BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Aldag dan Resckhe (1997), Organizational Citizenship Behavior

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Perilaku Organisasi. meningkatkan keefektifan suatu organisasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu agenda penting dan strategis dari sekian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi situasi dan kondisi di era globalisasi ini, perusahaan dituntut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda dunia mengharuskan perusahaan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Setiap organisasi tentunya membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR iv. DAFTAR ISI... v. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan. perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Literatur. Robbins (2009). Teori Herzberg (1966) dalam Kanungo (1979) membedakan antara

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja 2.1.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja (Shamima Tasnim 2006; dalam Uzma Rashid & Sadia Rashid 2011) mendefinisikan kepuasan kerja adalah hal perasaan seseorang atau keadaan pikiran sehubungan dengan lingkungan kerja. Dengan kata sederhana, itu adalah sejauh mana orang merasa baik tentang pekerjaan mereka yang mereka lakukan. Kepuasan kerja adalah penting untuk karyawan, pengusaha dan peneliti yang mempelajari organisasi, karena memungkinkan peneliti dan pengusaha untuk menganalisis berbagai aspek dari kepuasan kerja dalam organisasi dan mengembangkan cara-cara untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut. kepuasan pekerjaan signifikan bagi semua orang yang tertarik dalam evaluasi subjektif dari kondisi kerja organisasi seperti tanggung jawab, berbagai tugas, prestasi, kebutuhan komunikasi, dan kemajuan karir. Karena kepuasan kerja adalah sangat disebabkan oleh kondisi seperti itu. Menurut (Hasibuan, M., 2007) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (Job Satisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati baik didalam pekerjaan, maupun diluar pekerjaan. Kepuasan kerja didalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan lebih suka menikmati 13

14 kepuasan kerja didalam pekerjaan, karena akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. (Robbins & Judge, 2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Sehubungan dengan itu, (Noe, et, all 2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting. Selanjutnya (Kinicki & Krietner 2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu, seseorang dapat secara relatif dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek pekerjaan lainnya. Kepuasan kerja adalah signifikansi yang luas untuk peneliti, karena mempengaruhi sebagian besar anggota organisasi, karena sebagian besar orang menghabiskan sebagian besar hidup mereka didalam pekerjaan (Okpara et al., 2005; dalam Uzma Rashid & Sadia Rashid 2011), pemahaman tentang faktor-faktor yang terlibat dalam kepuasan kerja sangat penting untuk meningkatkan kebahagiaan pekerja di tempat kerja. (Lise & Judge, 2004; dalam Uzma Rashid & Sadia Rashid 2011) penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bahagia adalah karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya, namun bahagia yang bersifat sementara itu terjadi karena karyawan tidak produktif, maka keberhasilan organisasi tergantung pada kepuasan tenaga kerja mereka. Dari beberapa pernyataan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan kepuasan kerja adalah suatu sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan, dimana sikap yang dimiliki dari masing-masing karyawan sesuai dengan keinginan mereka, dan karyawan akan memiliki perasaan atau keadaan pikiran yang sehubungan dengan lingkungan kerja mereka, Maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi, akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan. Hal tersebut akan membuat perusahaan atau lembaga kepuasan kerja dapat berhasil melaksanakan rencana mereka dan mencapai apa yang dituju.

15 2.1.1.2 Indikator Kepuasan Kerja (Judge & Sari, 2004:dalam Mehvish Ali, Khansa Hayat, Nosheen Sarwat,& Javeria Ashfaq Qureshi 2011) indikator kepuasan kerja yaitu: 1. Gaji atau Upah: Jumlah dan rasa keadilannya. 2. Promosi: Peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi. 3. Manfaat: Memperoleh pengembangan karier dan pencapaian tujuan organisasi. 4. Rekan kerja: Rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten. 5. Kondisi kerja: Tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak. 6. Supervisor: Keadilan dan kompetensi penugasan manajerial oleh penyedia. 7. Keamanan: Mendapatkan suasana kerja yang sesuai dengan lingkungan pekerjaan, serta fasilitas yang memadai. 8. Budaya organisasi: Kebijakan, prosedur, dan aturan. 9. Kesempatan pertumbuhan: Berbagai informasi di dalam organisasi (verbal maupun nonverbal). Robbins, S. P., & Judge, T. A., (2007) dalam bukunya yang berjudul Perilaku Organisasi mengajukan empat variabel yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, yaitu: 1. Pekerjaan menantang secara mental. 2. Penghargaan yang memadai. 3. Kondisi kerja yang mendukung. 4. Kolega yang mendukung. Pekerjaan yang menantang secara mental - pekerja cenderung memiliki pekerjaan dengan memberikan kesempatan mereka menggunakan keahlian dan kemampuan serta menawarkan variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang cenderung membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu menantang cenderung membuat frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi moderat-menantang, sebagian besar pekerja akan mengalami kepuasan. Reward yang memadai kecenderungan pekerja dalam menginginkan sistem penghasilan dan kebijakan promosi yang diyakini adil, tidak mendua, dan sejalan

16 dengan harapannya. Saat pekerja menganggap bahwa penghasilan yang diterima setimpal dengan tuntunan pekerjaan, tingkat keahlian, dan sama berlakunya bagi pekerja lain, maka kepuasan akan muncul. Kondisi kerja yang mendukung perhatian pekerja pada lingkungan kerja, baik kenyamanan ataupun fasilitas yang memungkinkan mereka melakukan pekerjaan secara baik. Kolega yang mendukung pekerja selain bekerja, juga mencari kehidupan sosial. Tidak mengejutkan bahwa dukungan rekan kerja mampu meningkatkan kepuasan kerja dari seorang pekerja. Perilaku atasan juga sangat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Studi membuktikan bahwa kepuasan kerja meningkat ketika supervisor dianggap bersahabat dan mau memahami, serta melontarkan pujian untuk kinerja yang bagus, mendengarkan pendapat pekerja, dan menunjukkan minat personal terhadap mereka. 2.1.1.3 Cara Peningkatan Kepuasan Kerja (Schultz, 1982: dalam Uzma Rashid & Sadia Rashid 2011) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan faktor motivasi yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan kepuasan kerja pada diri karyawan: 1. Sifat dari pekerjaan orang tersebut: memahami tiap-tiap pekerjaan dari masingmasing karyawan, dan merancang serta membuat pekerjaan menjadi lebih baik dan menantang. 2. Rasa prestasi: meningkatkan prestasi dengan tugas organisasi dan kegiatan yang diambil dari pertimbangan karyawan, dengan menetapkan tujuan yang lebih tinggi. 3. Tanggung jawab: memberikan tanggung jawab positif kepada karyawan agar membuat mereka merasa diakui dan membawa kepuasan intern yang mengarah ke peningkatan efisiensi organisasi. 4. Pengembangan pribadi dan pertumbuhan: memberikan kesempatan untuk kemajuan karyawan dalam akademisi, serta memberikan kesempatan untuk promosi dan pembangunan dalam organisasi atau bidang pekerjaan.

17 5. Pengakuan untuk pekerjaan yang baik: lebih dari sekedar membuat gaji yang baik yang merupakan kesempatan untuk memotivasi karyawan, agar menghasilkan kinerja dan kepuasan kerja yang tinggi. 6. Umpan balik: memberikan peningkatan, berupa pengembangan karir yang berkontribusi langsung terhadap kepuasan kerja dan berbagai macam penghargaan atas pekerjaan, serta kenaikan gaji. 2.1.2 Komitmen Organisasi 2.1.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan perasaan tanggung jawab yang dimiliki karyawan terhadap misi organisasi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu ikatan emosional antara karyawan dengan organisasi, dan merupakan pengaruh dari perlakuan yang dilakukan karyawan bagi organisasi (Amernic & Aranya 2010: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011). (Irving dan Taylor: dalam Bansal 2004) mendefinisikan komitmen kerja sebagai kekuatan yang mengikat pada suatu tindakan seseorang, yang memiliki relevansi dengan satu sasaran atau lebih. Mowday (1982) dalam Sopiah (2008: 155) komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Dari beberapa pernyataan para ahli diatas maka dapat disimpulkan komitmen kerja organisasi adalah suatu sikap karyawan dimana karyawan memiliki keinginan untuk mengikatkan diri dengan organisasinya atau perusahaannya dan karyawan yakin dan nyaman akan organisasi tempat ia bekerja. Karyawan yang memiliki komitmen dengan organisasi maka biasanya akan menetap lama di dalam organisasi itu karena merasa terikat dengan organisasi.

18 2.1.2.2 Indikator Komitmen Organisasi (Karim dan Noor, 2006) indikator komitmen organisasi, yaitu : 1. Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. 2. Kemauan untuk mengerahkan upaya besar atas namanya untuk mendapatkan kepercayaan. 3. Penerimaan atas tujuan organisasi. (Cut Zurnali, 2010) mengemukakan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen, yaitu: 1. Komitmen afektif (Affective Commitment), yaitu dimana keterlibatan emosional seseorang pada organisasinya berupa perasaan cinta pada organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya. 2. Komitmen berkelanjutan (Continuance Commitment), yaitu persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen berkelanjutan, yaitu melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi, dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. 3. Komitmen normatif (Normative Commitment), yaitu sebuah dimensi moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang mempekerjakannya. 2.1.2.3 Cara Peningkatan Komitmen Organisasi Dessler dalam Luthans (2006;250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan faktor pengaruh individu yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan: 1. Berkomitmen pada nilai manusia: membuat aturan tertulis, memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.

19 2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda: memperjelas misi dan ideologi, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi. 3. Menjamin keadilan organisasi: memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4. Menciptakan rasa komunitas: membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, kerja tim, dan berkumpul bersama. 5. Mendukung perkembangan karyawan: melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukkan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan, menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 2.1.3 Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior) 2.1.3.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Perilaku Kewarganegaraan Organisasi "OCB" adalah perilaku khusus individu dalam organisasi. Perilaku Kewarganegaraan Organisasi bukanlah sesuatu yang penting bagi setiap karyawan, itu bukan bagian dari peran karyawan, tetapi itu merupakan kegiatan ekstra dari karyawan yang tergantung pada atasan dan hubungan karyawan (Elizabeth Wolfe Morrison 1994: dalam Mehvish Ali, Khansa Hayat, Nosheen Sarwat, & Javeria Ashfaq Qureshi 2011). (Moorman, Blakely, & Niehoff 1988: dalam Mehvish Ali, Khansa Hayat, Nosheen Sarwat, & Javeria Ashfaq Qureshi 2011) mendefinisikan perilaku kewarganegaraan organisasi bukanlah sesuatu yang harus dilakukan dari salah satu di organisasi karena itu adalah kegiatan ekstra dari karyawan untuk organisasi mereka. Karyawan dalam suatu organisasi atau lembaga yang terlibat dalam perilaku kewarganegaraan organisasi lebih dihormati dan lebih baik dalam organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ketika setiap orang yang melakukan perilaku kewarganegaraan dalam organisasi menunjukkan bahwa orang-orang tersebut sangat penting bagi organisasi, karena mereka lebih produktif untuk organisasi daripada karyawan lainnya.

20 Perilaku Kewarganegaraan Organisasi memberikan kontribusi yang besar dalam masalah pekerjaan dalam bidang manajemen, Namun itu tidak terlalu produktif dalam penerimaan di suatu lembaga atau perusahaan, karena efek yang ada di dalam perilaku organisasi itu memiliki efek yang sangat kecil untuk perilaku eksternal, Jika pendidikan dalam suatu lembaga atau perusahaan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan dengan peran dan pekerjaan mereka daripada keinginan yang memotivasi mereka untuk meningkatkan kegiatan mereka. (Mackenzie, Podsakoff & belenggu 1993: dalam Mehvish Ali, Khansa Hayat, Nosheen Sarwat, & Javeria Ashfaq Qureshi 2011). Kumar et al. (2009) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang memberikan kontribusi pada terciptanya efektifitas organisasi dan tidak berkaitan langsung dengan sistem reward organisasi. Organ et al. (2006:8) menggambarkan OCB sebagai perilaku individual yangbersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan (agregat) meningkatkan efisiensi dan efektifitas fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran, atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi, melainkan sebagai pilihan personal. Definisi tersebut menjelaskan bahwa perilaku yang didasari oleh keinginan pribadi yang dilakukan di luar tugas formalnya dan tidak berkaitan langsung atau secara eksplisit dengan sistem pemberian penghargaan dan memberi kontribusi pada peningkatan fungsi efektif suatu organisasi. 2.1.3.2 Indikator Organizational Citizenship Behavior Menurut (Organ et al. 2006) indikator Organizational Citizenship Behavior, yaitu : 1. Kerjasama tim (Altruism), memberikan pertolongan kepada rekan kerja yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. 2. Disiplin dalam bekerja (Conscientiousness), perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas pegawai.

21 3. Tidak mengeluh dalam bekerja (Sportmanship), kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh dan tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya. 4. Menjaga citra perusahaan (Courtessy), menghargai dan memperhatikan orang lain. 5. Profesional dalam menggunakan aset (Civic Virtue), meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni, seperti keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi dan memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap penting. 2.1.3.3 Cara Peningkatan Organizational Citizenship Behavior Menurut Gunawan (2011) ada beberapa manfaat dari OCB antara lain : 1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja, a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut. b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok. 2. OCB meningkatkan produktivitas manajer, a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen. 3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan.

22 b. Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting. c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut. d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan. 4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok, a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok. b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang. 5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja, a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok. b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.

23 6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik, a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik. b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahanpermasalahan kecil), akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada perusahaan. 7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi, a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat sehingga akan meningkatkan stabilitas dari kinerja unit kerja. b. Karyawan yang conseientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. 8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, a. Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat. b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuanpertemuan di perusahaan akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh perusahaan.

24 2.1.4 Kinerja Karyawan 2.1.4.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja karyawan berarti seberapa baik kemampuan yang dilakukan karyawan, dibandingkan dengan tugas-tugas yang telah ditugaskan, dan kemudian dievaluasi. Kinerja karyawan tergantung pada sikap pemimpin dan ditingkatkan ketika pemimpin bebas untuk menangani isu-isu khusus yang timbul dari para pekerja (Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011). (Rodwell, Kienzle & Shadur, 1998: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011) mengungkapkan, komunikasi merupakan elemen yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu organisasi. Komunikasi bukan akar untuk meningkatkan kinerja, tetapi itu adalah dasar dari metode lain, seperti kerja tim dan cara berpikir karyawan yang merupakan dasar langsung kunci untuk meningkatkan kinerja. Kinerja juga meningkat dengan memberikan asumsi bahwa pentingnya pendapat dari para karyawan. Motivasi kinerja karyawan meningkat ketika pemimpin mereka memberi mereka kesempatan untuk menyuarakan pandangan mereka dan mengkomunikasikan saran mereka. Karena karyawan mempelajari keterampilan penting dan pengalaman dari satu sama lain dan komitmen untuk meningkatkan kinerja (Huang, iun, Liu & Gong 2010). Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu proses dimana karyawan menjadi hal utama yang terlibat dalam proses peningkatan kinerja perusahaan. Kinerja karyawan merupakan kemampuan yang dilakukan karyawan atas tugas-tugasnya di dalam perusahaan, yang bergantung pada sikap seorang pemimpin dan tingkat komunikasi untuk meningkatkan cara berpikir karyawan, yang menjadi motivasi mereka untuk mempelajari keterampilan penting guna meningkatkan kinerja perusahaan.

25 2.1.4.2 Indikator Kinerja Karyawan (Rivai & Veithzal, 2005: 324) indikator kinerja karyawan, yaitu : 1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. 2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke bidang operasional perusahaan secara menyeluruh. Pada intinya setiap individu atau karyawan pada setiap perusahaan memahami tugas, fungsi serta tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan. 3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemapuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lainlain. (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005: 18-19) menyebutkan aspek-aspek standar kinerja yang terdiri dari: 1. Aspek Kuantitatif, meliputi: - Proses kerja dan kondisi kerja. - Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan. - Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. - Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. 2. Aspek Kualitatif, meliputi: - Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan. - Tingkat kemampuan dalam bekerja. - Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan. - Kemampuan mengevaluasi (keluhan konsumen).

26 2.1.4.3 Cara Peningkatan Kinerja Karyawan (Schmid, 2006: dalam Javeria Ashfaq Qureshi, Khansa Hayat, Mehwish Ali, & Nosheen Sarwat 2011) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sikap pemimpin yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan kinerja pada diri karyawan : 1. Menangani isu-isu khusus yang timbul dari karyawan. 2. Memberikan apresiasi berupa penghargaan dan kesempatan untuk umpan balik dari karyawan, agar karyawan merasa dihargai dan puas atas pekerjaannya. 3. Menjadi pemimpin yang memiliki keterampilan, sesuai dengan standar kinerja, dan berbeda dengan asosiasi lain. 4. Membimbing lingkungan kerja yang positif untuk meningkatkan kinerja organisasi. 5. Meningkatkan motivasi karyawan dengan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk menyuarakan pandangan mereka, dan mengkomunikasikan saran mereka. 2.2 Kajian Penelitian Terdahulu Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelusuran lebih lanjut dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut ini adalah penelitian terdahulu : 1. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Morrison, 1994: dalam Mehvish Ali, Khansa Hayat, Nosheen Sarwat, & Javeria Ashfaq Qureshi 2011) tentang Job Attitudes as a predictor of employee performance Evidence from Public Sector of Pakistan mengatakan bahwa komitmen afektif memiliki dampak yang kuat pada Organizational Citizenship Behavior (OCB), karyawan yang memiliki komitmen dengan organisasi dan pekerjaan dalam organisasi mereka, maka mereka cenderung lebih suka terlibat dalam Organizational Citizenship Behavior (OCB) (membantu dan suara).

27 2. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Yahaya, Arshad, Ismail, Yaelam, Zakaria, 2009) tentang Job Attitudes as a predictor of employee performance Evidence from Public Sector of Pakistan mengatakan bahwa karyawan yang bekerja di organisasi sektor publik memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, karena mereka memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri. Dan sebaliknya, kurangnya kondisi lingkungan kerja yang baik untuk mereka, akan menyebabkan karyawan menjadi kurang kompatibel untuk mendapatkan omset di dalam perusahaan. 3. Hasil penelitian yang telah dilakukan (Moser, Galais, 2007) tentang "Impact of Job Satisfaction and Organizational Commitment on Employee Performance, Evidence from Pakistan menghasilkan kesimpulan bahwa, dengan meningkatkan kepemilikan kesempatan kerja, ada dampak moderat kepuasan kerja yang meningkat terhadap kinerja karyawan. 2.3 Kerangka Pemikiran KEPUASAN KERJA OCB KINERJA KARYAWAN KOMITMEN ORGANISASI Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

28 2.4 Hipotesis Menurut Sekaran (2006 : 135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dari kerangka berpikir dan tinjauan pustaka diatas, dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara terhadap variabel-variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut : Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: Untuk T-1: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ha: Terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Untuk T-2: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ha: Terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Untuk T-3: Ho: Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ha: Terdapat pengaruh secara simultan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).

29 Untuk T-4 Ho: Tidak terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Ha: Terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Untuk T-5: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Ha: Terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Untuk T-6: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja karyawan. Ha: Terdapat pengaruh antara Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja karyawan. Untuk T-7: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan melalui Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ha: Terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan melalui Organizational Citizenship Behavior (OCB). Untuk T-8: Ho: Tidak terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan melalui Organizational Citizenship Behavior (OCB). Ha: Terdapat pengaruh antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan melalui Organizational Citizenship Behavior (OCB). Untuk T-9: Ho: Tidak terdapat pengaruh secara simultan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja karyawan. Ha: Terdapat pengaruh secara simultan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja karyawan.

30