik lahan kering di Nusa Tenggara Barat umumnya diasosiasikan sebagai lahan-lahan kritis dengan petunjuk relatif rentan terhadap fenomena kerusakan lahan akibat erosi, kesuburan serta produktivitas tanah yang relatif rendah, keadaan iklim yang kurang menguntungkan. Keterbatasan air tahunan merupakan kendala yang membatasi pola pertanaman yang ada di daerah lahan kering. Fluktuasi lengas tanah pada sistem pertanaman lahan kering sangat tergantung pada pasokan air hujan (Sukartono, dkk., 2001). Degradasi lahan yang muncul adalah erosi pada lahan perbukitan dan atau lahan miring, makin menurunnya kualitas kesuburan tanah (lapisan tanah menipis, agregat tanah tidak stabil), aliran permukaan yang

terjadi musim hujan lebih dari 70% hilang menuju ke laut (Yasin, 2000), menurunnya kualitas DAS seperti DAS Dodokan dan DAS Jelateng di Lombok sebagai intensifnya intervensi manusia di lahan kering bagian tengah dan hulu DAS (Rapat Teknis Bapedalda, 2000). Pengelolaan sistem pertanaman (cropping system) dan pengelolaan tanah dan air dalam arti luas di tingkat petani masih belum memadai baik dari aspek kelestarian sumberdaya alam (berwawasan lingkungan) dan keberlanjutan pendapatan (berwawasan agribisnis). Hal ini sangat terkait dengan penguasaan petani di wilayah pedesaan lahan kering terhadap teknologi budidaya dan konservasi air yang masih jauh dari memadai. Implikasi keadaan tersebut tercermin dari rata-rata pendapatan petani pedesaan di wilayah lahan kering NTB masih tergolong sangat rendah. 2. SOLUSI terhadap BERBAGAI KENDALA PENGHAMBAT PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING 2.1 Pemanfaatan teknologi tepat guna yang cocok diterapkan di NTB Seperti yang telah disebutkan di atas, sumber daya air yang tersedia di sebagian besar wilayah NTB amatlah terbatas. Karena itu, diperlukan teknik atau teknologi irigasi lahan kering dengan tingkat efisiensi penggunaan air yang tinggi. Jumlah air irigasi yang diberikan haruslah ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah memegang air. Ada beberapa sistem irigasi lahan kering yang dapat diterapkan di NTB, yaitu: irigasi tetes (drip irrigation), irigasi curah (sprinkler irrigation), irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation). Untuk penggunaan air yang efisien, irigasi tetes merupakan salah satu alternatif. Misal sistem irigasi tetes adalah pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat penting. Salah satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah dengan melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai sebaran, volume dan kedalaman sumber air untuk mengembangkan irigasi suplemen. Deteksi air bawah permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan Terameter. 2.2 Diperlukan peran dari pemerintah NTB melalui berbagi kebijakan Pemerintah NTB seharusnya mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat menjamin pemberdayaan lahan kering secara berkelanjutan. Agar lahan kering dapat diberdayakan secara berkelanjutan, diperlukan perubahan paradigma kebijakan pemerintah baik dari pusat sampai ke daerah tentang peran lahan kering dalam pembangunan pertanian berkelanjutan. Sampai saat ini kebijakan nasional yang secara eksplisit tertuang baru dalam

GBHN yaitu pembangunan berkelanjutan. Komitmen nasional tersebut harus diimplementasikan dalam bentuk kebijakan daerah (Propeda). Untuk propinsi NTB sebanarnya secara formal Pola Dasar Pembangunannya telah mempunyai prioritas utama dalam pembangunan pertanian. Kemudian lebih lanjut selayaknya perlu dijabarkan dalam rencana strategis pengembangan lahan kering yang berkelanjutan. Secara rinci tentu dilanjutkan adanya aksi tindak dalam kebijakan operasional termasuk insentif, dukungan dana untuk pengembangan dan kebijakan lain yang berpihak kepada pemberdayaan masyarakat wilayah lahan kering. Untuk itulah payung besar dalam rencana strategi pengembangan lahan kering propinsi NTB menjadi sangat mendesak dimiliki oleh Propinsi NTB, sehingga dapat menjadi entry point bagi berbagai pihak baik dari dalam maupun luar NTB yang ingin ikut berpartisipasi dalam pengembangan wilayah lahan kering di NTB. Adanya paying yang jelas dapat mendorong keterlibatan berbagai pihak (multistakeholders) baik pemerintah, swasta dan masyarakat lain. Sebagai langkah awal, pemerintah NTB melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) telah meluncurkan program Prima tani. Tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar, dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna. Dengan perkataan lain, Prima Tani dirancang berfungsi ganda, sebagai modus diseminasi dan sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan Litbang Pertanian dengan dua tujuan utama yaitu Prima Tani sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan serta Prima Tani sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan pertanian. Diharapkan melalui program prima tani dapat dihasilkan teknologi irigasi lahan kering yang benar-benar cocok diaplikasikan di wilayah NTB. 2.3 Perbaikan aspek biofisik Perbaikan aspek biofisik bertujuan untuk mempermudah pembangunan serta pengaplikasian sistem irigasi lahan kering. Sehingga diharapkan dapat memancing pertumbuhan pemberdayaan lahan kering serta pembangunan jaringan irigasi lahan kering. Aspek biofisik pada suatu sistem pengelolaan pertanian lahan kering meliputi faktorfaktor yang berkaitan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan serta peningkatan kualitas dan produktivitas lahan. Paket teknologi alternatif yang akan diterapkan dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas lahan haruslah dapat memberikan kompensasi keterbatasan kemampuan alamiah lahan tersebut. Dalam hal ini teknologi yang sesuai adalah teknologi tepat guna yang mengutamakan daya dukung lahan, baik dilihat dari upaya mengeliminasi pengaruh erosi maupun faktor-faktor pembatas kesuburan tanah dan keterbatasan ketersediaan air. Penerapan teknologi tersebut dapat berbeda antara wilayah tangkapan hujan (pluvial), wilayah konservasi air dan wilayah pengguna air.

Bagi wilayah tangkapan hujan, penerapan teknologinya ditujukan untuk: (i) (ii) Memperbesar infiltrasi dan perkolasi untuk memperkaya air tanah dan debit sumbersumber arteris. Mempertinggi daya simpan air tanah melalui penghijauan dan reboisasi (Justika, dkk. 1997) Pada wilayah konservasi air (freatik) difokuskan pada upaya berikut: (i) (ii) Mencegah erosi lapisan tanah melalui penerapan sistem olah tanah konservasi, pemberian mulsa organik, pembuatan terassaring dan pertanaman menurut kontur, system budidaya tanaman lorong (Alley cropping). Memperbesar daya tampungan air hujan dan air permukaan melalui pembuatan tandon air, bendungan dan embung. Hasil penelitian Ma`shum, Lolita, Sukartono, dan Soemeinaboedhy (2000) mengungkapkan bahwa hasil panenan air hujan di wilayah lahan kering Pringgabaya Lombok Timur (6m 3 air/100m 2 areal tangkapan) dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air paska musim hujan. Sedangkan implimentasi teknologi di wilayah pengguna air diarahkan pada tindakan : (i) (ii) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan air melalui pemilihan varietas komoditas tanaman pangan yang toleran terhadap kekeringan, pengembangan pola pertanaman campuran pangan - legum serta rotasi tanaman (Ma shum, dkk, 2002) Merawat kesuburan tanah melalui konsep pengelolaan pertanian organik yang ramah lingkungan dan sistem olah tanah konservasi. Teknologi budidaya yang memadukan konsep efisiensi pemanfaatan air dan perawatan kesuburan tanah di lahan kering telah banyak tersedia. Hasil penelitian Ma`shum, Lolita, dan Sukartono selama tiga tahun (1999-2002) di lahan kering Pringgabaya mengungkapkan bahwa pengaturan rotasi tanaman (Crop sequence) tumpang sari kedelai/jagung komak dengan penerapan paket pemupukan kombinasi (anorganik + organik + hayati) mampu meningkatkan kualitas kesuburan tanah dan produktivitas lahan (Lampiran 1, 2, 3, dan 4) KESIMPULAN Masalah utama yang dihadapi NTB dalam pengembangan infrastruktur irigasi lahan kering adalah (1) kondisi fisik di lapangan, (2) kurang maksimalnya peran pemerintah dan, (3) kurang maksimalnya penerapan teknologi tepat guna di lapangan. Untuk mengatasi hal tersebut beberapa hal yang perlu dilakukan adalah (1) pemanfaatan teknologi tepat guna yang cocok diterapkan di NTB, (2) diperlukan peran dari pemerintah NTB melalui berbagi kebijakan dan, (3) perbaikan aspek biofisik.

DAFTAR PUSTAKA Suwardji, A. Rakman, S.T. Wulan, B. Munir., 2003. Rencana Strategis Pengembangan Wilayah Lahan Kering Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun 2003 2007.