PENERAPAN KONSEP WALKABILITY PADA KAWASAN ANTARA HALTE TRANSJAKARTA DAN STASIUN KERETA KEBAYORAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

ARSITEKTUR KONTEKSTUAL SEBAGAI SOLUSI PERANCANGAN KAWASAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN CONTEXTUAL ARCHITECTURE

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

The Via And The Vué Apartment Surabaya. Dyah Tri S

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB II TRUTHS. bukunya yang berjudul Experiencing Architecture, mengatakan bahwa arsitektur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN LRT

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP. V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan. Konsep desain untuk fungsi M al dan Apartemen ini mencoba menampung kegiatankegiatan

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI



BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD)

BAB III : DATA DAN ANALISA

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

PERANCANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE URBAN DRAINAGE SYSTEMS DI SRENGSENG JAKARTA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR.

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. Jatinegara, Jakarta Timur. Tapak kawasan berada di Jalan Jatinegara Timur,

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERENCANAAN STASIUN SENTRAL BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB III: DATA DAN ANALISA

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

International Fash on Institute di Jakarta

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN UMUM

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

Transkripsi:

PENERAPAN KONSEP WALKABILITY PADA KAWASAN ANTARA HALTE TRANSJAKARTA DAN STASIUN KERETA KEBAYORAN Thea Ilona, Nina Nurdiani, Renhata Katili Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, hello@theailona.com ABSTRACT The research focuses on integrated transportation and walkability as a part of a bigger concept that is sustainable transport. Research takes place at the area between the train station and Transjakarta bus stop in Kebayoran, Jakarta Selatan. Qualitative method is used by collecting data and observation of the existing condition and various standards or guidelinse that are relevant to the focus of the research. Data are analyzed by comparing several alternatives of each point, and then the best alternative is chosen to be applied to the design plan. The site will be designed as a medium between the two modes of transportation, as well commercial and housing area, with more attention given to pedestrians and open spaces. (TI). Keywords: walkability, transit area, integrated area, bus stop, train station ABSTRAK Penelitian fokus pada transportasi terintegrasi dan walkability sebagai bagian dari konsep lebih besar yakni sustainable transport. Penelitian berlangsung pada kawasan di antara stasiun kereta dan halte Transjakarta di Kebayoran, Jakarta Selatan. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pengumpulan data atau observasi kondisi fisik yang ada dan standar maupun pedoman yang relevan pada fokus penelitian. Analisa data dilakukan dengan membandingkan beberapa alternatif, kemudian dipilih yang terbaik untuk diaplikasikan ke dalam rancangan. Disimpulkan bahwa kawasan akan dirancang sebagai perantara kedua moda transportasi, sekaligus sebagai area komersil dan hunian, dengan perhatian lebih ke pejalan kaki dan ruang terbuka. (TI). Kata kunci: walkability, area transit, kawasan terintegrasi, halte bus, stasiun kereta PENDAHULUAN Transportasi menjadi sebuah kebutuhan yang utama dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Transportasi hendaknya mendukung mobilitas masyarakat urban, seperti pada ibukota Jakarta, untuk mencapai tempat tujuannya guna melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti bersekolah dan bekerja. Sayangnya pertumbuhan infrastruktur di kota Jakarta tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi warganya. Perkembangan moda transportasi masal tidak sebanding dengan jumlah populasi, pertumbuhan kapasitas jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan merupakan beberapa penyebab kemacetan di Jakarta. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi DKI Jakarta disebutkan bahwa pembangunan transportasi di Jakarta memiliki permasalahan lain yaitu terbatasnya ketersediaan dan pelayanan angkutan umum, tidak terintegrasinya sistem dan jaringan transportasi

multimoda. Sistem yang belum terintegrasi dengan baik ini menyebabkan tidak efisien dan efektifnya mobilitas masyarakat. Salah satu contoh area yang memiliki setidaknya dua moda transportasi namun tidak terintegrasi dengan baik adalah daerah Kebayoran Lama. Kecamatan Kebayoran Lama merupakan wilayah yang terletak di bagian barat laut dari Kotamadya Jakarta Selatan. Kebayoran Lama mencakup berbagai pusat aktifitas di Jakarta Selatan seperti Pondok Indah Mall, Gandaria City dan ITC Permata Hijau serta berbagai perumahan maupun apartemen mewah. Titik ini berada di lokasi yang cukup strategis, mengingat bahwa titik tersebut berada di antara Pondok Indah dengan Permata Hijau serta antara Ciledug dengan Senayan. Dilalui kereta, busway Transjakarta koridor 8, angkutan dan bus kota, perempatan ini berpotensi untuk menjadi titik transit bagi warga masyarakat. Masalah integrasi di sekitar tapak mencakup salah satunya tentang masalah walkability, di mana dengan jarak antara halte Transjakarta dan stasiun kereta yang cukup dekat untuk dilalui dengan berjalan kaki, namun tidak terhubung dengan baik. Jalur pedestrian yang baik dan sesuai standar tidak tersedia untuk menghubungkan kedua moda transportasi tersebut, maupun untuk menghubungkan pejalan kaki menuju fasilitas-fasilitas utama yang mengelilingi tapak. Kawasan dan sistem transportasi yang terintegrasi tentunya akan memudahkan warga masyarakat untuk mencapai tujuan, sehingga meningkatkan nilai tanah, ekonomi dan sosial dari area tersebut. Berangkat dari latar belakang di atas, maka muncul permasalahan yang perlu dijawab. Permasalahan ini merupakan perbedaan antara standar yang ada dengan realita atau keadaan eksisting dari daerah Halte Transjakarta dan Stasiun Kereta Kebayoran Lama. Tapak berada pada lokasi yang sangat strategis, dikelilingi oleh fungsi-fungsi yang padat pengunjung dan cukup terkenal di Jakarta, oleh karena itu masalah yang diangkat adalah bagaimanaka implementasi konsep walkability pada tapak sehingga tapak dapat mendukung kegiatan di sekitarnya yang kemudian dirunutkan: Bagaimana menghubungkan halte Transjakarta dan stasiun kereta Kebayoran? Bagaimana menata PKL sehingga tidak menggunakan trotoar? Bagaimana membuat jalur pedestrian menjadi aman dan nyaman Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan tapak menjadi suatu tempat yang mendukung kegiatan-kegiatan di sekitarnya dengan fokus pada konsep walkability. Transportasi Berkelanjutan Sustainable transport mengacu pada subjek transportasi yang luas. Subjek ini mencakup kendaraan, energi, infrastruktur, jalan, rel, jalur udara, jalur air dan terminal. Operasional transportasi, logistik serta transit-oriented development juga termasuk. Keberlanjutan transportasi secara umum diukur dengan efektifitas dan efisiensi suatu sistem transportasi, serta pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar. Sistem transportasi yang berkelanjutan memberikan kontribusi yang positif dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi kepada komunitas yang mereka layani. Kata sustainable sendiri muncul dalam laporan tahun 1987 yang dipublikasikan oleh UN World Commission on Environment and Development yang dikenal sebagai Brundtland Report. Istilah sustainable development diartikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengganggu kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Redevelopment Kata redevelopment dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu re- yang berarti ulang atau kembali dan development yang diterjemahkan menjadi pembangunan, sehingga jika digabung dapat diartikan sebagai pembangunan kembali. Kata redevelop menurut kamus Merriam-Webster.com (diakses tanggal 2 Februari 2015, pukul 11:30) memiliki arti "to change the appearance of an area especially by repairing and adding new buildings, stores, roads, etc." yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah untuk mengubah penampilan sebuah area terutama dengan memperbaiki dan menambahkan bangunan, toko, jalan dan semacamnya yang baru. Walkability Walkability adalah suatu konsep yang fokus pada kegiatan berjalan kaki, di mana trotoar dan kelengkapannya menjadi hal yang sangat penting bagi keselamatan dan kenyamanan para pejalan kaki. Walkability suatu area dekat dengan titik transportasi umum dapat meningkatkan transit ridership atau penggunaan transportasi umum tersebut. Hal ini dikemukakan oleh berbagai sumber bahwa walkability atau pedestrian environment berpengaruh terhadap penggunaan transportasi umum. Terdapat suatu hubungan positif yang kecil namun siginifikan antara walkability dari lingkungan buatan terhadap transit ridership (Ryan and Frank 2009), sedangkan Chen (2009) mendapati bahwa semakin walkable suatu lingkungan, maka semakin meningkat pula penggunaan transportasi umum.

Berdasarkan Walkability Audit Tool (2011) yang dikeluarkan oleh Department of Transport dari Pemerintahan Australia Barat, terdapat beberapa poin penting antara lain: Pathways Crossings Street Furniture & Signage METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, di mana landasan teori digunakan sebagai pembanding dengan data lapangan. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder sebagai berikut. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan, pada penelitian ini data didapatkan melalui observasi langsung di lapangan terhadap: kegiatan di dan sekitar tapak kondisi fisik di dan sekitar tapak perilaku manusia di dan sekitar tapak Data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung dari tapak, misalnya didapatkan dari lembaga terkait, informasi dari lembaga yang tersedia di internet ataupun dari buku seperti: data tapak (ukuran, peruntukkan, regulasi, dan lain-lain) kebutuhan ruang standar atau pedoman yang berlaku Data primer dan data sekunder yang dikumpulkan kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif untuk menghasilkan solusi design guna menjawab masalah penelitian. Analisa dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai kondisi dan data dari lapangan yang kemudian menghasilkan beberapa alternatif pilihan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selanjutnya dipilih satu alternatif yang terbaik untuk diimplementasikan pada rancangan tapak. HASIL DAN BAHASAN Aspek Lingkungan & Tapak Tapak yang diolah diapit oleh halte Transjakarta dan stasiun kereta Kebayoran, berada di antara Jalan Masjid Al Huda dan Jalan Teuku Nyak Arif (gambar 1). Luas lahan : 22,780m 2 KDB : 50% (11,390m 2 ) KLB : 2 (45,560m 2 ) Jumlah lantai : 4 Masa bangunan : Tunggal Batasan Utara : Perumahan, BINUS Simprug Batasan Timur : Perumahan, Sekolah, Apartemen Pakubuwono View Batasan Selatan : Pertokoan Batasan Barat : Stasiun kereta, Pasar Kebayoran Peruntukkan : Wisma kantor dan wisma dagang Hasil analisis menyebutkan bahwa terdapat sebuah ramp turun dari flyover sehingga dapat mempengaruhi view dari bangunan yang akan dirancang. Ramp ini juga menjadi sebuah penghalang akan terjadinya hubungan langsung antara halte Transjakarta dengan tapak. Trotoar di bagian Barat dan Timur tapak memiliki lebar kurang lebih 1m, namun di bagian Barat trotoar tersebut digunakan oleh para pedangang kaki lima terutama di dekat stasiun kereta. Trotoar dengan ketinggian 30cm tersebut ada yang terbuat dari beton ada juga yang permukaannya memakai paving block. dengan berbagai kerusakan. Zebra cross atau tempat penyeberangan untuk pejalan kaki tidak terlihat menghubungkan tapak dengan halte Transjakarta, namun terdapat zebra cross yang menghubungkan tapak dengan stasiun kereta. Fasilitas penyeberangan lain seperti lampu merah ataupun polisi tidur. Peruntukan dari LRK yang dirancang oleh pemerintah DKI Jakarta menunjukkan bahwa tapak diperuntukan untuk Wisma Kantor (WKT) atau Wisma Dagang (WDG), namun telah terjadi penyalahgunaan lahan atau pengalihan fungsi. Pada kenyataannya, tapak menjadi lahan untuk rumah

1-2 lantai dan hanya beberapa yang digunakan untuk perdagangan, itupun hanya pada fasad bangunan karena bagian belakangnya tetap rumah. Pada LRK tidak terdapat jalan yang menghubungkan Jalan Masjid Al Huda dengan Jalan Teuku Nyak Arif. Hal ini sangat disayangkan karena dengan demikian kedua moda transportasi yang terletak berdekatan, yaitu kereta dan Transjakarta, tidak terhubung dengan baik. Pada kenyataannya terdapat beberapa jalan kecil (gang) di antara rumah-rumah yang ada. Salah satu yang tersedia memiliki lebar sekitar 1m, dan yang lain memiliki lebar sekitar 2 hingga 3m. Penghijauan yang direncanakan tidak terlihat kecuali di sepanjang Jalan Masjid Al Huda, atau di bagian Barat dari tapak. Sepanjang jalan tersebut terdapat barisan pepohonan yang dapat melindungi para pejalan kaki dari sinar matahari. Pada bagian Timur terdapat beberapa pohon di sepanjang trotoar, bagian Utara tidak terdapat pohon, kemudian pada bagian Selatan juga tidak terdapat penghijauan, namun karena adanya flyover, sehingga dapat memberi tempat teduh dari matahari maupun hujan. Gambar 1. Kegiatan di sekitar tapak Sejalan dengan konsep redevelopment, fungsi yang sudah ada tetap akan dipertahankan namun diperbaiki dan juga ditambahkan fungsi-fungsi baru sebagai pendukung. Zoning tapak terbagi menjadi tiga berdasarkan penggunaan lahan yakni zona penghubung dan PKL yang bersifat publik, zona komersial, dan zona hunian yang bersifat privat (gambar 2). Gambar 2. Zoning makro kawasan

Dengan konfigurasi zoning demikian, zona PKL dan penghubunga memiliki jarak jalan yang paling dekat sehingga memudahkan para pejalan kaki untuk berpindah moda transportasi. Zona hunian terletak pada bagian tapak yang paling sepi sehingga menunjang privasi para penghuninya. Zona komersial yang berada di antara kedua zona lain berfungsi sebagai zona transisi, dan karena di tengah sehingga terlihat dari jalan utama dan tidak terlalu tertutup oleh ramp flyover. Rancangan jalur pedestrian pada kawasan mengacu pada teori konfigurasi jalur oleh Ching (Architecture: Form, Space, Order). Jalur utama berbentuk linear atau garis memanjang pada bagian panjang tapak, dengan jalur-jalur linear pendukung secara horizontal yang menhubungkan pejalan kaki dengan titik-titik tujuan pada dan di sekitar tapak (gambar 3). Gambar 3. Rencana rancangan jalur pejalan kaki pada tapak Penerapan Aspek Walkability Untuk mengetahui tingkat walkability tapak pada kondisi sekarang, digunakan Walkability Audit Tool sebagaimana poin-poinnya telah dijelaskan dalam Bab 2. Berikut ini adalah penjabaran dari keadaan eksisting tapak. Pathway pada sekeliling tapak merupakan jalur pedetrian yang berbatasan langsung dengan properti pada satu sisinya dan kerb atau jalan pada sisi yang lain, sehingga hal ini cukup membahayakan pejalan kaki karena tidak ada ruang pembatas antara jalur kendaraan dan jalur pedestrian. Trotoar tersebut memiliki lebar keseluruhan 1.2m, namun belum sesuai dengan lebar minimum 2m untuk penggunaan lahan sebagai perdagangan menurut Petunjuk Perencanaan Trotoar (1999). Adapun beberapa segmen trotoar yang tidak dapat dilewati pejalan kaki karena digunakan untuk memarkir mobil, berjualan ataupun tertutup dengan bak tempat sampah. Semua segmen trotoar menggunakan con-block sebagai perkerasannya dan memiliki permukaan yang tidak rata karena ada beberapa balok yang hilang, menurun atau mencuat. Terdapat juga rumput-rumput liar pada sela-sela con-block. Terdapat halangan permanen berupa tiang listrik dan halangan temporer seperti kendaraan yang parkir serta warung gerobak. Pedagang kaki lima yang berjualan pada trotoar juga menyebabkan trotoar menjadi tidak dapat digunakan untuk berjalan. Selain itu, terdapat kendaraan umum seperti angkutan kota, bus, ojek dan bajaj yang menunggu penumpang pada bahu jalan. Agar memiliki tingkat walkability yang lebih baik, disarankan untuk membuat suatu sistem pedestrian yang aman dan nyaman bagi penggunanya di dalam trotoar. Jalur trotoar ini harus menghubungkan titik-titik destinasi para pejalan kaki seperti halte Transjakarta, stasiun kereta dan bangunan-bangunan lainnya yang ada di dalam tapak. Untuk menunjang penyandang disabilitas, maka perbedaan ketinggian pada trotoar hendaknya dibuat dalam bentuk ramp sebagai alternatif dari tangga. Tersedia sebuah zebra cross yang menghubungkan stasiun kereta dengan tapak, namun sudah memudar. Rambu-rambu atau alat penyeberangan lainnya dari tapak ke halte Transjakarta tidak tersedia. Terdapat sebuah ramp flyover di antara tapak dan halte tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai median island bagi para pejalan kaki. Penambahan alat bantu penyeberangan bagi para pejalan kaki merupakan hal penting untuk mendukung tingkat walkability pada kawasan. Alat bantu penyeberangan ini dapat berupa zebra cross maupun lampu merah dengan tombol untuk pejalan kaki. Lokasi penyeberangan juga harus diperhatikan agar tidak terlalu dekat dengan belokan maupun pinta keluar-masuk kendaraan sehingga meningkatkan keamanan.

Tempat duduk, tempat sampah maupun tempat berteduh tidak tersedia pada kawasan. Toilet umum juga tidak tersedia bagi para pejalan kaki, hanya terdapat pada stasiun kereta. Penghijauan berupa taman dan pohon tidak terawat. Sesuai dengan standar yang ada dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan, lampu penerangan dan tempat duduk terdapat di sepanjang jalur pedestrian hendaknya terletak setiap 10m. Tempat duduk yang disediakan minimal memiliki panjang 150cm. Semua street furniture yang disediakan hendaknya terbuat dari material yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal atau beton cetak. Begitu juga dengan tempat sampah yang sebaiknya tersedia setiap 20m. Kenyamanan pejalan kaki terhadap panas dan hujan juga diperhitungkan dengan menyediakan pergola. Aspek Perilaku Manusia Penataan kawasan bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di dan sekitar tapak. Pelaku-pelaku ini dikategorikan menjadi 3 sesuai dengan zona fungsi yang ditempatinya. Tabel 1. Daftar Pelaku Area PKL dan Penghubung Area Komersial Area Hunian pengguna transportasi publik pedagang kaki lima karyawan pengelola pengunjung penghuni pengelola pengunjung Hubungan antara satu ruang dengan ruang lainnya diperoleh dari analisa kegiatan manusia. Hubungan antar ruang ini mempengaruhi peletakan ruang dan pencapaian antara ruang-ruang tersebut. Berdasarkan matriks hubungan ruang, keterkaitan antar ruang yang dapat digambarkan dalam bubble diagram (gambar 4) Gambar 4. Bubble diagram makro Berdasarkan tabel yang dimuat dalam buku Panduan Sistem Bangunan Tinggi (2005), sebuah gedung perkantoran memiliki standar parkir 1 slot untuk setiap 100m 2 lantai bruto, dan gedung perdagangan memiliki standar parkir 1 slot untuk setiap 60m 2 lantai bruto. Dari standar tersebut maka didapat perhitungan sebagai berikut. Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Parkir Zona Komersial Deskripsi Perhitungan Hasil Luas lantai total 1032 m 2 Kebutuhan parkir toko 1032 / 60 18 slot Kebutuhan parkir kantor 2064 / 100 21 slot

Tabel 3. Perhitungan Kebutuhan Parkir Zona Hunian Deskripsi Perhitungan Hasil Jumlah unit 165 unit Kebutuhan parkir mobil 165 / 10 17 slot Kebutuhan parkir motor 165 / 5 33 slot Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gedung komersial membutuhkan 39 slot parkir mobil sedangkan gedung hunian memerlukan 17 slot parkir mobil dan 33 slot parkir motor. Aspek Bangunan Pada bagian Utara terdapat berbagai bangunan rendah sebagai perumahan dan pertokoan, di belakangnya terdapat gedung bertingkat BINUS Simprug. Sisi Timur tapak terdapat jalan arteri, beberapa tower apartemen dengan berbagai bangunan rendah sebagai ruko dan sekolah. Selain itu, setengah dari muka sisi ini menghadap ramp turun dari flyover Kebayoran. Bagian Selatan menghadap ke pertokoan, namun yang lebih terlihat dan menutupi deretan ruko tersebut adalah adanya flyover Kebayoran. Sisi Barat menghadap ke rel dan stasiun kereta dengan berbagai bangunan rendah di belakangnya. Sisi Timur dapat memberikan nilai ekonomi tertinggi karena prestisi yang ditawarkan, yaitu menghadap jalan arteri dan apartemen mewah Pakubuwono. Dengan lebar tapak 60-70m dan panjang hingga sekitar 350m dan untuk memaksimalkan penggunaan lahan, dengan bangunan komersial berlantai 3 dan bangunan hunian berlantai 4. Lantai dasar bangunan hunian difungsikan sebagai ruang terbuka yang dapa digunakan untuk fasilitas penunjang seperti posyandu dan kantor pengelola, acara, serta perkumpulan. Orientasi bangunan akan diprioritaskan untuk menghadap ke Timur tapak yaitu menghadap Jalan Teuku Nyak Arif. Namun zona hunian berorientasi ke dalam tapak untuk menunjang privasi penghuni serta menciptakan communal space. Gambar 5. Rencana Orientasi Bangunan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi menyebutkan bahwa halte Transjakarta dan stasiun kereta Kebayoran berdekatan namun tidak terhubung dengan baik. Dengan berbagai aktifitas yang mengelilinginya, konsep Transit Oriented Development dianggap sesuai dengan penekanan pada penerapan konsep walkability. Penerapan tersebut termasuk sebuah penghubung terencana yang lebih memudahkan para pengguna

kereta dan busway Transjakarta untuk berpindah moda dengan nyaman dan aman, melalui tapak. Kawasan akan dibagi menjadi 3 zona dengan fungsi berbeda yaitu Zona PKL dan penghubung (hijau), zona komersial dan fasilitas kawasan (biru) serta zona hunian (oranye). Zona PKL dan penghubung diletakkan di bagian selatan tapak karena lokasi tersebut memungkinkan pejalan kaki berpindah moda dengan jarak jalur yang langsung (terpendek), zona biru berfungsi juga sebagai zona transisi dari yang publik ke yang lebih privat yaitu zona hunian (gambar 6). Gambar 6. Zoning kawasan dan gubahan kawasan Jalur pedestrian di dalam tapak dimaksudkan agar pejalan kaki lebih terhindar dari kontak langsung dengan kendaraan bermotor, dan jalurnya dibuat berliku agar tidak memberikan kesan terlalu panjang dan membosankan. Pada masing-masing zona juga disediakan sebuah node berbentuk plaza sebagai titik bertemu dan pemersatu kawasan. Gubahan massa bangunan berbentuk dasar segi empat untuk memaksimalkan luasan lantai bangunan, namun kemudian digubah mengikuti sesuai jalur pedestrian yang berliku. Bangunan hunian bertingkat 4 lantai dengan lantai dasarnya difungsikan sebagian sebagai tempat fasilitas penunjang dan fasilitas umum atau fasilitas sosial (gambar 7). Gambar 7. Gubahan massa bangunan Saran

Untuk penelitian selanjutnya dapat disarankan agar mengetahui kondisi masyarakat sekitar dengan lebih seksama dengan tujuan untuk mendapatkan pilihan best-use atau penggunaan lahan yang terbaik sesuai dengan keadaan sosial, ekonomi dan budaya serta kebutuhan masyarakat. REFERENSI Anonim. (2003). Office Space Standards and Guidelines. Diakses 19 April 2014 dari http://pws.gov.nt.ca/ Anonim. (2010). Common Urban Myths About Transport: Park-and-Ride facilities will encourage public transport use. Diakses 19 April 2014 dari http://www.ptua.org.au/ Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013-2017. Departemen Jenderal Bina Marga & Departemen Pembinaan Jalan Kota. (1990). Petunjuk Perencanaan Trotoar. Departemen Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan. (1996). Pedoman Teknis Perekeyasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum. Direktorat Jenderal Bina Marga & Direktorat Pembinaan Jalan Kota. (1990). Petunjuk Perencanaan Trotoar. Gilbert, R. The Centre for Sustainable Transportation, (2005). Defining sustainable transportation. Diakses 2 Maret 2014 http://cst.uwinnipeg.ca/ Juwana, J. S. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta:Erlangga. Krambeck, H. V. (2006). Massachusetts Institute of Technology. The Global Walkability Index. Diakses 30 November 2014 dari http://dspace.mit.edu/ National Heart Foundation of Australia. (2011). Neighborhood Walkability Checklist. Diakses 2 Maret 2014 dari https://www.heartfoundation.org.au/ Neufert, E. (2002). Data Arsitek Edisi 33 Jilid 2. Jakarta:Erlangga. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 27 tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana. DeChiata, J. & Crosbie, M. J. (2001). Time-Saver Standards for Building Types. 4th edition. Singapore: McGraw-Hill. Victoria Transport Policy Institute. TDM Encyclopedia. (2013). Walkability Improvements: Strategies to Make Walking Convenient, Safe and Pleasant. Diakses 2 Maret 2014 dari http://www.vtpi.org/ RIWAYAT PENULIS Thea Ilona lahir di kota Jakarta pada tanggal 17 Januari tahun 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2015.