NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU"

Transkripsi

1 NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU Bau Mene (Balai Arkeologi Jayapua) Abstract Statue tomb at the site of Manuba ancient grave at Mallusetasi District in Barru Residence. The problem of this research is the background and functions statue tomb using at the ancient grave surrounding. This researcrch uses qualitative research method. Tomb means sign, sometimes made of stone, wood and other material in various styles and forms. One of the form is statue. The using of statue tomb is for a symbol of the dead people and their social status. Keyword: Tomb, Statue, Grave Latar Belakang Perhatian terhadap penyelidikan obyek-obyek kepurbakalaan Islam di Sulawesi Selatan dimulai pada tahun 1948 ketika Dinas Purbakala mengadakan peninjauan terhadap peninggalan-peninggalan Islam berupa makam-makam di Bontobiraeng, Tamalate, Tallo, dan Watang Lamuru. Mereka tertarik akan adanya kubur-kubur batu, nisan-nisan yang berukuran serta mempunyai corak yang mengingatkan kita pada bentuk keris dan kadang-kadang menunjukkan tonjolan dan ukiran-ukiran yang mengandung anasir-anasir megalitik (Tjandrasasmita, 1992:119). Berbicara tentang makam tidak terlepas dari unsur-unsur yang menjadi pendukungnya. Makam dilihat dari ilmu bangun dapat dibagi menjadi tiga unsur yang saling melengkapi yaitu jirat, nisan dan cungkup. Jirat merupakan bagian dasar yang mempunyai bentuk dasar segi empat dengan berbagai variasi. Jirat sering dilengkapi dengan pola hias terutama pada bagian pinggirnya. Adakalanya ragam hias tersebut ditempatkan pada bagian atas yang rata. Di bagian puncaknya yaitu bagian utara selatan diletakkan nisan batu,kayu atau logam. Papua TH. III NO. 1 / Juni

2 Di Indonesia makam-makam Islam pada umumnya dilengkapi dengan suatu tanda yang disebut nisan. Nisan merupakan salah satu bukti aktivitas manusia di masa lampau yang mengandung pengertian tanda. Nisan adakalanya dibuat dari batu, kayu dan bahan-bahan lainnya dalam berbagai gaya dan bentuk. Salah satu bentuk nisan itu adalah nisan arca. Di Sulawesi Selatan nisan dalam bentuk arca ditemukan dalam Kompleks Makam Kuno Laiya di Kambiolangi, Kompleks Makam Kuno Go lotok di Desa Boroko, Kompleks Makam Kuno Tumpang di Desa Mataram Kecamatan Anggeraja yang semuanya masuk dalam wilayah Kabupaten Jeneponto, nisan arca dapat ditemukan pada kompleks Makam Karaeng Sengnge di Desa Beroang Kecamatan Tamalate. Nisan dalam bentuk arca juga ditemukan di Kompleks Makam Kuno Manuba, Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Menurut ajaran Islam, masjid dan makam kuno tidak dibenarkan adanya ornamen dekoratif maupun konstruktif yang menampilkan bentuk makhluk hidup, seperti binatang dan manusia, namun kenyataannya masjid dan makam kuno peninggalan Islam di Indonesia masih banyak ditemukan yang ornamen dekoratifnya menampilkan makhluk hidup baik dalam bentuk distilir, seperti kera pada masjid Mantingan di Jepara maupun yang ditampilkan secara nyata seperti yang nampak pada situs makam kuno Manuba. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan beberapa keunikan pada Kompleks Makam Manuba, terutama pada bentuk nisannya yang menyerupai bentuk manusia yang lazim disebut nisan arca. Kompleks makam Manuba secara fisik menampilkan kesan sederhana dibandingkan dengan kompleks-kompleks makam yang ada di daerah lain. Di pandang dari segi arah orientasi makam (utara selatan) kuat bukti bahwa nisan yang ada pada kompleks makam tersebut memperlihatkan adanya unsur-unsur lokal atau kepercayaan tertentu sebelum Islam dianut masyarakat setempat. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut di atas adapun permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa latar belakang pemakaian nisan arca pada kompleks makam Manuba? 2. Apa fungsi nisan arca pada kompleks makam Manuba? 40 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

3 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan pertanyaan pada rumusan masalah tersebut di atas maka adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui latar belakang pemakaian nisan arca pada kompleks Makam Manuba 2. Untuk mengetahui fungsi nisan arca pada kompleks makam Manuba. Kerangka Teori Beberapa peninggalan kepurbakalaan Islam yang banyak tersebar di Sulawesi Selatan yang berupa kompleks makam raja-raja beserta pengikutnya dapat dikatakan sebagian besar terletak di atas gunung, bukit, atau tempat-tempat ketinggian lainnya. Hal ini merupakan suatu pencerminan bahwa masyarakat penganut Islam masih melanjutkan tradisi dan tata cara yang berasal dari masa sebelumnya sebagai kesinambungan budaya. Keberadaan bangunan makam tersebut dalam konteks kebudayaan merupakan bagian kecil keseluruhan budaya yang ada. Dalam konteks ini maka peninggalan Islam tidak berdiri sendiri melainkan mempunyai keterkaitan fase kebudayaan sebelumnya. Makam dalam wujud arsitekturnya adalah contoh bagaimana unsur-unsur pra Islam masih jelas dan unsur tradisi prasejarah menduduki eksistensi dalam pola kebudayaan Islam (Ambary, 1986:141). Bentuk-bentuk nisan arca akan memberikan kesinambungan budaya yang berkenaan dengan religi pra Islam sampai masa Islam. Islam pada umumnya dipengaruhi oleh budaya atau tradisi setempat, seperti yang Nampak di Kompleks Makam Manuba, hasil budaya yang bercorak Islam menunjukkan unsur-unsur pra Islam yang berbau megalitik, terutama nisan kubur yang berbentuk arca dan menhir. Arca adalah suatu benda yang dibuat oleh manusia dengan sengaja dan karena itu pembuatannya adalah untuk memenuhi kebutuhan tertentu atau sesuai dengan tujuan tertentu. Karena itu terkait dengan makna-makna dan oleh fungsi-fungsi (Sedyawati, 1977:213). Papua TH. III NO. 1 / Juni

4 Metode Penelitian Metode pengumpulan data meliputi (1) studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur berupa buku-buku, majalah, jurnal dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan obyek kajian (2) observasi yaitu melalukan pengamatan di lapangan dan mencatat semua yang diamati, penggambaran dan pemotretan (3) wawancara dilakukan terhadap informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan selama penelitian. Metode pengolahan data meliputi deskripsi dan analisis. Deskripsi dilakukan untuk mendapatkan penggambaran temuan. Analisis digunakan untuk mengidentifikasi temuan, kategorisasi, dan pemaknaan simbol bendabenda arkeologi yang ditemukan. Penalaran yang digunakan adalah penalaran induktif yaitu melakukan pengamatan terhadap temuan kemudian menarik kesimpulan. Hasil dan Pembahasan Kabupaten Daerah Tingkat II Barru merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang berlokasi di pesisir pantai barat wilayah Sulawesi Selatan. Letak astronomis Kabupaten Barru adalah pada 119 0,5 hingga 120 0,45 BT dan 4 0 hingga 5 0 LS meliputi daerah dataran rendah dan ketinggian. Batas-batas Kabupaten Barru adalah sebagai berikut: Sebelah utara dengan Kota Pare-Pare, sebelah timur Kabupaten Soppeng, sebelah selatan Kabupaten Pangkep dan Maros dan sebelah barat Selat Makassar. Situs makam kuno Manuba terletak di Desa Manuba Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Makam-makam kuno yang ada di Desa Manuba terbagi atas dua kompleks yaitu terletak di Dusun Pallae dan Dusun Allakkang. Data arkeologi yang terdapat pada situs makam kuno Manuba berdasarkan hasil survei adalah nisan menhir, nisan bentuk gada, bangunan makam berjirat ganda, nisan bentuk phallus dan nisan arca. Yang akan dibahas di sini adalah nisan arca. Berikut uraian temuan dan keadaan situs pada kedua kompleks makam tersebut. 1. Situs Makam Kuno Pallae Situs makam kuno Pallae terletak di Dusun Pallae Desa Manuba Kecamatan Mallusetasi. Situs ini berada pada ketinggian 5-10 m di atas permukaan laut. Luas situs secara keseluruhan kira-kira 1800 m 2 dimana jumlah makam 265 buah, baik 42 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

5 yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Peninggalan-peninggalan yang terdapat dalam situs ini antara lain bangunan makam berjirat ganda yang terbuat dari batu, sejumlah nisan dalam bentuk gada, menhir, mahkota serta sebuah nisan dalam bentuk arca. Adapun ciri-ciri nisan arca yang terdapat pada situs tersebut adalah bentuk fisik nisan arca adalah silindrik (bulat panjang), bentuk muka bulat, roman muka kaku, dagu agak lonjong, mata berupa goresan menyerupai daun (lubang), hidung mancung, mulut berupa garis tipis dan panjang, telinga panjang,memakai kalung berbentuk tasbih, pada alat vitalnya memakai penutup berbentuk segi empat. Kedua tangan terletak di atas perut dalam posisi silang menyerupai orang shalat memakai topi terkesan memakai pakaian. Adapun ukurannya dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Deskripsi makam panjang 130 cm, lebar makam 67 cm, panjang jirat sisi utara 90 cm, panjang jirat sisi selatan 90 cm, tinggi jirat sisi utara 12 cm, tebal jirat sisi utara 17cm, panjang jirat sisi timur 54 cm, tinggi jirat sisi timur 65 cm, tebal jirat sisi timur 15 cm. b. Deskripsi nisan Bentuk nisan, nisan arca, tinggi nisan arca 97 cm, garis tengah kepala nisan arca 24 cm, garis tengah dada nisan arca 20 cm, garis tengah pinggul nisan arca 24 cm, lingkar topi 80 cm, lingkar kepala 72 cm, lingkar bahu 76 cm, lingkar pinggang 75 cm, lingkar pinggul 74 cm. Nisan arca yang terdapat pada situs ini sudah mengalami kerusakan. Hal ini dapat kita lihat pada bagian belakang dari nisan arca yang terdapat lubang, telinga sebelah kiri hilang (aus) mata sebelah kiri sudah tidak jelas lagi. 2. Situs Makam Kuno Allakkang Situs makam kuno Allakkang terletak di Dusun Allakkang Desa Manuba Kecamatan Mallusetasi. Situs ini terletak kira-kira satu kilometer dari situs makam kuno Pallae. Situs ini berada pada ketinggian 5-10 m di atas permukaan laut. Luas situs secara keseluruhan 1500 m 2. Peninggalan-peninggalan yang terdapat pada situs ini adalah nisan berbentuk gada, tombak, menhir, phallus, dan arca. Ciri-ciri nisan arca adalah bentuk kepala sampai pinggul, bentuk fisik nisan arca adalah segi empat panjang, bentuk muka bulat, roman muka kaku, mata berupa Papua TH. III NO. 1 / Juni

6 garis tipis dan panjang, telinga panjang, memakai topi haji, memakai kalung tasbih dan kedua tangan terletak di atas perut dalam posisi silang menyerupai orang shalat terkesan memakai pakaian. Adapun ukurannya dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Deskripsi makam: panjang jirat sisi utara 140 cm, panjang sisi selatan 140 cm, panjang jirat sisi barat 85 cm, tebal jirat sisi selatan 15 cm, tebal jirat sisi barat 15 cm. b. Deskripsi Nisan Bentuk nisan, nisan arca, tinggi nisan arca 110 cm, garis tengah kepala nisan arca 26 cm, lebar dada nisan arca 26 cm, lingkar topi 80 cm, lingkar kepala 80 cm, lingkar leher 65 cm, lingkar bahu 90 cm, lingkar pinggang 85 cm, lingkar pinggul 90 cm. Nisan arca yang terdapat pada situs makam Allakang ini mengalami kerusakan. Hal ini dapat kita lihat pada bagian belakang nisan arca penuh dengan lumut, kepala bagian belakang retak, kedua mata tak jelas, ujung hidung hilang. Nisan arca yang terdapat pada makam kuno Manuba terbuat dari batu andesit. Jenis batu ini yang menjadi bahan utama pembuatan nisan arca, batu adalah bahan alam yang mudah didapatkan di mana-mana. Di samping itu batu mempunyai daya tahan yang besar dibandingkan dengan bahan lainnya seperti, tanduk dan kayu. Batu yang digunakan pada situs tersebut diambil cukup jauh dari lokasi situs. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat mengatakan bahwa bahan utama nisan tersebut diambil cukup jauh dari lokasi situs. Sebelum pembuatan nisan dilakukan terlebih dahulu kita harus mencari bongkahan batu yang cukup besar. Setelah mendapatkan batu yang dimaksud kemudian mereka beramai-ramai mengangkut batu tersebut. Setelah itu dilakukan pembuatan nisan sesuai dengan bentuk dan keinginan dari pemesan nisan tersebut. Dengan mengetahui tata cara pembuatan nisan maka kuat dugaan bahwa orang yang dimakamkan pada situs tersebut adalah mereka yang mempunyai status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam pembuatan nisan arca yang tentunya waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Hal seperti ini hanya mungkin dapat dilakukan oleh para bangsawan dan keturunannya. 44 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

7 Latar Belakang Pemakaian Nisan Arca pada Kompleks Makam Manuba Salah satu hasil seni rupa jaman pra Islam (megalitik) yang cukup menonjol di Sulawesi Selatan dan Indonesia pada umumnya adalah seni pahat patung, baik yang terbuat dari kayu maupun batu. Patung-patung ini ada yang menyerupai manusia, binatang ataupun gabungan antara keduanya dalam berbagai macam gaya dan style. Salah satu bentuk patung yang akhir-akhir ini semakin banyak ditemukan pada kompleks pemakaman raja-raja atau kompleks makam Islam adalah dalam bentuk nisan yang biasa disebut nisan arca. Nisan arca yang terdapat pada situs Makam Manuba bentuknya sederhana dan memperlihatkan corak tradisi megalitik. Untuk mengungkapkan latar belakang pemakaian nisan arca pada kompleks makam tersebut dapat diketahui dengan melihat persamaan dan hubungannya dengan tinggalan prasejarah. Hal ini dapat dilihat pada arca megalitik Sulawesi Tengah. Arca megalitik di Sulawesi Tengah dapat dikatakan sebagai arca menhir dengan bentuk badan yang bulat panjang, bagian puncaknya dipahatkan kepala manusia dengan tangan digambarkan sederhana di samping badannya. Muka dari arca megalit dilukiskan dalam bentuk primitif dan kaku. Biasanya mata digambarkan berbentuk bulat dan oval. Hidungnya pesek, mata bulat dan diantara dahi dan kepala terdapat semacam tali bonto. Arca megalit ini rupanya sangat erat hubungannya dengan pemujaan nenek moyang yaitu dianggap merupakan personifikasi dari nenek moyang yang telah meninggal sekaligus merupakan obyek dan pemujaan arwah (Sukendar, 1977:79). Pemujaan nenek moyang dapat kita lihat dalam masyarakat Toraja, dimana terdapat patung-patung yang dianggap sebagai patung perwujudan dari arwah leluhur. Patung-patung ini diberi nama tau-tau. Meskipun tau-tau selalu dihubungkan dengan peristiwa kematian, tetapi tidak semua lapisan masyarakat Toraja bisa dibuatkan patung karena menyangkut status dan tingkah sosial dari si mati. Jadi yang dibuatkan patung hanyalah golongan bangsawan tinggi dan bangsawan menengah yaitu Tana Bulaan dan Tana Bassi ( Kadir, 1977:92). Penggunaan patung sebagai nisan dimaksudkan sebagai perwujudan orang yang telah dimakamkan. Tradisi prasejarah berupa kepercayaan adanya roh-roh kekuatan gaib yang diwujudkan dalam bentuk patung sederhana, masih nampak diterapkan setelah masuknya Islam. Papua TH. III NO. 1 / Juni

8 Kesenian prasejarah ada yang berkembang sampai masuknya Islam, namun kadang-kadang sudah mengalami perubahan fungsi dan nilai sebagai contoh salah satunya dengan didapatkannya patung manusia yang berfungsi sebagai nisan pada makam Islam (Mulia, 1977:629). Fungsi Nisan Arca Pada Kompleks Makam Manuba Fungsi nisan pada masa Islam adalah sebagai tanda yang diletakkan di atas makam. Kebiasaan ini tidak dilarang dalam ajaran Islam kecuali tampilan ornamen berbentuk makhluk hidup. Tetapi pada periode awal perkembangan Islam di Indonesia, hal ini tidak dapat dihindari sebab merupakan kelanjutan dari tradisi pra Islam, seperti halnya yang terdapat pada situs makam kuno Manuba. Persoalan tentang asal mula nisan terdapat dua versi. Ada yang mengatakan berasal dari Arab seiring dengan kedatangan Islam dan ada pula beberapa pendapat yang menyatakan bahwa merupakan lanjutan dari masa sebelumnya (pra Islam). Tetapi bila dilihat dari segi fungsi, nisan tentunya tidak terlepas dari kaitannya dengan prinsip Islam itu sendiri sebagai tanda. Namun dalam masa Islam tanda berkaitan dengan orang yang sudah mati misalnya dalam bentuk perwujudan baik secara kongkrit maupun secara simbolis saja. Dengan kedatangan Islam tentunya ada percampuran (akulturasi) baik segi bentuk, jenis dan kadang-kadang dari segi fungsional merupakan asimilasi antara tradisi pra Islam di Indonesia tidak hanya sampai pada batas pengertian itu tetapi kadang-kadang secara abstrak fungsi nisan lebih dari itu. Selain berfungsi sebagai tanda, nisan arca juga dapat mengungkapkan bagaimana stratifikasi sosial yang dimakamkan, dilihat dari tipologi dan karakternya. Hal ini dapat kita lihat pada kompleks makam Manuba dimana makam-makam yang terdapat pada kompleks tersebut yang menggunakan nisan arca adalah makam para raja yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi. Seorang raja tidak hanya sebagai kepala pemerintahan saja akan tetapi sering dianggap sebagai pemberi keselamatan, olehnya itu rakyatnya patut sujud dan menyembah sebagai seorang dewata. Secara umum nisan dapat diartikan sebagai simbol atau identitas bagi orang yang meninggal dunia yang sengaja dibuat oleh manusia. Sebagai pelengkap utama sebuah bangunan makam, nisan juga berfungsi sebagai tempat menuliskan nama, angka tahun 46 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

9 bagi yang meninggal dunia. Nisan dalam penampilannya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum yaitu nisan berbentuk pipih dan nisan berbentuk silindris. Kedua kategori umum ini memiliki beberapa tipe mulai dari yang sederhana sampai ke bentuk yang sangat kompleks. Dalam interpretasi biasanya kedua kategori nisan ini merupakan simbol genitalia manusia yang apabila dirunut lebih jauh merupakan salah satu wujud konsep keduaan atau dualistis yang berkembang sejak jaman prasejarah. Dengan demikian maka intrusi ide budaya prasejarah masih memperlihatkan eksistensinyadengan kuat karena kedua kategori nisan ini sangat universal sifatnya dan terlihat pada semua penampilan nisan di Sulawesi Selatan. Dari bentuk nisan dapat diketahui jenis kelamin yang dikuburkan. Nisan yang berbentuk pipih biasanya digunakan oleh wanita, sedangkan nisan yang berbentuk atau yang menyerupai bentuk dasar kubus digunakan oleh pria. Tinggi rendah nisan juga menunjukkan ciri tersendiri. Bila nisan berukuran tinggi maka yang dimakamkan adalah orang tua atau dewasa. Apabila nisannya rendah menunjukkan bahwa yang meninggal tersebut masih anak-anak ini dapat dijumpai pada pemakaman orang-orang Bajau di Kalimantan Selatan dan di daerah Nusa Tenggara (Nurhakim, 1990:83). Dengan melihat uraian-uraian terdahulu dan membandingkannya dengan temuan yang terlebih dahulu ada maka kesimpulannya adalah bahwa latar belakang penggunaan nisan arca, makna simbolis dan fungsi arca adalah sebagai tanda penguburan dan sebagai lambang perwujudan yang telah meninggal. Selain itu juga sebagai lambang status sosial yang dimakamkan. Nisan arca juga dianggap sebagai lanjutan kepercayaan prasejarah yang berfungsi sebagai penolak bahaya atau roh-roh jahat yang mengancam arwah. Adanya kecenderungan memberikan bentuk nisan arca adalah dimaksudkan juga sebagai penghargaan atas jasa-jasa orang yang telah meninggal tersebut sewaktu masih hidup, sehingga untuk mengenangnya masyarakat memberikan bentuk nisan yang seperti itu. Dengan melihat keletakan pada kedua situs tersebut yang terletak pada daerah ketinggian mengingatkan kita tradisi bangunan pada masa prasejarah (gunung) merupakan tempat bersemayam roh dan arwah leluhur. Konsepsi ini merupakan pandangan yang muncul dari masa megalitik dan pengaruhnya berlanjut pada masa berikutnya sampai masa Islam. Keletakan situs makam Manuba sangat memungkinkan adanya suatu kepercayaan masyarakat yang menganggap gunung sebagai tempat suci, tempat bersemayam para Papua TH. III NO. 1 / Juni

10 dewa dan roh-roh nenek moyang. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekmono (1973: 78) yang mengatakan bahwa roh nenek moyang itu tempatnya jauh di sana, biasanya digambarkan di atas dunia ini, juga di atas gunung guna menunjukkan yang di atas itu, tidak jarang sebuah menhir didirikan di atas sebuah bangunan berundak-undak yang melambangkan tingkatantingkatan yang harus dilalui guna mencapai tempat yang tertinggi. Adakalanya menhir itu tidak dinyatakan, cukup didirikan punden berundak yang mana sering pula dinyatakan dengan patung-patung. Sumber kepercayaan tersebut di atas melahirkan asumsi dalam masyarakat setempat bahwa semakin tinggi penempatan suatu makam (di puncak bukit), terutama pemimpin kerajaan, tokoh masyarakat atau golongan terkemuka yang dianggap berjasa, semakin mudah rohnya mencapai surga serta mengontrol keturunannya atau orang-orang yang ditinggalkan. Dengan adanya kepercayaan masyarakat setempat yang bersifat religius menunjukkan suatu kompleksitas dan eksistensi dunia atas tempat arwah nenek moyang menetap dengan dunia bawah tempat manusia hidup. Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa penempatan makam pada daerah ketinggian, dilatarbelakangi oleh kepercayaan adanya kehidupan sesudah mati yang hakekatnya adalah pemujaan kepada arwah leluhur. Bentuk-bentuk nisan arca yang terdapat pada kompleks makam Manuba yang menggunakan nisan arca adalah sederhana dengan ragam hias tumbuh-tumbuhan yang terdiri atas motif daun-daunan dan bunga. Penggunaan hiasan flora dipakai sejak jaman sebelum Islam dan berlanjut secara terus menerus sampai masa sekarang ini. Adapun arti simbolik dari flora yaitu perlambangan kesucian dan simbol kehidupan. Pada masa prasejarah pola hias ini digambarkan pada nekara, moko dan lukisan gua di Sulawesi Selatan (Bintarti, 1987:282). Selain bentuknya yang sederhana bentuk proporsi badan nisan arca adalah seimbang antara kepala, leher, badan dan kaki. Ekspresi wajah menggambarkan seorang tokoh agama yang sekaligus sebagai seorang raja. Hal ini terlihat pada bentuk arca secara keseluruhan. Kepala memakai topi (serban) sebagai simbol bagi seorang penyebar agama Islam. Sikap arca digambarkan dalam posisi berdiri, kemungkinan besar selain sebagai 48 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

11 seorang raja juga adalah seorang penyebar agama. Seorang penyebar agama dalam melaksanakan tugasnya untuk menyebarkan agama senantiasa akan berdiri. Penggunaan kalung berbentuk tasbih kemungkinan disebabkan pada saat beliau masih hidup dalam menyebarkan agama, beliau menggunakan tasbih sehingga setelah meninggal masyarakat memberi kalung pada bagian leher dalam bentuk menyerupai tasbih. Sikap tangan arca adalah terletak di atas perut menggambarkan orang yang melaksanakan shalat. Kuat dugaan bahwa orang yang dimakamkan adalah tokoh agama. Kesimpulan Latar belakang pemakaian nisan arca adalah adanya kepercayaan pada masa lampau yang erat kaitannya dengan pemujaan terhadap arwah leluhur yang menganggap bahwa arca tersebut merupakan personifikasi nenek moyang yang telah meninggal. Untuk menghormati arwah leluhur yang telah meninggal maka dibuat nisan arca yang bentuknya menyerupai orang tersebut. Fungsi nisan arca adalah sebagai tanda, nisan ini juga dapat mengungkapkan stratifikasi sosial yang dimakamkan. Hal ini dapat kita lihat pada kompleks-kompleks makam yang menggunakan nisan arca, dimana orang-orang yang dimakamkan yang menggunakan nisan arca adalah golongan kaum bangsawan di daerah tersebut. Selain itu nisan juga berfungsi sebagai simbol atau identitas bagi yang meninggal. Patung mbis besar Tameng Asmat (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2009) Papua TH. III NO. 1 / Juni

12 Daftar Pustaka Ambary, Hasan Muarif Unsur Tradisi Pra Islam pada System Pemakaman Islam di Indonesia. Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Bintarti, D.D Seni hias Prasejarah Suatu Tinjauan Etnografi. Diskusi Ilmiah Arkeologi II. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Kadir, Harun Aspek Megalitik di Tana Toraja. Pertemuan Ilmiah Arkeologi I. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Mulia, Rumbi Beberapa catatan Tentang Arca-arca yang disebut Tipe Arca Polinesia. Pertemuan Ilmiah Arkeologi I. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Nurhakim Tinjauan Tipologi Nisan Pada Makam Islam Kuno di Indonesia, Analisis Hasil Penelitian Arkeologi I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedyawati, Edi Pemerincian Unsur Analisa Seni Arca. Pertemuan Ilmiah Arkeologi I. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Soekmono, R Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius. Sukendar, Haris, Tinjauan Tentang Tradisi Megalitik di Sulawesi Tengah. Pertemuan Ilmiah Arkeologi I. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Tjandrasasmita, Uka Riwayat penyelidikan Kepurbakalaan Islam di Indonesia. 50 Tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 50 Papua TH. III NO. 1 / Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Ni Nyoman Ayu Vidya Trisna Prilyandani 1*, I Wayan Ardika 1, Coleta Palupi Titasari 3 [123] Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM Cupture 2 Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM 1 Kebudayaan Austronesia yang datang dari Yunan, Sungai Yan-Tse atau Mekong, dari Hindia Belakang telah mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik dan peninggalan yang dimaksud masih tetap berdiri tegar diperkampunganperkampungan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubur Pitu merupakan peninggalan bersejarah yang ada hingga sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat hiasan Matahari dengan Kalimah

Lebih terperinci

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA 1 FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA Anugrah Syahputra Singarimbun Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Archeology studies attempting

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi

Lebih terperinci

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian, Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada

Lebih terperinci

Hasil Kebudayaan masa Praaksara

Hasil Kebudayaan masa Praaksara Hasil Kebudayaan masa Praaksara 1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Peninggalan benda-benda purbakala merupakan warisan budaya yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan purbakala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH Tiara Arliani, Mukhirah, Novita Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek,

BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL. A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek, 53 BAB IV STUDI ANALISIS TENTANG SIMBOL A. Simbol Menurut Masyarakat Desa. Kedungrejo, Kecamatan. Kerek, Kabupaten. Tuban. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekitar menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM AKULTURASI : menerima unsur baru tapi tetap mempertahankan kebudayaan aslinya jadi budaya campuran ASIMILASI : pernggabungan kebudayaan lokal dan unsur baru tapi

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 7 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yang pertama adalah penelitian lapangan dan yang kedua adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM

ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM ARTIKEL Judul ARCA MEGALITIK DI PURA SIBI AGUNG, DESA PAKRAMAN KESIAN,GIANYAR, BALI, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA BERDASARKAN KURIKULUM 2013 Oleh MADE ANGGA SETIAWAN 1014021020

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA PRA-ISLAM PADA MAKAM DI DESA SALAKARIA KECAMATAN SUKADANA - CIAMIS

PENGARUH BUDAYA PRA-ISLAM PADA MAKAM DI DESA SALAKARIA KECAMATAN SUKADANA - CIAMIS PENGARUH BUDAYA PRA-ISLAM PADA MAKAM DI DESA SALAKARIA KECAMATAN SUKADANA - CIAMIS THE INFLUENCE OF PRE-ISLAMIC CULTURE IN THE CEMETERY IN SALAKARIA VILLAGE, SUKADANA DISTREICT - CIAMIS Effie Latifundia

Lebih terperinci

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR I Gde Putu Surya Pradnyana email: putusuryapradnyana130.ps@gmail.com Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1 LAMPIRAN JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A Gua + Relief Relief bercerita tentang peristiwa sejarah manusia purba (bagamana mereka hidup, bagaimana mereka tinggal, dll) 5m x

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat : Umi Faradillah, S.Pd Standar Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni Rupa Kompetensi Dasar 1. Mengidentifikasi jenis

Lebih terperinci

KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT

KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT Oleh Hernis Novayanti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Univeristas Telkom. Abstrak Budaya mengukir di Asmat lahir dari upacara keagamaan. Di sebagian daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Letak geografis Indonesia yang sangat strategis mengakibatkan adanya hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. Kondisi tersebut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengertiannya yang paling umum, pakaian dapat diartikan sebagai penutup atau pelindung anggota tubuh. Pakaian digunakan sebagai pelindung tubuh terhadap hal-hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 136 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan rangkaian pengolahan data dan analisis data daatlah disimpulkan, bahwa: 1. Wilayah sekitar Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut tersimpan banyak

Lebih terperinci

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn GAMBAR ORNAMEN Dwi Retno SA., M.Sn PENGERTIAN ORNAMEN berasal dari kata ORNARE (bahasa Latin) yang berarti menghias. juga berarti dekorasi atau hiasan sering disebut sebagai disain dekoratif atau disain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta RAGAM HIAS TRADISIONAL Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Pengertian Ragam Hias Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya

Lebih terperinci

89 Kapata Arkeologi Vol. 1 No. 1 Agustus / Marlyn Salhuteru Masyarakat Maluku Tenggara

89 Kapata Arkeologi Vol. 1 No. 1 Agustus / Marlyn Salhuteru Masyarakat Maluku Tenggara pulau Bali ke daerah mereka, maka pasti ada unsur budaya yang dibawa serta pada saat kedatangan mereka, dalam hal ini budaya Hindu-Budha. Berpatokan pada keadaan di atas, dengan menggunakan data sejarah

Lebih terperinci

PERSEPSI BENTUK. Bahasa Rupa Modul 13. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

PERSEPSI BENTUK. Bahasa Rupa Modul 13. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk PERSEPSI BENTUK Modul ke: Bahasa Rupa Modul 13 Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk PERSEPSI BENTUK Modul ke: Bahasa Rupa Modul 13 Fakultas Desain dan Seni

Lebih terperinci

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi SENI KRIYA Oleh: B Muria Zuhdi PENGERTIAN SENI KRIA Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Secara Umum, Pengertian Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BANGKITNYA TRADISI NEO-MEGALITHIK DI GUNUNG ARJUNO

BANGKITNYA TRADISI NEO-MEGALITHIK DI GUNUNG ARJUNO BANGKITNYA TRADISI NEO-MEGALITHIK DI GUNUNG ARJUNO Marsudi Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Abstrak: Pada masa Majapahit akhir di Jawa Timur muncul kembali tradisi keagamaan

Lebih terperinci

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN AGUS ARIS MUNANDAR Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upacara kematian etnis Tionghoa ini, terdapat beragam pantangan dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, buyut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS A. Implementasi Teoritis Istilah kata celeng berasal dari sebagian masyarakat Jawa berarti babi liar. Jika dilihat dari namanya saja, sudah nampak bahwa

Lebih terperinci

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA Pola Kehidupan Manusia Purba Manusia Purba di Indonesia Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia A. Pengertian Apakah kalian sudah pernah membuat peristiwa sejarah? Tentunya setiap manusia sudah membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF Deskripsi terhadap batu berelief dilakukan dengan cara memulai suatu adegan atau tokoh dari sisi kiri menurut batu berelief, dan apabila terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

RAGAM HIAS PADA MAKAM TURIKALE DI MAROS SULAWESI SELATAN: KAJIAN ARKEOLOGI SENI

RAGAM HIAS PADA MAKAM TURIKALE DI MAROS SULAWESI SELATAN: KAJIAN ARKEOLOGI SENI RAGAM HIAS PADA MAKAM TURIKALE DI MAROS SULAWESI SELATAN: KAJIAN ARKEOLOGI SENI The Decorative Arts in Turikale Tombs in Maros, South Sulawesi: A Study of Archaeology of Art Yadi Mulyadi 1 dan Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata songket memiliki banyak definisi dari beberapa beberapa para ahli yang telah mengadakan penelitian dan pengamatan terhadap kain songket. Menurut para ahli

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci