Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa Oleh: Titik Pudjiastuti Makalah disajikan dalam Seminar Naskah-Naskah Merapi-Merbabu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta, 15 Agustus 2001
Naskah-Naskah Koleksi Merapi-Merbabu Mata Rantai Sejarah Kesusastraan Jawa Oleh: Titik Pudjiastuti I. Pengantar Berbicara tentang naskah, apalagi naskah Jawa kita tidak boleh lupa bahwa di dunia ini terdapat sejumlah naskah yang dapat dikatakan masih sebagai hutan belantara. Disebut demikian, karena keberadaan koleksi naskah itu baru diketahui oleh segelintir orang saja dan, informasinya pun masih gelap. Padahal menurut van der Molen (1983) secara histories koleksi naskah tersebut sangat penting, karena dapat mengungkapkan sejarah kesusastraan Jawa yang semula diduga missing link atau hilang (de Casparis, 1975). Beberapa pakar dari dunia naskah Jawa menyebut koleksi tersebut sebagai naskah-naskah koleksi Merapi Merbabu. Mengapa disebut demikian, berapa banyak jumlahnya, dimanakah saat ini disimpan, bagaimana wujudnya, bentuknya, hurufnya, apa saja isinya, apakah sudah ada yang menelitinya, siapa dan bagaimana hasil penelitiannya, dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul jika seseorang diperkenalkan dengan naskahnaskah koleksi Merapi-Merbabu tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, berikut adalah uraian singkat mengenai hal tersebut.
II. Asal Usul Naskah Merapi-Merbabu Berdasarkan informasi van der Molen (1983) dan Wiryanartana (1990) dapat diketahui bahwa yang disebut Koleksi Merapi- Merbabu adalah kumpulan naskah yang ditemukan pertama kali pada tahun 1822 di lereng sebelah barat Gunung Merbabu, tepatnya di desa Kedakan, Residen Kedu. Naskah-naskah tersebut milik keluarga Pak Kojo, cicit Panembahan Windoesono, seorang pendeta Budha yang ketika Islam masuk ke Jawa Tengah ia menyingkir ke lereng Merapi dengan membawa serta lebih kurang 1000 naskah. Namun, menurut informasi van der Molen (1983), seiring dengan perjalanan waktu naskah-naskah tersebut telah menyusut dan kini hanya tinggal kurang lebih 400 naskah. Informasi pertama mengenai naskah-naskah tersebut ditemukan dalam laporan statistik bertanggal 12 agustus 1923, yakni laporan yang ditulis pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen. Tiga puluh tahun kemudian, Bataviaasch Genootschap berusaha untuk memperolehnya. Usaha ini silakukan dengan susah payah, karena Pak Kojo pemilik naskah-naskah tersebut sangat sulit melepaskan naskah-naskah warisan tersebut. Namun, akhirnya naskah-naskah tersbeut berhasil diambil. Pengambilalihan naskah-naskah tersebut diketahui melalui berita laporan teratnggal 27 April 1952. sejak waktu itu, sebagian besar naskah naskah koleksi Merapi-Merbabu tersimpan di Bataviaasch Genootschap. Dikatakan sebagian naskah, karena sebagian lain naskah-naskah Merapi-Merbabu tersebut juga
ada yang terbawa ke tempat lain, di antaranya di perpustakaan perpustakaan di Paris - Perancis, Berlin - German, dan juga Leiden - Belanda (Pigeaud, 1967). III. Para Peneliti Dua belas tahun setelah naskah-naskah Merapi-Merbabu menjadi milik Bataviaasch Genootschap, Cohen Stuart menyusun daftar naskah koleksi itu. Berdasarkan penyusunan itu dapat diketahui bahwa naskah-naskah Merapi-Merbabu tersebut sebagain besar menggunakan bahan naskah berupa lontar. Adapun tulisannya sangat unik. Berkenaan dengan tulisan pada naskah-naskah tersebut, Bleecker menyebutnya tulisan kuno, sedangkan Cohen stuart menyebutnya tulisan Buda. Alasan penyebutan Cohen Stuart ini tidak diketahui, karena ia tidak menyebutkan pendapatnya. Para peneliti yang juga tertarik dan pernah menyibukkan dirinya dengan naskah-naskah Merapi-Merbabu adalah: 1. Friedirch. Ia berusaha membuat daftar naskah koleksi Merapi-Merbabu. Berdasarkan penelitiannya ia menyatakan bahwa naskah-naskah itu ditulis oleh orang yang bukan Muslim, karena isinya mengenai pengertian-pengertian agama India (Hindu). Bahasanya pun sanagat dekat dengan karya sastra Kawi di Bali. Informari lainnya, adalah semua naskah ditulis dalam prosa dan isinya tentang agama hindu. 2. Cohen Stuart. Dapat dikatakan Cohen Stuart adalah orang pertama yang berusaha menyusun katalog naskah Merapi-Merbabu. Dari pengamatannya atas naskah-naskah itu, ia mengoreksi pendapat Friederich. Dikatakannya bahwa
tidak semua naskah Merapi-Merbabu berisi ajaran agama Hindu, di antaranya ada juga yang berisi tentang pengertian-ajaran agama Islam. Mengenai isinya, ia mengatakan bahwa tidak semua teks Merapi-Merbabu ditulis dalam prosa, karena cukuip banyak juga ditulis dalam tembang. Cohen Stuart juga mengemukakan tentang penanggalan naskah. Ia menyimpulkan bahwa naskahnaskah koleksi Merapi-Merbabu sebagian besar kemungkinannya merupakan karya-karya ditulis pada kurun waktu abad ke 16 dan 17. 3. Willem van der Molen. Ia merupakan peneliti pertama yang megamati salah satu koleksi naskah Merapi-Merbabu secara khusus. Naskah yang dikajinya berjudul Kunjarakarna. Hasil penelitiannya dilahirkan dalam disertasinya yang terbit tahun 1983. Pusat perhatian van der Molen dalam penelitianya adalah paleografi dan penanggalan naskah. Secara khusus ia mengamati perkembangan huruf dan penanggalan yang termuat dalam naskah yang dikajinya. Hasil penelitiannya telah memberi sumbangan yang sangat berarti bagi sejarah kesusastraan Jawa, karena ia memberi gambaran yang tepat mengenai perkembangan huruf Jawa dari masa ke masa dan cara penghitungan penanggalan naskah yang akurat. 4. I. Kuntara Wiryamartana. Ia mengikuti jejak van der Molen, ia juga mengkaji salah satu naskah koleksi Merapi-Merbabu secara khusus. Teks yang dikajinya berjudul Arjunawiwaha. Namun, tidak seperti van der Molen yang mengamati huruf dan penanggalan naskah, Wiryamartana lebih menekankan perhatiannya pada isi teks. Kajiannya adalah masalah transformasi teks. Bahwa melalui perjalanan waktu, isi teks nskah juga dapat mengalami perkembangan
pemahaman sesuai dengan resepsi para pembacanya. Hasil penelitian Wiryamartana juga dilahirkan dalam disertasinya yang terbit tahun 1990. IV. Penutup Dari uraian singakat di atas, kita menyadari bahwa masih banyak hal yang belum kita ketahui mengenai naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu. Oleh karena itu, penyusunan katalog Naskah Merapi-Merbabu yang saat ini dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) melalui bantuan tenaga para pakar naskah Merapi-Merbabu, yaitu Willem van der Molen, Kuntara Wiryamartana, dan Kartika Setyawati adalah suatu langkah yang sangat baik dan tepat. Karena melalui katalog naskah tersebut para peneliti yang masih awam tetapi berminat untuk meneliti naskah-naskah Merapi-Merbabu akan dapat menggunakannya sebagai penunjuk jalan dalam memasuki hutan belantara naskah-naskah Merapi Merbabu. Daftar Bacaan Casparis, J. G. De 1975 Indonesian Paleography. A History of writing in Indionesian from the beginning to c. AD 1500. Leiden/Köln: Brill Molen, W van der 1983 Javaanse Tekskritiek. Een overzicht en een nieuwe benadering geillustreerd aan de Kunjarakarna. VKI 102. Holland/USA: Foris. Wiryamartana, I. Kuntara 1990 Arjunawiwaha. Transformasi teks Jawa Kuna lewat tanggapan dan penciptaan di lingkungan sastra Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University press.