TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT PADA PT. HARUM OSSAMAC PURWODADI Diajukan Guna Memenuhi dan Melengkapi Syarat Gelar Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: SETYO NUGROHO D 600 050 063 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
ANALISA BULLWHIP EFFECT PADA PT. HARUM OSSAMAC PURWODADI Oleh: Hafidh Munawir, M. Musrofi, Setyo Nugroho ABS TRAKS I Bullwhip effect merupakan suatu keadaan yang terjadi dimana permintaan dari customer mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, sehingga menyebabkan distorsi permintaan sehingga menimbulkan efek bagi keseluruhan pihak supply chain. Kondisi ini juga dialami oleh PT. Harum Ossamac yang merupakan perusahaan pendistribusian LPG. Penelitian ini bertujua Untuk mengetahui terjadinya bullwhip effect pada PT. Harum Ossamac dan Untuk mendapatkan solusi optimal guna mengatasi kondisi bullwhip effect tersebut. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data permintaan, data penjualan dan data wilayah pemasaran. Metode pengumpulan dilakukan melalui observasi, studi literatur, wawancara dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan menghitungan tingkat variabilitas permintaan dan penjualan. Hasil perhitungan ω 1 ( variabilitas permintaan per Produk per wilayah) menunjukkan bahwa diantara 6 wilayah terdapat 4 wilayah yang tidak mengalami bullwhip effect yaitu wilayah purwodadi II, Toroh, Grobogan dan Sulursari. Hal ini dikarenakan nilai variabilitas yang dimiliki kurang dari batas nilai variabilitas yang telah ditentukan yakni 1,011. Sedangkan di wilayah Purwodadi I dan Penawangan mengalami bullwhip Effect dengan nilai variabilitas berturut-turut sebesar 1,21 dan 1,046 > 1,011. Pada perhitungan nilai variabilitas ω 2 (produk) tidak teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect. Hasil perhitungan bullwhip effect pada kedua wilayah setelah peramalan menunjukkan tidak adanya kondisi bullwhip effect. Hal ini ditunjukkan dengan nilai variabilitas yang kurang dari ketentuan sebesar 1,011. Untuk wilayah Purwodadi I nilai variabilitas sebesar 0,575 < 1,011 dan wilayah penawangan sebesar 0,126 < 1,011. Keyword: bullwhip effect, permintaan, penjualan PENDAHULUAN PT. Harum Ossamac merupakan industri yang bergerak dalam bidang pendistribusian atau perdagangan gas. Jenis produk yang diperdagangkan meliputi gas 50 Kg, 12 Kg dan 3 Kg. PT. Harum Ossamac mendistribusikan langsung produknya pada distributor atau toko di berbagai daerah, atau bahkan langsung kepada konsumen akhir.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PT. Harum Ossamac masih mengalami banyak kesulitan dalam menentukan jumlah produk yang optimal dengan pasar yang akan diraih. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya rantai distribusi pada PT. Harum Ossamac yang lemah dikarenakan adanya permintaan yang sangat berfluktuatif dan tidak menentu. Terlebih pendistribusian yang terjadi di daerah pedesaan dan di daerah kota. Di daerah pemasaran tersebut sering terjadi keterlambatan pengiriman, bahkan melonjaknya permintaan tiap bulan. Di wilayah Sulur sari misalnya, permintaan cukup pesat sehingga distributor/toko terkadang harus menanggung kerugian karena kehabisan stock. Untuk itu diperlukan suatu perbaikan dengan menggunakan pendekatan Supply Chain Management (SCM). Sehingga PT. Harum Ossamac tidak lagi mengalami lemahnya sistem informasi didalamnya yang menyebabkan simpangan yang jauh antara persediaan yang ada dengan permintaan atau lebih dikenal dengan sebutan bullwhip effect. Oleh karena itu penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul Analisa Bullwhip Effect Pada PT. Harum Ossamac, Purwodadi. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui terjadinya bullwhip effect pada PT. Harum Ossamac b. Untuk mendapatkan solusi guna mengatasi kondisi bullwhip effect tersebut. LANDASAN TEORI Informasi yang kurang dari salah satu unsur kepada yang lainnya dapat mengakibatkan ketidakefisienan yang besar seperti: inventory yang berlebih, layanan pelanggan yang kurang baik, salah satu menentukan perencanaan kapasitas, penjadwalan produksi yang salah dan transportasi yang kurang efektif. Salah satu permasalahan yang cukup pelik adalah bullwhip effect ini mendistorsi informasi permintaan dari mata rantai yang bawah (end customer) ke rantai diatasnya. Biasanya perusahaan itu mendasarkan peramalan produksi,
perencanaan kapasitas, pengendalian persediaan dan penjawalan produksi terhadap data penjualan dari arah hilir. Bullwhip effect didefinisikan sebagai peningkatan variabilitas permintaan di setiap tahap pada supply chain. Bullwhip effect juga merupakan istilah yang digunakan dalam dunia inventory yang mendefinisikan bagaimana pergerakan demand dalam supply chain. Konsepnya adalah suatu keadaan yang terjadi dalam supply chain, dimana permintaan dari customer mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, perubahan ini menyebabkan distorsi permintaan dari setiap stage supply chain. Distorsi tersebut menimbulkan efek bagi keseluruhan stage supply chain yaitu permintaan yang tidak akurat. Bullwhip effect mengakibatkan banyak inefisiensi pada supply chain. Misalnya pabrik memproduksi dan mengirim lebih banyak dari yang sesungguhnya dibutuhkan akibat salah membaca signal permintaan dari pemain bagian hilir supply chain. Kegiatan dari pabrik dan pemasok lebih fluktuatif sehingga mereka sering lembur menghadapi pesanan yang berlebih atau menganggur karena distributor/ritel tidak memesan dalam waktu yang relatif panjang akibat mereka melakukan forward buying. Efek dari kondisi ini adalah semakin tidak akuratnya data permintaan. Kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Quantity ordered by distribution centers Quantity ordered by retailers Quantity ordered by customers Manufacturer time Fluctuation increase distribution centers time Fluctuation increase Retailers time Gambar 1 Grafik ketidakakuratan data pelanggan. Sumber : Flansoo dan Wouters (2000)
Menurut Lee et al (1997) dalam Pujawan (2005) Penyebab dari bullwhip effect ini ada empat yaitu sebagai berikut: 1. Pembaharuan Peramalan permintaan Peramalan ini diperlukan untuk membuat keputusan jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Tingkat akurasi ramalan biasanya meningkat semakin kita mendekati periode yang diramalkan karena informasi seperti order dari pelanggan, situasi pasar, dan sebagainya menjadi semakin jelas. Untuk mengakomodasikan informasi dan pengetahuan terbaru ke dalam ramalan, setiap saat perusahaan harus melakukan pembaharuan (updating) terhadap peramala tersebut. 2. Order batching Order batching adalah menumpuknya sejumlah order yang jumlahnya relatif kecil, kemudian setelah beberapa waktu sekumpulan order tersebut diberikan kepada pemasoknya. Order batching diperlukan karena proses produksi dan pengiriman tidak akan ekonomis bisa dilakukan dalam ukuran kecil. Hal ini karena ukuran pesanan yang terlalu kecil akan mengakibatkan biaya pemesanan yang besar. Padahal semakin besar biaya pemesanan maka semakin besar pula ukuran pesanan yang ekonomis. 3. Fluktuasi harga Fluktuasi harga biasanya terjadi karena adanya kondisi tertentu misalnya pemberian diskon. Jika harga lain murah, pembeli akan membeli dengan jumlah besar sampai menumpuk stock. Ketika harga naik maka perusahaan akan menunda pembelian kembali sampai barang stoknya habis terjual kembali. Akibatnya timbul permintaan yang tidak stabil bahkan cenderung meningkat namun tidak seimbang karena program diskon hanya berlaku sesaat. Variasi dari pembelian lebih besar dari variasi consumsion rate sehingga ini menimbulkan bullwhip effect. 4. Rationing and stortage gaming. Jika permintaan melebihi supply yang ada, maka permintaan tersebut akan dijatah dengan perbandingan yang sama dengan jumlah produk yang mereka pesan. Untuk mengatasi hal ini maka konsumen akan melebih-lebihkan
permintaan yang mereka pesan. Jika permintaan berkurang, maka terjadilah pembatalan pesanan. Hal ini sering disebut dengan phantom order. Cara ini dapat merusak informasi pasar pada supply chain. Pemain yang ada di bagian hulu tidak akan pernah mendapatkan informasi pasar yang mendekati kenyataan akibat motif gaming dan spekulatif yang dilakukan oleh pelanggan. Pabrik dan pemain hulu lainnya tidak akan dengan mudah membedakan antara kenaikan pesanan yang bermotif spekulatif dan peningkatan pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan dari pelanggan akhir. Bullwhip effect bisa dikurangi dengan mengerti terlebih dahulu sebabnya. Teknik atau cara pendekatan yang bisa digunakan untuk mengurangi bullwhip effect tentunya harus berkorespondensi dengan penyebabnya. Adapun pendekatan-pendekatan yang diyakini dapat mengurangi bullwhip effect antara lain sebagai berikut: 1. Information sharing Informasi yang tidak transparan mengakibatkan banyak pihak pada supply chain melakukan kegiatan atas dasar ramalan atau tebakan yang tidak akurat. Hal ini terjadi karena masing-masing supply chain baik pusat distribusi, pabrik, pemasok, ritel maupun toko tidak menyampaikan informasi secara jelas. Akibatnya terjadi kesalahan pola permintaan pada masing-masing supply chain sehingga menyebabkan terjadinya bullwhip effect. 2. Pemendekan lead time Lead time mempunyai peranan yang penting dalam menciptakan amplifikasi permintaan yang berhubungan dengan bullwhip effect. Hal ini menunjukkan bahwa bullwhip effect dapat dikurangi dengan melakukan pemendekan lead time. Lead time bisa diperpendek dengan mengubah struktur atau konfigurasi supply chain (misalnya dengan menggunakan pemasok lokal), mengubah moda transportasi, perbaikan manajemen penanganan order, penjadwalan produksi maupun pengiriman yang lebih baik. 3. Memperpendek atau mengubah struktur supply chain Semakin panjang dan kompleks struktur supply chain maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya distorsi informasi. Oleh karena itu cara yang
baik untuk mengurangi bullwip effect adalah dengan mengubah struktur supply chain sehingga menjadi lebih pendek atau memungkinkan terjadinya pertukaran informasi menjadi lebih lancar. 4. Menciptakan stabilitas harga Pemberian potongan harga oleh penyalur ke toko-toko atau ritel bisa mengakibatkan reaksi forward buying yang sebetulnya tidak berpengaruh pada permintaan dari pelanggan akhir. Untuk menghindari reaksi forward buying, frekuensi dan intensitas kegiatan promosi parsial seperti ini harus dikurangi dan lebih diarahkan ke pengurangan harga secara kontinyu sehingga bisa menciptakan program seperti every day low Price (EDLP). 5. Mengurangi ongkos-ongkos tetap untuk kegiatan produksi maupun pengiriman. Biaya-biaya tetap yang terlalu tinggi mengakibatkan kegiatan produksi maupun pengiriman yang kecil tidak bisa dilakukan dengan batch yang kecil sehingga dapat menyebabkan bullwhip effect. Salah satu cara untuk melakukan pengiriman dan produksi dalam batch kecil adalah dengan mengurangi waktu set up produksi dengan memberikan kepercayaan pada operator untuk secara tekun mencoba-coba cara set up. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di distributor LPG yaitu PT. Harum Ossamac yang beralamat di Jl. Purwodadi Solo Km 6 Danyang. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, laporan ataupun catatan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan meliputi: a. Data permintaan produk b. Data penjualan c. Wilayah tujuan produk (daerah pemasaran) Pengolahan data dilakukan dengan melakukan perhitungan variabilitas bullwhip effect. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
C ω = C C order = order demand σ µ order order σ C demand = µ... (1) demand demand... (2)... (3) σ = [ X1 X] ( ) 2... (4) N -1 Var (Q) Var (D) 2 2L 2L 1+ +... (5) 2 P P 2 2L 2L Jika nilai ω > 1 + + maka dapat disimpulkan bahwa pada 2 P P perusahaan tersebut terjadi bullwhip effect. Keterangan : ω : koefisien variabilitas bulwhip Efect σ : standar deviasi µ : rata-rata C demand : var (D) : Variabel demand (hasil penjualan) C order L P : Var (Q) : Variabel order (nilai pesanan/permintaan pada level atas) : Lead Time : periode PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 1. Pengukuran ω 1 ( variabilitas permintaan per Produk per retail) Pengukuran ω 1 yang dimaksud adalah perhitungan variabilitas pada level produk tiap retail (wilayah).
Adapun hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel dibawah. Tabel 1 Perhitungan ω 1 ( produk/wilayah) No Wilayah Periode Juli - Desember 2011 µ σ ω Ket 1 2 3 4 5 6 Purwodadi I 1 Jual 5.457 5.360 4.883 5.588 5.686 6.064 5.506 390,470 C demand 0,071 Pesan 5.463 5.371 4.885 5.590 5.688 6.100 5.516 399,527 C order 0,072 1,021 BW Purwodadi II 2 Jual 5.643 4.916 5.496 5.757 5.076 6.092 5.497 437,663 C demand 0,080 Pesan 5.640 4.920 5.500 5.750 5.100 6.100 5.502 433,240 C order 0,079 0,989 TIDAK Toroh 3 Jual 4.024 3.970 4.004 3.940 3.946 4.222 4.018 105,280 C demand 0,026 Pesan 4.050 3.990 4.000 3.950 4.000 3.950 3.990 37,417 C order 0,009 0,358 TIDAK Penawangan 4 Jual 5.537 5.232 5.076 5.363 5.487 6.004 5.450 319,632 C demand 0,059 Pesan 5.550 5.550 5.000 5.250 5.500 6.000 5.475 335,783 C order 0,061 1,046 BW Grobogan 5 Jual 4.312 4.063 4.257 4.120 4.151 5.107 4.335 389,015 C demand 0,090 1,009 TIDAK Pesan 4.350 4.050 4.260 4.125 4.170 5.120 4.346 393,426 C order 0,091 6 Sulur Sari Jual 6.872 6.330 8.648 5.774 5.830 6.180 6.606 1076,343 C demand 0,163 0,351 TIDAK Pesan 6.880 6.350 6.500 6.700 5.850 6.200 6.413 367,242 C order 0,057 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa diantara 6 wilayah terdapat 4 wilayah yang tidak mengalami bullwhip effect yaitu wilayah purwodadi II, Toroh, Grobogan dan Sulursari. Hal ini dikarenakan nilai variabilitas yang dimiliki kurang dari batas nilai variabilitas yang telah ditentukan yakni 1,011. Sedangkan di wilayah Purwodadi I menunjukkan nilai variabilitas sebesar 1,21 yang lebih besar dari batas nilai variabilitas yang ditentukan sebesar 1,011 sehingga pada wilayah Purwodadi I terjadi bullwhip effect. Demikian halnya dengan wilayah penawangan yang mempunyai nilai variabilitas sebesar 1,046 > 1,011 sehingga terjadi bullwhip effect. 2. Pengukuran ω 2 ( variabilitas permintaan Produk) Pengukuran ω 2 yang dimaksud adalah perhitungan variabilitas pada level produk (LPG 3 Kg).
Adapun hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 2 Perhitungan ω 2 ( produk) No LPG 3 Kg Periode Juli - Desember 2010 1 2 3 4 5 6 µ σ ω Ket 1 Jual 31.933 30.231 30.145 31.365 30.308 33.470 31.242 1308,012 C demand 0,042 Pesan 31.900 32.480 31.360 32.480 31.360 32.480 32.010 551,326 C order 0,017 0,41 TIDAK Pada perhitungan nilai variabilitas ω 2 (produk) tidak teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect karena nilai variabilitas produknya masih dibawah batas variabilitas Bullwhip Effect yang telah ditentukan. Nilai ω 2 adalah sebesar 0,41 dibawah batas yang telah ditentukan sebesar 1,011. 3. Pengukuran ω 3 ( variabilitas permintaan wilayah) Pengukuran ω 3 yang dimaksud adalah perhitungan variabilitas pada level produk tiap retail (wilayah). Adapun hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel dibawah. Tabel 3 Perhitungan ω 3 ( produk/wilayah) No Wilayah Periode Juli - Desember 2011 µ σ ω Ket 1 2 3 4 5 6 Purwodadi I 1 Jual 5.457 5.360 4.883 5.588 5.686 6.064 5.506 390,470 C demand 0,071 Pesan 5.463 5.371 4.885 5.590 5.688 6.100 5.516 399,527 C order 0,072 1,021 BW Purwodadi II 2 Jual 5.643 4.916 5.496 5.757 5.076 6.092 5.497 437,663 C demand 0,080 Pesan 5.640 4.920 5.500 5.750 5.100 6.100 5.502 433,240 C order 0,079 0,989 TIDAK Toroh 3 Jual 4.024 3.970 4.004 3.940 3.946 4.222 4.018 105,280 C demand 0,026 Pesan 4.050 3.990 4.000 3.950 4.000 3.950 3.990 37,417 C order 0,009 0,358 TIDAK Penawangan 4 Jual 5.537 5.232 5.076 5.363 5.487 6.004 5.450 319,632 C demand 0,059 Pesan 5.550 5.550 5.000 5.250 5.500 6.000 5.475 335,783 C order 0,061 1,046 BW Grobogan 5 Jual 4.312 4.063 4.257 4.120 4.151 5.107 4.335 389,015 C demand 0,090 Pesan 4.350 4.050 4.260 4.125 4.170 5.120 4.346 393,426 C order 0,091 1,009 TIDAK 6 Sulur Sari Jual 6.872 6.330 8.648 5.774 5.830 6.180 6.606 1076,343 C demand 0,163 0,351 TIDAK Pesan 6.880 6.350 6.500 6.700 5.850 6.200 6.413 367,242 C order 0,057
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa diantara 6 wilayah terdapat 4 wilayah yang tidak mengalami bullwhip effect yaitu wilayah purwodadi II, Toroh, Grobogan dan Sulursari. Hal ini dikarenakan nilai variabilitas yang dimiliki kurang dari batas nilai variabilitas yang telah ditentukan yakni 1,011. Sedangkan di wilayah Purwodadi I menunjukkan nilai variabilitas sebesar 1,21 yang lebih besar dari batas nilai variabilitas yang ditentukan sebesar 1,011 sehingga pada wilayah Purwodadi I terjadi bullwhip effect. Demikian halnya dengan wilayah penawangan yang mempunyai nilai variabilitas sebesar 1,046 > 1,011 sehingga terjadi bullwhip effect. 4. Perhitungan ω 4 ( variabilitas pada tingkat eselon ) Dalam penelitian ini perhitungan yang dilakukan hanyalah pengukuran downstream mengingat penulis tidak melakukan penelitian di pihak pemasok. Adapun rekapitulasi perhitungan dari pengukuran ω 4 adalah sebagai berikut : Tabel 4 Perhitungan downstream No LPG 3 Kg Periode Juli - Desember 2010 1 2 3 4 5 6 µ σ ω Ket 1 Jual 31.933 30.231 30.145 31.365 30.308 33.470 31.242 1308,012 C demand 0,042 Pesan 31.900 32.480 31.360 32.480 31.360 32.480 32.010 551,326 C order 0,017 0,41 TIDAK Pada perhitungan nilai variabilitas ω 4 (produk) tidak teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect karena nilai variabilitas produknya masih dibawah batas variabilitas Bullwhip Effect yang telah ditentukan. Nilai ω 4 adalah sebesar 0,41 dibawah batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 1,011. ANALIS A HAS IL D AN PEMBAHAS AN Adapun grafik permintaan semua wilayah pada PT. Harum Ossamac selama bulan Juli Desember 201 dapat dilihat pada gambar dibawah.
Jumlah Permintaan (unit) 34000 33000 32000 31000 30000 29000 28000 Bulan Wilayah Distributor Gambar 1 Grafik permintaan PT. Harum Ossamac Grafik diatas menggambarkan jumlah permintaan yang berfluktuasi tiap bulannya. Jumlah permintaan yang terjadi pada tiap wilayah berbeda dengan permintaan yang terjadi di pihak distributor, dalam hal ini adalah PT. Harum Ossamac. Jumlah permintaan di pihak distributor cenderung selalu lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya distrosi informasi dari wilayah. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya bullwhip effect. Nilai variabilitas 1.100 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 Wilayah Gambar.2 Grafik kondisi bullwhip effect di PT. Harum Ossamac Grafik diatas menggambarkan bahwa tiap wilayah memiliki tingkat variabilitas yang berbeda tergantung dari nilai koefisien standar deviasi dan rata-rata jumlah permintaa selama periode tertentu. Kondisi diatas adalah kondisi yang dinilai selama enam bulan yakni bulan Juli Desember 2011. Kondisi tersebut akan berbeda jika perhitungan dilakukan untuk tiap bulan bukan akumulasi selama beberapa bulan. Untuk mendapatkan penyelesaian yang tepat dalam masalah ini maka harus dicari pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab terjadinya bullwhip effect
selain berdasarkan dengan nilai variabilitas seperti diatas. Penyebab terjadinya bullwhip effect juga dapat dilakukan dengan menggunakan diagram fishbone yang berguna untuk menemukan fakor-faktor yang berpengaruh pada masalah yang akan dipecahkan. Distribusi Pangkalan Wilayah Keterlambat an pengiriman Kesalahan interpretasi end user Persediaan berlebihan Kesalahan interpretasi pangkalan BW Fluktuasi Informasi kurang jelas Kesalahan metode Sistem Metode Gambar 3 fishbone Untuk mengurangi terjadinya bullwhip effect dapat dilakukan dengan perbaikan. Perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan information sharing. Perbaikan tersebut didasarkan pada peramalan hasil permintaan masing-masing pangkalan yang mengalami bullwhip effect. Untuk melakukan peramalan, harus terlebih dahulu diketahui pola data masing-masing. Adapun pola data permintaan pada wilayah Purwodadi I dan Penawangan dapat dilihat pada gambar berikut.
Permintaan Wilayah Purwodadi I Jumlah Permintaan 8,000 6,000 4,000 2,000 0 1 2 3 4 5 6 Bulan Gambar 4 Pola data permintaan Wilayah Purwodadi I Permintaan Wilayah Penawangan Jumlah Permintaan 6,500 6,000 5,500 5,000 4,500 1 2 3 4 5 6 Bulan Gambar 5 Pola data permintaan Wilayah Penawangan Grafik diatas menunjukkan bahwa pola data pada kedua wilayah menunjukkan fluktuasi yang tidak menentu. Metode peramalan yang digunakan adalah moving average with linear trend (MAT), exponential smoothing with linear trend EST, linear regression (LR) dan winter s model (WM). Adapun nilai MAD pada peramalan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5 Nilai MAD peramalan METODE Purwodadi I Penawangan MAT 626,50 406,25 EST 721,70 686,61 LR 552,31 433,33 WINTERS 721,70 686,61 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai MAD terkecil di wilayah Purwodadi I sebesar 552,31 yang diperoleh dari metode linear regression (LR). Sedangkan nilai MAD terkecil untuk wilayah Penawangan sebesar 406,25 yang
diperoleh dengan metode Moving average with linear trend (MAT). Adapun hasil peramalan tersebut disajikan pada tabel berikut. Tabel 6 Hasil peramalan NO PERIODE HASIL PERAMALAN Purwodadi I Penawangan 1 Januari 6.001 5.450 2 Februari 6.139 5.425 3 Maret 6.277 5.400 4 April 6.416 5.375 5 Mei 6.554 5.350 6 Juni 6.692 5.325 TOTAL 38.079 32.295 Hasil peramalan diatas digunakan sebagai dasar untuk melakukan perhitungan bullwhip effect pada kedua wilayah tersebut. Adapun hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel dibawah ini. No 1 2 Wila yah Purwodadi I Tabel 7 Perhitungan bullwhip Effect setelah peramalan Periode Juli - Desember 2010 1 2 3 4 5 6 µ σ ω Ket Jual 5.457 5.360 4.883 5.588 5.686 6.064 5.506 390,470 C demand 0,071 Pesan 6.001 6.139 6.277 6.416 6.554 6.692 6.347 258,656 C order 0,041 Penawangan Jual 5.537 5.232 5.076 5.363 5.487 6.004 5.450 319,632 C demand 0,059 Pesan 5.450 5.425 5.400 5.375 5.350 5.325 5.388 46,771 C order 0,009 0,575 TIDAK 0,148 TIDAK Hasil perhitungan bullwhip effect pada kedua wilayah setelah peramalan menunjukkan tidak adanya kondisi bullwhip effect. Hal ini ditunjukkan dengan nilai variabilitas yang kurang dari ketentuan sebesar 1,011. Untuk wilayah Purwodadi I nilai variabilitas sebesar 0,575 < 1,011 dan wilayah penawangan sebesar 0,148 < 1,011. Dengan demikian tidak terjadi bullwhip effect di kedua wilayah tersebut. Dengan hasil peramalan tersebut dapat disimpulkan bahwa peramalan yang sesuai dapat mengurangi terjadinya bullwhip effect. Solusi lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi bullwhip effect adalah dengan memperpendek atau mengurangi rantai supply chain. Pengurangan tersebut dapat dilakukan dengan menghilangkan wilayah artinya distributor (PT. Harum Ossamac) dapat langsung mendistribusikan produknya ke masing-masing
pangkalan sehingga permintaan dari pangkalan langsung dapat diketahui oleh PT. Harum Ossamac. Dengan kondisi ini diharapkan dapat mengurangi kesalahan interpretasi permintaan produk. KESIMPULAN Berdasarkan analisa hasil dan pembahasan seperti yang telah diuraikan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Bullwhip effect merupakan peningkatan variabilitas permintaan di setiap tahap pada supply chain dengan kata lain suatu keadaan yang terjadi dimana permintaan dari customer mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, sehingga menyebabkan distorsi permintaan sehingga menimbulkan efek bagi keseluruhan pihak supply chain. 2. Hasil perhitungan ω 1 ( variabilitas permintaan per Produk per wilayah) menunjukkan bahwa diantara 6 wilayah terdapat 4 wilayah yang tidak mengalami bullwhip effect yaitu wilayah purwodadi II, Toroh, Grobogan dan Sulursari. Hal ini dikarenakan nilai variabilitas yang dimiliki kurang dari batas nilai variabilitas yang telah ditentukan yakni 1,011. Sedangkan di wilayah Purwodadi I dan Penawangan mengalami bullwhip Effect dengan nilai variabilitas berturut-turut sebesar 1,21 dan 1,046 > 1,011. 3. Pada perhitungan nilai variabilitas ω 2 (produk) tidak teridentifikasikan terjadinya Bullwhip Effect karena nilai variabilitas produknya masih dibawah batas variabilitas Bullwhip Effect yang telah ditentukan. Nilai ω 2 adalah sebesar 0,41 dibawah batas yang telah ditentukan sebesar 1,011. 4. Hasil perhitungan bullwhip effect pada kedua wilayah setelah peramalan menunjukkan tidak adanya kondisi bullwhip effect. Hal ini ditunjukkan dengan nilai variabilitas yang kurang dari ketentuan sebesar 1,011. Untuk wilayah Purwodadi I nilai variabilitas sebesar 0,575 < 1,011 dan wilayah penawangan sebesar 0,126 < 1,011.
DAFTAR PUSTAKA Barung, Marcelinus Mada. 2011. Pengurangan bullwhip effect pada rantai pasok di level distributor Y. Tugas Akhir. Universitas Hasanuddin. Makasar. Indrajit, R, Eko, 2002, Strategi Mengelola Menejemen Rantai Pasokan Bagi Perusahaan Modern Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Indri Parwati, dan Prima Andrianto. 2009. Metode supply chain management Untuk menganalisis bullwhip effect Guna meningkatkan efektivitas sistem distribusi produk Jurnal Teknologi, 51 Volume 2 Nomor 1, Juni 2009. Lee, et al. 1996, Operation Management Strategy and Analysis, Wesley Publishing Company, New Jersey. Pujawan, I Nyoman. 2005. Suply Chain Management. Edisi Pertama. Guna Widya Surabaya. Simchi - Levi, David, Philip Kaminsky and Edith Simchi Levi, 2000, Designed and managing the supply chain concept, strategis and case study, Irwin Mc Graww Hill, Singapore int. edition. Susilo, Tri. 2008. Analisa Bullwhip Effect Pada Supply Chain (Studi Kasus PT. Istana Cipta Sembada Sidoarjo). Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol 8 No. 2 Desember.