BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan

dokumen-dokumen yang mirip
Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

RINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

LAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BADAN PUSAT STATISTIK

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

PERAN DAN UPAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA DI SUMATERA UTARA. Oleh: Chairuddin Panusunan Lubis

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017 OLEH : DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pukul WIB 1di Medan

Artikel Tantangan Mendongkrak Kesertaan KB Pria di Kulonprogo. Mardiya

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang sejahtera, yang harus kita lakukan pertama kali adalah membangun kesejahteraan keluarga itu sendiri. Membangun kesejahteraan keluarga bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah, tapi juga tugas dan tanggung jawab masyarakat. Salah satu sasaran pembangunan keluarga sejahtera adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mendorong peningkatan kesejahteraan keluarga, baik dalam bidang Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan, pendidikan, agama, maupun kelembagaan keluarga sebagai basis pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Program Keluarga Berencana (KB) Nasional merupakan program pembangunan sosial dasar yang sangat penting artinya bagi pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1992 Pasal 1 ayat 12 menyatakan bahwa KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (BKKBN, 2008). Selama ini yang ada dalam pemikiran masyarakat bahwa ber-kb merupakan masalah wanita/ibu saja. Padahal disadari banyak keluhan dari para ibu yang tidak cocok menggunakan salah satu alat kontrasepsi yang berdampak gemuk, pusing dan keluhan kesehatan lainnya. Dengan demikian, sangat diperlukan peran serta yang

aktif dari pasangan-pasangan tersebut baik istri maupun suami (Humas Pemkab Tulungagung, 2008). Keikutsertaan suami/pria dalam program KB di Indonesia sangat diperlukan karena biasanya suami lebih dominan sebagai penentu kebijaksanaan keluarga. Berbagai cara KB yang melibatkan pria adalah : pantang berkala, senggama terputus, kondom dan vasektomi. Untuk pasangan suami-istri yang ingin menunda atau menjarangkan kehamilan maka cara pantang berkala, senggama terputus dan kondom cukup efektif oleh karena meskipun gagal, anak tetap masih diharapkan sedangkan untuk yang tidak menginginkan kehamilan lagi maka cara vasektomi adalah yang paling baik. Vasektomi adalah cara KB yang mantap di mana saluran air mani (vas deferens) diputuskan sehingga sperma dari dalam testis tidak akan keluar bersama cairan mani lain pada saat melakukan hubungan suami istri (Tjokronegoro, 2003). Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, keikutsertaan pria dalam program KB nasional masih rendah yaitu baru mencapai 1,1% dengan rincian : kondom 0,7% dan vasektomi 0,4%. Pada tahun 2003 partisipasi pria dalam ber-kb semakin meningkat walaupun tidak secara signifikan yaitu sebesar 1,3%, terdiri atas 0,7% dengan kondom, dan sisanya yang 0,6% dengan vasektomi (BKKBN, 2007). Di Sumatera Utara, keikutsertaan pria dalam ber-kb masih jauh lebih rendah dari angka nasional di atas terutama jika dilihat dari jumlah akseptor vasektomi yang hanya mencapai 0,19% dari tahun 2006 hingga November 2008 yaitu sebanyak 3.766 orang dari 2.017.229 PUS (BKKBN, 2008).

Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengenai hasil pelayanan peserta Medis Operasi Pria (MOP) di Sumatera Utara mulai dari tahun 2006 hingga November 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. berikut : Tabel 1.1. Hasil Pelayanan Peserta Medis Operasi Pria (MOP) di Sumatera Utara dari Tahun 2006 hingga November 2008 No Kabupaten/Kota Metode Kontrasepsi MOP PUS Akseptor KB % 1. Deli Serdang 25 198.348 0,01 2. Langkat 108 114.444 0,09 3. Karo 10 36.944 0,03 4. Simalungun 512 94.905 0,54 5. Asahan 1161 74.578 1,56 6. Labuhan Batu 23 98.068 0,02 7. Tapanuli Tengah 6 27.804 0,02 8. Tapanuli selatan 1 22.740 0,00 9. Tapanuli Utara 143 18.961 0,75 10 Nias 0 34.885 0,00 11. Dairi 211 18.933 1,11 12. Medan 36 198.614 0,02 13. Pematang Siantar 3 23.324 0,01 14. Tanjung Balai 18 15.615 0,12 15. Binjai 28 26.509 0,11 16. Tebing Tinggi 412 17.420 2,37 17. Sibolga 35 9.061 0,39 18. Madina 3 38.647 0,01 19. Toba Samosir 10 10.353 0,10 20. Padang Sidempuan 0 19.090 0,00 21. Hbg Hasundutan 124 11.962 1,04 22. Pak-Pak Barat 202 2.818 7,17 23. Nias Selatan 0 34.096 0,00 24. Samosir 19 9.967 0,19 25. Serdang Bedagai 3 78.691 0,00 26. Batubara 668 43.840 1,52 27. Padang Lawas Utara 0 18.494 0,00 28. Padang Lawas 5 16.970 0,03 JUMLAH 3766 1.316.081 0,29 Sumber : Data BKKBN Sumut tahun 2008

Salah satu kota di Sumut yang melaksanakan program KB pria adalah Kota Tebing Tinggi. Menurut BKKBN (2008), Tebing Tinggi memiliki jumlah akseptor vasektomi mulai dari tahun 2006 hingga November 2008 sebanyak 412 orang yang tersebar di lima kecamatan yaitu : Kecamatan Padang Hulu, Rambutan, Padang Hilir, Tebing Tinggi Kota, dan Bajenis. Pada bulan November 2008 Walikota Tebing Tinggi memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia berupa Satya Lencana Wira Karya sebagai peringkat ke-2 setelah Pak-Pak Barat dalam rangka dilaksanakannya Program Peningkatan Partisipasi Pria dalam Ber-KB di Beberapa Daerah di Sumut. Pelaksanaan program KB Nasional di Tebing Tinggi lebih terarah dan menunjukkan hasil yang menggembirakan sejak ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tebing Tinggi No. 12 tahun 2006 tentang pembentukan susunan organisasi Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB (P2KB) serta tentang penjabaran tugas dan P2KB di mana pencapaian akseptor aktif tahun 2007 di Tebing Tinggi sebanyak 16.577 orang (71,75% dari 23.105 PUS), sedangkan pencapaian akseptor baru sebanyak 3.367 orang (BPS, 2008). Menurut BKKBN (2008), pencapaian akseptor aktif dari Januari hingga November 2008 di Tebing Tinggi sebanyak 17.420 orang (71,75% dari 24.278 PUS), sedangkan pencapaian akseptor baru sebanyak 4.283 orang. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) No. 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, indikator keberhasilan KB dapat dilihat dari cakupan peserta KB aktif sebesar 70% dari jumlah PUS. Program KB di Tebing Tinggi telah

berhasil, keberhasilan ini dapat dilihat dari cakupan peserta KB aktif dari tahun 2006 hingga November 2008 telah melebihi target yaitu sebesar 71,75%. Keberhasilan pelaksanaan KB sangat ditentukan oleh komitmen politis dan operasional yang kuat, mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat lini lapangan, Advokasi dan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang luas dan merata, serta peran serta masyarakat yang terpelihara dengan baik. Sesuai dengan PP 38 dan PP 41 tahun 2007, di mana Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengakomodir perbedaan geografis dan budaya yang beranekaragam di setiap daerah di Indonesia demi percepatan Tujuan Nasional dalam peningkatan pembangunan sehingga tercapainya kesejahteraan masyarakat maka Pemerintah Kota Tebing Tinggi membentuk Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana di mana salah satu kebijakannya adalah upaya untuk meningkatan partisipasi pria dalam program KB kontap pria. Kebijakan tersebut antara lain dengan memberikan insentif Rp. 150.000 kepada masing-masing akseptor vasektomi. Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pada umumnya para akseptor vasektomi di Tebing Tinggi berprofesi sebagai penarik beca, buruh bangunan, petugas parkir, pedagang keliling dan kepala lingkungan. Mereka umumnya berasal dari keluarga pra-sejahtera yang memiliki anak lebih dari 3 orang. Jenis pekerjaan tersebut merupakan jumlah terbanyak dari para akseptor vasektomi di Tebing Tinggi (Yustono, 2007). Meskipun program KB di Tebing Tinggi telah berhasil bahkan memperoleh penghargaan khususnya bagi pelaksanaan program KB kontap pria (vasektomi),

namun ada dugaan bahwa peserta vasektomi dimobilisasi dengan adanya pemberian insentif bagi mereka yang melakukan vasektomi secara sukarela oleh pemerintah sebesar Rp. 150.000. Dugaan ini didukung oleh survei awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 7 orang akseptor vasektomi bahwa pada umumnya alasan mereka memutuskan menggunakan vasektomi adalah karena adanya insentif tersebut. Menurut Ali dalam Anfasa (1982), para akseptor vasektomi sebaiknya melakukan vasektomi secara sukarela tanpa dipengaruhi oleh adanya anjuran, bujukan, apalagi paksaan dari berbagai pihak. Keputusan yang dipengaruhi oleh paksaan merupakan keputusan yang bersifat otomatis. Berdasarkan teori keputusan yang diungkapkan oleh Irwin D. Bross dalam Syamsi (1995) bahwa keputusan otomatis merupakan keputusan yang berdasarkan gerak refleks serta tidak didasarkan pada berbagai pertimbangan dan pikiran sehingga lebih memungkinkan terjadi penyesalan di kemudian hari. Sebuah penelitian mengungkapkan beberapa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit wilayah Medan antara lain : tingkat pengetahuan, tingkat kesehatan fisik, serta pengaruh istri, sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh yaitu jumlah anak, lama menikah dan sifat inovasi (Simanjuntak, 2007). Hasil penelitian lain di desa Kaligentong Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali (1993) menyimpulkan bahwa karakteristik akseptor vasektomi yang berkaitan dengan penerimaan vasektomi antara lain : pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, jumlah anak, sedangkan karakteristik yang tidak berpengaruh adalah umur dan agama (Rahayuningtyas, 2009).

Pada penelitian lain yang dilakukan di Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten (2001), faktor kerelaan istri, pendapat suami tentang vasektomi, serta status sosial ekonomi suami di masyarakat memiliki hubungan yang bermakna dengan keikutsertaan vasektomi. Faktor pendidikan dan keharmonisan keluarga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keikutsertaan vasektomi (Ambarwati, 2009). Beberapa alasan yang mendorong suami untuk menggunakan kontrasepsi vasektomi di antaranya adalah karena alasan kesadaran, ekonomi, kesehatan, prosedural, keamanan, dan alasan psikologis (Ruthanti, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik akseptor vasektomi (meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, pengetahuan tentang vasektomi dan dukungan istri) dan kompensasi terhadap tingkatan keputusan menggunakan vasektomi di kota Tebing Tinggi. Penelitian tidak dilakukan di Pak-Pak Barat sebagai Kab/Kota yang memiliki peminat vasektomi terbesar sejak tahun 2006 hingga November 2008 di Sumut disebabkan berbagai keterbatasan yang dimiliki penulis baik dalam hal waktu maupun biaya di mana penulis merupakan salah satu warga Kota Tebing Tinggi. 1.2. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik akseptor vasektomi (meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, pengetahuan tentang vasektomi, dan dukungan istri) dan kompensasi terhadap tingkatan keputusan menggunakan vasektomi di Kota Tebing Tinggi tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik akseptor vasektomi (meliputi : pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak, pengetahuan tentang vasektomi, dan dukungan istri) dan kompensasi terhadap tingkatan keputusan menggunakan vasektomi. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan masukan kepada petugas KB agar dapat meningkatkan peran serta masyarakat khususnya kaum pria (bapak) dalam menggunakan metode kontrasepsi vasektomi sebagai program KB. 2. Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. 3. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.