Judul Nama Pembimbing : Pemodelan Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar dengan Metode Spatial Autoregressive (SAR) : Ni Made Surya Jayanti : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats. 2. Made Susilawati, S.Si., M.Si. ABSTRAK Salah satu model regresi spasial adalah Spatial Autoregressive (SAR) yang mengasumsikan bahwa proses autoregresif hanya pada variabel dependen saja dengan mempertimbangkan efek spasial. Terdapat dua aspek dari efek spasial yaitu kebergantungan spasial dan heterogenitas spasial. Salah satu permasalahan yang mempertimbangkan efek spasial adalah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Kota Denpasar merupakan daerah endemis penyakit DBD karena ditemukan kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut atau lebih. Tujuan dari penelitian ini untuk menduga model penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Hasil penelitian ini menunjukkan model yang dapat menggambarkan penyebaran kasus DBD di Kota n j =1,i j Denpasar yaitu y i = 0,6407 w ij y j + 0,2296X 2i + 0,4219X 4i. Sehingga faktor-faktor yang memengaruhinya adalah faktor ketetanggaan antardaerah, luas wilayah (X 2 ) dan peran jumantik (X 4 ) pada setiap desa atau kelurahan di Kota Denpasar. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR). v
Title Name Supervisor : Modeling The Spread of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Denpasar City with Spatial Autoregressive (SAR) Method : Ni Made Surya Jayanti : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats. 2. Made Susilawati, S.Si., M.Si. ABSTRACT One of spatial regression model is Spatial Autoregressive (SAR), which assumes that the autoregressive process only on the dependent variable only by considering the spatial effects. There are two aspects of spatial effects, that is spatial dependence and spatial heterogeneity. One of the problems which considers spatial effect is the spread of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Denpasar City is an endemic DHF disease because there have been DHF cases in three consecutive years or more. The purpose of this research is to estimate the spread of DHF in Denpasar City along with the factors that affect it. The results show that the model can describe the spread of DHF cases in Denpasar City that n j =1,i j is y i = 0,6407 w ij y j + 0,2296X 2i + 0,4219X 4i. So the factors that influence the spread of DHF are neighborhood, area (X 2 ) and the role of Jumantik (X 4 ) at the every village in Denpasar City. Keywords: DHF, Spatial Effects, Spatial Autoregressive (SAR) vi
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii BIODATA ALUMNI... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Batasan Masalah... 6 1.4 Tujuan Penelitian... 6 1.5 Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8 2.1 Analisis Regresi... 8 2.2 Regresi Spasial... 10 2.3 Matriks Pembobot Spasial... 12 2.4 Spatial Autoregressive (SAR)... 15 2.5 Pendugaan Parameter SAR... 16 2.5.1 Penduga Parameter ρ... 18 2.5.2 Penduga Parameter β... 19 2.5.3 Penduga Parameter ς 2... 20 2.6 Uji Efek Spasial... 20 2.6.1 Uji Kebergantungan Spasial... 20 x
2.6.2 Uji Heterogenitas Spasial... 23 2.7 Pengujian Hipotesis Signifikan Pendugaan Parameter... 24 2.8 Pemilihan Model Terbaik... 25 2.9 Demam Berdarah Dengue (DBD)... 25 2.10 Faktor Penyebaran Kasus DBD... 26 BAB III METODE PENELITIAN... 28 3.1 Sumber Data... 28 3.2 Variabel Penelitian... 30 3.3 Metode Analisis Data... 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32 4.1 Deskripsi Desa atau Kelurahan di Kota Denpasar Berdasarkan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyebaran Kasus DBD... 32 4.1.1 Persentase Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)... 33 4.1.2 Persentase Kepadatan Penduduk... 35 4.1.3 Persentase Luas Wilayah... 37 4.1.4 Persentase Angka Bebas Jentik (ABJ)... 39 4.1.5 Persentase Peran (Kunjungan) Jumantik... 41 4.2 Uji Kebergantungan Spasial... 43 4.3 Uji Heterogenitas Spasial... 48 4.4 Pemodelan Spatial Autoregressive (SAR)... 49 BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 55 5.1 Simpulan... 55 5.2 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57 xi
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Persinggungan pada Kisi Biasa (Regular Lattice)... 12 2.2 Ilustrasi Persinggungan... 15 2.3 Moran s Scatterplot... 22 3.1 Peta Pembagian Wilayah Administrasi Kota Denpasar... 29 4.1 Penyebaran Persentase Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Denpasar pada Tahun 2014... 34 4.2 Peta Penyebaran Persentase Kepadatan Penduduk di Kota Denpasar pada Tahun 2014... 36 4.3 Peta Penyebaran Persentase Luas Wilayah di Kota Denpasar pada Tahun 2014... 38 4.4 Peta Penyebaran Persentase Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kota Denpasar pada Tahun 2014... 40 4.5 Peta Penyebaran Persentase Peran (Kunjungan) Jumantik di Kota Denpasar pada Tahun 2014... 42 xii
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Variabel Penelitian... 30 4.1 Pengujian Kebergantungan Spasial dengan Moran s I... 44 4.2 Uji Heterogenitas Spasial Breusch-Pagan Test... 48 4.3 Pendugaan Parameter SAR (Semua Variabel Independen)... 49 4.4 Nilai AIC dan R 2 untuk Pemilihan Model Terbaik... 50 4.5 Pendugaan Parameter SAR (Variabel X 2 dan X 4 )... 51 xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Persentase Kasus DBD dan Faktor yang Memengaruhinya Setiap Desa di Kota Denpasar... 59 2 Matriks Pembobot Spasial Metode Persinggungan Queen... 60 3 Moran s Scatterplot... 63 4 Output SAR dengan Software Geoda... 66 5 Model SAR Untuk 43 Desa atau Kelurahan di Kota Denpasar... 80 xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mencari pola hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Salah satu model dalam analisis regresi yaitu model regresi linear. Kata linear dalam model regresi linear memiliki makna linear dalam parameter. Model regresi linear dibedakan menjadi dua yaitu regresi linear sederhana dan regresi linear berganda. Perbedaannya terletak pada jumlah variabel independen yang digunakan dalam model regresi. Pada regresi linear sederhana hanya ada satu variabel independen, sedangkan regresi linear berganda memiliki variabel independen lebih dari satu. Model regresi linear juga dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan efek ruang atau spasial yang disebut dengan model regresi spasial. Pengembangan pada model regresi linear tersebut karena adanya pengaruh spasial pada data yang dianalisis. Sehingga, jika terdapat data dengan efek spasial maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi spasial. Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh Tobler, menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat mempunyai pengaruh lebih besar daripada yang jauh (Anselin, 1988). Hukum tersebut merupakan dasar pengkajian permasalahan berdasarkan efek spasial atau 1
2 metode spasial. Metode spasial merupakan metode untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek spasial. Pemodelan yang menggunakan efek spasial dalam melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen disebut pemodelan spasial. Pada pemodelan spasial, disusun sebuah matriks pembobot spasial untuk mengetahui hubungan spasial yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya. Matriks pembobot spasial diperoleh dengan memperhatikan persinggungan antara daerah satu dengan daerah lain sesuai dengan peta pembagian wilayah. Adanya informasi hubungan spasial antardaerah menyebabkan adanya keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial. Dalam model regresi spasial secara resmi ditetapkan dua aspek dari efek spasial yaitu adanya dependensi (kebergantungan) spasial dan heterogenitas (keragaman) spasial, yang mendapat perhatian khusus dari sudut pandang metodologis (Anselin, 1988). Salah satu model regresi spasial adalah Spatial Autoregressive (SAR) yang mengasumsikan bahwa proses autoregresif hanya pada variabel dependen saja (Anselin, 1988). Proses autoregresif merupakan proses yang menggambarkan bahwa variabel dependen dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri. Salah satu penelitian tentang metode SAR telah dilakukan oleh A yunin dan Sutijo (2011) yang meneliti tentang pemodelan gizi buruk pada balita di Kota Surabaya dengan SAR yang menyimpulkan bahwa hasil pemodelan SAR menunjukkan bahwa beda kala (lag) variabel dependen berperan penting pada pemodelan gizi buruk balita di Kota Surabaya. Adanya kebergantungan spasial dalam metode
3 SAR dapat diuji dengan menggunakan uji Moran s I. Dalam uji Moran s I diasumsikan dua metode sampling yaitu normalitas dan pengacakan. Penelitian yang dilakukan oleh A yunin dan Sutijo (2011) menggunakan asumsi pengacakan yaitu nilai varians didasarkan pada jumlah kemungkinan permutasi dari nilai n (n menunjukkan banyaknya daerah pada pengamatan). Sedangkan pada penelitian ini menggunakan asumsi normalitas yaitu mengasumsikan bahwa nilai atribut dari x i secara independen diambil dari distribusi normal. Regresi spasial ini banyak digunakan pada bidang seperti kesehatan, sosial, dan klimatologi (A yunin dan Sutijo, 2011). Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Kementerian Kesehatan RI (2015) menyatakan bahwa penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur, penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Pada tahun 2014 jumlah penderita DBD di Indonesia yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang, Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi tahun 2014 yaitu Provinsi Bali sebesar 204,22 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2015), penyakit DBD termasuk dalam pola sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap di RSUD di Provinsi Bali tahun 2014 dengan jumlah kasus tertinggi yaitu sebanyak 6.504 kasus. Pada tahun 2014 jumlah kasus DBD terbanyak terdapat di Kota Denpasar yaitu sebanyak 1.837 kasus, Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung sebanyak 1.770 kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak
4 1.721 kasus. Daerah-daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga merupakan salah satu faktor risiko penyebaran penyakit DBD. Data BPS Provinsi Bali (BPS, 2015) menunjukkan bahwa Kota Denpasar merupakan daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Bali, angkanya telah mencapai 6.892 jiwa/km 2, dengan luas wilayah yang hanya sebesar 127,78 km 2. Kota Denpasar merupakan daerah endemis penyakit DBD karena ditemukan kasus DBD selama tiga tahun berturut-turut atau lebih. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar (2015), jumlah kasus DBD di Kota Denpasar selama lima tahun berturut-turut sebagai berikut: 2.190 kasus (2009),4.431 kasus (2010), 981 kasus (2011), 1.009 kasus (2012), dan 1.766 kasus (2013). Penelitian di Indonesia yang mengkaji tentang kasus DBD telah dilakukan, antara lain oleh Pratamawati (2012), Faiz et al (2013) serta Setyaningsih dan Setyawan (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Pratamawati (2012) tentang peran juru pemantau jentik (jumantik) dalam sistem kewaspadaan dini DBD di Indonesia. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa peran jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan serta menghambat perkembangan awal dari vektor penular DBD. Penelitian yang dilakukan oleh Faiz et al (2013) tentang analisis spasial penyebaran penyakit DBD dengan Indeks Moran dan Geary's C (Studi Kasus di Kota Semarang tahun 2011) menyimpulkan bahwa terdapat autokorelasi spasial positif yang mengindikasikan daerah yang berdekatan mempunyai nilai yang
5 mirip. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih dan Setyawan (2014) meneliti tentang pemodelan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada distribusi penyakit DBD di Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen yang menyimpulkan bahwa penyebaran kasus DBD di Kecamatan Karangmalang terkonsentrasi pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, status angka bebas jentik yang rendah dan persentase luas wilayah. Virus DBD diduga menyebar secara cepat dari satu daerah ke daerah lainnya yang berdekatan, sehingga kemungkinan kedekatan daerah memengaruhi penyebaran kasus DBD. Daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi kemungkinan menjadi salah satu faktor risiko penyebaran kasus DBD. Dengan demikian perlu dikaji pola penyebaran kasus DBD berdasarkan efek spasial pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan metode Spatial Autoregressive (SAR) karena dinilai dapat mewakili permasalahan yang berpengaruh terhadap penyebaran kasus DBD berdasarkan efek spasial, serta untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana memodelkan penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar dengan metode SAR? 2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar dengan metode SAR?
6 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah model yang digunakan diasumsikan merupakan model regresi linear. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menduga model regresi penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar dengan metode SAR. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar dengan metode SAR. 1.5 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini dapat diambil beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis dapat menambah pengetahuan tentang analisis regresi berdasarkan efek spasial, khususnya yang berkaitan dengan pemodelan menggunakan metode SAR. 2. Bagi pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dan dapat memberikan pemahaman informasi, wawasan keilmuan yang berkaitan dengan analisis regresi berdasarkan efek spasial khususnya pemodelan dengan metode SAR.
7 3. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan dalam mengetahui pola penyebaran kasus DBD di Kota Denpasar, dapat memberikan pelayanan yang sesuai untuk daerah yang mengalami kejadian DBD serta sebagai bahan kajian dan kebijakan terhadap kesehatan masyarakat di Kota Denpasar.