7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0 8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT). Alat pembersih di rumah (1) (2) Sapu 1 0 Penyedot debu 0 1 Dilap/ dipel 0 0 9. Peubah rancangan riwayat alergi Orang tua (RIWAYAT) Riwayat alergi (1) (2) (3) Ibu 1 0 0 Ayah 0 1 0 Keduanya 0 0 1 Tidak keduanya 0 0 0 10. Peubah rancangan pernah menderita Rhinitis (RHINITIS). Rhinitis (1) Ya 1 Tidak 0 11. Peubah rancangan pernah menderita Eksim (EKSIM) Eksim (1) Ya 1 Tidak 0 Metode Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1. Analisis eksploratif pada data yang akan digunakan. 2. Pendugaan parameter dengan membuat model regresi logistik. 3. Pengujian parameter secara serentak dengan menggunakan Uji-G dan statistika Uji-Wald untuk melihat pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah respon. 4. Mereduksi peubah-peubah bebas yang tidak signifikan terhadap peubah respon. 5. Lakukan kembali langkah pada no.2 untuk mendapatkan model yang lebih baik dengan peubah bebas yang signifikan berpengaruh terhadap peubah respon. 6. Interpretasi koefisien model regresi logistik Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAS 8 dan SPSS 11.5. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Rerponden Persentase jumlah penderita alergi asma di Semarang dapat dilihat pada Gambar 1. Dari data survei terdapat 9.25% anak-anak di Semarang terserang alergi asma dan 90.75% tidak terserang alergi asma. Prevalensi Asma pada Anak Usia 6-7 Tahun di Semarang 90.75 tidak asma asma 9.25 Gambar 1. Grafik Prevalensi Asma anak usia 6-7 tahun di Semarang Prevalensi alergi asma di Semarang adalah sebesar 9.25%. Prevalensi ini masih tergolong lebih kecil jika dibandingkan dengan di kota besar seperti Jakarta yang dilaporkan mengalami peningkatan dari 16.4% (tahun 1991) menjadi 17.8% (tahun 1996) untuk penyakit asma (Kartasasmita, 2003). Tabel 1. Karakteristik murid SD di Semarang Faktor Risiko Jumlah Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki Permpuan 2. Tungou Lalat Kecoa Lainnya 3. Pendidikan Ibu SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi 4. Frek bus/truk Sepanjang hari Sering Jarang 546 524 3 816 201 50 191 119 403 357 102 240 60 668 51.03 48.97 0.28 76.26 18.79 4.67 17.9 11.1 37.7 33.4 9.53 22.43 5.61 62.43 4
Faktor Risiko 5. Pemberian ASI Ya Tidak 6. Memelihara kucing/anjing 7. Tempat tidur Kasur Busa Lainnya 8. Alat pembersih di rumah Sapu Penyedot debu Dilap/dipel 9. Riwayat alergi pada orang tua Ibu Ayah Ibu dan ayah Keduanya tidak pernah alergi 10. Pernah menderita Rhinitis 11. Pernah menderita Eksim Jumlah Persentase (%) 950 120 123 947 649 312 109 867 47 156 141 305 84 540 123 947 110 960 88.79 11.21 11.5 88.5 60.65 29.16 10.19 81.03 4.39 14.58 13.18 28.5 7.85 50.47 11.5 88.5 10.28 89.72 Pada kelompok anak laki-laki, persentase yang menderita alergi asma lebih tinggi yaitu sebanyak 53 (9.71%) anak, sedangkan pada kelompok anak perempuan sebesar 46 ( 8.78%) anak (Lampiran 1). Pendidikan ibu pada sebagian besar dari responden adalah SLTA. Kebanyakan dari responden yang terserang asma memiliki orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas. Pemberian asi waktu masih bayi terlihat lebih besar yaitu sebanyak 950 (88.79%) anak, sedangkan yang menggunakan susu buatan sebesar 120 (11.21%) anak. Dari hasil tabulasi silang antara status asma dengan faktor pemberian asi, secara umum terlihat bahwa persentase anak yang tidak diberi asi cenderung untuk menderita asma. Pada penggunaan tempat tidur sebagian besar responden menggunakan kasur yaitu sebesar 649 (60.65%) responden. Pada hasil tabulasi silang berdasarkan status asma terlihat bahwa responden cenderung menderita asma apabila menggunakan tempat tidur dari kasur. Selain itu menurut riwayat alergi yang pernah dijumpai pada kedua orang tua menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki orang tua yang tidak dijumpai alergi, yaitu sebanyak 540 (50.47%). Dari hasil tabulasi silang responden yang menderita asma lebih banyak dijumpai apabila kedua orang tuanya pernah mengalami alergi. Analisis Regresi Logistik Pendugaan parameter pada model penuh menghasilkan nilai Statistik-G sebesar 133.074 dengan nilai p=0.000. Model penuh dapat diterima secara statistik karena nilai p lebih kecil dari taraf nyata á=0.05. Berarti model yang dibangun layak atau minimal ada satu âi yang tidak sama dengan nol. Berdasarkan uji Wald dari model logistik yang terlihat pada Tabel 2, peubah jenis kelamin, pendidikan terakhir ibu, tingkat seringnya bus atau truk yang melintas di depan rumah, memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita eksim menghasilkan nilai-p yang lebih besar dari á=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah tersebut tidak berpengaruh nyata secara statistik, sedangkan peubah-peubah yang signifikan berpengaruh nyata pada taraf á=0.05 adalah peubah pemberian asi, jenis serangga utama yang sering dijumpai di rumah, riwayat alergi pada orang tua, tempat tidur yang dipakai, dan pernah menderita alergi rhinitis. Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik model penuh Peubah B Wald Nilai p Konstanta 3.699 31.890 0.000 Jenis Kelamin JK (1) -0.100 0.177 0.674 Pendidikan ibu PDDK_IBU (1) 0.382 1.149 0.284 PDDK_IBU (2) -0.422 0.730 0.393 PDDK_IBU (3) 0.218 0.551 0.458 Polutan Bus/truk BUS/TRUK (1) 0.415 1.200 0.273 BUS/TRUK (2) 0.434 2.476 0.116 BUS/TRUK (3) 0.398 0.652 0.419 Pemberian ASI (1) -0.676 4.658 0.031* SRG (1) -1.309 2.713 0.100 SRG (2) 0.788 0.365 0.545 SRG (3) -0.630 5.782 0.016* 5
Memelihara binatang HEWAN(1) 0.358 1.105 0.293 Tempat tidur TMP_TDR (1) 0.775 4.378 0.036* TMP_TDR (2) 0.199 0.465 0.496 Alat pembersih ALAT (1) 0.619 2.671 0.102 ALAT (2) -1.206 1.203 0.273 RIWAYAT (1) 1.826 23.436 0.000* RIWAYAT (2) 1.530 20.140 0.000* RIWAYAT (3) 2.905 58.401 0.000* RHINITIS (1) 1.048 13.335 0.000* Pernah eksim EKSIM (1) 0.327 1.013 0.314 Statistik-G=133.074 Nilai p=0.000 Log-Likelihood=-263.384 Pereduksian peubah penjelas dari model penuh dapat dilakukan selama nilai Statistik G model tersebut masih lebih kecil dari nilai Khikuadrat dengan derajat bebas sebesar jumlah peubah-peubah bebas yang tidak direduksi dari model sebelumnya. Untuk mereduksi peubah peubah boneka harus dilakukan untuk seluruh kategori yang termasuk dalam peubah bebas induknya, tidak dapat dilakukan untuk satu kategori saja (Hosmer and Lemeshow, 1989). Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah masalah keberartian atau ketidakberartian peubah tersebut dari bidang keilmuan yang sedang diteliti. Peubah yang akan direduksi dari model penuh adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, Seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara binatang (kucing atau anjing), cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim. Adapun peubah yang lain tidak direduksi, karena peubah boneka yang lain dalam peubah induknya sebagian besar masih nyata secara statistik. Dilihat dari hasil uji wald yang kurang dari á=0.05 pada Tabel 3 terdapat lima peubah yang nyata secara statistik. Model di bawah memiliki nilai statistik-g sebesar 155.593 dan nilai p=0.000 sehingga model ini dapat diterima secara statistik. Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik model terreduksi tahap ke-i Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.844 44.071 0.000* ASI (1) -0.689 5.249 0.022* SRG (1) -1.121 2.106 0.147 SRG (2) 0.765 0.337 0.561 SRG (3) -0.597 5.47 0.019* Tempat tidur TMP_TDR (1) 0.588 2.908 0.088 TMP_TDR (2) 0.066 0.066 0.797 RIWAYAT (1) 1.892 26.105 0.000* RIWAYAT (2) 1.565 21.504 0.000* RIWAYAT (3) 2.920 61.492 0.000* RHINITIS (1) -1.045 14.739 0.000* Statistik G =155.593 Nilai-p=0.000 Log-Likelihood=272.125 Kebaikan model reduksi terhadap model penuh dilakukan dengan menguji kembali dengan statistik G. Nilai uji Statistik G yang digunakan untuk membandingkan model pada Tabel 2 dan Tabel 3 adalah G =-2( -272.125-(-263.384) ) =17.482 dimana, dengan derajat bebas sebelas, memiliki nilai p sebesar 0.094. Karena nilai p lebih besar dari nilai á=0.05, dapat disimpulkan bahwa peubah jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, seringnya bus atau truk melintas di depan rumah, pernah memelihara kucing atau anjing, cara membersihkan debu di rumah, pernah menderita alergi eksim dapat dikeluarkan dari model penuh. Pada model tereduksi di atas masih terdapat satu peubah boneka yang tidak nyata secara statistik, yaitu peubah tempat tidur. Oleh karena itu dibuat lagi model regresi logistik dengan mengeluarkan peubah boneka tempat tidur. Tabel 4 di bawah menghasil nilai statistik uji G=112.836 dengan nilai p=0.000 menunjukkan bahwa ada peubah bebas yang berperan nyata terhadap peubah respon. Dari uji parsial wald didapat bahwa lima peubah bebas, yaitu pemberian asi, jenis serangga utama, riwayat alergi pada ibu dan ayah, dan pernah menderita rhinitis nyata secara statistik. Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik model tereduksi dengan lima peubah bebas Peubah B Wald Nilai-p Konstanta 2.766 44.045 0.000 ASI (1) -0.679 5.153 0.023* SRG (1) -1.181 2.357 0.125 SRG (2) 0.691 0.277 0.598 SRG (3) -0.584 5.305 0.021* 6
RIWAYAT (1) 1.882 26.081 0.000* RIWAYAT (2) 1.554 21.266 0.000* RIWAYAT (3) 2.904 61.259 0.000* RHINITIS (1) 1.083 16.008 0.000* Statistik G =112.836 Nilai-p =0.000 Log-Likelihood =273.503 Untuk menguji kebaikan model reduksi pada Tabel 4 dilakukan dengan menguji kembali nilai statistik G. Nilai uji statistik G untuk membandingkan model pada Tabel 3 dan 4 adalah G =-2( -273.503 - (-272.125) ) = 2.756 Nilai p dengan derajat bebas dua sebesar 0.252. Hasil uji statistik G yang memiliki nilai p lebih besar dari á=0.05, peubah tempat tidur pada Tabel 3 dapat dikeluarkan dari model. Hasil reduksi dari model penuh diperoleh peubah-peubah yang dapat menerangkan kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun. Berdasarkan hasil pengujian secara parsial dari model regresi logistik menunjukkan bahwa kejadian asma pada anak usia 6-7 tahun di Semarang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (serangga), faktor makanan (pemberian asi waktu bayi), faktor genetik (riwayat alergi pada orang tua), dan keterkaitan antar alergi (rhinitis). Interpretasi Koefisien Rasio Odds Setelah melakukan pengujian model guna memilih model regresi logistik terbaik, selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai rasio odds dan selang kepercayaan setiap peubah yang telah di uji secara statistik. Hasil regresi logistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk peubah asi, anak yang diberi waktu masih bayi memiliki faktor risiko lebih kecil terkena asma, yaitu sebesar 0.507 kali bila dibandingkan dengan anak yang tidak diberi asi waktu masih bayi. Pengertian yang setara bahwa anak yang diberi susu buatan selain asi 1.97 kali lebih berisiko terkena asma dibandingkan dengan anak yang diberi asi waktu masih bayi. Bayi yang diberi susu buatan (selain asi) lebih mudah terserang infeksi virus pada saluran pernafasan selama tahun pertama dari pada bayi yang disusui ibunya dengan asi. Infeksi virus ini cenderung menyebabkan iritasi terus menerus dan menetap di dalam jalan udara selama berbulan bulan (Jon Kuzemko, 1992). Selang kepercayaan 95% untuk peubah pemberian asi yaitu antara 0.282 sampai dengan 0.911. Selang di atas mempunyai arti dengan keyakinan 95% bahwa anak yang diberi susu buatan selain asi 1.1 sampai 3.54 kali lebih berisiko terserang asma dibandingkan dengan anak yang diberi asi waktu masih bayi. Tabel 5. Nilai odds rasio regresi logistik Peubah Rasio SK 95 % Odds Lower Upper ASI (1) 0.507 0.282 0.911 SRG (1) 0.307 0.068 1.387 SRG (2) 1.995 0.153 26.07 SRG (3) 0.558 0.339 0.917 RIWAYAT(1) 6.568 3.19 13.52 RIWAYAT(2) 4.73 2.44 9.16 RIWAYAT(3) 18.23 8.82 37.76 RHINITIS (1) 2.955 1.738 5.023 Peubah riwayat alergi pada orang tua menunjukkan peranan yang signifikan dalam mempengaruhi kecenderungan anak terkena asma. Terlihat bahwa anak yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami alergi, maka anak tersebut akan memiliki risiko 6.56 kali terkena asma bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan dari orang tua yang keduanya tidak pernah mengalami alergi. Selang kepercayaan 95% untuk peubah ini adalah antara 3.19 sampai 13.52. Untuk riwayat alergi pada ayah, dapat dilihat bahwa anak yang dilahirkan dari ayah yang pernah mengalami alergi memiliki risiko 4.73 kali terkena asma dengan selang kepercayaan 95% yaitu antara 2.44 sampai 9.16. Sedangkan pada anak yang kedua orang tuanya pernah mengalami alergi akan memiliki risiko 18.23 terkena asma. Dari nilai rasio odd tersebut dapat dilihat bahwa riwayat alergi pada ibu lebih berpengaruh terhadap risiko munculnya asma pada anaknya jika dibandingkan dengan riwayat alergi pada ayah. Risiko terkena asma akan semakin besar apabila kedua orang tuanya pernah mengalami alergi. Dari jenis serangga utama yang sering dijumpai di rumah tidak semuanya dapat memicu meningkatnya risiko terserang asma. Terlihat bahwa serangga jenis lalat, SRG(3), memiliki risiko timbulnya asma 0.558 kali lebih kecil jika dibandingkan dengan serangga jenis kecoa. Hal ini menunjukan bahwa serangga jenis kecoa memiliki risiko yang lebih besar sebagai pemicu munculnya asma. Kecoa 7
merupakan penghasil alergen yang berasal dari kotoran, liur, telur, dan kutikula atau serpihan kulitnya. Dari dua jenis alergi yang diduga memiliki hubungan dengan asma, ternyata hanya rhinitis yang berpengaruh terhadap risiko terkena asma. Nilai rasio odd pada Tabel 5 menunjukkan bahwa anak yang pernah menderita rhinitis cenderung untuk terkena asma sebesar 3.18 kali jika dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita rhinitis dengan selang kepercayaan 95% antara 1.88 sampai 5.36. Adanya hubungan antara asma dan rhinitis kemungkinan disebabkan karena kedua jenis alergi tersebut sama-sama menyerang pada saluran pernapasan. Perbedaannya hanya tempat pernapasan yang didapati alergi tersebut. Rhinitis menyerang pada membran mukus hidung, sedangkan asma menyerang saluran pernafasan pada paru-paru. Ada suatu kemungkinan bahwa anak yang terkena asma sebelumnya memang pernah menderita rhinitis. KESIMPULAN Hasil analisis regresi logistik menunjukkan beberapa faktor risiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi munculnya asma pada anak usia 6 7 tahun adalah faktor genetik, yaitu riwayat alergi yang ada pada orang tua. Anak yang dilahirkan dari ibu yang pernah mengalami alergi memiliki risiko terserang asma 6.57 kali jika dibandingkan dengan anak dari kedua orang tua yang tidak pernah mengalami alergi, sedangkan riwayat alergi yang didapat dari ayah memiliki risiko terserang asma sebesar 4.73 kali. Risiko munculnya asma akan semakin meningkat jika kedua orang tua pernah mengalami alergi yaitu sebesar 18.23 kali jika dibandingkan dengan kedua orang tua yang tidak pernah mengalami alergi. Anak yang waktu masih bayi diberikan asi memiliki risiko sebesar 0.507 kali terserang asma dibandingkan dengan bayi yang diberi susu buatan. Anak yang pernah menderita rhinitis memiliki kemungkinan besar terserang asma sebesar 2.96 kali bila dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita rhinitis. Faktor lain yang berpengaruh terhadap munculnya asma adalah keberadaan serangga kecoa sebagai alergen pemicu asma yang memiliki risiko sebesar 1.8 jika dibandingkan dengan serangga lalat. Faktor yang paling berpengaruh terhadap asma adalah riwayat alergi orang tua, karena memiliki nilai rasio odds paling besar dan berhubungan dengan penyakit keturunan (genetik). DAFTAR PUSTAKA Alam, C. M. 2001. Model Pendugaan Kebangkrutan Bank di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Departemen Statistika FMIPA IPB, Bogor. Baratawidjaja, K.G.1992. Mengenal Alergi. Djambatan, Jakarta Hadibroto, I. dan Syamsir Alam. 2005. Yang Perlu Diketahui Tentang Asma. Gramedia, Jakarta. Hosmer, D.W. Jr and Stanley Lemeshow.1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons, New York. ISAAC. 2000, International Study Of Asthma And Allergy In Childhood. Pase Three Manual, London. Kuzemko, J. 1989. Alergikah Anak Anda. Binarupa Aksara, Jakarta. Lau YI,Karlberj. 1998, Prevalence & Risk Factor Of Childhood Asthma, Rhinitis Eczema In Hongkong. Health Service Comette Report, Hongkong. McCullagh, P. and J.A. Neilder. 1983. General Linier Model. Chapman, London Perdana, M. I. 2003. Penerapan Regresi Logistik dalam Masalah Epidemi Demam Berdarah Dengue. Skripsi. Departemen Statistika FMIPA IPB, Bogor. Robertson,1998. Asthma And Other Atopic Disease In Australia Children MJA, Sidney. 8