BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai kota metropolitan, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota tujuan kaum urban untuk bermukim. Richard L Forstall (dalam Ismawan 2008) menempatkan Jakarta di urutan ketiga kota terbesar di dunia. Hal ini tentu berdampak pada permasalahan pertumbuhan ekonomi di Jakarta. Lingkungan permukiman padat penduduk merepresentasikan keadaan perekonomian menengah ke bawah yang berimplikasi pada rendahnya tingkat pendidikan sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kepedulian akan keselamatan dalam bermukim. Salah satu permasalahan yang identik dengan eksistensi permukiman padat tersebut adalah masalah kebakaran. Kebakaran di wilayah kota merupakan gejala yang umumnya sejalan dengan perkembangan kota itu sendiri, artinya dengan adanya perkembangan kota terjadi pula peningkatan kuantitas dan kualitas kebakaran, ancaman bahaya kebakaran semakin kompleks 1. Dilihat dari data peristiwa kebakaran, kota Jakarta merupakan kota yang rawan bahaya kebakaran. Setiap tahun di Jakarta tercatat sekitar 800 kasus kebakaran yang menimbulkan kerugian ratusan milyar rupiah (Ramli, 2010:2). Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, puncak kebakaran di DKI Jakarta terjadi pada tahun 2012, yaitu mencapai 1.039 kasus dan kerugiannya ditaksir hingga 200 milyar rupiah. Memasuki tahun 2013, frekuensi kebakaran terus meningkat, tercatat lebih dari 50 kasus setiap bulannya. Hingga bulan September 2013, telah terjadi 729 kasus kebakaran di DKI Jakarta dengan kerugian jiwa meninggal 35 orang. Dari tahun 2008- September 2013, wilayah dengan intensitas kebakaran tertinggi adalah Jakarta Barat dengan jumlah frekuensi sebanyak 1.232 kasus. 1 http://fitriwardhono.wordpress.com diakses pada tanggal 27 April 2014, 11:00 wib 1
Jakarta Barat merupakan wilayah di DKI Jakarta dengan luas 126,15 km2 2. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010 penduduk wilayah Jakarta Barat adalah 2.281.945 jiwa dengan kepadatan rata-rata penduduknya 17.663.17 /km 2. Seiring berjalannya waktu, wilayah Jakarta Barat tumbuh sebagai lingkungan pemukiman secara alami (sebuah wilayah yang tumbuh menjadi besar secara alami tanpa menjalani proses perencanaan kota) dan tidak teratur. Hal ini dapat ditinjau dari tingkat kerapatan antar bangunan dan bentukan bangunan yang berbeda-beda. Selain itu, perilaku kelalaian masyarakat seperti pencurian listrik, mengganti sekering dengan kawat, merokok, penggunaan kompor minyak, hingga penggunaan lilin api untuk penerangan di ruang-ruang yang mudah terbakar dapat memicu kebakaran. Secara garis besar, ada dua sikap yang dapat dilakukan untuk mengatasi ancaman kebakaran. Pertama, pencegahan, yakni antisipasi jika peristiwa kebakaran itu belum terjadi. Kedua, pemadaman dan penyelamatan, yakni jika peristiwa kebakaran itu sudah terjadi. Sikap pencegahan dapat dirinci atas, kesiapan menghadapi bencana dan ketersediaan pedoman pembangunan di wilayah kota untuk pencegahan kebakaran. Kesiapan menghadapi bencana antara lain meliputi, pencegahan meluasnya kebakaran dengan sikap tanggap darurat, pencegahan awal kebakaran, peningkatan kesiapan penanggulangan kebakaran, pemberdayaan respon darurat tahap awal, manajemen informasi dan pencegahan meluasnya kebakaran. Sedangkan ketersediaan pedoman pembangunan lebih merupakan urusan pihak-pihak terkait dalam lingkup pemerintah kota. Untuk sikap pemadaman dan penyelamatan, hal ini terkait dengan operasi dari instansi yang bertanggung jawab karena di sini dibutuhkan pendidikan dan keahlian khusus. Dengan demikian, upaya pemadaman dan penyelamatan lebih merupakan urusan pihak-pihak terkait dalam lingkup pemerintah kota. Peran serta masyarakat lebih berada pada sisi pencegahan, berupa kesadaran, kepedulian dan ketrampilan 3. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pengetahuan masyarakat mengenai kesadaran dan kesiapan dalam mengantisipasi bencana kebakaran masih sangat 2 http://www.jakarta.go.id/web/news/geografis-jakarta/ diakses pada tanggal 23 Mei 2014, 17:32 wib 3 http://fitriwardhono.wordpress.com/2011/09/25/ diakses pada tanggal 28 April 2014, 10:30 wib 2
minim. Dengan kata lain, minimnya tanggap darurat dalam menghadapi bencana kebakaran. Tanggap darurat mencakup kegiatan kesiapsiagaan bencana dan atau pada saat terjadi bencana. Tanggap darurat bertujuan untuk mencegah bertambah besarnya jumlah korban dan kerusakan atau kerugian akibat kebakaran (Nurjanah, 2012:56). Menurut Ramli dalam Manajemen Kebakaran, jenis api yang terjadi pada kebakaran di daerah perumahan dan pemukiman adalah api terbuka, sehingga penjalaran api cepat, karena jarak bangunan, bahan yang terbakar serta kecepatan api dalam proses pembakaran dan adanya dukungan angin yang mendorong intensitas api. Faktor inilah yang menyebabkan kerugian akibat kebakaran meningkat setiap tahunnya. Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perlu adanya kampanye sosial mengenai upaya untuk menghadapi masalah kebakaran. Masyarakat diminta untuk lebih tanggap terhadap permasalahan kebakaran. Sikap tanggap darurat bertujuan untuk mencegah kebakaran awal dengan harapan dapat mengurangi jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan kebakaran. I.2 Permasalahan I.2.1 Identifikasi Masalah Dari penjabaran latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Sebagai kota dengan pertumbuhan ekonomi yang maju menjadikan Jakarta sebagai tujuan kaum urban untuk bermukim. Salah satu permasalahan yang identik dengan eksistensi permukiman padat tersebut adalah masalah kebakaran. 2. Puncak kebakaran di DKI Jakarta terjadi pada tahun 2012, yaitu mencapai 1.039 kasus dan kerugiannya ditaksir hingga 200 milyar rupiah. Kemudian pada tahun 2008- September 2013, wilayah dengan intensitas kebakaran tertinggi adalah Jakarta Barat dengan jumlah frekuensi sebanyak 1.232 kasus. 3. Minimnya kesadaran di kalangan masyarakat mengenai bahaya kebakaran yang disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai kebakaran. 3
4. Minimnya pengatahuan mengenai tanggap darurat kebakaran. I.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana merancang konsep kampanye sosial tanggap darurat kebakaran di kawasan padat penduduk DKI Jakarta? I.3 Ruang Lingkup Pada perancangan karya tugas akhir ini, ruang lingkup yang penulis teliti pada proses perancangan kampanye sosial ini adalah : 1. Apa Perancangan media sosialisasi dalam bentuk kampanye sosial. 2. Bagian Mana Kampanye ini akan mencakup tindakan pemadam awal untuk mencegah bertambah besarnya jumlah korban dan kerugian. 3. Siapa Segment yang akan dicapai dari kampanye ini yaitu orang tua dengan kisaran usia 27-45 tahun. 4. Dimana Pelaksanaan awal kampanye akan diadakan di wilayah Jakarta Barat karena tercatat sebagai wilayah dengan intensitas kebakaran paling tinggi, kemudian berlanjut keseluruh wilayah DKI Jakarta. 4
5. Kapan Kampanye sosial ini dimulai dari tahap pengumpulan data yang dilakukan sejak bulan Februari-Mei 2014. Kemudian tahap proses perancangan kampanye dilakukan mulai bulan Februari-Juli 2014. Tahap ini akan menentukan konsep dan bentuk kegiatan kampanye yang akan dilakukan. Kemudian tahap pelaksanaan kampanye akan dimulai pada bulan Juni 2014. Kampanye akan dilaksanakan secara terencana dan bertahap melalui penyebaran media yang berbeda setiap bulannya, sampai akhirnya pada tahap action akan dilaksanakan penyuluhan pada bulan Maret 2015 yang bertepatan dengan HUT Pemadam Kebakaran. I.4 Tujuan Perancangan Sejalan dengan rumusan masalah diatas, perancangan karya tugas akhir ini disusun dengan tujuan untuk : Merancang konsep kampanye sosial tanggap darurat kebakaran di kawasan padat penduduk DKI Jakarta. I.5 Manfaat Perancangan Proposal pengantar karya tugas akhir mengenai Perancangan Kampanye Sosial Tanggap Darurat Bencana Kebakaran di DKI Jakarta disusun dengan harapan proposal ini dapat memberikan manfaat bagi: I.5.1 Institusi Melalui perancangan kampanye sosial ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Dinas Pemadam Kebakaran dalam membantu melakukan penanggulangan awal kebakaran ketika api masih kecil sampai bantuan dinas kebakaran tiba dilokasi kejadian. 5
I.5.2 Pembaca Manfaat perancangan bagi pembaca adalah pembaca mendapatkan informasi mengenai kebakaran, mulai dari penyebabnya, pencegahannya sampai bagaimana cara menyikapinya apabila terjadi bencana kebakaran. I.5.3 Penulis Adapun manfaat penulisan proposal perancangan bagi penulis sendiri adalah sebagai berikut : a. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama perkuliahan di Fakultas Kreatif Telkom University. b. Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat bencana kebakaran. c. Sebagai wahana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hal apa saja yang dapat diupayakan dari sisi desain komunikasi visual dalam membuat konsep kampanye sosial sikap tanggap darurat sebagai upaya untuk penanggulangan bencana kebakaran awal. I.6 Metode Penelitian I.6.1 Metode yang digunakan Perancangan karya tugas akhir ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial di masyarakat atau kemanusiaan. Proses penelitian menggunakan metode kualitatif ini melibatkan upaya penting seperti mengumpulkan data spesifik dari para partisipan, menganalisis dan menafsirkan makna data (Creswell, 2007:5). Dalam hal ini penulis meneliti fenomena yang terjadi di masyarakat mengenai kebakaran. Data-data yang diperoleh akan dikaji sehingga menjadi media sosialisasi dalam bentuk kampanye sosial tanggap darurat bencana kebakaran. 6
I.6.2 Metode Pengumpulan Data Data yang dihimpun penulis menggunakan metode kualitatif menggunakan cara-cara sebagai berikut : 1. Metode Studi Pustaka Merupakan metode pengumpulan data dengan cara menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah mengenai manajamenen kebakaran, buku mengenai manajemen kampanye, kiat sukses strategi kampanye, laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis dan sumber-sumber tertulis lain baik cetak maupun elektronik. 2. Metode Wawancara Merupakan metode yang dilakukan dengan cara tatap muka dan tanya jawab langsung antara penulis dengan narasumber atau sumber data. Penulis melakukan wawancara dengan Komandan Pleton Sektor Pancoran, Sumarno, Komandan Latihan Ka. Sie. Lat, M. Tasor dan Ketua Bidang Partimas (Partisipasi Masyarakat), Paryo. 3. Metode Observasi Merupakan metode dengan cara melakukan pengamatan terhadap gejala- gejala yang diselidiki. 4. Metode Kuisioner (Angket) Merupakan metode dengan menggunakan sistem pertanyaan yang dibagikan kepada responden. Penelitian menggunakan metode kuesioner angket ini memerlukan responden dalam jumlah yang cukup agar mendapatkan info tentang seberapa pengetahuan mereka tentang 7
bahaya api dan kebakaran. Responden yang menjadi sasaran utama penulis adalah orang tua diwilayah pemukiman Jakarta Barat dengan kisaran usia 27-45 tahun. Hal ini menjadi penting sebab yang digali dari kuisioner itu cenderung informasi umum tentang fakta atau opini yang diberikan oleh responden. Karena informasi bersifat umum maka diperlukan responden dalam jumlah cukup agar informasi mengenai tanggap darurat bencana kebakaran didapat dengan baik. I.7 Kerangka Perancangan RUANG LINGKUP MASALAH 1. Ekonomi Sebagai kota terbesar di dunia, tentu berdampak pada pertumbuhan perekonomian di DKI Jakarta. Hal ini berimplikasi pada rendahnya tingkat kepedulian akan keselamatan dalam bermukim. 2. Budaya Menjadikan DKI Jakarta sebagai tujuan kaum urban untuk bermukim di kota ini. 3. Sosial Kebakaran menjadi salah satu masalah yang identik dengan eksistensi pemukiman padat. FENOMENA Setiap tahun di Jakarta tercatat sekitar 800 kasus atau 2-3 kali kebakaran setiap harinya. Namun sejauh ini belum ada upaya sistematis untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran di tengah masyarakat khususnya pemukiman padat, sehingga menimbulkan kerugian ratusan milyaran rupiah. FOKUS MASALAH Peningkatan kesiapan menghadapi bencana kebakaran awal 8
OPINI 1. Minimnya pemahaman akan persiapan menghadapi bencana kebakaran. 2. Terbatasnya media untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai ancaman bahaya kebakaran. 3. Saat terjadinya kebakaran, keadaan masyarakat cenderung panik sehingga tidak tahu hal apa yang seharusnya dilakukan. ISU Penanggulangan bencana kebakaran hanya dapat diatasi oleh pihak pemadam kebakaran. HIPOTESA Upaya penanggulangan bencana kebakaran awal, dapat diatasi dengan sikap tanggap darurat. Hal ini dilakukan agar api tidak cepat menjalar kerumah disekelilingnya sehingga menimbulkan kerugian. INTI MASALAH Merubah pola pikir masyarakat bahwa penanggulangan kebakaran bukan hanya tanggung jawab pemadam kebakaran. SOLUSI Upayakan dari sisi desain komunikasi visual dalam membuat konsep kampanye sosial sikap tanggap darurat sebagai tindakan pemadaman awal kebakaran. 9
I.8 Pembabakan 1. Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang permasalahan yang dirumuskan melalui melalui fenomena meningkatnya kasus bencana kebakaran, menjelaskan tentang fokus permasalahan melalui identifikasi masalah, rumusan masalah dan batasan masalah. Bab ini juga menjelaskan mengenai tujuan perancangan dan cara mengumpulkan data yang kemudian diteliti sebagai acuan perancangan karya. 2. Bab II Dasar Pemikiran Menjelaskan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan untuk digunakan sebagai acuan perancangan kampanye sosial tanggap darurat kebakaran. 3. Bab III Data dan Analisis Masalah Berisi tentang data institusi pemberi proyek, data produk mengenai kebakaran serta data khalayak sasaran yang didapatkan dari hasil pengumpulan data (studi pustaka, wawancara, observasi dan kuisioner) kemudian menjelaskan analisis menggunakan SWOT serta analisis data sejenis. 4. Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan Berisi tentang konsep pesan (ide besar), konsep kreatif (pendekatan), konsep media (media apa saja yang digunakan, perencanaan media dan biaya media) dan konsep visual (tipografi, bentuk, warna dan gaya visual). Bab ini juga menampilkan hasil perancangan mulai dari sketsa hingga penerapan viual pada media. 5. Bab V Penutup Berisi kesimpulan dan saran pada waktu sidang. 10