F. Analisa Kritikal. Tinjauan Kritikal. Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek

dokumen-dokumen yang mirip
G. Tindak Lanjut. Pendahuluan

TOR RISET KUANTITATIF IDENTIFIKASI KEPENTINGAN DALAM RANGKA PRIDE CAMPAIGN TNUK BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010

D. Kegiatan Kampanye

BAB VI F. ANALISA KRITIS

E. Hasil Kampanye. Strategi dalam mengukur capaian hasil Kampanye Pride, memiliki beberapa tujuan utama, yaitu :

MATRIK PEMANGKU KEPENTINGAN

IV. METODE PENELITIAN

F. ANALISA KRITIKAL. Tinjauan Kritikal. Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

STRATEGI TINDAK LANJUT

G. RENCANA TINDAK LANJUT

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

17.0 PESAN KAMPANYE Strategi pembuatan pesan Pesan-pesan Inti dan Slogan-slogan. G. Strategi Kampanye

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 3,5%) Pengetahuan Positif terbentuk. 50% (meningkat dari 13,9%) Pengetahuan Positif terbentuk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

5. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 6. Analisa Kritis Kampanye

D. Analisis Ancaman. 4.0 Peringkat Ancaman 4.1 Lingkup, Intensitas, dan Ketakberbalikan 4.2 Rantai Faktor

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

6.1. Tinjauan Kritikal

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

G. RENCANA TINDAK LANJUT

1/12 COLABORATIVE MANAGEMENT UNTUK KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL DI KABUPATEN PEMALANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

Rencana Strategis (RENSTRA)

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

BAB IV METODE PENELITIAN

19.0 TEORI PERUBAHAN. H. Teori Perubahan

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

Rencana Aksi Rencana Pemantauan Risiko Kunci. Mitra Ukuran Metode Target Frekuen si BBTNGL, FFI, UNESCO, KSM Lokal

METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat)

BAB III METODE PENELITIAN

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

Rosita Tariola (Mona)

PENILAIAN MANDIRI TENTANG KOMPETENSI FISPH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

BAB V PENUTUP A. Jawaban Masalah Pertama

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Materi dan isi Acara Festival Jawa Kidul Mandalamekar, 2 5 Juni No Kegiatan Ringkasan 1 Talkshow di Ruyuk FM tentang Festival Desa Jawa Kidul

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebun Energi sebagai alternatif lokasi sumber kayu bakar dan lumbung pangan dalam penyelamatan hutan di Bali Barat

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH?

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

H. Teori Perubahan 19.0 Teori Perubahan

Oleh: Egrita Buntara Widyaiswara Muda Balai Diklat Kepemimpinan

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

Transkripsi:

F. Analisa Kritikal Tinjauan Kritikal Kampanye Pride di Taman Nasional Ujung Kulon mengalami berbagai dinamika dilapangan, yang memerlukan proses adaftif manajemen terhadap sumberdaya dan penyesuaian metode penyampaian pesan konservasi dalam Kampanye Pride itu sendiri. Pada bagian ini, terdapat beberapa kegiatan yang merefleksikan hal-hal yang telah berjalan dengan baik dan hal-hal yang mungkin dilakukan lebih baik dimasa yang akan datang, dan diharapkan akan menjadi sumber yang berharga untuk Manajer-Manajer Kampanye lain yang menjalankan kampanye bertema sama, serta lembaga saya sendiri saat kami bergerak maju dengan menggunakan proses Pride untuk mengatasi isu-isu lain. Bab ini akan meninjau: (i) proses perencanaan dan (ii) proses pelaksanaan dengan membingkainya dalam 3K (Kapasitas, Konstituen, Konservasi) Rare. Pada bagian ini juga akan melihat beberapa perangkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan, menyoroti perangkat-perangkat yang efektif dan yang tidak efektif, serta pelaksanaan BROP. Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek Tahapan Kampanye Pride di lapangan diawali dengan proses penyusunan dokumen perencanaan, untuk menyusun sebuah dokumen perencanaan yang baik, memerlukan partisipasi dan kontribusi pemikiran atau peran seluruh pihak yang berkepentingan terhadap kelestarian hutan Ujung Kulon sebagai habitat Badak Jawa. Untuk itu semua, menjadi sangat penting melakukan proses transfer informasi mengenai kegiatan Kampanye Pride kepada para pihak. Manajer Kampanye melakukan kegiatan sosialisasi Kampanye Pride kepada staf di internal Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Lembaga Non Pemerintah sebagai mitra kerja seperti WWF Proyek Ujung Kulon, dan Mahasiswa Universitas Matlaul Anwar serta Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Materi yang disampaikan dalam kegiatan sosialisasi adalah, apa yang dimaksud kegiatan Kampanye Bangga? Apa tujuan dan capaian yang akan didapat diakhir program? Bagaimana posisi Manajer Kampanye? Siapa saja khalayak targetnya? Apa peran yang diharapkan oleh masing-masing pihak? dan Bagaimana proses pencapaiannya?. Sosialisasi di internal Balai Taman Nasional Ujung Kulon, menitikberatkan kepada peran yang diperlukan dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon dalam pelaksanaan program ini, dan mencari celah yang tepat untuk mengintegralkan kegiatan Kampanye Bangga dengan kegiatan yang sudah dilaksanakan di Taman Nasional Ujung Kulon. MoU program Kampanye Bangga yang ditandatangani antara Rare dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon, tidak menyebutkan bahwa Rare akan memberi dana inti sebesar US$ 20.000 untuk kegiatan tersebut, tetapi akan dipenuhi oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Persepsi yang ada di benak sebagian staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon tidaklah sama dengan

isi MoU, sebagian staf berpikir bahwa kegiatan Kampanye Bangga sudah dibiayai oleh Rare sebagai mitra kerja, sebagaimana yang pernah terjadi pada kegiatan Kampanye Bangga periode sebelumnya. Pemikiran seperti itu sangatlah wajar, karena memang di Taman Nasional Ujung Kulon pernah ada kegiatan Kampanye Bangga pada tahun 2003 sampai 2005, saat itu Rare memberikan dana inti untuk memproduksi material Kampanye Bangga, tetapi pemikiran itu akan menjadi penghambat Manajer Kampanye dalam menjalankan kegiatan Kampanye Pride, jika tidak ada penjelasan atau sosialisasi kepada mereka. Dengan menjelaskan kondisi yang sebenarnya, Manajer Kampanye berharap ada proses umpan balik dari seluruh staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon bahwa Kampanye Bangga adalah program yang terintegral dan menjadi satu kesatuan dengan program lain yang sudah berjalan di Taman Nasional Ujung Kulon dalam menjalankan visi dan misi lembaga, sehingga memerlukan peran serta dan kerjasama semua bagian yang ada di internal Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Selain itu, penjelasan mengenai posisi Manajer Kampanye dalam menjalankan Kampanye Pride sangatlah penting untuk dilakukan, karena setelah selesai menjalankan program ini, Manajer Kampanye juga akan mendapatkan gelar MA (Master of Art) dari Universitas et el Paso Texas. Pada saat itulah tantangan awal yang dirasakan oleh Manajer Kampanye dalam melaksanakan Kampanye Pride di Taman Nasional Ujung Kulon, tantangan-tantangan tersebut menjadi pembelajaran secara personal bagi Manajer Kampanye dalam mengatur strategi dan mengatasi permasalah yang akan timbul dikemudian hari, dengan bentuk MoU Kampanye Pride seperti itu antara Balai Taman Nasional Ujung Kulon dengan Rare, ada beberapa kendala teknis dilapangan pada saat mengimplementasikannya. Komitmen yang diberikan Balai Taman Nasional Ujung Kulon atas program Kampanye Pride memang sangat tinggi seperti yang telah disepakati dalam MoU, tetapi ada kendala sistem keuangan yang diterapkan pihak lain (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) yang tidak bisa diintervensi oleh pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon, dalam hal penarikan dana tidak bisa setiap saat terpenuhi, ada beberapa persyaratan dan proses yang memerlukan waktu 1 minggu, sehingga setiap pelaksanaan kegiatan Kampanye Pride yang akan dilakukan, tidak bisa dilakukan tepat pada waktunya. Dilain sisi, Balai Taman Nasional Ujung Kulon juga memiliki prioritas kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang telah diusulkan dalam Rencana Kerja Anggaran Kementrian dan Lembaga (RKAKL), sehingga Manajer Kampanye hanya bisa memanfaatkan program yang sudah ada untuk bersinergi dengan kegiatan Kampanye Pride, kondisi ini tidak ideal dalam sebuah pengelolaan manajemen proyek yang sudah direncanakan dengan capaian target telah ditentukan seperti Kampanye Pride, waktu yang ada hanya habis untuk proses negosiasi dan menjalin jejaring kerja, padahal Kampanye Pride perlu pemikiran yang fokus, dilain sisi Manajer Kampanye hanya manusia biasa, yang terkadang menemui permasalah lain sehingga pikiran menjadi tidak fokus. Kondisi ini tidak akan terjadi jika MoU untuk Kampanye Pride dikemudian hari, lembaga mitra seperti Rare dapat memberikan dana inti sepenuhnya. Pada dasarnya seluruh proses sosialisasi kegiatan Kampanye Pride yang dilakukan kepada staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon adalah sangat penting, oleh karena itu pada saat penyusunan dokumen perencanaan awal, sangat besar peran serta yang diberikan oleh lembaga maupun staf Taman Nasional Ujung Kulon, diantaranya : Lembaga berkomitmen memfasilitasi upaya Manajer Kampanye dalam membangun jejaring kerja dan kerjasama dengan mitra potensial yang diperlukan, peran aktif staf Taman Nasional Ujung Kulon ditunjukkan pada saat diskusi konsensus membahas strategi pengurangan ancaman,

Lembaga secara integral memasukkan kegiatan Kampanye Bangga dalam salah satu misi Taman Nasional Ujung Kulon, Lembaga mengeluarkan kebijakan yang dapat mendukung keberhasilan capaian Kampanye Bangga (misalnya : membentuk Lembaga Konservasi Desa) serta memberi kesempatan kepada Manajer Kampanye untuk berperan aktif mengkolaborasikan program Kampanye Bangga dengan kebijakan Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Kampanye Bangga dilaksanakan selama 2 tahun, dengan tahapan kegiatan dan target yang sudah ditentukan, tidak mungkin seorang Manajer Kampanye mampu mengelola seluruh kegiatan tersebut, diperlukan banyak sumberdaya manusia dan komitmen semua pihak, sesuai dengan perannya masing-masing. Manajer Kampanye menganggap penting proses sosialisasi Kampanye Pride kepada mitra kerja Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Universitas yang ada disekitarnya. Tujuannya adalah menjadikan kepemilikan kegiatan Kampanye Pride secara bersama, sehingga akan mendapatkan sumberdaya manusia yang memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap kelestarian hutan Ujung Kulon serta mendapatkan komitmen kerjasama dari mitra dalam mencapai tujuan konservasi bersama. Pada saat menerima materi sesi perkuliahan dan menyusun rencana operasional awal, Manajer Kampanye sudah berpikir bahwa beberapa kegiatan pemasaran sosial akan memerlukan banyak sumberdaya manusia dan keuangan, seperti kegiatan kunjungan sekolah, program radio, pengajian ibu-ibu dan pertemuan komunitas petani. Begitupula dengan kegiatan survey pra-kampanye dan pertemuan pemangku kepentingan pertama. Sebanyak 40 orang peserta berpartisipasi dalam pertemuan pemangku kepentingan pertama dan membantu untuk mengembangkan model konsep awal untuk kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Mereka berasal dari beragam bagian dari masyarakat luas, termasuk perwakilan dari lembaga mitra, tokoh masyarakat, pemerintah setempat, khalayak-khalayak sasaran yang potensial dan anggota-anggota masyarakat yang terpercaya. Taman Nasional Ujung Kulon berdekatan dengan 19 Desa yang ada di Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur, dari 19 desa terdapat 14 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, jarak antara desa satu dengan yang lainnya sangat dekat, ada 1 akses jalan yang menghubungkan desa satu dengan yang lainnya, sehingga sebagian besar orang saling tahu satu sama lain dan dinamika kelompok tidak menjadi masalah. Sepanjang sesi kegiatan pertemuan pemangku kepentingan tersebut, sama sekali tidak muncul konflik dan hampir seluruhnya positif. Manajer Kampanye Pride berusaha keras untuk menjadi fasilitator yang netral dan tidak bersikap menghakimi. Ketika dimintai pendapat, para peserta menyukai proses pemodelan aktual dan penggunaan dinding lekat. Bagi sebagian peserta, pertemuan itu adalah kali pertama bagi mereka dimintai masukan dan masukannya ditulis sendiri kemudian ditempelkan ke dinding tempel. Rasa kepemilikan untuk Model Konsep dan program ini diyakini tumbuh, yang kemudian muncul dalam kesediaan mayoritas peserta untuk berperan dalam implementasi kegiatan Kampanye Pride. Model Konsep awal yang telah tersusun diakhir pertemuan pemangku kepentingan awal, kemudian divalidasi dengan para pemangku kepentingan yang tidak hadir pada saat pertemuan awal, agar mendapatkan input terhadap data yang mereka miliki, sebagai contoh dalam konsep model awal diperoleh hasil bahwa perburuan menjadi ancaman terhadap habitat Badak Jawa, padahal menurut data yang dimiliki oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan pihak kepolisian, kegiatan perburuan yang mengancam terhadap habitat Badak

Jawa sudah tidak ditemukan dalam 1 periode terakhir, hal ini menjadi pertanyaan, perburuan apakah yang dimaksud peserta pada saat itu. Apakah perburuan Badak Jawa? Atau perburuan satwa lain? Setelah mendapatkan input dan klarifikasi dari perwakilan peserta pertemuan pemangku kepentingan pertama, ternyata perburuan yang dimaksud adalah perburuan babi hutan, perburuan Babi Hutan belum mengancam habitat Badak Jawa karena dilakukan di sawah garapan mereka. Proses analisa Peringkat Ancaman yang dihasilkan di atas Model Konsep berlangsung dengan baik. Perluasan lahan garapan yang digunakan untuk sawah didalam kawasan hutan menduduki peringkat ancaman pertama, yang dapat mengancam habitat Badak Jawa, karena memiliki scope dan dampak konservasi sangat tinggi. Pembuatan peringkat ancaman menggunakan perangkat lunak Miradi, piranti lunak Miradi tak hanya membuat penjajakan Peringkat Ancaman dapat dibuat dengan mudah, tetapi juga sangat visual. Perangkat lunak Miradi juga memudahkan untuk mengisolasi rantai-rantai faktor yang bersangkutan dan untuk mengeditnya kembali dengan penambahan wawasan yang diperoleh dari percakapan terarah (wawancara mendalam), yang dilaksanakan untuk memvalidasi langkah-langkah awal proses perencanaan. Pemeringkatan ancaman juga telah mendapatkan input dari para ilmuwan, melalui proses wawancara mendalam yang dilakukan dengan bertatap muka langsung atau melalui email. Pilihan pengelolaan dan proses BRAVO juga berjalan lancar. BRAVO digunakan sebagai dasar untuk menilai efektifitas dan efesiensi sebuah pilihan pengelolaan yang akan digunakan untuk mengurangi ancaman konservasi tersebut. Bagi Manajer Kampanye, BRAVO adalah hal baru yang dikenal dan sangat membantu dalam menganalisa permasalahan secara kritis dari sudut pandang yang lebih komprehensif. Bravo memberikan gambaran kepada Manajer Kampanye tentang sumberdaya yang harus dimiliki, tantangan dan potensi sumberdaya yang dapat diperoleh dalam mengimplementasikan pilihan pengelolaan tersebut. Dalam mendapatkan enumerator atau pewawancara, Manajer Kampanye menunjuk satu orang staf Taman Nasional Ujung Kulon yang bertugas membuat pengumuman melalui media internet dan menggunakan jejaring kemitraan yang dimiliki oleh Taman Nasional Ujung Kulon, bahwa kami memerlukan 30 volunteer untuk bekerja sebagai pewawancara kegiatan survey pra-kampanye. Manajer Kampanye juga membuat kriteria, bahwa pewawancara tidak boleh petugas dari Taman Nasional Ujung Kulon, karena untuk menghindari bias atas jawaban yang dikemukakan oleh responden, apabila pewawancara berasal dari petugas Taman Nasional Ujung Kulon, jawaban yang disampaikan oleh responden cenderung defensif dan didominasi perasaan takut, untuk menjawab realita yang sebenarnya. Semua pewawancara berasal dari komunitas mahasiswa, dari Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Matlaul Anwar dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Sebelum pelaksanaan kegiatan suvey, kami mengadalkan kegiatan pelatihan selama 1 hari, pelatihan tersebut lebih banyak untuk memberikan pemahaman tentang cara untuk melaksanakan survey acak terpilih, kegiatan teknis pada saat implementasi serta maksud dari setiap pertanyaan, baik pertanyaan terbuka, pertanyaan pilihan maupun pertanyaan berjenjang. Sementara tiadanya pewawancara profesional sangat disayangkan, penggunaan relawan untuk mengelola kuesioner survei adalah praktik umum. Manajer Kampanye memiliki pengawas-pengawas dari staf Taman Nasional Ujung Kulon yang selalu dekat

dengan mereka setiap saat untuk menjawab pertanyaan dan untuk memastikan tatacara pengambilan sample diikuti. Untuk memenuhi jumlah responden yang disarankan Rare, Manajer Kampanye mengumpulkan data kependudukan hasil sensus penduduk yang terakhir yaitu tahun 2005, dan perkembangan jumlah penduduk yang dilaporkan pihak desa kepada pihak kecamatan setempat. Tidak mudah menjalankan kegiatan wawancara, diperlukan kesabaran, konsentrasi dan tenaga yang prima, karena setiap pewawancara dalam mencari responden yang akan diwawancarai tidak menggunakan alat transportasi tetapi dilakukan dengan berjalan kaki. Disatu kampung Desa Kramatjaya, pewawancara mengalami kesulitan dalam mendapatkan responden dan melakukan wawancara, hampir 90 % masyarakat yang tinggal dikampung tersebut tidak mau diwawancarai, setelah mendengar bahwa mereka diwawancarai untuk kepentingan pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon, sikap mereka ditunjukkan dengan menutup pintu rumah dan mengucapkan kalimat tidak bersedia diwawancarai, setelah mendapatkan kasus tersebut Manajer Kampanye memberikan saran kepada pewawancara untuk berkoordinasi dengan Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Ds. Kramatjaya, untuk menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan wawancara dan membantu mensosialisasikan pada masyarakat. Waktu pelaksanaan survey yang seharusnya diselesaikan 5 hari, menjadi tertunda 2 hari dikarenakan ada tambahan waktu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Survey pra-kampanye dilakukan di 15 desa yang ada di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu, dari 15 desa tersebut, ada 10 desa yang menjadi target Kampanye Pride, yaitu Ds. Ujungjaya, Ds. Tamanjaya, Ds. Cigorondong, Ds. Tunggaljaya, Ds. Padasuka, Ds. Mangkualam, Ds. Kramatjaya, Ds. Tugu, Ds. Cibadak, dan Ds. Rancapinang. Sedangkan 5 desa lainnya adalah desa pembanding, yang terdiri dari Ds. Sumberjaya, Ds. Kertajaya, Ds. Kertamukti, Ds. Citangkil dan Ds. Cimanggu. Desa pembanding digunakan untuk membantu menunjukkan kontribusi kesuksesan Kampanye Pride. Proses penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam survey pra-kampanye mendapatkan masukan dari Rare, untuk membantu menyusun pertanyaan yang mudah dipahami oleh pewawancara maupun responden, pertanyaan disusun berdasarkan pengelompokkan sasaran SMART, hal ini untuk memudahkan dalam pengolahan analisa data. Input balik dari Rare sangat membantu Manajer Kampanye dalam memperbaiki pertanyaan, sehingga hasil survey pra-kampanye sebagai dasar untuk membuat hipotesa diawal kegiatan kampanye menjadi lebih baik, pertanyaan survey dibuat dengan menggunakan piranti Survey Pro, sehingga memudahkan dalam melakukan edit atau perbaikan terhadap input yang diterima dari Rare. Dalam tahapan perencanaan kegiatan Kampanye Bangga di Taman Nasional Ujung Kulon, Manajer Kampanye melihat adanya beberapa hal kritis yang hendaknya dikemudian hari dapat diperbaiki atau menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan Kampanye Bangga berikutnya, antara lain : 1. Dokumen perencanaan yang telah dibuat belum menjadi sebuah dokumen yang bisa menjadi acuan pelaksanaan kegiatan Kampanye Bangga, selain jumlah halaman yang terlalu tebal atau banyak, isinya juga kurang fokus. Sebaiknya, dokumen perencanaan dibuat lebih praktis dan isinya lebih fokus. Pengertian praktis disini adalah, dokumen

perencanaan yang sudah tersusun dibuat seperti buku panduan yang bisa dibuka dan dibawa setiap saat oleh Manajer Kampanye, begitupula dengan isinya juga harus fokus, agar dokumen perencanaan menjadi fokus, Manajer Kampanye menganggap pembahasan interpesona, penggunaan Miradi untuk pemeringkatan ancaman, dan proses suatu kegiatan yang telah dilaksanakan hendaknya tidak perlu ditulis secara detail. Dalam prakteknya, Manajer Kampanye menggunakan dokumen perencanaan hanya pada bagian-bagian yang memang sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan Kampanye Pride, seperti model konseptual, rantai hasil, rencana monitoring dan sasaran-sasaran SMART yang akan diperoleh, selebihnya Manajer Kampanye kurang optimal dalam membaca isi dokumen perencanaan yang lainnya. 2. Sebaiknya yang menjadi pewawancara kegiatan survey kuantitatif adalah Manajer Kampanye itu sendiri, agar persepsi dan pemahaman terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dibuat didalam kuisioner sama antara survey pra dan paska kampanye, karena pertanyaan dan hasil dari kegiatan survey tersebut sangat berpengaruh pada hipotesa awal kegiatan Kampanye Bangga. Waktu yang diperlukan memang akan lebih lama untuk mengumpulkan hasil survey kuantitatif tersebut, tetapi hasil yang didapat jauh lebih baik daripada menggunakan pewawancara dari volunteer yang belum pernah memiliki pengetahuan sama sekali tentang teknik mewawancarai. Pelatihan yang dilakukan bagi pewawancara belum membantu mengurangi hasil yang bias, konsistensi dan pemahaman terhadap pertanyaan yang telah dibuat Manajer Kampanye sulit untuk dipertahankan, karena ada semangat yang berbeda dalam usaha melakukan kegiatan survey kuantitatif. Manajer Kampanye menginginkan hasil survey tidak bias dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dilain sisi tenaga volunteer berpikir bagaimana kegiatan survey ini cepat selesai dilaksanakan. Ini fakta yang terjadi dilapangan, yang pernah dialami oleh Manajer Kampanye di Taman Nasional Ujung Kulon. 3. Kegiatan pertemuan dengan pemangku kepentingan berjalan lancar dan tidak menemui kendala yang sangat berarti, hal ini dikarenakan Manajer Kampanye melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah Kecamatan Cimanggu, agar pihak kecamatan yang mengundang para peserta, bukan Kepala Taman Nasional, tujuannya adalah agar para peserta yang diundang, datang dengan membawa semangat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Taman Nasional Ujung Kulon secara bersama-sama, dan bukan datang untuk mengharapkan uang saku semata. Karena tidak dipungkiri, jika Taman Nasional Ujung Kulon mengundang masyarakat untuk berperan serta dalam suatu kegiatan, orientasi peserta adalah mendapatkan uang transport dan uang saku, sehingga kontribusi yang diharapkan sangat kurang. 4. Penandatanganan kerjasama antara lembaga mitra dengan Rare dalam menjalankan kegiatan Kampanye Pride, hendaknya seperti yang telah kami uraikan diatas, belajar dari pembelajaran yang telah dialami oleh Taman Nasional Ujung Kulon.

Tahap Pelaksanaan Analisa kritis terhadap tahap pelaksanaan kegiatan Kampanye Pride di Taman Nasional Ujung Kulon, akan disampaikan dalam 3 bagian, yang menjadi tolok ukur Rare dalam menilai keberhasilan Kampanye Pride, yaitu Kapasitas, Konstituen dan Konservasi. 1. Kapasitas Program Kampanye Pride secara keseluruhan telah banyak memberikan pengaruh pada peningkatan kapasitas diri maupun peningkatan kapasitas pada lembaga Balai Taman Nasional Ujung Kulon, baik pada saat sesi kuliah pertama dengan materi-materi kepemimpinan, pada saat penyusunan dokumen perencanaan dan pada tahap implementasi. Sebelum menjadi Manajer Kampanye Pride di Taman Nasional Ujung Kulon, saya telah bekerja 7 tahun lebih sebagai tenaga fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, sebuah jabatan fungsional yang memiliki tugas pokok untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati, kemasyarakatan dan pengembangan profesi. Rincian pekerjaan tersebut sebenarnya mengarahkan seorang staf di lapangan menjadi tenaga yang profesional sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Namun, tidak demikian realita dalam pelaksanaannya, karena sumberdaya (kesempatan dan perlengkapan) serta peningkatan kapasitas kurang optimal dimiliki oleh staf di lapangan. Dengan mengikuti kegiatan Kampanye Bangga, Manajer Kampanye memiliki kesempatan untuk meningkatan kapasitas diri, diantaranya adalah : Pada saat memasuki fase kuliah pertama, kapasitas Manajer Kampanye dalam membawakan presentasi dihadapan khalayak umum sangatlah rendah, begitu pula pada saat melaksanakan perannya sebagai fasilitator kegiatan stakeholder workshop kampanye mini di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, kurang fokus, kurang menguasai teknik fasilitator, dan rasa percaya diri yang kurang adalah beberapa hal yang dimiliki oleh Manajer Kampanye pada saat memulai program Kampanye Bangga. Seiring dengan diberikannya materi tentang membuat presentasi yang baik, dan bagaimana cara menguasai audien dengan tenang, Manajer Kampanye dapat membuktikan dan merasakan bahwa rasa percaya diri dan kemampuan menguasai keadaan didepan khalayak umum telah meningkat dan dimiliki Manajer Kampanye. Selama menjalankan kegiatan Kampanye Bangga, Manajer Kampanye pernah membawakan materi presentasi dihadapan tenaga penyuluh kehutanan seluruh Provinsi Banten di Hotel Mambruk Pantai Anyer, dengan tenang dan percaya diri, kemudian pada saat diberi kesempatan Rare untuk mempresentasikan hasil konservasi kegiatan Kampanye Bangga di Taman Nasional Ujung Kulon, tepatnya pada tanggal 9 Agustus 2010 Manajer Kampanye tidak merasakan sedikitpun perasaan takut atau khawatir berhadapan dengan khalayak umum yang menghadiri acara tersebut. Peningkatan kapasitas diri yang paling besar dirasakan oleh Manajer Kampanye adalah kemampuan untuk bernegosiasi dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap kelestarian hutan Taman Nasional Ujung Kulon, diantaranya pada saat Manajer Kampanye berhasil dalam bernegosiasi dengan pihak radio Krakatau FM, WWF Ujung Kulon serta dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten. Hasil negosiasi itu antara lain, Radio Krakatau FM bersedia

menjalin kerjasama dengan pihak Taman Nasional Ujung Kulon selama 1 tahun 3 bulan (bulan Oktober 2009 sampai dengan Desember 2010), untuk membantu menyebarluaskan pesan konservasi melalui program Iklan Layanan Masyarakat, Talkshow interaktif dan live report kegiatan Taman Nasional Ujung Kulon. Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten memberikan bantuan alat pompa air untuk demplot tanaman kedelai sebanyak 2 buah dan berkomitmen untuk meneruskan beberapa kegiatan intensifikasi pertanian disekitar Taman Nasional Ujung Kulon, melalui perubahan anggaran APBD tahun 2010, hal itu pernah disampaikan oleh Kepala Distanak Propinsi Banten kepada Manajer Kampanye pada saat menghadiri kunjungan Menteri Kehutanan di Pulau Peucang, pada bulan Juni 2010. Sedangkan WWF telah berkomitmen mambantu Manajer Kampanye untuk melaksanakan kegiatan penyadaran, melalui kegiatan kunjungan sekolah, kegiatan pengajian ibu-ibu dan patroli berbasis masyarakat. Membangun proses negosiasi tidak boleh menyerah pada asumsi, dan harus kritis terhadap asumsi-asumsi yang dibuatnya sendiri (Nanangpm, 2010). Pada poin ini Manajer Kampanye mendapatkan pengalaman berharga, dalam bernegosiasi sangat penting mengedepankan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan asumsi-asumsi tersembunyi dan mempengaruhi pihak lain agar lebih partisipatif dalam diskusi, pertanyaan disampaikan dengan pilihan kata yang tidak berpotensi merusak hubungan. Sebelum menjadi Manajer Kampanye, negosiasi dipersepsikan sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan konflik (kuadran menang-kalah), sehingga seringkali digunakan untuk mengahadapi permasalahan yang terjadi dilapangan, antara pihak Taman Nasional Ujung Kulon dengan pihak lain yang melakukan perusakan habitat Badak Jawa. Proses negosiasi tersebut tidak menguntungkan dalam menjalankan kegiatan Kampanye Bangga di Taman Nasional ujung Kulon, diperlukan negosiasi kolaborasi (kuadran menang-menang), yang bertujuan untuk mengatasi masalah dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang berkepentingan (Wordpress, 2009). Belajar menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan dalam bernegosiasi adalah poin terpenting dalam pembelajaran ini, agar tidak terjebak pada asumsi saja, tetapi juga mendapatkan kesepakatan yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang kita perlukan dalam mencapai tujuan kita. Dalam upaya meningkatkan kapasitas lembaga Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Manajer Kampanye telah melakukan transfer kapasitas kepada beberapa staf Taman Nasioanal Ujung Kulon, Manajer Kampanye selalu memberikan masukan bagaimana teknik fasilitator yang baik pada saat menyusun Kesepakatan Pengelolaan Hutan Partisipatif, memberi masukan tentang susunan acara kegiatan workshop agar menghasilkan rencana tindak lanjut, mengajak beberapa staf berperan serta dalam kegiatan pertemuan pemangku kepentingan pertama, serta mengajak lembaga untuk membantu menganalisa masalah dan mengatur strategi penyingkir halangan.

2. Konstituen Kampanye Bangga di Taman Nasional Ujung Kulon berhasil membangun peran serta masyarakat untuk terlibat dalam menyelematkan hutan Ujung Kulon, kegiatan sekolah yang dilaksanakan setiap bulan di 20 Sekolah Dasar, mengajak kurang lebih 500 siswa siswi untuk mengikuti kegiatan sekolah dan membantu menyebarluaskan pesan konservasi, begitu pula dengan guru dan tenaga volunteer dari Kelompok Swadaya Masyarakat Kanopi dan Sahabat Ujung Kulon. Pengajian bulanan untuk ibu-ibu dan keterlibatan siswa, kelompok petani serta instansi desa dalam kegiatan penanaman pohon adalah wujud peran serta mereka yang paling nyata dilapangan. Selain kegiatan survey pra dan paska kampanye. Didalam pelaksanaan kegiatan strategi penyingkir halangan, peran konstituen sangat kurang dalam ikut menerapkan kegiatan intensifikasi pertanian, dalam diskusi informal dengan beberapa perwakilan kelompok tani yang dipilih secara acak, menyebutkan bahwa mereka tidak mau berperan serta untuk menerapkan kegiatan intensifikasi pertanian jika belum melihat keberhasilan dari kelompok tani lain. Dalam teori difusi inovasi kelompok ini tergolong sebagai kelompok yang tertinggal atau terlambat untuk mengadopsi (Laggard), kelompok ini memiliki karakter, kurang giat dalam mencari informasi mengenai gagasan-gagasan baru, paparan media yang meeka miliki sangat sedikit dan hanya mengandalkan komunikasi interpersonal dalam menerima gagasan baru, dan bergantung pada hasil evaluasi subyektif dari anggota pengadopsi lainnya. Hal ini dikarenakan, mereka memiliki keterbatasan modal sehingga sangat berhati-hati dalam menggunakan modal yang dimilikinya, mereka tidak mau mengambil resiko kegagalan, menunggu keberhasilan kelompok tani lain dalam menerapkan intensifikasi pertanian melalui tanaman kedelai adalah pilihan mereka untuk mengurangi resiko. Selain itu, hambatan psikis juga menjadi alasan mereka untuk tidak mau berperan serta dalam kegiatan penerapan intensifikasi pertanian, mereka pernah mengalami kekecewaan pada saat menerapkan program jagung hibrida, ternyata hasilnya tidak bisa dipasarkan. Jika Manajer Kampanye diberi kesempatan untuk mengulang kegiatan Kampanye Bangga ditempat yang sama, maka penggunaan media radio dan spanduk akan dikurangi untuk desa target primer kampanye pride, karena media tersebut kurang efektif untuk menigkatkan peran serta khalayak sasaran target, media cetak yang paling sesuai adalah lebar fakta yang memberikan informasi keberhasilan dan keuntungan ekonomi atau ekologi apabila menerapkan intensifikasi pertanian. Sedangkan media elektronik yang paling ideal adalah membagikan CD, yang berisi keberhasilan program intensifikasi pertanian didesa tetangga, 3. Konservasi Pada bulan Juni 2010, terjadi penurunan kegiatan perluasan lahan garapan untuk sawah didalam kawasan hutan Ujung Kulon oleh petani di desa target primer Kampanye Pride sebanyak rata-rata 89% dari tahun 2008, dan volume luas lahan yang dirambah menurun rata-rata 99% dari tahun 2008. Keberhasilan dalam memperoleh hasil konservasi dan pengurangan ancaman konservasi, tidak semata-mata hanya ditentukan oleh kegiatan Kampanye Bangga saja. Manajer Kampanye diawal melaksanakan

kegiatan Kampanye Bangga ini, telah bekeyakinan bahwa keberhasilan konservasi akan sulit terwujud jika tidak mampu melibatkan banyak pihak untuk berperan serta. Pada awal tahun 2009, Balai Taman Nasional Ujung Kulon mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi perluasan lahan garapan didalam kawasan melalui kegiatan Kesepakatan Pengelolaan Hutan Partisipatif (KPH Partisipatif), kegiatan tersebut pada intinya adalah itikat baik dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam menyelesaikan masalah di hutan Ujung Kulon, yaitu dengan memberikan akses kepada petani penggarap didalam kawasan untuk tetap menggarap lahannya dengan kesepakatan tidak boleh memperluas lahannya, ada konsekwensikonsekwensi jika kedua belah pihak melanggar kesepakatan tersebut. Dalam kegiatan ini, Manajer Kampanye memiliki peran aktif untuk mengkolaborasikan kegiatan ini dengan strategi pengurangan ancaman lainnya. KPH Partisipatif telah dilaksanakan dan disepakati, kemudian timbul pertanyaan yang sangat penting dari khalayak target Kalau saya sudah tidak memperluas lahan lagi dan mentaati kesepakatan dengan Taman Nasional Ujung Kulon, lalu bagaimana saya bisa mencukupi kebutuhan hidup saya jika saya bertambah anggota keluarganya? Dari pertanyaan yang sederhana tersebut dan melihat kembali konsep model yang telah dibuat, Manajer Kampanye memutuskan bahwa strategi penyingkir halangan yang paling diperlukan untuk memperkuat strategi pengurangan ancaman melalui kegiatan KPH Partisipatif adalah kegiatan penerapan intensifikasi pertanian, sebagai insentif yang diberikan kepada khalayak target kampanye pride yang telah bersedia menghentikan perluasan lahan garapan didalam kawasan hutan Ujung Kulon. Pembelajaran yang paling penting adalah, bagaimana seorang Manajer Kampanye mampu melihat strategi pengurangan ancaman secara menyeluruh tanpa mengedepankan egoisme, karena Manajer Kampanye menyakini bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan konservasi adalah keberhasilan yang diperoleh tidak dengan sendiri, tetapi banyak pihak. Oleh karena itu, Manajer Kampanye yang berasal dari lembaga pengelola kawasan konservasi sangat ideal untuk mengintegralkan seluruh kegiatan Kampanye Bangga dengan kebijakan lembaganya, karena Manajer Kampanye memiliki waktu dan kesempatan yang lebih banyak, serta memiliki kedekatan emosional yang akan berpengaruh dalam setiap hasil diskusi. Mengintegralkan kegiatan Kampanye Bangga dengan program yang ada di lembaga sangat penting untuk dilakukan, karena Kampanye Bangga tidak hanya dilaksanakan selama 2 tahun tetapi selamanya, dan yang bisa melaksanakan itu adalah lembaga mitra Rare itu sendiri.