BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE KAWALI. A. Hasil Penelitian Artefak Astana Gede Kawali

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB III METODE PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. Kunjungan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 12 Maret tahun 2011, hari

Prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone Bolango

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

DAFTAR ISI. A. Pendahuluan. B. Pengertian Warisan Budaya Tak BendaHasil. C. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Bogor

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 5. PERADABAN AWAL INDONESIA DAN DUNIALATIHAN SOAL BAB 5. 1, 2 dan 3. 1, 2 dan 4. 1, 2 dan 5.

BAB II KAJIAN SEJARAH SENI RUPA DAN SUNDA. A. Tinjauan Umum Tentang Seni Rupa

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu peranan penting dalam kemajuan suatu. bangsa, karena maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

Cagar Budaya Candi Cangkuang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN. kepada sang karakter utama, Nova, seorang gadis kecil yang menuntuk

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

GLOSARIUM. Anak perempuan yang berada dalam suatu garis keturunan sebuah keluarga atau semua wanita dalam sebuah kelompok masyarakat adat Kerinci.

TINJAUAN VISUAL AKSARA PADA PRASASTI BATU TULIS BOGOR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

Arsitektur Dayak Kenyah

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

LATIHAN SOAL ULANGAN KENAIKAN KELAS SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016. Tema 8 : Bumi dan Alam Semesta Nama :... Kelas : III (tiga)

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana


biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

Seminar Nasional BOSARIS III Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB III IKAN LELE SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI GRAFIS. A. Implementasi Teoristis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis

III. METODE PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

Hasil Karya Seni Patung Modern dari Transpormasi Nilai-Nilai Ceritera Sutasoma Oleh Drs. I Dewa Putu Merta, M.Si

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KONSTRUKSI ATAP 12.1 Menggambar Denah dan Rencana Rangka atap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB II DESA SENDANGDUWUR. Sebelah Selatan Wilayah Kecamatan Paciran serta memiliki Luas Wilayah + 22,5

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs.

DINDING DINDING BATU BUATAN

A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A

Tes Visualisasi Spasial

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Kertas. Pecahan. Dua Ribu. Pengedaran.

Hasil Kebudayaan masa Praaksara

BAB VII TATA LAKSANA LAPANGAN

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

INTERAKSI KEBUDAYAAN

2015 LANGIT SENJA PALAGAN BUBAT SAKSI BELA PATI CITRARESMI SEBAGAI IDE BERKARYA SENI LUKIS DENGAN TEKNIK LAYER PADA MEDIUM AKRILIK

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PEDOMAN FORMAT BRAILLE

Kompetensi Dasar. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan. D. Rumusan Masalah

BAB III TINJAUAN KHUSUS

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE KAWALI A. Hasil Penelitian Artefak Astana Gede Kawali Situs Astana Gede Kawali ini merupakan tempat yang memiliki banyak peninggalan-peninggalan berupa artefak purbakala, apabila dibandingkan dengan situs-situs lain di daerah Ciamis. Artefak-artefak tersebut diyakini akan membawa kesialan bila peletakannya diganggu, atau dirusak dan dijarah. Karena itulah, penjagaan ketat terhadap warisan leluhur yang menjadi nenek moyang masyarakat Ciamis/ Kawali ini, mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dan masyarakat setempat. Situs Astana Gede Kawali, berada di kaki Gunung Sawal dan merupakan lokasi hutan lindung dengan luas lima hektar. Situs ini memiliki beberapa artefak yang mempunyai ciri-ciri bangunan budaya khas Megalitik yaitu menggunakan batu-batu besar. Apabila dilihat dari peninggalan budaya, artefak-artefak yang berada di Situs Astana Gede Kawali ini merupakan kawasan campuran antara periode sejarah, Sunda Kuna dan awal masuknya periode islam. Sejalan dengan pendapat di atas, menurut cerita yang beredar di masyarakat Ciamis, Situs Astana Gede Kawali merupakan peninggalan Prabu Niskala Wastu Kencana yang memimpin sekitar tahun 1371-1475 Masehi dan beragama Sunda-Hindu. 68

Pada periode selanjutnya, agama Islam mulai masuk ke Kerajaan Kawali. Adanya makam-makam Islam di situs ini, membuktikan bahwa Situs Astana Gede pernah dikuasai oleh pemimpin yang menganut agama Islam. Situs Astana Gede Kawali, memiliki banyak artefak yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sejarah dan kebudayaan. Tabel 4.1 Analisis Visual Artefak Astana Gede Kawali JENIS-JENIS ARTEFAK ASTANA GEDE KAWALI GAMBAR FUNGSI 1 PRASASTI I - Sebagai media penyampai pesan dari raja 2 PRASASTI II - Sebagai media penyampai harapan dari raja 69

3 PRASASTI III - Sebagai kalender - Sebagai tempat bertapa 4 PRASASTI IV - Sebagai lambang dari arwah leluhur - Sebagai tanda penyimpanan abu jenazah 5 PRASASTI V - Sebagai lambang dari arwah leluhur - Sebagai tanda penyimpanan abu jenazah 70

6 PRASASTI VI - Sebagai media penyampai harapan dan pesan dari raja 7 MEJA SURAWISESA - Sebagai tempat penobatan raja - Sebagai tempat penyimpanan sesaji 8 MENHIR - Sebagai tempat bercermin diri - Sebagai tanda penyimpanan abu jenazah 71

9 MAKAM - Sebagai tempat menyimpan jenazah (Sumber: Dokumen Pribadi: 201I) Tabel di atas adalah tabel jenis-jenis artefak yang terdapat di Situs Astana Gede Kawali. Melihat posisi peletakan artefak-artefak yang telah disebutkan pada tabel di atas, artefak-artefak Astana Gede tidak begitu tertata. Pendapat pertama mengatakan bahwa peletakan-peletakan artefak, disamakan dengan tempat di bagian mana artefak tersebut ditemukan. Pendapat kedua mengatakan bahwa posisi peletakan artefak Astana Gede Kawali, bukan posisi asli namun sudah dirubah posisinya. 72

1. Prasasti I Tabel 4.2 Analisis Visual Prasasti I NO VISUALISASI PRASASTI I GAMBAR KETERANGAN 1. Bentuk Segi empat mendatar dan tidak beraturan 2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Ditulis dengan underline 3. Ukuran - Panjang kanan 125 cm - Panjang kiri 120 cm - Lebar atas 46 cm - Lebar bawah 57 cm - Tebal 10 cm 73

4 Posisi Direbahkan diatas tanah dan di kelilingi oleh batubatu kecil (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Prasasti ini berbentuk segi empat dengan salah satu sisinya agak melengkung. Bentuk batu seperti yang tampak pada gambar, diduga merupakan bentuk alami dan bukan merupakan batu olahan. Tekstur prasasti ini cukup halus apabila diraba meskipun permukaannya terlihat kasar. Prasasti I terbuat dari batu alam berwarna hitam keabuan. Prasasti ini berada dalam posisi mendatar dengan panjang garis yang tidak beraturan. Terletak melintang dari utara ke selatan dengan ukuran panjang kanan 125 cm, panjang kiri 120 cm, lebar atas 46 cm, lebar bawahnya 57 cm dan tebal 10 cm. Prasasti ini di kelilingi oleh batu-batu kecil berbentuk bulat dan lonjong. Tulisan yang dipakai adalah tulisan Sunda Kuna yang di jajarkan dalam 10 baris dibagian muka (atas). Setiap kalimat ditulis dengan ketebalan 3-4 mm, memiliki garis sebagai pembatas yang digoreskan di bawah setiap kalimat dan diberi jarak antara 6 sampai 7 cm. 74

Tulisan pada prasasti ini, tidak hanya terlihat dari atas, akan tetapi di setiap sisi bawah, juga terdapat tulisan yang diukir dengan ketebalan yang sama. Prasasti ini diletakan di samping kanan prasasti II dan di samping kiri prasasti IV. Prasasti I dan semua prasasti lainnya, termasuk makam Pangeran Usman dan Batu Palinggih serta Batu Pengeunteungan, dilindungi oleh pagar besi yang ditancapkan pada tiang kayu serta atap. Tulisan yang terdapat di muka prasasti tersebut, menurut jurnal Penelitian BALAR (1996: 21) adalah : 1. Nihan tapak wa 2. Lar nu siya mulia tapa [k] I 3. Na parbu raja wastu 4. Manadeg di kuta kawa 5. Li nu mahayuna na kadatuan 6. Surawisesa nu marigi sa 7. Kuliling dayoh nu najur sakala 8. Desa aya ma nu pa[n]dori pakena 9. Gawe rahhayu pakon hobol ja 10. Ya dina buana Sedangkan tulisan yang berada di tepian batu adalah : 1. Sisi sebelah utara : ia neker ina ager 2. Sisi sebelah selatan : hayua diponah ponah 3. Sisi sebelah timur : ina ni[n]ca kina re[m]pag 75

4. Sisi sebelah barat : hayua dicawuh-cawuh Apabila diterjemahankan, arti dari kalimat-kalimat tersebut adalah : 1. Inilah tanda be- 2. Kas beliau yang mulia 3. Prabu Raja Wastu 4. [yang] berkuasa di Kota Kawa- 5. Li, yang memperindah kedaton 6. Surawisesa, yang membuat parit [di] se- 7. Keliling ibu kota, yang memakmurkan seluruh 8. Desa. Semoga ada penerus yang melaksanakan 9. Berbuat kebajikan agar lama ja 10. Ya di dunia. Terjemahan dari setiap sisinya adalah : 1. Sisi sebelah utara : Yang memotong akan ager (=hancur) 2. Sisi sebelah selatan : Janganlah dirintangi 3. Sisi sebelah timur : Yang menginjak akan roboh 4. Sisi sebelah barat : Janganlah diganggu Pada baris pertama, terdapat lambang lingkaran yang terpotong dua garis bersilangan dengan hiasan mirip bunga disetiap sudut garis. 76

Gambar 4.1 Ornamen yang Terdapat pada Prasasti I (Sumber: Dokumentasi Pribadi: 2011) 2. Prasasti II Tabel 4.3 Analisis Visual Prasasti II NO VISUALISASI PRASASTI II GAMBAR KETERANGAN 1. Bentuk - Segi empat mendatar dan tidak beraturan 77

2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Ditulis dengan acak 3. Ukuran - Tinggi 115 cm - Lebar bawah 70 cm - Lebar atas 74 cm - Tebal 4,5 cm 4 Posisi Ditegakkan diatas tanah dan di kelilingi oleh batubatu kecil (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Jenis batu yang digunakan untuk Prasasti II, sama dengan Prasasti I yaitu batu disolit/ batu gunung. Tekstur prasasti ini lebih kasar dibandingkan dengan Prasasti I. Warna batu ini abu kecoklatan dengan intensitas warna yang sedikit lebih pucat dibandingkan dengan warna batu Prasasti I. 78

Samahalnya dengan Prasasti I, bentuk batu ini diduga adalah bentuk batu asli dan bukan merupakan batu hasil olahan. Prasasti ini berada dalam posisi berdiri dengan bentuk seperti segi lima tidak beraturan. Huruf dan bahasa yang digunakan, sama dengan prasasti I dan juga prasasti-prasasti yang lainnya yaitu huruf dan bahasa Sunda Kuna. Tinggi prasasti ini sekitar 115 cm dengan lebar bagian bawah 70 cm, dan lebar atas 74 cm. tebal prasasti II adalah 4,5 cm. Prasasti ini bertuliskan harapan dari Prabu Wastu Kancana untuk masa yang akan datang. Prasasti ini memiliki tulisan sebanyak 7 baris dengan garis horizontal sebagai batas akhir tulisan baris ke 7. Berbeda dengan prasasti I yang tulisannya rapih, tulisan pada prasasti II sedikit tidak rapih dengan besar tulisan yang tidak sama. Tulisannya hanya terdapat di bagian muka saja. Kalimat yang terdapat di prasasti II menurut Jurnal Penelitian BALAR (1996: 23) adalah : a. Aya ma b. Nu nosi i c. Na kawali i d. Nu pakena ke e. Rta bener f. Pakon na[n]jor g. Na juritan Terjemahan kalimat tersebut adalah : 79

a. Semoga ada b. Yang menghuni c. Dayeh kawali i- d. Ni yang melaksanakan kee. Makmuran dan keadilan f. Agar unggul g. Dalam perang 3. Prasasti III Tabel 4.4 Analisis Visual Prasasti III NO VISUALISASI PRASASTI III GAMBAR KETERANG AN 1. Bentuk Segi lima trapesium, dengan sepasang tapak kaki dan tapak tangan kiri 2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Ditulis dalam satu kalimat 80

3. Ukuran - Panjang atas 111 cm - Panjang bawah 113 cm - Lebar kanan 74 cm - Lebar kiri 55 cm - Tebal ±10 cm 4 Posisi Direbahkan diatas tanah dengan batubatu kecil di sekelilingnya (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Prasasti yang tertera pada tabel di atas adalah prasasti III. Prasasti ini terbuat dari batu gunung berbentuk segilima tidak beraturan. Apabila dilihat sekilas, batu ini tampak berbentuk trapesium. Bentuk batu Prasasti ini diduga merupakan bentuk batu alami hasil sortiran. Prasasti ini diletakan dalam posisi rebahan dan melintang dari arah selatan ke arah utara. Ukuran dari prasasti ini adalah 75 cm untuk lebar kanan, 55 cm untuk lebar kiri, panjang atas 113 cm, panjang atas 111 cm, dan ketebalan sekitar 10 cm. 81

Prasasti III memiliki tekstur yang agak kasar apabila diraba. warna abu pucat. Batu ini memiliki keunikan tersendiri apabila dibandingkan dengan prasasti yang lainnya. Terdapat sepasang jejak telapak kaki berukuran dewasa dan jejak tapak tangan sebelah kiri yang juga berukuran dewasa pada permukaannya. Di atasnya terdapat gurat-gurat garis vertikal dan horizontal yang membentuk bidang-bidang segi empat dengan ukuran yang tidak sama. Bidang-bidang segi empat ini, terbentuk dari perpotongan lima buah garis yang digoreskan sejajar sepanjang 100 cm, dengan garis melintang sebanyak sembilan garis. Dari potongan garis-garis itu, terbentuk kotak-kotak berjumlah 45 buah. Ukuran terbesar 13 x 12 cm, ukuran menengah 10 x 9 cm, serta ukuran terkecil 9 x 8,5 cm. kotak-kotak tersebut berjejer membentuk tabel yang terbagi ke dalam Sembilan kolom dan empat baris. Di sisi kiri bidang kotak-kotak, terdapat tulisan yang berbunyi anana, sebagian pendapat menyebutkan sebagai angana, dan anggana. Arti dari tulisan tersebut, ada yang mengatakan artinya adalah Sendiri. Pendapat lainnya mengartikan dengan kata Datang, menghampiri. (Sukardja, 2007: 10). 82

4. Prasasti IV Tabel 4.5 Analisis Visual Prasasti IV NO VISUALISASI PRASASTI IV GAMBAR KETERANGAN 1. Bentuk Bentuk lonjong, pipih dan tegak 2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Dipahat dalam dua baris 3. Ukuran - Tinggi 120 cm - Lingkar tengah ± 120 cm 83

4 Posisi Ditegakkan di atas tanah dan di kelilingi oleh batubatu berukuran kecil (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Prasasti empat, disebut dengan Batu Panyandungan. Prasasti ini terbuat dari batu gunung yang berbentuk lonjong agak pipih dengan tinggi 120 cm dan lingkar tengah ± 120 cm. Bentuk batu ini diperkirakan adalah bentuk asli dan bukan bentuk yang diperoleh dari hasil olahan/ pahatan. Di hadapan prasasti, terdapat batu pipih miring yang diperkirakan sebagai bagian dari Prasasti IV. Prasasti IV memiliki tekstur yang kasar dengan warna abu-abu pucat yang sebagian sudah tertutupi oleh warna lumut. Prasasti ini ditancapkan ke dalam tanah agar bisa berdiri. Terdapat inskripsi Sanghyang Lingga Hyang. Tulisan tersebut ditulis di bagian tengah agak ke bawah pada batu dan tersusun dalam dua baris. 84

1. Sang hyang ling- 2. Ga hyang Arti dari inskripsi tersebut adalah Sang Hyang yang telah menghilang. (Seperti yang tertulis pada papan keterangan di lokasi). Batu ini merupakan tempat di simpannya abu jenazah Prabu Linggabuana/ Prabu Wangi. Sesuai dengan tradisi Hindu pada masa itu, jenazah Prabu Wangi dikremasikan dan abunya dikubur dibawah batu Panyandungan ini. Prabu Wangi adalah ayah dari Prabu Niskala Wastu Kancana yang juga berperan sebagai raja Kawali yang gugur pada peristiwa perang bubat. 5. Prasasti V Tabel 4.6 Analisis Visual Prasasti V NO VISUALISASI PRASASTI V 1. Bentuk GAMBAR KETERANGAN Bentuk pipih dan agak condong ke belakang. 85

2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Dipahat dalam dua baris 3. Ukuran - Tinggi 120 cm - Lingkar tengah ±120 cm 4 Posisi Ditegakkan di atas tanah dan di kelilingi oleh batu-batu berukuran kecil. (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Prasasti V ini memiliki ukuran yang sama dengan Prasasti IV, akan tetapi bentuknya lebih langsing dan agak mengerucut di bagian atas. Posisi 86

prasasti ini agak condong ke belakang dan ditopang oleh batu yang lebih kecil. Di bagian depannya, sekitar 80 cm terdapat batu dengan ukuran lebih kecil dan lebih ramping dengan posisi yang menjorok ke belakang, dan berlawanan dengan prasasti di depannya. Prasasti V terbuat dari batu gunung yang diduga tidak mengalami perubahan pada bentuknya (bentuk asli). Prasasti V memiliki tekstur yang kasar dan berwarna abu-abu. Sebagian permukaannya sudah tertutupi oleh lumut sehingga tampak berwarna kehijauan. baris, yaitu : Terdapat inskripsi di tengah-tengah batu yang dipahatkan dalam dua 1. Sang Hyang Lingga 2. Bingba Artinya sama dengan Prasasti IV adalah Sang Hyang yang telah menghilang. (Seperti yang tertulis pada papan keterangan di lokasi). 87

6. Prasasti VI Tabel 4.7 Analisis Visual Prasasti VI NO VISUALISASI PRASASTI VI GAMBAR KETERANGAN 1. Bentuk - Bentuk segi empat tidak beraturan - Dengan warna coklat keemasan 2. Hurup dan bahasa - Hurup dan bahasa Sunda Kuna - Dipahat ± 4 mm - Dibuat dalam enam baris dan tidak terlalu rapih 3. Ukuran - Panjang 72 cm - Lebar 62 cm 88

4 Posisi Direbahkan diatas tanah dan di kelilingi oleh batu-batu berukuran kecil (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Prasasti VI adalah prasasti terakhir Astana Gede Kawali yang berhasil ditemukan. Prasasti terakhir ini ditemukan kurang lebih 200 tahun setelah prasasti-prasasti sebelumnya ditemukan. Prasasti ini ditemukan pada tanggal 03 Oktober 1955 oleh bapak Sopar yang bertugas sebagai pembersih dan penjaga lingkungan Astana Gede Kawali. Samahalnya dengan prasasti-prasasti yang lain, Prasasti VI juga terbuat dari batu gunung akan tetapi batu ini memiliki warna kuning kecoklatan. Bentuk prasasti ini segi empat tidak beraturan dan sekilas seperti jajaran genjang. Bentuk batu ini diduga merupakan bentuk alami dan bukan merupakan bentuk olahan. Panjangnya 72 cm, lebar 62 cm. Batu ini direbahkan di atas tanah dengan batu-batu kecil di sekelilingnya. Prasasti VI berbentuk pipih dan memiliki permukaan yang mengkilap dengan tekstur yang cukup halus saat diraba. Prasasti VI berada kurang lebih 89

4 meter dari Prasasti I. Inskripsi yang terdapat pada prasasti ini disusun dalam enam baris. Teks yang tertulis di Prasasti ini menurut Jurnal Penelitian BALAR (1996: 26) adalah : 1. Ini perti [n] 2. Gal nu atis- 3. Ti rasa ayama nu 4. Nosi dayoh iwo 5. Ulah botoh bisi 6. Kokoro Terjemahan teksnya menurut Sukardja (2007: 26) adalah : 1. Ini pening- 2. Galan dari orang berilmu 3. Semoga ada yang 4. Menghuni kota ini 5. Jangan banyak tingkah (berjudi) bisa 6. Celaka Pendapat lain mengatakan, makna dari prasasti ini adalah : 1. Inilah amanat dari 2. Mendiang yang telah sempurna 3. Bagi siapapun 4. Yang tinggal di negeri ini 5. Jangan serakah karena akan menimbulkan 90

6. Kesengsaraan/ penderitaan/ kemiskinan Disudut kiri atas Prasasti VI, terdapat ornamen lingkaran yang terbagi oleh dua garis yang bersilangan. Di setiap ujung garis, terdapat lambang mirip bunga dengan tiga helai kelopak. Lambang ini mirip dengan lambang yang terdapat pada Prasasti I. Gamabr 4.2 Ukiran Cakra pada Prasasti VI (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) 7. Meja Surawisesa Tabel 4.8 Analisis Visual Meja Surawisesa NO VISUALISASI MEJA SURAWISESA KETERANGAN 1 Bentuk - Berbentuk seperti meja dengan tugu batu pipih yang berdiri ditengah-tengah di bagian dibelakang - Dibuat dari susunan batu-batu bulat dengan lempengan batu datar dibagian atas 2 Ukuran - Tinggi sisi kanan 94 cm - Tinggi sisi kiri 88 cm - lebar sisi bawah 40 cm 91

- lebar sisi atas 57 cm 3 Posisi Berdiri diatas tanah dengan batu-batu berukuran kecil di sekelilingnya 4 Gambar (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Salah satu artefak yang terdapat di Astana Gede Kawali ini bernama Meja Surawisesa. Meja Surawisesa lebih dikenal dengan sebutan Batu Palinggih. Batu palinggih ini sering juga disebut masyarakat sebagai batu kursi, karena bentuknya yang mirip dengan kursi. Singkatnya, artefak ini memiliki beberapa panggilan yaitu Meja Surawisesa, Batu Palinggih, Batu Pamuruyan, dan Batu Kursi. Meja ini terbuat dari batu gunung yang disusun membentuk meja dengan sandaran berupa lempengan batu tegak di ujung tengah meja di bagian belakang. Bagian atas dari meja ditutup dengan lempengan batu-batu datar setebal kurang lebih 4 cm. Batu ini memiliki permukaan yang kasar dan berwarna abu-abu. Meja Surawisesa ini memiliki tinggi 94 cm pada sisi kanan, 88 cm pada sisi kiri, lebar sisi bawah 40 cm, dan lebar sisi atas 57 cm. 92

8. Batu Pengeunteungan Tabel 4.9 Analisis Visual Batu Pangeunteungan NO VISUALISASI BATU PANGEUNTEUNGAN KETERANGAN 1 Bentuk - Berbentuk lonjong, dengan bagian depan agak rata dan sedikit mengerucut dibagian atas. Berbentuk seperti tugu - Terdapat lumpang/ tempat air di bagian depan tugu dengan tempat air berbentuk segi tiga lengkap dengan penutup 2 Ukuran Ukuran Tugu - Tinggi 130 cm - Lebar tengah ±30 cm - Tebal tengah ±25 cm Ukuran lumpang adalah : - Sisi 35 x 35 cm - Ukuran tempat air 22 x 22 x 22 cm - Tebal ±10 cm 3 Posisi - Berdiri (tugu) - Datar (lumpang) 4 Gambar (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) 93

Artefak yang terdapat pada tabel di atas, dikenal sebagai Batu Pangeunteungan. Batu Pangeunteungan ini terbuat dari batu gunung yang diduga tidak diolah lagi (bentuk asli). Batu ini cukup unik karena memiliki batu lumpang segi empat dengan cerukan air berbentuk segitiga di atasnya. Batu Pangeunteungan ini memiliki ukuran tinggi 130 cm, tebal sekitar 15 cm, dan lebar sekitar 30 cm. Lumpang batu ini berbentuk segi empat dengan ukuran 35 x 35 cm dengan ketebalan sekitar 10 cm, dan ukuran tempat air 22 x 22 x 22 cm. Keistimewaan lumpang berceruk berisi air ini adalah kemapuannya menyerap air dari dalam tanah, sehingg air di dalam ceruknya tersebut tidak pernah kering. Permukaan Batu Pangeunteungan cukup kasar apabila diraba. Warna batu ini mirip dengan Prasasti I, III, IV, V, dan Meja Surawisesa yaitu berwarna abu-abu. Batu Pangeunteungan diletakan pada posisi berdiri dengan lumpang yang direbahkan di bagian depannya. 9. Makam 9.1 Makam Adipati Singacala Tabel 4.10 Analisis Visual Makam I NO VISUALISASI MAKAM ADIPATI KETERANGAN 1 Bentuk - Berupa tumpukan batu dengan dua jahul sebagai tanda makam - Disekeliling makam, dikelilingi oleh 94

pagar bambu rapat - batu-batu berbagai ukuran, tersebar di sekitar makam 2 Ukuran - Panjang ± 2,9 Meter - Lebar ± 1Meter 3 Posisi Didirikan di atas tanah pada teras tertinggi di Astana Gede Kawali 4 Gambar (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Di Astana Gede ini, terdapat 11 makam. Dari sebelas makam tersebut, yang memiliki ciri khas dan mudah dikenali adalah makam Adipati Singacala (1643-1718 Masehi). Makam ini terletak di teras utama dan di kelilingi oleh pagar bambu yang cukup rapat. Banyak batu-batu berbagai ukuran yang tersebar di dekat makam. Makam ini memiliki kesamaan dengan makam-makam Islam di zaman sekarang, yaitu adanya dua tugu kecil yang membentuk garis lurus dan terletak di tengah-tengah makam. Di antara dua tugu tersebut, terdapat lahan kosong selebar tugu dengan panjang sekitar satu meter. Lahan ini difungsikan sebagai tempat untuk nyeukar/ menabur bunga. Makam Adipati Singacala ini 95

membentuk suatu teras yang terbuat dari susunan batu dalam berbagai ukuran. Batu yang digunakan sebagai media makam adalah batu gunung. Tekstur batu pada makam ini sangat beragam, dari yang permukaannya halus, sampai yang kasar. Warna batu yang dipakai, semuanya berwarna abu kehitaman. Sebagian batu tampak berwarna kehijauan karena sudah tertutupi oleh lumut. 9.2 Makam Pangeran Usman Tabel 4.11 Analisis Visual Makam II NO VISUALISASI MAKAM PANGERAN USMAN KETERANGAN 1 Bentuk - Berupa tumpukan batu dengan dua jahul sebagai tanda makam - Batu-batu berbagai ukuran, dijadikan sebagai batas makam 2 Ukuran - Panjang ± 5 Meter - Lebar ± 1 Meter 3 Posisi Didirikan diatas tanah 96

4 Gambar (Sumber: Dokumen Pribadi: 2011) Pangeran Usman adalah keturunan kerajaan Cirebon yang menikah dengan putri dari Pangeran Mahadikusumah yang saat itu memimpin Kawali. Pangeran Usman berasal dari keluarga yang menganut Agama Islam. Agama yang dianutnya tersebut, membawa pengaruh yang besar terhadap kerajaan Kawali. Pangeran Usman dipercaya sebagai orang yang menyebarkan Agama Islam di kerajaan Kawali. Dari segi bentuk, makam Pangeran Usman memiliki kesamaan dengan makam Adipati Singacala yaitu memiliki dua tugu dengan lahan kosong di antara dua tugu tersebut, perbedaan terlihat pada basement-nya saja. Makam Adipati Singacala memiliki teras/ pondasi dari tumpukan batu, sedangkan makam Pangeran Usman tidak memiliki pondasi akantetapi langsung di batasi dengan batu yang menyatu dengan tanah. Makam ini terbuat dari batu-batu datar yang banyak diantaranya berukuran besar. Batu-batu dengan permukaan datar, digunakan sebagai pembatas makam Pangeran Usman. Batu-batu gunung ini memiliki tekstur yang kasar dan berwarna abu kecoklatan. Makam 97

Pangeran Usman merupakan makam terpanjang apabila dibandingkan dengan makam-makam yang lainnya yaitu sekitar 5 meter dengan lebar sekitar 1 meter. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Prasasti I Gambar 4.3 Visualisasi Prasasti I (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Gambar di atas adalah Prasasti I yang terdapat di Astana Gede Kawali. Disebutnya batu ini sebagai prasasti, karena artefak ini adalah batu yang memiliki inskripsi atau tulisan yang terukir di atasnya. Hurup dan bahasa yang dipakai pada Prasasti I adalah huruf Sunda Kuna. Prasasti I ini diperkirakan dibuat sekitar abad ke-14, sama dengan prasasti-prasasti yang lainnya. 98

Prasasti-prasasti tersebut, walaupun tidak memuat tahun pembuatan secara pasti, dan juga tidak mencantumkan nama penulisnya, tapi para pakar meyakini bahwa pembuatan prasasti tersebut terjadi pada waktu Prabu Niskala Wastu Kancana berkuasa. Pendapat ini, sejalan dengan pendapat masyarakat yang memiliki keyakinan yang sama dengan pendapat pakar tersebut. Prasasti I merupakan salah satu media penyampaian amanat yang dipilih oleh Prabu Niskala Wastu Kancana agar dapat dikenang dan dibaca oleh generasi penerusnya. Penggunaan media batu sebagai prasasti, dikarenakan pada masa itu batu merupakan media alam yang masih sering digunakan dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama. Penggunaan batu ini adalah bentuk tradisi zaman Megalitik yang masih diterapkan di zaman sejarah. Bentuk Prasasti I diduga merupakan bentuk alami dari batu yang disortir, dan bukan merupakan batu olahan. Perkiraan tersebut, menjurus kepada banyaknya batu-batu berbagai ukuran yang tersebar di sekitar Astana Gede. Meskipun bentuk batu ini sangat sederhana, akan tetapi Prasasti I merupakan salah satu artefak sumber tertulis yang berharga bagi masyarakat dan pemerintah Kawali, Ciamis. Disudut kiri atas Prasasti I, terdapat lambang yang mirip dengan Cakra. Lambang Cakra ini biasa ditemukan pada peninggalan-peninggalan agama Hindu. Lambang Cakra ini diduga merupakan lambang matahari pada kepercayaan Hindu. 99

Gambar 4.4 Ornamen pada Prasasti I yang diduga Sebagai Cakra Sumber: Dokumentasi Pribadi Salah satu bagian teks dari Prasasti I ini berbunyi pakena gawe rahayu pakon hobol jaya di buana/ yang menjadi teks terakhir prasasti I. Kalimat tersebut merupakan pesan dan harapan dari Prabu Wastu kepada rakyatnya untuk selalu bekerja dengan sungguh-sungguh dan selalu berbuat baik jika ingin mendapatkan kejayaan di dunia. Berdasarkan teks tersebut, Prasasti I ini dianggap sebagai wasiat dari Prabu Wastu Kancana agar terus membiasakan diri berbuat baik kalau ingin hidup lama dengan penuh kejayaan di dunia ini. Pesan-pesan yang tertulis di sisi-sisi prasasti, dituliskan agar rakyat selalu menjaga kerukunan dengan tidak berselisih, tidak merusak nama baik, tidak saling mengganggu, dan pesan agar hidup dengan jujur. Pesan tersebut, juga ditujukan kepada pemimpin-pemimpin yang akan meneruskan kerajaan/ pemerintahan Kawali setelah Prabu Niskala Wastu Kancana. Tulisan yang dipahatkan diatas batu ini, tidak dimaksudkan untuk menerangkan kejayaan yang didapatkan oleh kerajaan Kawali di bawah pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana. Inskripsi tersebut, walaupun 100

sekilas memaparkan Prabu Niskala Wastu Kancana, namun yang menjadi penekanan adalah harapan/dorongan beliau pada rakyatnya serta generasigenerasi penerusnya. Melihat teori tentang fungsi seni, batu ini dapat digolongkan ke dalam karya seni yang berfungsi fisik atau praktis. Hal itu terlihat pada peranan batu ini yang dibuat sebagai media penyampai pesan pribadi Prabu Niskala Wastu Kancana, kepada generasi-generasi penerusnya dimasa yang akan datang. 2. Prasasti II Gambar 4.5 Visualisasi Prasasti II (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Sumber tertulis lainnya yang terdapat di Astana Gede Kawali adalah Prasasti II. Prasasti II dikategorikan ke dalam kelompok artefak berjenis 101

prasasti karena adanya tulisan yang terukir pada salah satu sisinya. Prasasti II ini adalah salah satu media yang dipilih oleh Prabu Niskala Wastu Kancana sebagai media penyampai amanatnya. Penggunaan batu sebagai media prasasti, merupakan tradisi dari zaman Megalitikum yang masih dipakai di zaman sejarah. Alasan lainnya diduga agar pesan pribadi yang ingin disampaikan oleh Prabu Niskala Wastu Kancana, masih dapat dibaca oleh generasi-generasi penerusnya dimasa yang akan datang (masa sekarang). Sama dengan Prasasti I, Prasasti II juga terbuat dari batu gunung. Bentuk dari batu ini, diduga merupakan bentuk alami yang terpilih setelah dilakukan penyortiran. Berbeda dengan Prasasti I, posisi Prasasti II diletakan dalam posisi tegak. Huruf dan Bahasa yang digunakan masih sama dengan Prasasti I yaitu huruf dan bahasa Sunda Kuna. Melihat terjemahan isi teks yang terkandung pada Prasasti II, yaitu Semoga ada yang menghuni dayeh Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan Agar unggul dalam perang Prabu Niskala Wastu Kancana menginginkan agar masyarakat yang tinggal di daerahnya tersebut, selalu bersikap adil. Adil dalam bersikap, adil dalam mengambil keputusan, serta adil dalam berprilaku di dalam lingkungan sosial. Keadilan tersebut, apabila senantiasa diterapkan dalam kehidupan, akan mendatangkan kemakmuran dan ketentraman di masyarakat. Intinya, apabila kita bersikap adil, maka hidup kita akan makmur, dan kita akan menang di na juritan (dimedan perang). Melihat konteks di atas, narasumber menyatakan bahwa na juritan di sana memiliki dua makna. Makna yang 102

pertama berarti dalam peperangan yang saat itu memang masih sering terjadi. Makna yang kedua, apabila disangkut pautkan dengan zaman sekarang, maksud perang di sana adalah melawan hawa nafsu yang merupakan perang paling besar yang harus dilakukan oleh manusia. Apabila ditelaah sesuai dengan keadaan sekarang, makna kedua dari kata na juritan lebih dapat dipakai karena dapat diberlakukan sepanjang zaman. Dapat kita tarik kesimpulan, bahwa makna atau isi dari prasasti II ini adalah harapan akan adanya orang-orang yang mendiami daerah Kawali dengan penuh kemakmuran dan keadilan, serta dua hal tersebut merupakan syarat agar kita dapat memenangkan pertempuran melawan hawa nafsu. Membaca kalimat tersebut, bukti perhatian Prabu Wastu Kancana terhadap rakyatnya sangat jelas terlihat. Beliau mengharapkan agar terus ada generasigenerasi yang mendiami daerah Kawali, dan Galuh pada umumnya, agar daerah tersebut maju dan tetap hidup. Secara teoritis, prasasti ini dapat dikatakan memiliki fungsi fisik atau lebih ditujukan kepada fungsi yang bersifat praktis. Pendapat tersebut didasarkan terhadap latar belakang pembuatan prasasti yaitu keinginan raja agar masyarakat yang mendiami daerah Kawali tersebut, dapat bersikap sebagaimana sikap beliau dalam memajukan kerajaan Kawali. 103

3. Prasasti III Gambar 4.6 Visualisasi Prasasti III (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Prasasti III memiliki fisik yang cukup unik apabila dibandingkan dengan prasasti-prasasti yang lainnya. Tulisan yang terdapat pada batu ini sangat sedikit apabila melihat inskripsi yang terukir di Prasasti I dan Prasasti II. Meskipun demikian, batu ini tetap dapat digolongkan kedalam kategori prasasti karena memiliki tulisan di atasnya. Tujuan dibuatnya batu ini oleh Prabu Niskala Wastu Kancana, para ahli memiliki beberapa pendapat yang berbeda, pendapat-pendapat tersebut adalah : 1. Pendapat pertama Batu tapak merupakan media yang digunakan oleh Prabu Niskala Wastu Kencana untuk bertafakur. Bentuk satu tangan kiri dan sepasang kaki 104

di atas batu, menandakan bahwa saat melakukan tafakur, Prabu Niskala Wastu Kancana berada dalam posisi jongkok dengan tangan kanan yang disimpan di dagu, dan tangan kiri yang ditekankan ke batu. Kotak-kotak yang berderet di atasnya, merupakan perlambangan. Lima buah persegi atau kotak yang di letakan sejajar ke bawah, adalah lambang dari lima panca indra manusia. Indra-indra manusia adalah, indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan indra peraba. Sembilan segiempat yang di letakan memanjang sejajar kesamping, diartikan sebagai lubang-lubang yang ada didalam tubuh manusia. Sembilan lubang manusia adalah, lubang mata, lubang telinga, lubang mulut, lubang kubul, dan lubang dubur. 2. Pendapat kedua Pendapat kedua, merupakan pendapat paling umum dan dipercaya untuk dijadikan sebagai nama lain dari prasasti ini. Pendapat kedua mengatakan, bahwa kotak-kotak pada batu Prasasti III merupakan kalender yang dibuat oleh Prabu Niskala Wastu Kancana untuk menentukan hari baik, dan telapak kaki serta tangan yang tercetak di atasnya, adalah lambang kekuasaan. Menurut cerita, kekuatan raja pada masa itu, dibuktikan dengan mencapkan tangan atau kaki mereka pada benda yang keras seperti batu. Sangat disayangkan, ketidakadaan sumber yang jelas, membuat bidang-bidang kotak yang terdapat di atas jejak kaki dan tangan yang diyakini sebagai kalender tersebut, tidak ada yang mengetahui bagaimana mengoperasikannya. 105

Dilihat dari bentuknya, Prasasti III ini tampak kurang begitu rapih. Diduga bentuk batu ini merupakan bentuk asli yang tidak dipahat lagi selain tulisan dan bidang garis yang terdapat di atasnya. Melihat fisik dari Prasasti III, Batu ini memiliki kesamaan dengan prasasti Ciaruteun yang merupakan peninggalan Raja Purnnavarmman, raja kerajaan Tarumanegara yang menjadi nenek moyang kerajaan Galuh/Sunda. Kesamaannya terletak pada sepasang kaki yang tercetak di atas batu yang dijadikan sebagai prasasti tersebut. Menurut arkeolog, cap telapak kaki tersebut merupakan simbol fisik kekuatan sang raja yang berfungsi sebagai namarupa (wujud konkret). Pada Prasasti III atau yang biasa disebut sebagai batu tapak Astana Gede Kawali, cap tangan dan kaki yang berada di atas batu, merupakan tanda kekuasaan dan kekuatan dari Prabu Niskala Wastu Kancana. Gambar 4.7 Cetakan Sepasang Kaki Pada Prasasti Ciaruteun (Sumber : http://www.kebudaya.cc.cc/: 2011) Melihat makna dari batu ini yang dikaitkan dengan pendapat pertama mengenai tujuan dibuatnya Batu Tapak, prasasti ini memiliki pesan yang disampaikan dalam prasasti ini adalah, Kelima indra dan kesembilan lubang 106

yang kita miliki, harus kita pergunakan dengan baik karena akan mendatangkan malapetaka bila kelima dan kesembilan unsur itu disalahgunakan. Adapun makna dari batu ini, apabila kita melihat teksnya yang berbunyi anana (sendiri/ datang menghampiri), batu ini merupakan salah satu media untuk mendapatkan wangsit atau jawaban atas permasalahan yang sedang dialami oleh Prabu Niskala Wastu Kancana. Wangsit akan turun sesuai dengan penanggalan pada kalender tersebut. Kalimat datang menghampiri ini juga diduga sebagai kalimat mistik yang ditujukan kepada dzat yang dipuja dan diagung-agungkan atau disembah; yang dipuja tersebut adalah Dewa, atau raja yang sedang berkuasa. Melihat pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa batu ini memiliki fungsi spiritual/ sakral dan lebih didasarkan pada sumber kepercayaan yang bernilai magis dan animistik. Alasan disebutnya batu ini memiliki fungsi spiritual bernilai magis, didasarkan pada anggapan bahwa batu ini merupakan batu untuk bertapa dan dianggap memiliki kekuatan gaib. Adapun alasan disebutnya batu ini memiliki fungsi spiritual bernilai animistik, didasarakan pada anggapan bahwa Prabu Niskala Wastu Kancana, dapat memperoleh ilham dari Sanghyang/ dewa terkait dengan peristiwa yang sedang terjadi di kerajaan melalui batu ini. 107

4. Prasasti IV Gambar 4.8 Visualisasi Prasasti IV (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Prasasti IV adalah batu ke empat yang menjadi sumber tertulis di Astana Gede Kawali. Batu ini merupakan batu yang dipakai oleh Prabu Niskala Wastu Kancana sebagai penanda di makamkannya abu jenazah ayahnya yaitu Prabu Linggabuana. Berdasarkan alasan tersebut, batu ini memiliki nilai magis/sakral karena dianggap sebagai tempat diletakannya abu kremasi dari Prabu Linggabuana. Menurut cerita, Prabu Niskala Wastu Kancana sering mencari wangsit melalui batu ini. Melihat hal tersebut, batu ini merupakan media pemujaan arwah nenek moyang pada zaman dahulu kala yang khususnya digunakan oleh Prabu Niskala Wastu Kancana. 108

Apabila kita melihat teori tentang menhir, prasasti ini juga dapat dikategorikan sebagai menhir. Bentuk Prasasti IV ini, diduga merupakan bentuk asli yang didapat dari hasil sortiran dan tidak diolah lagi saat akan digunakan. Tulisan yang terukir pada batu ini, merupakan keterangan nama dari arwah nenek moyang yang dianggap bersemayam di batu ini, yaitu Prabu Linggabuana. Makna/isi dari batu ini, selain sebagai tanda di makamkannya abu jenazah Prabu Linggabuana, Prasasti IV ini dianggap sebagai batu yang mencerminkan kehidupan laki-laki. Menurut keyakinan yang beredar di masyarakat, batu ini juga berperan sebagai alat untuk mengukur hidup lakilaki yang ingin nyandung (poligami), karena alasan tersebut, batu ini diberinama sebagai Batu Panyandungan. Pusingnya nyandung, akan sama pusingnya apabila dia mengelilingi batu ini sebanyak 7 putaran dengan tidak bernafas. Batu ini juga berfungsi sebagai pesan yang ditujukan kepada laki-laki bahwa nyandung atau beristri lebih dari satu, itu tidak baik. Laki-laki yang tidak mampu nyandung, jangan tergoda untuk memperistri wanita lain, karena hanya akan mempersulit diri sendiri. Memiliki istri satu tapi mampu menjalaninya, akan lebih baik daripada beristri lebih dari satu, tapi hanya menimbulkan masalah dan kesukaran hidup. Dengan alasan seperti itulah, batu ini diberinama batu Panyandungan. 109

Melihat konteks di atas, penulis memperkirakan bahwa batu ini memiliki fungsi spiritual bernilai magis dan animistik. Alasan diperkirakannya batu ini memiliki fungsi spiritual bernilai magis karena Prabu Niskala Wastu Kencana menggunakannya untuk mendapatkan ilham, sedangkan alasan Prasasti IV bernilai magis karena batu ini dianggap sebagai tempat bersemayamnya Prabu Linggabuana. Fungsi fisik juga dapat disebutkan sebagai fungsi dari Prasasti V. Alasan tersebut didasari pada kegunaan batu ini sebagai alat tes hidup bagi laki-laki yang ingin nyandung. 5. Prasasti V Gambar 4.9 Visualisasi Prasasti V (Sumber : Jurnal Penelitian BALAR: 1996) 110

Prasasti ini dapat dikatakan sebagai batu pasangan dari Prasasti IV. Sama halnya dengan Prasasti V, batu ini merupakan media yang dipilih oleh Prabu Niskala Wastu Kencana sebagai penanda tempat di kuburkannya abu jenazah ibu beliau. Batu ini dikategorikan sebagai prasasti karena adanya tulisan yang tertera di sana. Walaupun hanya tiga kata, tapi tetap menandakan bahwa batu ini adalah prasasti. Secara teori, batu ini juga dapat digolongkan ke dalam kategori menhir, meskipun ada tulisan yang terukir pada batu ini. Alasannya adalah karena batu ini merupakan tugu peringatan atas meninggalnya seseorang yang dianggap berjasa yaitu ibu Prabu Niskala Wastu Kancana/ prameswari Prabu Linggabuana, dan merupakan tempat bersemayamnya arwah dari nenek moyang yang telah meninggal tersebut. Prasasti V ini diletakan berdampingan dengan Prasasti I. Prasasti V memiliki nama lain yaitu Batu Panyandaan. Apabila batu Panyandungan (Prasasti IV) dianalogikan sebagai laki-laki, maka batu Panyandaan dianalogikan sebagai batu perempuan. Isi atau makna dari Prasasti V, Menurut narasumber serta cerita yang beredar di masyarakat, disebutnya Prasasti V sebagai batu Panyandaan, karena batu ini merupakan tempat bersandarnya wanita yang susah melahirkan, wanita yang sakit setelah melahirkan, dan wanita yang mandul. Wanita yang mengalami 3 masalah tersebut, apabila dia bersandar di Batu Panyandaan selama 40 hari, maka akan dilancarkan masalahnya. Wanita yang susah melahirkan, akan lancar dalam proses lahirannya. Wanita yang mengalami sakit, akan segera pulih dari sakitnya, dan wanita yang mandul, 111

akan segera dikaruniai anak. Adapun praktek bagaimana cara bersandarnya, sampai sekarang tidak ada yang mengetahui dan masih sebatas perkiraan. Berkenaan dengan fungsi dari Prasasti V ini, penulis memperkirakan bahwa batu ini memiliki fungsi spiritual bernilai animistik karena batu ini dianggap sebagai tempat bersemayamnya ibu Prabu Niskala Wastu Kancana atau istri Prabu Linggabuana. Batu ini juga memiliki fungsi fisik apabila dikaitkan dengan peranannya sebagai tempat menyandarkan diri bagi wanita yang memiliki masalah terkait dengan peranannya sebagai seorang istri. 6. Prasasti VI Gambar 4.10 Visualisasi Prasasti VI (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) 112

Prasasti IV adalah prasasti yang terakhir ditemukan di kompleks Astana Gede kawali. Sama dengan Prasasti-prasasti yang lainnya, batu ini dikategorikan sebagai prasasti karena adanya teks yang tertulis di atasnya. Prasasti VI adalah salah satu media penyampai amanat yang dipilih dan digunakan kembali oleh Prabu Niskala Wastu Kancana. Prasasti VI memiliki bentuk yang sedikit cekung ke atas. Batu ini juga memiliki warna yang sangat indah apabila dibandingkan dengan prasastiprasasti yang terdapat di sekitarnya, yaitu kuning kecoklatan dengan permukaan yang halus dan sedikit mengkilap. Prasasti ini di letakan dengan posisi yang sama dengan Prasasti I. Pada sudat kiri atas batu, lebih tepatnya terletak di baris pertama teks, terdapat lambang Cakra. Lambang ini juga terdapat pada Prasasti I dengan letak dan posisi yang sama yaitu dibagian sudut kiri atas. Lambang ini merupakan lambang matahari di dalam agama Hindu. Gambar 4.11 Ukiran Cakra pada Prasasti VI (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Prasasti VI memiliki fungsi yang sama dengan Prasasti I, yaitu berfungsi secara fisik. Hal ini didasarkan pada peranan batu ini sebagai 113

penyampai pesan atau amanat pribadi dari Prabu Niskala Wastu Kencana kepada anak, cucu, dan juga rakyatnya, serta bagi siapa saja yang akan mendiami daerah Kawali ini. Pesan tersebut tampak pada isi kalimatnya yang berbunyi Ini perti [n], Gal nu atis-, Ti rasa ayama nu, Nosi dayoh iwo, Ulah botoh bisi, Kokoro (Inilah amanat dari mendiang yang telah sempurna. Bagi siapapun yang tinggal di negeri ini jangan serakah karena akan menimbulkan kesengsaraan/ penderitaan/ kemiskinan). Kalimat Ulah botoh bisi Kokoro, adalah pesan Prabu Niskala Wastu Kancana agar siapapun yang menghuni daerah Galuh/ Kawali, tidak boleh melakukan hal-hal yang tercela seperti berjudi, mengadu hewan, memfitnah orang dan sebagainya. Perbuatan tersebut, hanya akan menjadikan hidup kita sengasara. Melihat teks yang tertulis pada prasasti ini, Prabu Niskala Wastu Kancana mengutarakan harapannya serta pesannya yang ditujukan kepada orang-orang yang mendiami Kerajaan Galuh dimasa datang. 114

7. Meja Surawisesa Gambar 4.12 Visualisasi Meja Surawisesa (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Meja Surawisesa ini merupakan salah satu artefak di Astana Gede kawali yang berbentuk menyerupai meja. Ada beberapa pendapat mengenai subject matter atau tujuan dibuatnya meja ini, - Pendapat pertama : Meja Surawisesa adalah meja yang digunakan sebagai tempat melantik raja-raja pada zaman dahulu. - Pendapat kedua : Meja Surawisesa adalah meja yang digunakan untuk meletakan sasajen. Melihat teori tentang dolmen dan gambaran tentang dolmen, penulis memperkirakan bahwa Meja Surawisesa ini termasuk ke dalam artefak jenis dolmen. Dolmen merupakan peninggalan berbahan batu yang berasal dari 115

zaman Megalitik namun masih dibuat di zaman sejarah. Dolmen biasanya berfungsi sebagai tempat sesaji dengan permukaan datar. Dalam perkembangannya, Dolmen tidak hanya berfungsi sebagai tempat peletakan sesaji saja, akan tetapi ada juga Dolmen yang berfungsi ganda, yaitu sebagai tempat sesaji dan sebagai kubur batu. Peninggalan Megalitik berbentuk meja ini, menurut beberapa sumber tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi juga ditemukan di negara barat. Meja ini terdiri dari batu-batu berbagai ukuran dengan lempengan batu datar di atasnya yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk meja. Melihat perbandingan bentuk fisik dari Meja Surawisesa dengan dolmen-dolmen yang lain, nampak jelas bahwa Meja Surawisesa dapat dikelompokan sebagai artefak berjenis dolmen. Berkenaan dengan itu, pendapat kedua yang mengatakan bahwa Meja ini adalah tempat untuk meletakan sesaji kepada Sanghyang, lebih mudah untuk diterima. Meja Surawisesa ini terletak 6 m dari pintu masuk teras kedua. Dolmen yang terdapat di Astana Gede Kawali ini adalah salah satu dolmen yang tidak berkaki, namun disangga oleh tumpukan batu-batu berbagai ukuran. Dolmen yang terdapat di Astana Gede adalah dolmen yang terbuat pada zaman sejarah, lebih tepatnya pada masa Hindu. Sama halnya dengan Prasasti, dolmen ini juga diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kencana. Makna atau Isi dari Meja Surawisesa ini, apabila kita melihat tentang pendapat pertama mengenai tujuan pembuatannya yaitu sebagai tempat 116

pelantikan pemimpin baru, dapat dikatakan bahwa meja ini bermakna sebagai tanda akan diberhentikannya suatu pimpinan yang lama dan akan diganti oleh pimpinan pemerintahan yang baru yang diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik lagi. Apabila dikaitkan dengan pendapat ke dua, makna meja ini berfungsi sebagai tanda bahwa masyarakat Sunda di zaman dahulu masih menjungjung tinggi adat tradisi tentang penghormatan dan kepercayaan terhadap Sanghyang. Berkenaan dengan teori fungsi, melihat pendapat pertama dan kedua mengenai dolmen Astana Gede Kawali ini, penulis memperkirakan bahwa Meja Surawisesa ini memiliki fungsi spiritual bernilai adat dan fungsi spiritual yang bersumber pada sistem kepercayaan yang bernilai animistik. Fungsi spiritual bernilai adat, terlihat pada peranannya sebagai tempat untuk melantik pemimpin-pemimpin baru dan upacara sesajen, sedangkan fungsi spiritual bernilai animistik, terlihat pada peranan batu ini yang digunakan sebagai tanda penghormatan kepada Sanghyang melalui ritual sesaji. 117

8. Batu Pengeunteungan Gambar 4.13 Visualisasi Batu Pangeunteungan (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Batu Pangeunteungan merupakan salah satu artefak di Astana Gede yang dianggap sebagai batu rangkaian dari Prasasti IV dan Prasasti V. Batu Pangeunteungan dibuat sebagai tanda di makamkannya abu jenazah kakak Prabu Niskala Wastu Kancana yaitu Diah Pitaloka. Batu ini juga dibuat sebagai bentuk penghormatan atas Diah Pitaloka/ Citraresmi yang tewas saat membela kerajaan Kawali pada peristiwa perang Bubat. Melihat teori tentang menhir, Batu Pangeunteungan adalah salah satu artefak di Astana Gede Kawali yang penulis anggap sebagai menhir. Menhir adalah peninggalan budaya dari zaman Megalitik yang berbentuk tugu atau batu tunggal yang di letakkan pada suatu tempat sebagai tanda untuk memperingati seseorang atau tempat bersemayangnya arwah orang yang 118

sudah meninggal. Batu Pangeunteungan dianggap sebagai tempat bersemayamnya Diah Pitaloka. Batu Pangeunteungan ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian tugu dan bagian lumpang/ batu tempat air. Apabila tugu batu dianggap sebagai batu gunung yang tidak diolah, lumpang ini diperkirakan diolah terlebih dahulu sebelum akhirnya di letakkan di depan tugu. Batu Pangeunteungan merupakan satu kesatuan dengan Batu Panyandungan dan Batu Panyandaan. Apabila Batu Panyandungan melambangkan sebagai ayah, Batu Panyandaan sebagai ibu, maka Batu Pangeunteungan ini merupakan batu yang melambangkan anak perempuan (Hendarman Praja). Isi atau makna dari batu ini adalah agar kita selalu ngeunteung atau berkaca pada diri sendiri. Saat kita mencoba untuk bercermin melalui Batu Pangeunteungan, bayangan kita tidak akan nampak di air yang berada di cerukkan batu ini. Posisi antara sandaran badan dengan lumpangnya yang tidak sejajar tersebut, membuat kita susah untuk melihat bayangan diri sendiri, namun apabila kita kawenehan (karasukan), maka kita akan dapat melihat bayangan kita dengan jelas pada cermin air menhir ini. Menurut narasumber yang memiliki pengetahuan yang lebih mengenai sejarah kerajaan Kawali dan Astana Gede, Batu Pengeunteungan ini sengaja dibuat susah untuk digunakan sebagai cermin karena fungsinya sebagai cerminan tentang makna kehidupan. Menurut beliau, arti filsafat dari batu ini sebagai lambang bahwa mengoreksi kesalahan diri sendiri itu sangat susah. 119

Melihat teori mengenai fungsi, Batu Pangeunteungan ini memiliki fungsi spiritual bernilai animistik dan fungsi fisik. Alasan tersebut didasarkan pada peranan batu ini sebagai tempat di makamkannya abu jenazah Diah Pitaloka dan batu ini juga dianggap sebagai tempat bersemayamnya Diah Pitaloka setelah meninggal. Menhir ini juga disebut memiliki fungsi fisik karena batu ini dibuat sebagai media untuk berkaca atau ngeunteung pada diri sendiri. 9. Makam Tradisi mengubur mayat di Indonesia dan juga di belahan negara lainnya, sudah dilakukan sejak dulu. Hal ini dibuktikan dengan adanya kubur batu, sarkofagus, dan dolmen yang difungsikan sebagai peti mati, serta kendikendi berisi tulang belulang. Tradisi mengubur jenazah di Indonesia pada masa Hindu, mengikuti budaya Hindu yaitu dengan dibakar dan abunya dikubur dengan tugu sebagai penanda. Salah satu contohnya adalah Prasasti IV, Prasasti V, dan Batu Pangeunteungan. Pada masa Islam, mayat dikuburkan langsung kedalam tanah. Jenazah tidak dikremasikan seperti pada masa Hindu, tetapi di kuburkan dalam bentuk utuh. Ciri khas makam Islam adalah adanya dua batu kecil yang saling berhadapan dengan ukuran tertentu. Makam Islam juga terdapat di Astana Gede Kawali yang notabene adalah budaya Hindu. Masuknya agama Islam pada kerajaan Kawali, tidak serta merta menghilangkan peninggalan Hindu yang lebih dulu ada, akan tetapi tetap dijaga kondisinya. 120

Di Astana Gede Kawali, terdapat 11 makam yang dilihat dari bentuknya adalah bergaya islam. Dalam objek karya tulis ini, penulis mengambil sampel dua makam Islam yang dianggap memiliki keunikan dari segi visual/ penglihatan. Kedua makam tersebut adalah makam Adipati Singacala dan makam Pangeran Usman yang keduanya adalah orang yang menyebarkan agama Islam di kerajaan Kawali. 1) Makam Adipati Singacala Gambar 4.14 Visualisasi Makam Adipati Singacala (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Tujuan dibuatnya makam adalah sebagai bentuk penghormatan atas seseorang yang sudah meninggal, begitu juga dengan pembuatan makam Adipati Singacala. Sebagai bentuk penghormatan terhadap Adipati Singacala yang merupakan pemimpin Kawali pertama yang beragama Islam, makam Adipati ini didirikan di teras tertinggi di Astana Gede. 121

Melihat bentuk fisik makam Adipati Singacala, secara umum memiliki kesamaan dengan makam-makam yang ada di sekitarnya. Perbedaan terletak dari adanya tumpukan batu dalam berbagai ukuran yang membentuk teras dan menjadi pembatas makam. Makam ini dilindungi oleh pagar-pagar bambu yang didirikan di sekelilingnya. Adapun makna peletakan makam Adipati Singacala di teras tertinggi adalah sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Adipati Singacala dalam membantu penyebaran agama Islam di daerah Kawali. Teras tertinggi Astana Gede, semula digunakan sebagai tempat pemujaan kepada dewa Hindu dan Sanghyang. Setelah Agama Islam menjadi agama kepercayaan yang dianut, teras ini beralihfungsi menjadi tempat ziarah ke makam Adipati Singacala. Tidak hanya pada teras tertingginya saja, akan tetapi semua teras di kompleks Astana Gede ini juga akhirnya dialihfungsikan dan menjadi pemakaman islam. Berubah fungsinya Astana Gede sebagai tempat sakral Hindu, menjadi makam bergaya Islam (kuburan) adalah salah satu cara dari Dalem Adipati Singacala dalam menyebarkan agama Islam yang semula sudah dilakukan oleh Pangeran Usman. Walaupun Astana Gede sudah menjadi makam Islam, akan tetapi peninggalan-peninggalan dari masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kencana yang terdapat disana, tidak disingkirkan dan tetap berada di posisinya semula di dalam kawasan Astana Gede. 122

Melihat konteks diatas, makam ini memiliki fungsi spiritual dengan sumber agama Islam sebagai dasar pembuatannya. Alasan demikian karena makam adalah objek bernilai sakral yang tidak boleh diganggu. Alasan yang lainnya karena makam ini adalah tempat di semayamkannya jenazah seorang penyebar agama Islam, dengan begitu gaya makam yang dipakai juga bercirikhaskan makam agama Islam. 2) Makam Pangeran Usman Gambar 4.15 Visualisasi Makam Pangeran Usman (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011) Pangeran Usman adalah tokoh dianggap sebagai Wali karena merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan agama Islam kedalam kerajaan Kawali. Setelah Pangeran Usman wafat, jenazah beliau di makamkan di Astana Gede. Sebagai bentuk penghormatan, makam beliau dibuat dengan ukuran yang sangat panjang yaitu sekitar 5 meter. 123

Melihat bentuk fisik dari makamnya, makam ini sama dengan makammakam Islam pada umumnya, yaitu diberi dua tugu (nisan) sebagai pertanda bahwa lahan ini adalah tempat di kuburkannya jenazah. Ciri yang lainnya adalah adanya bagian tanah kosong (kijing/ jirat) yang memanjang di antara dua nisan sebagai tempat untuk menabur bunga. Apabila makam lain di batasi dengan batu-batu berukuran kecil atau sedang, batu-batu yang dipakai sebagai batas makam Pangeran Usman adalah batu-batu datar berukuran sedang dan besar. Adapun makna dibuatnya makam Pangeran Usman sepanjang lima meter dengan pembatas yang dibuat dengan batu-batu besar adalah sebagai bentuk penghargaan kepada Pangeran Usman yang dianggap sebagai orang yang besar. Berkat jasa Pangeran Usman, masyarakat Kawali pada masa itu mulai mengenal agama Islam. Makam yang besar ini juga diduga merupakan alasan disebutnya kompleks peninggalan kerajaan Kawali yang semula bernama Sanghyang Lingga Hyang, menjadi Astana Gede atau makam yang besar. Sama halnya dengan makam-makam yang lainnya, makam Pangeran Usman juga memiliki fungsi spiritual yang bersumber pada agama Islam. Kedua makam tersebut, menjadi lambang penyebaran agama Islam di kerajaan Kawali. Kompleks Situs Astana Gede Kawali yang semula sebagai tempat pemujaan agama Hindu, akhirnya menjadi tempat ziarah bagi umat muslim di sekitar Kawali, Ciamis. 124