BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Film sebagai salah satu dari sekian banyak hal yang ditunggu-tunggu oleh pecinta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA. Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif. Hal ini untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bertanggung jawab saat pra-produksi, produksi dan pasca produksi. dari siapapun, termasuk penulis naskah, sutradara atau produser.

ABSTRAK. : Antonime, Film Pendek, Film Pendek Bisu, Pantomime, Produser

Sumber : Gambar 1.2 Pantai Pangandaran

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

A. LATAR BELAKANG MASALAH

satu alasannya adalah sebagai industri, Indonesia sudah kalah waktu. Industri game di Indonesia belum ada 15 tahun dibanding negara lain. Tentunya sei

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembacanya. Banyak sekali manfaat yang terkandung dari membaca buku. Selain

BAB I PENDAHULUAN. diakses 28/9/ :38 AM 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. sangat mudah ditemukan untuk menjadi media hiburan. Dalam buku Mari Membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Pendahuluan. For Client Service Representative: Phone: Website:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. (Negeri Ini) dengan menggunakan metode semiotika Pierce. Peneliti

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB I PENDAHULUAN. Topik yang dipilih oleh penulis adalah editing dalam pasca produksi. tayangan drama dokumenter Seniman Kulit Telur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. isu kemanusiaan dapat diangkat menjadi cerita film. dokumenter yang menarik. Dalam karya tugas akhir ini, penulis memproduksi

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisai ini, media merupakan suatu alat yang tidak pernah lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendakian gunung atau yang disebut mountaineering adalah olahraga, profesi, dan rekreasi. Ada banyak alasan mengapa orang ingin mendaki gunung, terutama di Indonesia. Dari mulai ingin melatih fisik, ingin menikmati, dan meneliti alam. Adapun yang memang hanya berniat untuk rekreasi, walaupun awalnya mendaki gunung lebih digemari oleh kaum yang memang berkecimpung di bidang yang bersangkutan dengan alam dan gunung seperti kelompok kelompok pecinta Alam. Seperti yang disebutkan oleh Cuneng, pendiri pecinta alam yang ada di STBA Bandung. Ia juga menyebutkan bahwa dulu hanya segelintir orang saja yang benarbenar berniat untuk menjadi pecinta alam. Dewasa ini, kegiatan mendaki gunung telah menjadi sebuah trend atau gaya hidup baru terutama di kalangan anak muda yang mau menikmati, maupun sekedar berlibur. Mendaki gunung kini menjadi suatu hal yang lumrah dan bukan lagi hanya dilakukan oleh para komunitas pecinta alam. Fenomena ini diawali dari berkembangnya media dan penyebaran informasi yang begitu cepat. Salah satu contoh ialah film Indonesia yang berjudul 5 cm. Film ini bercerita tentang perjalanan 5 orang sahabat yang berjuang untuk mencapai puncak Semeru, yaitu Mahameru. Tentu saja ini adalah hal positif karena membuat objek pariwisata di Indonesia terutama gununggunung di Indonesia lebih terkenal dan menjadi daya tarik tersendiri. Masih menurut Cuneng, setelah film tersebut, baru mulai banyak anak-anak muda yang naik ke gunung dengan berbagai tujuan. Bertambahnya jumlah orang yang naik ke gunung tidak diiringi dengan kualitas pengetahuan mereka tentang bagaimana cara ataupun menjadi pendaki yang baik. Hal ini berdampak negatif ke dua belah pihak baik pendaki maupun gunung itu sendiri. Seperti dalam beberapa bulan ke belakang ada beberapa berita yang menyebutkan korban hilang saat mendaki gunung ataupun seorang yang jatuh saat mendaki gunung. Adapun para pendaki yang seenaknya meninggalkan sampah plastik bekas perbekalan maupun barang barang kotor lainnya seperti tisu, berbagai macam tali yang terikat dipohon, dan bahkan kotoran manusia yang tidak dikubur oleh tanah. Mengenai masalah ini, Cuneng ikut memberikan komentar. Ia menyebutkan bahwa 1

memang banyak kotoran manusia yang tidak dikubur dan sangat merusak keindahan. Pada bulan April 2015 kemarin tercatat tumpukan sampah di gunung Semeru, Jawa Timur mencapai 1,5 Ton dan bahkan pendakian sempat ditutup selama 1 bulan dikarenakan sampah. Selain masalah keindahan gunung, terdapat masalah lain yang sama pentingnya, yakni keselamatan pendaki juga terkadang menjadi taruhannya. Pada bulan Juni 2015 seorang pemuda jatuh dari puncak merapi, lalu 2 bulan sebelumnya satu orang hilang di gunung Sindoro. Ini merupakan kesalahan dari manusia itu sendiri dikarenakan minimnya pengetahuan dasar untuk mendaki gunung. Media adalah penyebar informasi paling utama pada masa ini sangatlah berperan penting dengan terjadinya fenomena di atas. Banyaknya tayangan, foto, maupun film yang mengisahkan betapa serunya jalan-jalan ataupun mendaki gunung membuat orang orang termotivasi untuk mendaki. Akan tetapi kekurangan dari media adalah tidak menyertakan ilmu dan pengetahuan dasar bagaimana cara mendaki gunung. Kebanyakan, tayangan yang dipertontonkan ke masyarakat Indonesia hanya memperlihatkan dari sisi kesenangannya dan keseruan, masih jarang program acara ataupun liputan tentang mendaki gunung yang membicarakan mengenai ilmu-ilmu dasar dan etika ketika berada di gunung. Film adalah salah satu media yang begitu penting dan diminati oleh masyarakat Indonesia. Dapat dilihat dari jumlah penonton film di Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Seperti penonton pada film 5 cm pada tahun 2012 yang mencapai 2.387.236 penonton Data ini membutikan bahwa penikmat film di Indonesia begitu banyak. Film sendiri berarti lakon (cerita) gambar hidup, yaitu merepresentasikan sebuah cerita dari tokoh tertentu secara utuh dan terstruktur. Film sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yakni film dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental. Film fiksi sendiri terbagi lagi menjadi dua, fiksi panjang dan pendek. (Pratista, 2008 : 4) Salah satu unsur penting dalam sebuah film adalah penyutradaraan. Bisa dilihat reaksi para penonton jika suatu karya film itu jelek atau kurang bagus maka yang dikatakan pertama adalah siapa sutradaranya, begitu pula sebaliknya. Tugas dari seorang sutradara sendiri adalah menerjemahkan sebuah skenario ke dalam bentuk gambar/visual hidup dan suara. Selain itu Tugas seorang sutradara adalah mengarahkan film juga penggayaan sebuah film. Sutradara bekerja ketika pembuatan film memasuki tahap produksi, namun bukan berarti ia tidak berperan dalam tahap pra-produksi maupun pascaproduksi. Seorang sutradara harus mengerti semua aspek 2

film yang sedang digarap, karena itu bisa dikatakan bahwa sutradara merupakan jantung dari sebuah film. Merujuk pada fenomena di atas untuk memberikan pengetahuan dan etika mendaki yang baik, penulis ingin membuat film fiksi pendek yang menyajikan informasi yang berguna untuk pendaki khususnya pendaki pemula, bukan hanya dari segi keindahan tempat, tapi bagaimana cara menjaga diri dan bersikap santun dimana peran penulis dalam film tersebut adalah sebagai sutradara yang harus mengerti semua aspek film dari mulai memahami skenario dan memvisualisasikan dalam bentuk adegan sampai melakukan evaluasi materi editing yang dikerjakan oleh editor. Jadi perlu dirancangnya film fiksi pendek yang mengangkat topik tentang pentingnya etika dan pengetahuan untuk menjadi pendaki yang baik dengan harapan dapat menjadi penyadar kepada para pendaki khususnya pendaki pemula untuk bersikap lebih baik ketika mendaki gunung, juga untuk mengingatkan bahwa gunung harus dirawat bila ingin keindahannya tetap berlangsung. 1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi Masalah Bedasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka masalah yang timbul adalah sebagai : Menjelmanya gaya atau trend naik gunung atau biasa disebut hiking dikalangan anak muda membuat gunung menjadi kotor dan tidak terjaga keindahannya karena tidak diiringi dengan etika yang baik dan benar. Masih minimnya informasi akan pengetahuan dasar dan etika mendaki gunung yang benar di kalangan masyrakat umum. Kurangnya pengetahuan dasar untuk bertahan ataupun hidup di gunung membuat seringnya terjadi korban jiwa. Media film dengan tema pendakian gunung yang disertai dengan ilmu dasar dan etika yang benar masih jarang dijumpai khususnya film Indonesia. Penyutradaraan yang tepat dapat menjadikan film sebagai media pemberi informasi akan pengetahuan dasar dan etika mendaki yang baik namun tetap memotivasi taget audiens untuk mendaki gunung. 3

1.2.2 Batasan Masalah Setelah mengindetifikasi masalah di atas, maka agar pembahasan tidak terlalu meluas perlu adanya pembatasan yaitu penulis memfokuskan permasalah pada perilaku para pendaki gunung yang tidak mengetahui dasar apa saja yang harus disiapkan dan sikap seperti apa saja yang harus dilakukan saat di gunung. 1.2.3 Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Bagaimana menginformasikan pengetahuan dasar dan etika baik mendaki gunung dalam film fiksi pendek? 2. Bagaimana penyutradaraan dalam film fiksi pendek yang menginformasikan tentang pengetahuan dasar dan etika baik mendaki gunung? 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup masalah dalam perancangan tugas akhir ini adalah : 1.3.1 Apa Media yang digunakan berkaitan dengan bidang desain komunikasi visual yakni film fiksi pendek. 1.3.2 Siapa Target Audience perancangan ini adalah masyarakat umum berusia 16-24 tahun dengan wilayah geografis di perkotaan. 1.3.3 Bagian mana Dalam perancangan media film ini penulis akan berperan sebagai sutradara 1.3.4 Tempat Media film ini akan diinformasikan melalui media sosial atau secara online dan diberikan kepada Wanadri sebagai film fiksi edukatif yang akan ditayangkan dalam acara-acara di Wanadri 1.3.5 Waktu Waktu perancangan film fiksi pendek ini dimulai pada tahun 2015 dan direncanakan akan diinformasikan dan disosialisasikan pada tahun 2016. 1.4 Tujuan Perancangan ini memiliki tujuan yaitu : 1. Untuk menginformasikan pengetahuan dasar dan etika baik ketika mendaki gunung dalam sebuah film fiksi pendek 4

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami penyutradaraan yang tepat dalam film fiksi pendek yang menginformasikan tentang pengetahuan dasar dan etika baik mendaki gunung. 1.5 Manfaat Perancangan ini memiliki manfaat yaitu : a. Manfaat bagi target sasaran : Menyadarkan kembali pentingnya menjaga kelestarian dan keindahan gunung. Meminimalisir kecelakaan ketika sedang mendaki gunung Memberi contoh bagaimana cara dan sikap mendaki yang benar kepada para pendaki pemula. Mengurangi kerusakan di gunung. b. Manfaat bagi peniliti : Penambahan dan pembuktian keilmuan dibidang Desain Komunikasi Visual, khususnya dalam bidang film. 1.6 Metodologi Perancangan 1.6.1 Metode Pengumpulan Data Perancangan ini menggunakan metode pengumpulan data secara kualitatif. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam proses perancangan yakni sebagai berikut : 1. Studi Literatur Mempelajari fakta secara sistematik, dan akurat dalam : a. Pustaka/Dokumen Berupa buku buku, jurnal perjalanan dan berita berita di koran yang memperlihatkan keadaan gunung sekarang. b. Referensi film Berupa film film yang berkaitan dengan penjelajahan, perjalanan panjang dan yang berkaitan dengan cara bertahan hidup di gunung. 2. Observasi Langsung turun ke lapangan untuk mengamati keadaan di gunung dan juga perilaku para pendaki. Gunung yang akan diteliti secara langsung adalah gunung Papandayan, gunung Gede Pangrango, 5

gunung Salak, dan gunung Cikuray. Gunung-gunung tersebut akan menjadi perwakilan dari gunung gunung di Indonesia. 3 Wawancara Teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada pihak terkait dengan pertanyaan pertanyaan yang secara umum dan bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan opini dari para partisipan, serta narasumber yang berkaitan dengan tema yang diteliti, yaitu Yunesra, sebagai Pendiri Pecinta Alam Warnasatya, Unu Mihardja sebagai ketua Jelajah Gunung Bandung, dan Yudi Sudjudiman sebagai kepala bagian pendidikan Wanadri. 1.6.2 Metode Analisis Data Tahap analisis adalah tahap yang dilakukan ketika data yang diperlukan sudah terkumpul. Analisis adalah aktivitas mendengarkan suara-suara orang lain, dalam hubungan ini meliputi keseluruhan data, baik yang digabungkan dengan pemahaman dan penjelasan peneliti, sebagai proses interpretasi, sehingga menghasilkan makna-makna baru. (Ratna, 2010 : 302) Setelah data terkumpul, Penulis menganalisis data melalui pendekatan budaya dari sudut pandang kognitif. Perancangan ini memfokuskan kepada mengapa manusia atau khususnya pendaki pemula berfikir dan bertindak serta budaya apa yang sekarang dihasilkan oleh pendaki pemula dan apakah budaya pendaki itu baik atau perlukah adanya pembentukan pola pikir yang baru dalam pikiran para pendaki pemula. 1.6.3 Metode Perancangan Setelah data terkumpul dan dianalsis, barulah penulis memulai tahap perancangan pada tugas akhir ini. Film fiksi pendek adalah media yang penulis pilih sebagai media yang paling sesuai untuk menjawab fenomena yang penulis angkat karena film adalah media yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas dimana mudah secara akses dan perangkat. Film fiksi pendek yang akan dibuat adalah film yang menghadirkan rasa keseganan dan kekaguman terhadap kekuatan alam khususnya gunung, dan menimbulkan rasa bahwa manusia tidak ada apa-apanya bila 6

dibandingkan dengan megahnya gunung. Ini bertujuan untuk menimbulkan kembali pola pikir para pendaki pemula khususnya untuk menganggap bahwa gunung bukanlah sesuatu yang harus ditaklukan dan takkan mungkin bisa ditaklukan, dan mengembalikan rasa hormat dan rasa segan bahwa gunung bukanlah tempat untuk sekedar bermain-main apalagi bertindak semena-mena. Film fiksi pendek ini bercerita tentang tersesatnya dua pendaki gunung yang memiliki dua tujuan berbeda. Penulis ingin memperlihatkan situasi tersulit ketika mendaki gunung dan tindakan apa yang perlu dan tidak boleh dilakukan. Latar tempat perancangan film fiksi pendek ini tentu saja di gunung dan juga beberapa daerah hutan pinus di Bandung seperti Cikole, Jaya giri, dan gunung Burangrang. 7

1.7 Kerangka Perancangan Fenomena Banyaknya pendaki gunung Yang tidak beretika Fokus Masalah Penggayaan yang diperlukan dalam film Isu Kurangnya pengetahuan dasar dan etika yang baik Menyebabkan kerusakan dan korban jiwa Media yang ada belum menyampaikan Penggayaan film yang tepat Narasi dan skenario yang baik Ruang Lingkup Solusi Pengumpulan Data : Remaja 16 24 tahun Wilayah geografis perkotaan Film fiksi Pendek Menggunakan metode pengumpulan data kualitatif : Studi Literatur Observasi Wawancara Perancangan Penyutradaraan film fiksi pendek tentang etika yang baik ketika Analisis Data Pendekatan Budaya dari sudut pandang Kognitif Pra-produksi Perancangan Ide Besar Perancangan Skenario Perancangan Director s shot Penguraian gambar Produksi Pasca-Produksi FILM FIKSI PENDEK TENTANG ETIKA YANG BAIK KETIKA MENDAKI GUNUNG 1.1 Skema kerangka Perancangan (Sumber : Penulis) 8

1.8 Pembabakan Perancangan ini terdiri dari empat bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang dari fenomena yang diangkat, permasalahan, ruang lingkup, tujuan perancangan, cara pengumpulan data dan analisis, serta kerangka perancangan. BAB II DASAR PEMIKIRAN Merupakan teori-teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran untuk konsep perancangan dari latar belakang fenomena dan masalah yang dibahas. BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH Penjelasan mengenai data-data yang telah diperoleh sebagai acuan dalam perancangan serta uraian mengenai hasil wawancara, observasi, serta analisis yang berkaitan terhadap masalah yang dibahas sebagai dasar perancangan. BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN Hasil yang didapat dari analisis dan data berdasarkan teori teori yang digunakan dalam merancang secara keseluruhan BAB V PENUTUP Kesimpulan yang berupa jawaban terhadap permasalahan dan nilai baru yang ditemukan. saran bagi proyek desain selanjutnya sebagai hasil pemikiran atas keterbatasan yang dilakukan pada waktu sidang dan penelitian berlangsung. 9