VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. ANALISIS FINANSIAL

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

IV. METODE PENELITIAN

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

III. METODOLOGI PENELITIAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

VII. RENCANA KEUANGAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Internet

ABSTRAK. Berdasarkan data-data yang telah diolah oleh penulis, maka diperolehlah suatu hasil perhitungan yang diestimasi sebagai berikut: ESTIMASI

IV. METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

Biaya Investasi No Uraian Unit

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN ANDRI HELMI M, S.E., M.M

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

ASPEK KEUANGAN. Disiapkan oleh: Bambang Sutrisno, S.E., M.S.M.

Transkripsi:

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian mengenai usaha budidaya jambu biji ini, arus kas diproyeksikan selama delapan tahun sesuai dengan umur ekonomis variabel dalam usaha ini yang memiliki jangka waktu paling lama, yaitu pohon jambu biji. Sebenarnya, pohon jambu biji yang berasal dari bibit memiliki umur teknis sekitar 25-30 tahun dan untuk pohon jambu biji yang berasal dari cangkokan atau okulasi memiliki umur teknis 15 tahun (Rismunandar 1989). Namun, karena para petani jambu biji di Desa Babakan Sadeng hanya memanfaatkan jambu biji hingga umur delapan tahun dan setelah itu kegiatan budidaya dimulai kembali, maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah delapan tahun (umur ekonomis). 7.1.1. Arus Masuk (Inflow) Inflow merupakan aliran kas masuk bagi suatu usaha atau pendapatan dari suatu usaha. Komponen inflow pada usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini adalah penerimaan hasil penjualan buah jambu biji pada setiap tahunnya oleh para petani dan penerimaan lain berupa penjualan kayu jambu biji pada akhir usaha. Selain itu, nilai sisa juga dihitung sebagai penerimaan di akhir umur usaha. Dalam kegiatan budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng, hasil produksi yang berupa buah jambu biji ini memiliki waktu-waktu panen tertentu. Panen jambu biji oleh para petani akan terjadi pada setiap empat bulan, kemudian akan terjadi masa non-panen selama sekitar dua bulan. Pada musim panen selama empat bulan tersebut, para petani dapat melakukan pemanenan dua kali dalam satu minggu. Sementara itu, pada masa non-panen jambu biji, pohon jambu biji masih akan tetap berbuah, namun dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan musim panen. Pada musim panen, para petani menghasilkan jambu biji dengan jumlah yang bervariasi, yang berkisar antara 50-1.000 kg. Dalam perhitungan ini, 82

digunakan nilai rata-rata hasil produksi para petani, sehingga jumlah produksi jambu biji yang digunakan adalah sebesar 223 kg pada setiap kali panen. Pada tahun 1, rata-rata hasil panen jambu biji adalah sebanyak 223 kg. Pada tahun 2, rata-rata hasil panen jambu biji adalah sebanyak 11.508,8 kg. Pada tahun 3 hingga tahun 6 yang merupakan kondisi optimal budidaya, rata-rata hasil panen jambu biji adalah sebanyak 16.444,8 kg per tahun. Pada tahun 7, rata-rata hasil panen jambu biji mengalami penurunan menjadi sebanyak 13.155,84 kg. Pada tahun 8, rata-rata hasil panen jambu biji adalah sebanyak 10.689,12 kg. Rincian mengenai hasil produksi setiap petani beserta rata-rata hasil produksi yang digunakan dalam analisis ini dan hasil produksi rata-rata per tahun dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada akhir umur usaha, kayu yang berasal dari batang jambu biji akan dijual oleh para petani ke beberapa pemborong yang akan dijadikan sebagai bahan kerajinan tangan. Harga jual untuk 30 pohon jambu biji adalah Rp 100.000,00. Karena dalam analisis ini terdapat 90 pohon jambu biji, maka pada akhir umur usaha, petani akan mendapatkan penerimaan dari penjualan kayu pohon ini sebesar Rp 300.000,00. Seluruh komponen inflow dalam analisis ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Komponen Inflow pada Analisis Finansial Usaha Budidaya Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng (dalam Ribu Rupiah) Uraian Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 Penjualan Buah Jambu 446 23.018 32.890 32.890 32.890 32.890 26.312 21.378 Biji Penerimaan Lain (Penjualan 300 Kayu) Nilai Sisa 34.647 TOTAL INFLOW 446 23.018 32.890 32.890 32.890 32.890 26.312 56.325 7 83

7.1.2. Arus Keluar (Outflow) Outflow adalah aliran kas yang dikeluarkan oleh suatu usaha. Outflow berupa biaya-biaya yang dikeluarkan baik saat usaha tersebut sedang dibangun maupun saat usaha tersebut sedang berjalan. Outflow terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. 1) Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha dengan umur ekonomis lebih dari satu tahun. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha. Barang-barang investasi yang telah habis masa pakainya sebelum periode usaha berakhir, harus dibeli kembali atau mengalami reinvestasi. Biaya investasi dalam penelitian ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu: lahan, cangkul, golok, garpu, arit, gunting, plastik sebagai pembungkus buah jambu biji, dan bibit pohon jambu biji. Masing-masing komponen tersebut memiliki nilai umur ekonomis dalam kegiatan budidaya jambu biji ini. Umur ekonomis terbesar terdapat pada bibit jambu biji yaitu selama delapan tahun, dimana komponen ini merupakan komponen dengan umur ekonomis paling lama, sehingga digunakan sebagai dasar dari penentuan umur usaha budidaya jambu biji, yang menjadi dasar dari umur usaha dari perhitungan dalam analisis ini. Komponen investasi yang masih dapat digunakan pada akhir periode usaha atau umur teknisnya belum habis, maka komponen tersebut masih memiliki nilai sisa. Nilai sisa juga terdapat pada komponen investasi yang telah direinvestasi namun masih memiliki umur teknis di akhir periode usaha. Nilai sisa akan dihitung sebagai inflow di akhir periode usaha. Rincian mengenai berbagai komponen investasi, biaya perolehannya, beserta umur ekonomis komponen-komponen investasi ini dapat diamati pada Tabel 14. Selain itu, juga dapat dilihat rincian mengenai nilai sisa dari masingmasing komponen biaya investasi diakhir umur usaha dan jadwal reinvestasi pada usaha budidaya jambu biji ini. Pada komponen biaya investasi yang memiliki umur teknis kurang dari delapan tahun, akan dilakukan reinvestasi. 84

Tabel 14. Rincian Biaya Investasi dalam Budidaya Jambu Biji di Desa Babakan Sadeng yang Digunakan dalam Perhitungan No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Fisik Harga per Satuan (Rp) Jumlah Biaya (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Nilai Penyusutan per Tahun (Rp) Nilai Sisa di Akhir Umur Proyek (Rp) Reinvestasi di tahun ke- 1. Lahan m2 2.300 15.000 34.500.000-0 34.500.000 2. Cangkul Unit 2 60.000 120.000 5 24.000 48.000 6 3. Golok Unit 1 35.000 35.000 5 7.000 14.000 6 4. Garpu Unit 1 70.000 70.000 5 14.000 28.000 6 5. Arit Unit 1 35.000 35.000 5 7.000 14.000 6 6. Gunting Unit 1 40.000 40.000 5 8.000 16.000 6 7. Plastik Pak 10 8.000 80.000 3 26.667 26.667 4 dan 7 8. Bibit Pohon Unit 90 20.000 1.800.000 8 0 0 TOTAL 36.680.000 86.667 34.646.667 2) Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha berjalan dimana biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak ditentukan oleh banyaknya output. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya ditentukan oleh banyaknya ouput, semakin banyak ouput maka akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan. a) Biaya Tetap Biaya tetap dalam usaha budidaya jambu biji ini terdiri dari dua komponen, yaitu biaya gaji petani pemilik dan biaya tenaga kerja. Pada lahan seluas 2.300 ha, gaji petani pemilik diperkirakan adalah sekitar Rp 350.000,00 per bulan, sehingga dalam setahun jumlah biaya gaji petani pemilik ini adalah sebesar Rp 4.200.000,00. Dalam usaha budidaya jambu biji ini, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja variabel dan tenaga kerja tetap. Tenaga kerja tetap merupakan tenaga kerja luar keluarga yang dibayar oleh para petani untuk melakukan kegiatankegiatan yang tidak mempengaruhi output budidaya jambu biji. Tenaga kerja tetap ini bukan merupakan tenaga kerja harian yang dibayar tetap, namun merupakan tenaga kerja yang dibayar tetap pada setiap hari kerja dimana mereka dibutuhkan oleh petani. Setiap hari kerja, tenaga kerja laki-laki dibayar Rp 25.000,00 dan tenaga kerja perempuan dibayar Rp 12.500,00. 85

Tenaga kerja tetap ini dibagi menjadi tenaga kerja tetap tahun pertama dan tenaga kerja tetap tahun 2-8. Pada tahun pertama, tenaga kerja tetap ini dibayar petani untuk melakukan kegiatan persiapan lahan dan penanaman, yang mencakup kegiatan: pencangkulan, penggemburan tanah, pemupukan, penanaman bibit jambu biji, dan pemeliharaan tanaman jambu biji. Sementara itu, pada tahun ke-2 hingga ke-8, tenaga kerja tetap ini dibayar untuk kegiatan: pemeliharaan (menyiangi rumput), pemupukan, pemberian obat, dan berbagai kegiatan perawatan lainnya. Rincian dari biaya tetap dalam analisis usaha ini dapat dilihat pada Tabel 15. Sementara itu, rincian mengenai penggunaan tenaga kerja variabel dan tenaga kerja tetap dari setiap petani responden dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Tabel 15. Rincian Biaya Tetap dalam Budidaya Jambu Biji di Desa Babak Sadeng (dalam Ribu Rupiah) No. Biaya Tetap Harga Satuan Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 1. Gaji Petani Pemilik 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200 4.200 2. Tenaga Kerja Luar Keluarga: a. Laki-laki 25 2.650 250 250 250 250 250 250 250 b. Perempuan 12,5 37,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5 Total 6.887,5 4.462,5 4.462,5 4.462,5 4.462,5 4.462,5 4.462,5 4.462,5 b) Biaya Variabel Biaya variabel dalam usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng terdiri dari beberapa komponen, yaitu: i) Pupuk Dalam usaha budidaya jambu biji ini, para petani menggunakan beberapa jenis pupuk, yang memiliki manfaat masing-masing, seperti yang telah dijelaskan pada aspek teknis (Tabel 12). Dalam perhitungan ini, hanya digunakan jenis pupuk kandang, NPK, urea, dan KCl, karena jenisjenis pupuk tersebut merupakan jenis pupuk yang paling banyan digunakan oleh para petani. Sementara itu, pupuk yang lainnya memiliki fungsi yang hampir sama dengan jenis pupuk yang digunakan dalam perhitungan, sehingga dapat disetarakan dan dianggap sebagai pengganti. 86

Rincian mengenai jenis pupuk, harga pembelian, dan keterangan lainnya yang digunakan dalam perhitungan dapat diamati pada Lampiran 10. ii) Obat Terdapat beberapa jenis obat yang digunakan oleh para petani dalam kegiatan budidayanya, untuk meningkatkan fungsi tanaman dan menjaga dari serangan berbagai hama dan penyakit, seperti yang telah diuraikan pada aspek teknis (Tabel 13). Dalam analisis ini, jenis-jenis obat yang digunakan dalam perhitungan dibatasi pada jenis-jenis obat: PPC Organik, KNO (pestisida), Gandasil-B, Gandasil-D, Dosdet, Curakon, dan Dushban. Hal ini dikarenakan jenis-jenis obat tersebut tidak seluruhnya digunakan oleh para petani, dan terdapat beberapa jenis obat yang memiliki fungsi yang sama, dimana petani yang satu dapat menggunakan jenis obat A sementara petani yang lain menggunakan jenis obat B. Oleh karenanya, dalam perhitungan ini hanya digunakan beberapa jenis obat yang dapat mewakili jenis obat yang lainnya karena memiliki fungsi yang sama dan merupakan jenis-jenis obat yang paling banyak digunakan oleh para petani. Rincian mengenai jenis-jenis obat, harga pembeliannya, beserta berbagai keterangan lainnya yang digunakan dalam perhitungan dapat diamati pada Lampiran 11. iii) Tenaga Kerja Dalam kegiatan budidaya jambu biji ini, tenaga kerja variabel merupakan tenaga kerja yang melakukan kegiatan yang saling berpengaruh terhadap output. Hal ini dikarenakan para petani hanya menggunakan jasa para tenaga kerja pada waktu tertentu saja, yaitu pada kegiatan pemanenan buah jambu biji. Jika hasil panen jambu biji banyak, maka jumlah hari kerja para tenaga kerja akan bertambah, karena panen akan semakin sering dilakukan. Jika hasil panen sedikit, maka jumlah hari kerja para tenaga kerja akan berkurang, bahkan tenaga kerja variabel ini akan tidak dipergunakan oleh petani, karena petani dapat melakukan kegiatan pemanenan sendiri. Rincian mengenai seluruh biaya variabel dari kegiatan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng dapat dilihat pada Tabel 16. 87

Tabel 16. Rincian Penggunaan Biaya Variabel dalam Budidaya Jambu Biji di Desa Babak Sadeng Biaya Variabel 1. Pupuk: Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 a. Pupuk Kandang 4.200.000 2.500.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000 b. Pupuk NPK 270.000 67.500 67.500 67.500 67.500 67.500 67.500 67.500 c. Pupuk Urea 225.000 56.250 56.250 56.250 56.250 56.250 56.250 56.250 d. Pupuk KCl 1.170.000 292.500 292.500 292.500 292.500 292.500 292.500 292.500 2. Obat: a. PPC Organik 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 b. KNO (Pestisida) 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 c. Gandasil-B 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 d. Gandasil- D 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 e. Dosdet 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 f. Curakon 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 g. Dushban 28.000 28.000 28.000 28.000 28.000 28.000 28.000 28.000 3. T. K. Luar Keluarga: a. Laki-laki 0 1.200.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 2.400.000 1.800.000 1.450.000 b. Wanita 0 18.750 37.500 37.500 37.500 37.500 37.500 37.500 Total Biaya Variabel 5.989.000 4.259.000 4.777.750 4.777.750 4.777.750 4.777.750 4.177.750 3.827.750 7.2. Analisis Laba Rugi Analisis laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan profitabilitas usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng. Proyeksi laba rugi juga digunakan untuk menentukan besar nilai pajak yang harus dibayarkan oleh para petani dari usaha ini. Proyeksi laba rugi dari usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah pajak selama umur usaha budidaya jambu biji, yaitu selama 8 tahun, adalah sebesar Rp 34.836.563,33. Sedangkan total akumulasi laba bersih setelah pajak yang diperoleh selama 8 tahun adalah Rp 91.992.523,33 selama umur usaha budidaya jambu biji. 88

7.3. Analisis Kelayakan Investasi Dalam menganalisis kelayakan investasi usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini, digunakan kriteria investasi yang berupa: Net present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Rincian dari hasil perhitungan analisis cashflow usaha budidaya jambu biji pada lahan seluas 2.300 m 2 dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 17 menunjukkan nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari hasil perhitungan cashflow. Tabel 17. Hasil Kelayakan Investasi dari Perhitungan Cashflow Kriteria Investasi Nilai Indikator Kelayakan Hasil Kelayakan NPV (Rp) 54.549.700,53 > 0 Layak IRR (%) 29,00 > 6 Layak Net B/C 2,18 > 1 Layak PP (tahun) 2,46 < 8 Layak 7.3.1. Net Present Value (NPV) Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui nilai kini manfaat bersih yang diperoleh selama periode usaha budidaya jambu biji ini. Nilai NPV dapat dilihat pada cahflow (Lampiran 13). Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai NPV usaha budidaya jambu biji ini adalah sebesar Rp 54.549.700,53. Nilai ini menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini akan menghasilkan manfaat bersih tambahan sebesar Rp 54.549.700,53. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini layak untuk dilaksanakan, karena NPV yang dihasilkan dari perhitungan usaha budidaya jambu biji ini lebih besar dari nol (NPV > 0). 7.3.2. Internal Rate of Return (IRR) Untuk mengetahui kelayakan suatu usaha melalui nilai IRR, maka IRR harus dibandingkan dengan nilai opportunity cost of capital (OCC). Nilai OCC yang digunakan sebagai pembanding dan indikator kelayakan berdasarkan kriteria IRR dalam analisa ini adalah sebesar 6,0 persen. Nilai tersebut merupakan nilai 89

suku bunga bank seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan asumsi perhitungan. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 13), didapatkan nilai IRR dari usaha budidaya jambu biji ini adalah sebesar 29 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengembalian usaha budidaya jambu biji terhadap investasi yang ditanamkan adalah sebesar 29 persen. Nilai IRR yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan ini lebih besar dibandingkan dengan nilai OCC yang telah ditentukan, yaitu sebesar 6 persen (IRR=29% > 6%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini layak untuk dilaksanakan. 7.3.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan pada Lampiran 13, dapat dilihat bahwa nilai Net B/C yang diperoleh dari usaha budidaya jambu biji ini adalah sebesar 2,18. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tambahan biaya sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 2,18 pada usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ini. Nilai Net B/C yang dihasilkan dari analisis usaha ini lebih besar dari 1 (Net B/C=2,18 > 1). Berdasarkan indikator kelayakan kriteria Net B/C, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jambu biji ini layak untuk dilaksanakan. 7.3.4. Payback Period (PP) PP digunakan untuk melihat jangka waktu pengembalian modal dari usaha yang dilaksanakan. PP pada usaha budidaya jambu biji ini adalah selama 2 tahun, 5 bulan, 13 hari. Informasi ini menyatakan bahwa seluruh biaya investasi dapat dikembalikan dalam jangka waktu 2 tahun, 5 bulan, 17 hari. Bila dibandingkan dengan umur usaha yakni selama 8 tahun, maka jangka waktu pengembalian modal usaha ini lebih cepat daripada umur usaha, sehingga usaha budidaya jambu biji ini layak untuk dilaksanakan. 90

7.4. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak perubahanperubahan yang terjadi pada berbagai komponen biaya dan manfaat, seperti naikturunnya harga output atau input, volume produksi, dan keterlambatan dimulainya proyek terhadap kelayakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua variabel (peubah), yaitu penurunan harga jual produk jambu biji dan penurunan jumlah produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng. Penentuan kedua variabel tersebut adalah berdasarkan fakta (data historis) mengenai penurunan jumlah produksi buah jambu biji yang terjadi di Desa Babakan Sadeng dan adanya variasi harga jual jambu biji yang dialami oleh para petani selama ini. 7.4.1. Penurunan Jumlah Produksi Selama beberapa tahun terakhir, jambu biji yang dihasilkan di Desa Babakan Sadeng mengalami penurunan jumlah produksi, seperti yang terjadi pada tahun 2009. Pada tahun 2009, jumlah produksi jambu biji yang dihasilkan di Desa Babakan Sadeng mengalami penurunan sebesar 42,86 persen dari tahun 2008. Besar nilai penurunan ini dijadikan sebagai nilai untuk analisis sensitivitas dengan jumlah produksi sebagai variabel perubahannya. Perbandingan jumlah produksi jambu biji dalam kondisi normal dan kondisi ketika terjadi penurunan jumlah produksi ini dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Perbandingan Jumlah Produksi Jambu Biji dalam Kondisi Normal dan Kondisi Terjadi Penurunan Jumlah Produksi (Kg) Jumlah Produksi Jambu Biji (Kg) pada Tahun ke- Kondisi 1 2 3-6 7 8 Normal 223 11.508,08 16.444,8 13.155,84 10.689,12 Penurunan jumlah 127,42 6.576,12 9.396,56 7.517,25 6.107,76 produksi sebesar 42,86% Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi laba-rugi dan cashflow yang ditunjukkan pada Lampiran 14 dan Lampiran 15, produksi sebesar 42,86 persen, yang dihitung sejak mulai tahun keempat hingga tahun ke-8 sebagai tahun optimal produksi jambu biji, dihasilkan nilai NPV sebesar Rp 8.662.028,58, IRR sebesar 10 persen, Net B/C sebesar 1,19, dan nilai PP selama 6 tahun, 3 bulan, dan 8 hari. 91

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jambu biji ini masih layak untuk tetap dilaksanakan oleh para petani, walaupun terjadi penurunan jumlah produksi jambu biji di Desa Babakan Sadeng sebesar 42,86 persen. Perbandingan hasil perhitungan kriteria investasi dengan perubahan jumlah produksi jambu biji pada kondisi normal dan ketika terjadi penurunan kuantitas sebesar 42,86 persen ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas pada Perubahan Jumlah Produksi Jambu Biji dalam Kondisi Normal dan Terjadi Penurunan Kondisi Nilai Kriteria Investasi NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PP (tahun) Normal 54.549.700,53 29 2,18 2,46 Penurunan jumlah produksi sebesar 42,86% 8.662.028,58 10 1,19 6,27 7.4.2. Penurunan Harga Jual Usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng sering dihadapkan pada permasalahan harga jual jambu biji yang senantiasa berfluktuasi, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat sejauh mana perubahan harga jual jambu biji ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng. Perubahan harga yang terjadi dihitung pada tingkat harga jual Rp 800,00 per kg yang merupakan nilai harga jual terendah yang paling sering terjadi dan dialami oleh para petani di Desa Babakan Sadeng. Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat ditunjukkan pada Lampiran 16 dan Lampiran17, dihasilkan nilai perubahan kriteria kelayakan investasi yang cukup signifikan. Pada tingkat harga jual jambu biji sebesar Rp 800,00 per kg dihasilkan nilai NPV sebesar Rp -14.474.723,64, IRR sebesar 0 persen, Net B/C sebesar 0,69, dan nilai PP tidak terhitung. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya jambu biji ini tidak layak untuk dilaksanakan oleh para petani, jika terjadi penurunan harga jual jambu biji di tingkat petani Desa Babakan Sadeng sebesar 60 persen menjadi sebesar Rp 800,00 per kg dari harga normal Rp 2.000,00 per kg. Perbandingan hasil perhitungan 92

kriteria investasi dengan perubahan harga jual jambu biji pada kondisi normal dan ketika terjadi penurunan harga dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas pada Perubahan Harga Jual Jambu Biji dalam Kondisi Normal dan Terjadi Penurunan Harga Kondisi Nilai Kriteria Investasi NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PP (tahun) Normal 54.549.700,53 29 2,18 2,46 Penurunan harga jual sebesar 60% -14.474.723,64 0 0,69-7.5. Analisis Switching Value Analisis switching value merupakan bagian dari analisis sensitivitas yang digunakan untuk melihat perubahan maksimal yang masih dapat ditoleransi, agar usaha jambu biji di Desa Babakan Sadeng masih layak untuk dilaksanakan. Dalam penelitian ini, analisis switching value dilakukan pada variabel penurunan jumlah produksi dan penurunan harga jual. Analisis switching value terhadap variabel penurunan jumlah produksi jambu biji dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usaha jambu biji masih layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 51 persen. Pada kondisi tersebut, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 47,866.83, IRR sebesar 6,02 persen, Net B/C sebesar 1 persen, dan payback period selama 7 tahun, 2 bulan, dan 33 hari. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan jumlah produksi jambu biji sebesar 51 persen, usaha budidaya jambu biji ini tetap layak untuk dilaksanakan. Namun, jika terjadi penurunan jumlah produksi jambu biji lebih besar dari 51 persen, maka usaha budidaya jambu biji ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis switching value terhadap variabel penurunan harga jual jambu biji dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usaha jambu biji masih layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan harga jual sebesar 45,5 persen atau menjadi Rp 1.090,00 per kg. Pada harga jual tersebut, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 57.931,61, IRR sebesar 6,02 persen, Net B/C sebesar 1 persen, dan payback period selama 7 tahun, 2 bulan, dan 2 hari. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan 93

harga jual jambu biji sebesar 45,5 persen, usaha budidaya jambu biji ini tetap layak untuk dilaksanakan. Namun, jika terjadi penurunan harga jual jambu biji menjadi lebih tinggi dari 45,5 persen atau lebih rendah dari harga jual Rp 1.090,00 per kg, maka usaha budidaya jambu biji ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat diamati berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada harga jual jambu biji sebesar Rp 800,00 per kg atau yang menurun sebesar 60 persen, yang sering terjadi di Desa Babakan Sadeng. Pada kondisi tersebut, usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng menjadi tidak layak untuk diusahakan. Hasil dari analisis switching value dalam perhitungan analisis kelayakan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value pada Penurunan Jumlah Produksi dan Penurunan Harga Jual dengan Kondisi Normal Kondisi Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PP (tahun) Normal 54.549.700,53 29 2,18 2,46 Penurunan Jumlah 47.866,83 6,02 1 7,18 Produksi 51% Penurunan Harga Jual 40% 57.931,61 6,02 1 7,17 94