BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas tentang deskripsi karakteristik penyebaran kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Gambaran tentang persebaran penyakit DBD di Kabupaten Sleman pada tahun Pada bab ini juga dilakukan perhitungan dan pengujian autokorelasi spasial persebaran penyakit DBD antar kecamatan di Kabupaten Sleman dengan Moran s I, Geary s Ratio, LISA dan visualisasi autokorelasi spasial tiap kecamatan dengan Moran Scatterplot Deskripsi Kejadian Penyakit DBD di Kabupaten Sleman Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Menurut Kecamatan di Kabupaten Sleman Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman tahun memiliki karakteristik yang beragam. Kecamatan Depok merupakan kecamatan yang mempunyai rata-rata kejadian penyakit DBD tertinggi yaitu 94,25 dan rata-rata terendah kejadian penyakit DBD adalah pada Kecamatan Turi sebesar 1,62. Tabel 5.1. Nilai rata-rata kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue tahun tiap kecamatan di Kabupaten Sleman. No Kecamatan Rata-rata No Kecamatan Rata-rata 1. Moyudan Kalasan Minggir Ngemplak Seyegan Ngaglik Godean Sleman Gamping Tempel Mlati Turi Depok Pakem Berbah Cangkringan Prambanan 16 Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis 23

2 24 DBD tahun 2007 DBD tahun 2008 DBD tahun 2009 DBD tahun 2010 DBD tahun 2011 DBD tahun 2012 DBD tahun 2013 DBD tahun 2014 Keterangan : Jumlah Kejadian DBD per kecamatan di Kabupaten Sleman Gambar 5.1. Kejadian penyakit DBD tahun

3 25 Perbedaan warna pada Gambar 5.1. ini menunjukkan banyaknya kejadian penyakit DBD pada tiap kecamatan di Kabupaten Sleman. Warna yang cerah menunjukkan sedikitnya jumlah penderita penyakit DBD yaitu antara 0-20 penderita pada tiap kecamatan di Kabupaten Sleman tahun Sedangkan warna yang gelap menunjukkan banyaknya jumlah penderita penyakit DBD yaitu antara penderita. Pada peta tahun 2007 dengan warna yang gelap terlihat bahwa kejadian DBD paling tinggi adalah Kecamatan Depok. Tahun 2008, kejadian DBD di Kecamatan Depok mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007, tetapi masih mengalami kejadian DBD tertinggi. Pada tahun 2009 kejadian DBD tertinggi di Kabupaten Sleman adalah Kecamatan Gamping dan Kecamatan Depok. Tahun 2010 di Kecamatan Kalasan mengalami kejadian DBD tertinggi. Tahun 2011 dan 2012 kejadian DBD mengalami penurunan karena adanya pemberantasan sarang nyamuk dengan fogging oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Peta kejadian DBD pada tahun 2013 menunjukkan bahwa Kecamatan Gamping dan Kecamatan Mlati mengalami kejadian DBD tertinggi. Pada tahun 2014 kecamatan yang mengalami kejadian tertinggi adalah Kecamatan Gamping. Pada Gambar 5.1. juga memberikan informasi bahwa kejadian DBD terjadi pada wilayah di Kabupaten Sleman bagian selatan, tengah, timur dan barat. Hampir meratanya kejadian DBD diduga karena mobilitas vektor yang cukup cepat. Sedangkan Kabupaten Sleman bagian utara jarang mengalami kejadian DBD karena wilayahnya terletak pada dataran tinggi. Sehingga vektor tidak dapat berkembangbiak secara baik. Selain itu ada faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian DBD, misalnya curah hujan, pola hidup masyarakat yang kurang sehat, iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas dapat membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan lama, sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan kelembaban udara.

4 Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2014 Banyaknya jumlah penduduk di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Depok sebesar dan terendah adalah Kecamatan Cangkringan sebesar Gambar 5.2. Peta Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman tahun 2014 Tingginya jumlah penduduk dapat ditunjukkan pada peta tematik dengan warna yang gelap. Sedangkan warna yang cerah menunjukkan jumlah penduduk yang rendah. Semakin gelap warna pada Gambar 5.2. maka semakin tinggi jumlah penduduk kecamatan di Kabupaten Sleman.

5 Kriteria Ketetanggaan Kriteria ketetanggaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Queen Contiguity (persinggungan sisi - sudut). Tabel 5.2 Matriks kriteria ketetanggaan Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data Pada tabel 5.2. matriks pembobot spasial tersebut berordo 17x17. Elemen matriks pembobot didefinisikan w ij = 1 untuk wilayah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian sedangkan yang lainnya didefinisikan elemen matriks pembobot w ij = 0 untuk wilayah yang lainnya.

6 28 Berdasarkan matriks kriteria ketetanggaan maka di dapat hubungan ketetanggaan tiap kecamatan di kabupaten Sleman sebagai berikut : Tabel 5.3 Hubungan ketetanggaan tiap kecamatan di Kabupaten Sleman No Kecamatan Wilayah Tetangga 1 Moyudan Minggir dan Godean 2 Minggir Moyudan, Seyegan, Godean dan Tempel 3 Seyegan Minggir, Godean, Mlati, Sleman dan Tempel 4 Godean Moyudan, Minggir, Seyegan, Gamping dan Mlati 5 Gamping Godean dan Mlati 6 Mlati Seyegan, Godean, Gamping, Depok, Ngaglik dan Sleman 7 Depok Mlati, Berbah, Kalasan, Ngemplak dan Ngaglik 8 Berbah Depok, Prambanan dan Kalasan 9 Prambanan Berbah dan Kalasan 10 Kalasan Depok, Berbah, Prambanan dan Ngemplak 11 Ngemplak Depok, Kalasan, Ngaglik, Pakem dan Cangkringan 12 Ngaglik Mlati, Depok, Ngemplak, Sleman, Turi dan Pakem 13 Sleman Seyegan, Mlati, Ngaglik, Tempel dan Turi 14 Tempel Minggir, Seyegan, Sleman dan Turi 15 Turi Ngaglik, Sleman, Tempel dan Pakem 16 Pakem Ngemplak, Ngaglik, Turi dan Cangkringan 17 Cangkringan Ngemplak dan Pakem Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis kriteria ketetanggaan Dari tabel 5.3 menunjukkan bahwa kecamatan yang mempunyai tetangga terbanyak adalah Kecamatan Mlati dan Kecamatan Ngaglik. Kecamatan Mlati mempunyai 6 tetangga yang berarti bahwa kejadian DBD di Kecamatan Mlati mempengaruhi dan dipengaruhi secara signifikan oleh 6 tetangga yaitu Kecamatan

7 29 Seyegan, Godean, Gamping, Depok, Ngaglik dan Sleman. Kecamatan Ngaglik mempunyai 6 tetangga yaitu Mlati, Depok, Ngemplak, Sleman, Turi dan Pakem, yang berarti bahwa kejadian DBD Kecamatan Ngaglik dipengaruhi dan mempengaruhi pada 6 tetangga tersebut. Kecamatan yang mempunyai tetangga paling sedikit adalah Kecamatan Moyudan, Gamping, Prambanan dan Cangkringan sebanyak 2 tetangga yang berarti bahwa kejadian DBD di Kecamatan tersebut hanya dipengaruhi dan mempengaruhi 2 tetangga. Selain wilayah yang menjadi fokus penelitian ini, Kabupaten Sleman juga bertetanggaan dengan Kabupaten Boyolali pada bagian Utara, batas wilayah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, batas wilayah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, batas wilayah bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Magelang. Berdasarkan tabel 5.3. matriks pembobot spasial dengan ordo 17x17 menjadi matriks pembobot spasial terstandar, yang disajikan pada tabel 5.4 sebagai berikut : Tabel 5.4. Matriks Pembobot Spasial Terstandar (W ij ) Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis matriks pembobot spasial terstandar

8 Autokorelasi Spasial dan Pola Spasial Indeks Moran s I Moran s I merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghitung dependensi spasial yaitu untuk menentukan autokorelasi spasial antar lokasi pengamatan. Hasil perhitungan nilai Moran s I dengan bantuan Software Microsoft Excel. Tabel 5.5. Perhitungan Nilai Moran s I tahun 2007 Kode Kecamatan X X i - (X i , , , , , , ,41 5, , , ,59 57, , , ,41 645, ,41 548, , , ,59 12, ,59 706, ,59 0, , , , , , , , ,93 Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

9 31 Tabel 5.6. Perhitungan Nilai Moran s I tahun 2007 (W ij (X i - ) (X j - )) Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

10 32 Tabel 5.7. Perhitungan Nilai Moran s I tahun 2007 (W ij (X i - ) 2 ) Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

11 33 N = 17 = 44,41 Σ i=1 Σ j=1 W ij (X i - ) (X j - ) = 8039,19 Σ i=1 (X i - ) 2 = 48680,12 Σ i=1 Σ j=1 W ij Σ i=1 (X i - ) 2 = I = I = = = 0,1651 E(I) = = = -0,0625 Berdasarkan nilai Moran s I kejadian DBD dan nilai ekspektasi dari Moran s I menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi spasial positif karena nilai I sebesar 0,1651 lebih besar dari E(I) sebesar -0,625. Autokorelasi positif berarti bahwa kejadian DBD di Kabupaten Sleman mempunyai penyebaran pola mengelompok. Tabel 5.8. Nilai Indeks Moran s (I), E(I), Var(I), Z tahun Tahun I E (I) Variance Z Keputusan ,1651-0,0625 0,0119 2,0864 Terdapat keterkaitan ,2195-0,0625 0,0119 2,5851 Terdapat keterkaitan ,2254-0,0625 0,0119 2,6392 Terdapat keterkaitan ,1721-0,0625 0,0119 2,1506 Terdapat keterkaitan ,3430-0,0625 0,0119 3,7172 Terdapat keterkaitan ,2383-0,0625 0,0119 2,7574 Terdapat keterkaitan ,4186-0,0625 0,0119 4,4102 Terdapat keterkaitan ,3781-0,0625 0,0119 4,0390 Terdapat keterkaitan Signifikan pada = 15% Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

12 34 Pengujian Moran I pada nilai kejadian DBD pada tahun 2007 Uji Hipotesis H 0 : I = 0, (Tidak terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 di Kabupaten Sleman) H 1 : I 0, (Terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 antar wilayah di Kabupaten Sleman) Tingkat signifikansi = 15% Daerah Kritis Tolak H 0 jika Z (I) > Statistik Uji E(I) = = = - 0,0625 Var (I) = ( ) = = 0,0119 Z(I) = = Keputusan = 2,0864 Berdasarkan statistik uji maka keputusan yang diambil adalah tolak H 0 Kesimpulan Terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 di Kabupaten Sleman Geary s Ratio Pengujian autokorelasi spasial juga dapat dilakukan dengan menggunakan Geary s Ratio (C). Jika nilai C = 1 maka tidak ada autokorelasi spasial. Jika nilai C > 1 maka ada autokorelasi spasial negatif. Jika nilai C < 1 atau sama dengan 0 maka ada autokorelasi spasial positif. Dapat dilihat pada tabel 5.10, dari besarnya nilai Geary s Ratio pada tahun yang berarti nilai-nilai tersebut lebih kecil dari E(C) yang berarti mempunyai autokorelasi spatial positif.

13 35 Tabel 5.9. Perhitungan Nilai Geary s Ratio tahun 2007 ((W ij (X i -X j ) 2 ) Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

14 36 n = 17 Σ i=1 Σ j=1 W ij (X i -X j ) = 82155,4 Σ i=1 Σ j=1 W ij Σ i=1 (X i - ) 2 = = 0,7941 Dengan menggunakan perhitungan Geary s Ratio (C) didapatkan hasil pada Tabel yaitu sebagai berikut : Tabel Nilai Geary s Ratio (C), E (C), Var (C) dan Z tahun Tahun C E (C) Variance Z Keputusan , ,0108 1,9803 Terdapat keterkaitan , ,0108 2,9714 Terdapat keterkaitan , ,0108 3,2072 Terdapat keterkaitan , ,0108 2,0496 Terdapat keterkaitan , ,0108 5,0451 Terdapat keterkaitan , ,0108 3,3304 Terdapat keterkaitan , ,0108 4,4331 Terdapat keterkaitan , ,0108 4,2060 Terdapat keterkaitan Signifikan pada = 15% Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data Pengujian Geary s Ratio pada nilai kejadian DBD pada tahun 2007 Uji Hipotesis H 0 : C = 0, (Tidak terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 di Kabupaten Sleman) H 1 : C 0, (Terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 antar wilayah di Kabupaten Sleman)

15 37 Tingkat signifikansi = 15% Daerah Kritis Tolak H 0 jika Z (C) > Statistik Uji C = = = 0,7942 Var (C) = = = = 0,0108 Z hitung = = Z (C) (1,9803) > (1,44) = 1,9803 Keputusan Berdasarkan statistik uji maka keputusan yang diambil adalah tolak H 0 Kesimpulan Terdapat keterkaitan kejadian DBD pada tahun 2007 di Kabupaten Sleman Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) Moran s I juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi koefisien autokorelasi secara lokal (local autocorelation) atau korelasi spasial pada setiap daerah. Semakin tinggi nilai lokal Moran s memberikan informasi bahwa wilayah yang berdekatan memiliki nilai amatan yang hampir sama atau membentuk suatu penyebaran yang mengelompok. Dalam analisis Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) digunakan untuk menganalisis pola kejadian DBD. Hipotesis dari pemeriksaan autokorelasi spasial disajikan sebagai berikut: H 0 : Ii = 0, (Tidak terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman) H 1 : Ii 0, (Terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman)

16 38 Berdasarkan pada Tabel 5.11, pengujian Local Indicator of Spasial Autocorrelation (LISA) pada tahun 2007 akan menolak hipotesis awal jika P- value < α = 15%. Hasil yang beragam di hasilkan dari pengujian Local Indicator of Spasial Autocorrelation (LISA). Kecamatan Minggir, Seyegan, Mlati, Depok, Berbah, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Sleman dan Tempel merupakan kecamatan yang signifikan terhadap α=15%, yang berarti bahwa kecamatan tersebut terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman. Berdasarkan pada Tabel 5.11 maka pengujian LISA tahun 2008 signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Minggir, Mlati, Depok, Berbah, Kalasan, Ngemplak, Tempel, Pakem dan Cangkringan. Pengujian LISA tahun 2009 signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Minggir, Mlati, Depok, Berbah, Kalasan, Ngemplak, Sleman, Tempel, dan Pakem. Pengujian LISA tahun 2010 signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Minggir, Gamping, Mlati, Depok, Berbah, Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pengujian LISA tahun 2011 signifikan dengan α=15% adalah kecamatan Godean, Gamping, Mlati, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pengujian LISA tahun 2012 signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Moyudan, Gamping, Mlati, Sleman, Tempel, Pakem dan Cangkringan merupakan kecamatan yang signifikan terhadap α=15%, yang berarti bahwa kecamatan tersebut terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman. Pengujian LISA tahun 2013 signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Minggir, Godean, Gamping, Mlati, Depok, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan merupakan kecamatan yang signifikan terhadap α=15%, yang berarti bahwa kecamatan tersebut terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman. Pengujian LISA tahun 2014 yang signifikan dengan α=15% adalah Kecamatan Minggir, Gamping, Mlati, Depok, Berbah, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan yang berarti bahwa kecamatan tersebut terdapat keterkaitan kejadian DBD di setiap kecamatan Kabupaten Sleman.

17 39 Tabel 5.11 Nilai Ii dan P-value LISA tahun Signifikan pada α = 15% Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

18 Moran s Scatterplot Moran s Scatterplot digunakan untuk melihat pola yang mengelompok dan menyebar. Kuadran I (High-High) menunjukkan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang tinggi bersebelahan dengan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang tinggi pula. Kuadran II (Low-High) menunjukkan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang rendah dan bersebelahan dengan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang tinggi. Kuadran III (Low-Low) menunjukkan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang rendah bersebelahan dengan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang rendah pula. Kuadran IV (High-Low) menunjukkan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang tinggi bersebelahan dengan kecamatan yang mempunyai jumlah kejadian penyakit DBD yang rendah. Tabel 5.12 Jumah kejadian DBD yang telah di standarisasi Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data

19 41 Tabel 5.13 Rata-rata daerah tetangga kejadian DBD yang telah di standarisasi berdasarkan matriks pembobot spasial Sumber : Khasna, 2015, hasil analisis data Kejadian DBD Tahun 2007 Sumbu X (horisontal) pada Gambar 5.3 merupakan jumlah kejadian DBD yang telah di standarisasi (Zstd) dan sumbu Y (vertikal) merupakan rata-rata jumlah kejadian DBD yang telah di standarisasi berdasarkan pembobot (WZstd). Pada Gambar 5.3. dapat diketahui bahwa terdapat 6 kecamatan yaitu Gamping, Mlati, Depok, Kalasan, Ngemplak dan Ngaglik yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 2 kecamatan yaitu Berbah dan Prambanan yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 8 kecamatan berada pada kuadran LL (Low-Low) yaitu Moyudan, Minggir, Seyegan, Godean, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Sleman. Kecamatan yang berada pada kuadran HH (High-High) dan kuadran LL (Low-Low) akan memiliki nilai autokorelasi spasial yang positif (cluster). Sementara Moran s scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HL (High-Low) dan LH (Low-High) akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang negatif.

20 42 Scatterplot DBD ,25 8 1,00 0, WZstd 0,50 0, ,00-0, , Zstd 2 3 Gambar 5.3. Moran s Scatterplot tahun Kejadian DBD Tahun 2008 Scatterplot DBD ,00 8 0,75 6 0, WZstd 0,25 0,00-0, , Zstd 2 3 Gambar 5.4. Moran s Scatterplot tahun 2008 Pada Gambar 5.4. dapat diketahui bahwa terdapat 6 kecamatan yaitu Godean, Gamping, Mlati, Depok, Kalasan dan Ngaglik yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 3 kecamatan yaitu Berbah, Prambanan dan Ngemplak yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 8 kecamatan berada pada kuadran

21 43 LL (Low-Low) yaitu Moyudan, Minggir, Seyegan, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan Kejadian DBD Tahun 2009 Pada Gambar 5.5. dapat diketahui bahwa terdapat 6 kecamatan yaitu Gamping, Mlati, Depok, Kalasan, Ngemplak dan Ngaglik yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 2 kecamatan yaitu Berbah dan Prambanan yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 8 kecamatan berada pada kuadran LL (Low-Low) yaitu Moyudan, Minggir, Seyegan, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Godean. 1,0 8 Scatterplot DBD , WZstd 0, , ,0-0,5 0,0 0,5 Zstd 1,0 1,5 2,0 Gambar 5.5. Moran s Scatterplot tahun Kejadian DBD Tahun 2010 Pada Gambar 5.6. dapat diketahui bahwa terdapat 4 kecamatan yaitu Gamping, Mlati, Depok dan Kalasan yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 3 kecamatan yaitu Berbah, Prambanan dan Ngemplak yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 8 kecamatan berada pada kuadran LL (Low-Low) yaitu Moyudan, Minggir, Seyegan, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan

22 44 Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 2 kecamatan yaitu Kecamatan Godean dan Ngaglik. Scatterplot DBD , ,0 WZstd 0, , , Zstd 2 3 Gambar 5.6. Moran s Scatterplot tahun Kejadian DBD Tahun 2011 Pada Gambar 5.7. dapat diketahui bahwa terdapat 4 kecamatan yaitu Godean, Gamping, Mlati dan Depok yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 4 kecamatan yaitu Moyudan, Seyegan, Berbah dan Ngaglik yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 7 kecamatan berada pada kuadran LL (Low- Low) yaitu Minggir, Prambanan, Ngemplak, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kalasan dan Sleman.

23 45 1,25 1,00 0,75 0,50 Scatterplot DBD WZstd 0,25 0,00-0,25-0, Zstd 2 3 Gambar 5.7. Moran s Scatterplot tahun Kejadian DBD Tahun ,25 1,00 Scatterplot DBD , ,50 WZstd 0,25 0, ,25-0, Zstd 2 3 Gambar 5.8. Moran s Scatterplot tahun 2012 Pada Gambar 5.8. dapat diketahui bahwa terdapat 3 kecamatan yaitu Godean, Gamping dan Mlati yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 5 kecamatan yaitu Moyudan, Seyegan, Depok, Berbah dan Prambanan yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 6 kecamatan berada pada kuadran

24 46 LL (Low-Low) yaitu Minggir, Ngemplak, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kalasan, Ngaglik dan Sleman Kejadian DBD Tahun 2013 Pada Gambar 5.9. dapat diketahui bahwa terdapat kecamatan yaitu Godean, Mlati, Depok, Kalasan dan Ngaglik yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 4 kecamatan yaitu Moyudan, Seyegan, Berbah dan Prambanan yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 7 kecamatan berada pada kuadran LL (Low-Low) yaitu Minggir, Ngemplak, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. 1,5 Scatterplot DBD ,0 6 WZstd 0,5 0, , ,0-1,0-0,5 0,0 0,5 Zstd 1,0 1,5 2,0 Gambar 5.9. Moran s Scatterplot tahun Kejadian DBD Tahun 2014 Pada Gambar dapat diketahui bahwa terdapat 6 kecamatan yaitu Godean, Gamping, Mlati, Depok, Berbah dan Kalasan yang berada pada kuadran HH (High-High). Terdapat 4 kecamatan yaitu Moyudan, Seyegan, Prambanan dan Ngemplak yang berada pada kuadran LH (Low-High). Ada 6 kecamatan berada pada kuadran LL (Low-Low) yaitu Minggir, Sleman, Tempel, Turi, Pakem dan

25 47 Cangkringan. Pada kuadran HL (High-Low) terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Ngaglik. 1,5 Scatterplot DBD ,0 WZstd 0,5 0, , ,0-1,0-0,5 0,0 0,5 Zstd 1,0 1,5 2,0 Gambar Moran s Scatterplot tahun Peta kejadian DBD di kabupaten Sleman Peta kejadian DBD di kabupaten Sleman digunakan untuk membuat prioritas wilayah yang perlu diperhatikan untuk menekan persebaran kejadian DBD. Menurut Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI (2010), berdasarkan angka insiden/kejadian DBD suatu daerah dapat dikategorikan dalam kejadian tinggi, kejadian sedang dan kejadian rendah. Apabila angka insiden > 55 per penduduk maka termasuk dalam daerah kejadian tinggi DBD, kejadian sedang bila angka insiden terletak diantara per penduduk dan kejadian rendah bila angka insiden < 20 per penduduk.

26 48 Angka insiden tahun 2007 Angka insiden tahun 2008 Angka insiden tahun 2009 Angka insiden tahun 2010 Angka insiden tahun 2011 Angka insiden tahun 2012 Angka insiden tahun 2013 Angka insiden tahun 2014 Gambar 5.11 Peta kejadian DBD di Kabupaten Sleman

27 49 Berdasarkan Gambar 5.11, dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi, kejadian DBD sedang dan kejadian DBD rendah tahun a) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2007 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi adalah Kecamatan Gamping, Depok, Kalasan dan Ngaglik. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Godean, Mlati, Prambanan, Ngemplak dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Berbah, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. b) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2008 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi adalah Kecamatan Gamping Depok, Kalasan dan Ngaglik. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Godean, Mlati, Ngemplak dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Berbah, Prambanan, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. c) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2009 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi adalah Kecamatan Godean, Gamping, Depok, Kalasan dan Ngemplak. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Godean, Mlati, Prambanan, Ngemplak dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Berbah, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. d) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2010 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi adalah Kecamatan Godean, Gamping, Depok dan Kalasan. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Mlati, Berbah, Ngemplak, Ngaglik dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Prambanan, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan.

28 50 e) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2011 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa tidak ada daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah kecamatan Godean, Gamping, Mlati, dan Depok. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Berbah, Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. f) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2012 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kejadian tinggi terhadap kejadian DBD adalah Kecamatan Gamping. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian sedang adalah Kecamatan Godean dan Kalasan. Daerah yang berada pada kategori kejadian rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Mlati, Depok, Berbah, Prambanan, Ngemplak, Ngaglik Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. g) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2013 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian tinggi terhadap kejadian DBD adalah Kecamatan Godean, Gamping, Mlati, Depok dan Kalasan. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Berbah, Prambanan, Ngemplak dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian DBD rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Ngaglik, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. h) Peta kejadian penyebaran penyakit DBD tahun 2014 di Kabupaten Sleman Pada Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa daerah yang berada pada kategori kejadian DBD tinggi adalah Kecamatan Godean, Gamping, Mlati dan Depok. Sedangkan daerah yang berada pada kategori kejadian DBD sedang adalah Kecamatan Berbah, Prambanan, Klasan, Ngemplak dan Sleman. Daerah yang berada pada kategori kejadian rendah adalah Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Ngemplak, Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Peta kejadian DBD pada tahun menunjukkan bahwa daerah yang terletak pada kategori kejadian DBD tinggi penyebaran DBD membentuk suatu pengelompokkan dengan jumlah kejadian DBD yang tinggi. Sedangkan

29 51 daerah yang terletak pada kategori kejadian sedang pada peta tahun tersebut tidak membentuk pengelompokkan tetapi kecamatan-kecamatan yang berada di sekitar daerah kejadian DBD tinggi menyebabkan kemungkinan mempunyai dampak kejadian DBD. Pada kejadian rendah, ada beberapa daerah yang berada pada dataran tinggi sehingga vektor penyebab penyakit DBD tidak dapat berkembangbiak dengan baik.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Pola Spasial Menurut Lee dan Wong (2001), pola spasial atau spatial pattern adalah sesuatu yang menunjukkan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN III.1 Latar Belakang Pemilihan Kawasan Day care dan Pre-school merupakan sebuah lembaga pendidikan bagi anak usia dini yang membutuhkan bimbingan dalam perkembangannya karena orang

Lebih terperinci

Arrowiyah Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si. Seminar Tugas Akhir SS091324

Arrowiyah Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si. Seminar Tugas Akhir SS091324 Arrowiyah 1307 100 070 Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si Seminar Tugas Akhir SS091324 1 Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian merupakan salah satu sektor jasa yang dapat berperan penting dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, penilaian atau

Lebih terperinci

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

I. KARAKTERISTIK WILAYAH I. KARAKTERISTIK WILAYAH Sumber : http//petalengkap.blogspot.com. Akses 31 Mei 2016 A B Gambar 1. A. Peta Jl Magelang, B. Peta Jl Solo Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk Informasi Early Warning Bencana di Kota Surabaya

Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk Informasi Early Warning Bencana di Kota Surabaya Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk Informasi Early Warning Bencana di Kota Surabaya Arrowiyah 1, Sutikno 2 Mahasiswa S1 Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber: BAB IV PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber: www.slemankab.go.id) Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman) NOMOR : 3 TAHUN : 1999 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN TINGKAT II SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib TIDAK 1. Pendidikan 487.900.617.227,68 5.582.117.600 64.084.231.215 58.415.294.850 615.982.260.893 572.880.929.360,81 93,00 Dinas Dikpora,,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011 Susunan organisasi Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia terdiri dari: a. Sekretaris b. Subbagian Umum dan Kerjasama Subbagian Umum dan Kerjasama mempunyai tugas menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah yang tergabung kedalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

commit to user METODE PENELITIAN

commit to user METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan keadaan kondisi suatu tempat pada saat melakukan penelitian.

Lebih terperinci

h. Kecamatan Prambanan

h. Kecamatan Prambanan h. Kecamatan Prambanan A. Tanah - Alat Besar - Alat Angkutan 199.754.500-3.000.000 196.754.500 - Alat Kantor & Rumah 659.111.659 26.239.700 21.927.000 663.424.359 - Alat Kedokteran - Alat Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib BELANJA LANGSUNG REALISASI PERSEN URUSAN BELANJA TIDAK TOTAL BELANJA NAMA-NAMA SKPD NO BELANJA BELANJA BELANJA TASE WAJIB LANGSUNG BELANJA MODAL

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR- FAKTOR PENGHAMBAT DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING PADA PELAYANAN KEBIDANAN DI PUSKESMAS WILAYAH SLEMAN

HUBUNGAN FAKTOR- FAKTOR PENGHAMBAT DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING PADA PELAYANAN KEBIDANAN DI PUSKESMAS WILAYAH SLEMAN HUBUNGAN FAKTOR- FAKTOR PENGHAMBAT DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN DALAM MEMBERIKAN KONSELING PADA PELAYANAN KEBIDANAN DI PUSKESMAS WILAYAH SLEMAN Roschidah Putri Rizani 1, Sudarti 2, Urip Tugiyarti 3, M.

Lebih terperinci

Analisis Pola Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung Menggunakan Indeks Moran

Analisis Pola Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung Menggunakan Indeks Moran Jurnal Rekayasa Hijau No.3 Vol. I ISSN: 2550-1070 Oktober 2017 Analisis Pola Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung Menggunakan Indeks Moran Rika Hernawati, Muhamad Yordi Ardiansyah Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah penting bagi kesehatan masyarakat. Penyakit ini disebarkan melalui gigitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan modern ini. Seiring dengan hal tersebut, pola pikir masyarakat yang modern mampu mengubah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI Perencanaan dan perancangan sebuah bangunan sangat dipengaruhi oleh letak lokasi bangunan. Bangunan rumah sakit khusus paru di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendekatan Healing

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 Rukini Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan email:rukini@bps.go.id Abstrak Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Rencana Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman pada tahun 7 yang diusulkan melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Keadaan fisik Kabupaten Sleman Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o 13 00 sampai dengan 110 o 33 00 Bujur Timur, dan mulai 7ᵒ34 51 sampai dengan 7ᵒ47 03 Lintang

Lebih terperinci

S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran

S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran Rheni Puspitasari, Irwan Susanto Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Tinjauan pencapaian MDG s Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Tinjauan pencapaian MDG s Di Indonesia 1. 1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Millenium Development Goals (MDGs) merupakan deklarasi hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara PBB yang menghasilkan delapan tujuan utama yang

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA LEPAS SAMBUT KEPALA LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A YOGYAKARTA TANGGAL : 3 JUNI 2016

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA LEPAS SAMBUT KEPALA LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A YOGYAKARTA TANGGAL : 3 JUNI 2016 1 SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA LEPAS SAMBUT KEPALA LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A YOGYAKARTA TANGGAL : 3 JUNI 2016 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua Yth. Bapak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR Tabel 7.3 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Misi 3 RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2016-2021 Misi 3 : Meningkakan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat, penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi

Lebih terperinci

JUMLAH PENERIMAAN VOLUME BULAN x GAJI POKOK (Rp) JML JAM GOL NO SK TUNJANGAN NAMA NOMOR PESERTA % PJK. PPH 21 (Rp)

JUMLAH PENERIMAAN VOLUME BULAN x GAJI POKOK (Rp) JML JAM GOL NO SK TUNJANGAN NAMA NOMOR PESERTA % PJK. PPH 21 (Rp) NDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN, DI YOGYAKARTA MOR : TANGGAL : DAFTAR PENERIMA TUNJANGAN PROFESI PENDDIDIK (GURU PNS DAERAH) MELALUI DANA TRANFER DAERAH PADA JENJANG TK, SD, SMP, SMA DAN

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN A. Profil Daerah Kabupaten Sleman 1. Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB LANDASAN TEORI. Metode Kuadrat Terkecil Persamaan regresi linier yang biasa didefinisikan dengan menggunakan metode pendugaan parameter Ordinary Least Square (OLS), secara umum dapat dituliskan :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdapat di Kabupaten Sleman. Subyek dari penelitian ini adalah karyawan

Lebih terperinci

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 3.1. Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta 3.1.1. Gambaran Umum Wilayah Sleman Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering

Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan Metode Hierarchical Clustering Viga Apriliana Sari, Nur Insani Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kabupaten atau kota sejumlah 35 kabupaten dan kota (BPS,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat tinggi, akan tetapi banyak potensi pajak yang hilang atau tidak diperhatikan

Lebih terperinci

Kata kunci : LISA, Moran I, Spatial Autocorrelation. Abstract

Kata kunci : LISA, Moran I, Spatial Autocorrelation. Abstract Jurnal Edukasi, Volume 1 No.2, Oktober 2015 ISSN. 2443-0455 ANALISIS SPASIAL AUTOKORELASI PADA DATA PERSENTASE WANITA PERNAH KAWIN DAN TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN ALAT / CARA KB DI PROVINSI LAMPUNG Risdiana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, khususnya pada ibu dan anak, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS Rencana Belanja Daerah, Pemerintah Kabupaten Sleman pada tahun 2016 yang diusulkan melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten diperkirakan

Lebih terperinci

POLA SPASIAL TEMPORAL DAERAH BERESIKO DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SEMARANG DENGAN LOCAL INDICATOR OF SPATIAL ASSOCIATON (LISA)

POLA SPASIAL TEMPORAL DAERAH BERESIKO DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SEMARANG DENGAN LOCAL INDICATOR OF SPATIAL ASSOCIATON (LISA) POLA SPASIAL TEMPORAL DAERAH BERESIKO DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SEMARANG DENGAN LOCAL INDICATOR OF SPATIAL ASSOCIATON (LISA) Oleh NINING DWI LESTARI M0108099 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk

Lebih terperinci

Kata Kunci : Guru Bidang Studi, Kebutuhan, Ketercukupan, Distribusi

Kata Kunci : Guru Bidang Studi, Kebutuhan, Ketercukupan, Distribusi DISTRIBUSI KEBUTUHAN DAN KETERCUKUPAN GURU BIDANG STUDI DALAM RUMPUN IPS TINGKAT SMA SE KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 Oleh: Novita Puspasari NIM. 10405247007 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk: (1) Memberikan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sering menimbulkan letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kematian yang besar, hal ini

1. Pendahuluan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sering menimbulkan letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kematian yang besar, hal ini 1. Pendahuluan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sering menimbulkan letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan angka kematian yang besar, hal ini menyebabkan DBD menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAN LEMBAR PERSETUJUAN... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii SURAT PERNYATAAN... ix KATA PENGANTAR... x ABSTRAK... xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no. BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sleman 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR).

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR). Judul Nama Pembimbing : Pemodelan Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar dengan Metode Spatial Autoregressive (SAR) : Ni Made Surya Jayanti : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek / Subyek Penelitian 1. Obyek penelitian ini adalah bank syariah yang ada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini berbentuk survei, yakni menganalisis keputusan

Lebih terperinci

DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN. Yusuf Amri

DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN. Yusuf Amri DAMPAK ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN Yusuf Amri yusufamri44@gmail.com Abdur Rofi abdurrofi@yahoo.co.uk Abstract Merapi Volcano eruption in 2010

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN KAWASAN CA/TWA GUNUNG GAMPING

BAB III TINJAUAN TENTANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN KAWASAN CA/TWA GUNUNG GAMPING BAB III TINJAUAN TENTANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN KAWASAN CA/TWA GUNUNG GAMPING 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari 5 daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Agustus 2016 dan Prakiraan Oktober, November dan Desember 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juni Agustus 2016) dan Prakiraan Tingkat

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH

PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH Erliyana Devitasari, Sri Sulistijowati Handayani, dan Respatiwulan Program Studi Matematika FMIPA

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. BAB IV HASIL PENELITIAN dan ANALISIS A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. a. Profil Kabupaten Sleman a. Kondisi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar 57.482 Ha yang terdiri dari 17 Kecamatan yaitu Mayudan, Godean, Minggir, Gamping, Segeyan, Ngaglik, Mlati,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan September 2017, Prakiraan November, Desember 2017 dan Januari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian tidak hanya mencakup kegiatan yang menghasilkan tanaman pangan saja, namun juga kegiatan yang bergerak dalam usaha untuk menghasilkan tanaman sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Wisata ataupun rekreasi dinilai sangatlah penting bagi kebanyakan individu karena dengan berekreasi atau mengunjungi tempat wisata kita dapat mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2003). Berdasarkan waktu pelaksanaannya, desain studi yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. 2003). Berdasarkan waktu pelaksanaannya, desain studi yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA SEBARAN PERUMAHAN DI KABUPATEN SLEMAN. Aditya Octorio

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA SEBARAN PERUMAHAN DI KABUPATEN SLEMAN. Aditya Octorio FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA SEBARAN PERUMAHAN DI KABUPATEN SLEMAN Aditya Octorio aditya.octorio@ugm.ac.id Joko Christanto jokochris@ugm.ac.id ABSTRACT Sleman Regency is one of the locations that

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Bakso tusuk yang diperiksa adalah sebanyak 34 sampel yang diambil dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 3 dan 4 berikut adalah hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENGAWAS TAMAN KANAK-KANAK (TK) DAN SEKOLAH DASAR (SD) DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN TAHUN

ANALISIS KEBUTUHAN PENGAWAS TAMAN KANAK-KANAK (TK) DAN SEKOLAH DASAR (SD) DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN TAHUN Analisis Kebutuhan Pengawas...(Gerry Nugroho) 1 ANALISIS KEBUTUHAN PENGAWAS TAMAN KANAK-KANAK (TK) DAN SEKOLAH DASAR (SD) DI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016-2020 A NEEDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Rencana Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman tahun 2015 yang diusulkan melalui APBD Kabupaten diperkirakan sebesar Rp2.248.159.945.290,55. Rencana

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing PPL Maria Dominika Niron, M.Pd. Disusun Oleh : MIFTAKHUL HUDA

Dosen Pembimbing PPL Maria Dominika Niron, M.Pd. Disusun Oleh : MIFTAKHUL HUDA LAPORAN INDIVIDU KEGIATAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) PERIODE 2 JULI 2014 17 SEPTEMBER 2014 LOKASI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN Jalan Parasamya Dosen Pembimbing PPL Maria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Oktober 2017, Prakiraan Desember 2017, Januari dan Februari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdapat di Kabupaten Sleman. Subyek dari penelitian ini adalah karyawan

Lebih terperinci

2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian Pengangguran... 40

2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian Pengangguran... 40 2.11. Penduduk Yang Bekerja di Sektor Pertanian... 38 2.12. Pengangguran... 40 BAB III DASAR TEORI... 42 3.1. Analisis Regresi Linier Berganda... 42 3.2. Penaksiran Koefisien Regresi Menggunakan Matriks...

Lebih terperinci

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut: Kepolisian Resor Sleman adalah merupakan Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Polri Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat serta penegakan hukum untuk memberi perlindungan, pengayoman

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perkembangan perumahan di wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BOGOR TAHUN 2005 YOLI KARTIKA

POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BOGOR TAHUN 2005 YOLI KARTIKA POLA PENYEBARAN SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BOGOR TAHUN 5 YOLI KARTIKA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 7 SESUATU YANG TERJADI

Lebih terperinci

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 Analisis Hujan Juli 2016 dan Prakiraan September, Oktober dan November 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Mei

Lebih terperinci

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Oktober 2016 dan Prakiraan Desember 2016 dan Januari, Februari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus Oktober 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Januari 2017, Prakiraan Hujan Maret, April, Mei 2017 dan informasi hasil Analisis Tingkat

Lebih terperinci

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Agung Dwi Sutrisno, Ag. Isjudarto Jurusan Teknik Pertambangan

Lebih terperinci