BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Konsumsi Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga keatas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan perbelanjaan tersebut (Eachern, 2001:490). Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Menurut Chaney (2003:54) konsumsi adalah tipe aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga dapat dipakai untuk mendirikan dan mengenal mereka, selain (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Sedangkan menurut Braudrillard (2004:87), konsumsi adalah sistem yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok sehingga konsumsi itu sekaligus sebuah moral system komunikasi dan struktur penukaran. Dengan konsumsi sebagai moral, maka akan menjadi fungsi sosial yang memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti paksaan sosial yang tak disadari. Dalam analisis makro ekonomi pengertian konsumsi dibedakan menjadi dua yaitu: 1
1. Konsumsi rumah tangga yang merupakan unit ekonomi yang paling kecil. Rumah tangga konsumsi adalah penyedia jasa dari berbagai macam faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan skill atau keahlian. Biasanya faktor produksi yang dimiliki oleh rumah tangga akan digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan barang ataupun jasa. Begitu pula sebaliknya, rumah tangga konsumsi akan menggunakan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Konsumsi pemerintah yang dalam hal ini dilaksanakan untuk menjalankan roda pemerintahan karena dalam pelaksanaan administrasinya pemerintah memerlukan sarana dan prasarana. Misalnya penggunaan kertas untuk kegiatan administrasi, para tenaga ahli untuk menetapkan dan menjalanlan kebijakan serta pemanfaatan energi listrik untuk penerangan dan menjalankan komputer. Secara umum, pola konsumsi merupakan susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Lebih jauh lagi, pola konsumsi adalah kebutuhan manusia baik dalam bentuk benda maupun jasa yang dialokasikan selain untuk kepentingan pribadi juga untuk kepentingan rumah tangga yang didasarkan pada tata hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki yang sifatnya terelisasi sebagai kebutuhan primer dan sekunder (Anindita, 2013). Apabila suatu keluarga membeli peralatan rumah seperti meja makan dan tempat tidur maka pengeluaran ini digolongkan sebagai konsumsi rumah tangga. 2
Dan apabila pemerintah membeli kertas, alat tulis dan peralatan kantor, pengeluaran seperti ini digolongkan kepada konsumsi pemerintah (Sukirno, 2000). Kata konsumsi dalam Kamus Besar Ekonomi diartikan sebagai tindakan manusia baik secara langsung atau tak langsung untuk menghabiskan atau mengurangi kegunaan (utility) suatu benda pada pemuasan terakhir dari kebutuhannya (Sigit dan Sujana, 2007:115). Menurut Mankiw (2006:11) konsumsi sebagai pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Barang mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama, kendaraan dan perlengkapan dan barang tidak tahan lama seperti makanan dan pakaian. Jasa mencakup barang yang tidak berwujud konkrit, termasuk pendidikan. Jadi dapat disimpulkan konsumsi adalah segala proses tindakan ataupun penggunaan barang dan jasa yang berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari agar mencapai suatu titik kepuasan.. 2.1.2 Teori Konsumsi a. Teori Keynes Teori konsumsi yang dikemukakan oleh JM. Keynes ditunjukkan dalam bukunya The General Theory Of Employment, Money, and Interest yang pertama kali terbit pada tahun 1936. Dalam bukunya Keynes mengungkapkan suatu teori konsumsi yang disebut teori pendapatan asbsolut tentang konsumsi (absolute income theory of consumption) atau lebih dikenal dengan hipotesis pendapatan absolut. Teori tersebut mengatakan apabila pendapatan mengalami 3
kenaikan, maka konsumsi juga akan mengalami kenaikan tetapi dengan jumlah yang kecil. (Nanga, 2005:109). Beberapa ciri fungsi konsumsi menurut Keynes antara lain: 1. Penentu utama dari konsumsi adalah tingkat pendapatan, sedangkan tingkat suku bunga dianggap tidak mempengaruhi besarnya konsumsi. 2. Kecenderungan Mengkonsumsi Marginal (Marginal Propensity to Consume)- pertambahan konsumsi akibat kenaikan pendapatan sebesar satu satuan. Besrnnya MPC adalah antara nol dan satu. Dengan kata lain MPC adalah pertambahan atau perubahan konumsi ( C) yang dilakukan masyarakat sebagai akibat pertambahan atau peribahan pendapatan disposable atau pendapatan yang siap dibelanjaakan ( Y). Nilai MPC dihitung dengan menggunakan rumus: MPC = C/ Y 3. Rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut dengan Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume), turun ketika pendapatan naik, dengan demikian APC menurun dalam jangka panjang dan MPC lebih kecil dari pada APC. APC atau Average Propensity to Consume adalah total konsumsi dibagi dengan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Dalam bentuk rumus, APC dapat ditulis sebagai berikut : APC = C/Δ Yd. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa fungsi konsumsi menggambarkan sifat hubungan diantara fungsi konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dan pendapatan nasional atau pendapatan disposable perekonomian tersebut. Dalam ciri-ciri fungsi konsumsi dinyatakan bahwa 4
Average Propensity to Consume (APC) mengukur pendapatan disposibel yang diinginkan oleh rumah tangga untuk dibelanjakan sebagai konsumsi. Marginal Propensity to Consume (MPC) mengukur setiap pertambahan pendapatan disposibel yang diinginkan oleh rumah tangga untuk dibelanjakan sebagai konsumsi dan akan menentukan kecondongan fungsi konsumsi (Prasetyo, 2011). Secara umum teori konsumsi merupakan jumlah dari konsumsi dan tabungan. Apabila jumlah pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran konsumsi, maka diperlukan pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga atau tanggungan, pendidikan formal kepala keluarga. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Teori Engel s menyatakan bahwa: semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentase pengeluaran untuk bukan makanan. b. Teori Friedman Menurut teori Friedman tentang teori konsumsi dengan pendapatan permanen seperti yang terdapat dalam bukunya yang berjudul A Theory of Consumption Function, adalah pengeluaran konsumsi sekarang (current 5
consumption) bergantung pada pendapatan sekarang (current income) dan pendapatan yang diperkirakan dimasa yang akan datang (anticipated future income) (Nanga, 2005:119). Pendapatan permanen akan meningkat bila individu menilai kualitas dirinya (human wealth) makin baik, mampu bersaing dipasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang pendapatan upah atau gaji (expected labour income) makin optimistik. Ekspektasi tentang pendapatan permanen juga akan meningkat jika individu menilai kekayaannya (non human wealth) meningkat. Sebab dengan kondisi seperti itu pendapatan non upah (nonlanbour income) diperkirakan juga meningkat (Rahardja dan Manurung, 2008). Menurut Rahardja dan Manurung (2008:50-51) hipotesis pendapatan permanen, tingkat konsumsi seseorang pada suatu waktu tertentu bukan ditentukan oleh pendapatan yang sebenarnya diterima pada waktu tersebut tetapi oleh pendapatan permanen pada waktu tersebut. Ada beberapa faktor yang menentukan pendapatan permanen yaitu : 1. Tingkat suku bunga (rate of interest) 2. Jumlah relatif pendapatan dari physical assets dan pendapatan tenaga kerja 3. Rasio antara human dan nonhuman wealth 4. Preferensi rumah tangga untuk konsumsi langsung dihubungkan dengan keinginan untuk menambah stok kekayaan Pendapatan saat ini tidak terlalu sama dengan pendapatan permanen, kadang-kadang pendapatan saat ini lebih besar dari pada pendapatan permanen dan begitupun sebaliknya. Hal yang menyebabkannya adalah adanya pendapatan yang tidak permanen, yang besarnya berubah-ubah. Pendapatan ini disebut 6
dengan pendapatan transitori (transitory income) yaitu perbedaan antara pendapatan yang diterima pada masa kini dengan pendapatan permanen pada periode sebelumnya (Rahardja dan Manurung, 2008). Salah satu tujuan penting dari hipotesis pendapatan permanen adalah untuk menerangkan mengapa dalam data cross-section nilai Average Propensity to Consume (APC) semakin menurun apabila pendapatan meningkat, manakala dalam data time-series nilai Average Propensity to Consume (APC) adalah tetap. c. Teori Gary S. Becker Seseorang dengan melalui investasi pada dirinya sendiri, ia dapat memperluas kemungkinan untuk meningkatkan kesejahteraanya. Maka orang yang berpendidikan lebih tinggi memiliki kemungkinan kesejahteraan lebih besar dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Besaran investasi dalam pendidikan dapat meningkatkan produktivitas menjadi lebih tinggi. Dengan demikian, akan membawa keuntungan dan kesejahteraan yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan pedagang canang yang sebagian besar berpendidikan rendah. Dengan demikian, mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor informal sebagai pedagang canang karena tidak memerlukan jenjang pendidikan yang tinggi. 2.1.3 Konsep Tingkat Pendidikan serta Hubungannya Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat yang telah dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut merupakan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk 7
mencanangkan program wajib belajar. Menurut Atmanti (2005:31), ada beberapa faktor yang menyebabkan diperlukannya pengembangan tingkat pendidikan dalam usaha membangun suatu perekonomian, yaitu : 1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Hal ini memungkinkan masyarakat mengambil langkah yang lebih rasional dalam bertindak atau mengambil keputusan. 2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuanpengetahuan teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan-perusahaan modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya. Program pendidikan tidak selamanya harus terselenggara di lingkungan sekolah, tetapi juga berkelanjutan seperti kursus-kursus, pelatihan kerja, pendidikan dalam jabatan dan sejenisnya. Menurut Sastrohadiwiryo (2002 : 200) berdasarkan sifatnya pendidikan dibagi menjadi : 1. Pendidikan umum, yaitu pendidikan yang dilaksanakan didalam dan diluar sekolah baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dengan tujuan mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum. 2. Pendidikan kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk mempersiapkan para peserta pendidikan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya. Banyak studi telah memperlihatkan bahwa pendidikan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Mereka yang terdidik akan lebih cepat 8
menyerap informasi dan menerapkan pengembangan yang terbaru sehingga mereka menjadi lebih produktif (Bendesa, 2005:5). 2.1.4 Konsep Pendapatan Suami serta Hubungannya Terhadap Pengeluaran Konsumsi Pendapatan suami merupakan peranan yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan untuk wanita berstatus menikah apakah harus bekerja atau tidak. Menurut Sumarsono (2003) menjelaskan bahwa keluarga dengan penghasilan besar, relatif terhadap biaya hidup cenderung memperkecil jumlah anggota keluarga untuk bekerja, sedangkan keluarga yang biaya hidupnya relatif sangat besar pada penghasilannya cenderung untuk memperbanyak jumlah anggota untuk masuk dalam dunia kerja. Tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja memiliki hubungan yang negatif dalam tingkat pendapatan atau penghasilan suami (Damayanti, 2011). Dalam hal ini apabila pendapatan suami mengalami peningkatan, maka akan berbanding terbalik atau menurun terhadap tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Karena wanita dengan menyandang status pernikahan adalah tenaga kerja ekstra yang akan memasuki dunia kerja apabila pendapatan suami mereka mengalami penurunan yang disebabkan oleh hal-hal tertentu sehingga pengeluaran akan kebutuhan rumah tanggapun akan semakin meningkat. 2.1.5 Konsep Umur serta Hubungannya Terhadap Pengeluaran Konsumsi Umur memiliki hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan pengeluaran konsumsinya. Semakin meningkatnya umur, maka akan semakin bertambah pula kebutuhan hidupnya. Menurut Mantra (2003:24) komposisi 9
penduduk yang sering digunakan untuk menganalisis perencanaan pembangunan adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis makanan. Umur dapat digunakan untuk mengelompokkan penduduk menurut umur muda dan umur tua. Jika penduduk umur dibawah 15 tahun mencapai 40 persen atau lebih dari jumlah seluruhnya maka wilayah tersebut dianggap penduduk muda. Sebaliknya apabila penduduk disebut penduduk tua jika berusia 65 tahun keatas diatas 10 persen dari jumlah penduduk. Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja, dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006). Berdasarkan dua golongan penduduk ini, maka dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan yaitu perbandingan antara jumlah penduduk 0 14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk golongan tua dengan jumlah penduduk berumur 15 64 tahun (Arsyad, 2010:339). Di usia 0 tahun hingga berusia tertentu dimana belum bisa menghasilkan pendapatan sendiri, maka ia mengalami dissaving yaitu berkonsumsi tetapi belum dapat menghasilkan pendapatan sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya. Yang kedua dimulai saat usia kerja sampai dengan usia dimana orang tersebut sudah menjelang usia tua. Ia akan mengalami saving, yang terkakhir yaitu pada tahap ketika seseorang berusia tua dan tidak mampu menghasilkan pendapatan sendiri, ia mengalami dissaving lagi. Teori ini dinamakan masa dan siklus hidup. 10
2.1.6 Konsep Jumlah Tanggungan serta Hubungannya Terhadap Pengeluaran Konsumsi Jumlah tanggungan atau jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga terutama dari perihal pengeluaran konsumsi. Semakin banyaknya anggota keluarga makan akan semakin meningkat jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit jumlah anggota keluarganya maka kebutuhan semakin berkurang karena setiap masing-masing individu memiliki kebutuhan sendiri yang berbeda-beda. Menurut Biro Pusat Statistik (2005) jumlah tanggungan adalah banyaknya anak atau anggota yang menjadi tanggungan rumah tangga pekerja wanita yang tinggal bersama dalam satu rumah serta makan dalam satu dapur, diukur dalam satuan orang. Salah satu alasan utama bagi para ibu rumah tangga untuk turun tangan dalam membantu suami bekerja agar memperoleh penghasilan tambahan adalah dikarenakan jumlah tanggungan keluarga yang cukup besar. Harwati dalam Nuning (2008:26) mengatakan bahwa pada keluarga miskin jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif terhadap pendapatan perempuan. Menurut Mantra (2003:16) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama menjadi satu. Jadi, yang termasuk anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari- 11
hari karena belum bekerja (dalam umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua). Banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga juga berpengaruh pada waktu kerja kepala rumah tangga dalam mencari nafkah. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga mengakibatkan kepala rumah tangga cenderung meningkatkan waktunya untuk bekerja, begitu pula sebaliknya (Larasaty, 2003:47). Makin banyaknya jumlah tanggungan keluarga berarti beban ekonomi yang ditanngung oleh keluarga tersebut semakin berat. Maka dari itulah kondisi yang seperti ini membuat wanita pelaku rumah tangga memacu semangat agar bekerja lebih giat untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. 2.1.7 Konsep Jumlah Produksi serta Proporsi Terhadap Pengeluaran Konsumsi Produksi merupakan suatu kegiatan yang memiliki keterkaitan antara barang dan jasa. Istilah produksi pun sering dikaitkan dengan pabrik, mesin, ataupun benda lainnya. Menurut Miller (2000) bahwa pengertian produksi yaitu sebagai penggunaan atau sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama. Menurut Sunuharyo (1982), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income). Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor 12
produksi lain. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya (Silli, 2008). Dalam hal ini, hasil produksi yang dimaksudkan adalah pendapatan. Pendapatan dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima oleh penduduk suatu negara (Sukirno, 2004). Selain itu pendapatan juga memiliki arti sebagai kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam liabilities atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapat yang berakibat dari investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan, seperti manajemen rekening investasi terbatas (Antonio, 2001). Pola konsumsi keluarga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya penghasilan serta lingkungan sosialnya. Dalam keluarga berpenghasilan rendah, hampir seluruh penghasilan habis untuk kebutuhan primer khususnya makanan. Jika penghasilan keluarga bertambah, jumlah pengeluaran untuk konsumsi primer memang bertambah tetapi persentasenya berkurang. Gejela ini disebut dengan nama Hukum Engel (Gilarso, 2004:77) 2.1.8 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Mengkaji hasil penelitian sebelumnya membantu peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu, dengan mempelajari hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman 13
yang lebih terhadap peneliti. Oleh karena itu, di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Erwin (2012) dengan judul Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga, dan Pendidikan Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris bahwa pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan berpengaruh secara simultan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dan deteksi multikolinieritas, deteksi heteroskedastisitas, deteksi normalitas, uji t, uji F, serta uji R 2. Hasil dari pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 5 persen menunjukkan bahwa pendapatan,jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Hal ini terbukti dari nilai F-hitung (47,501) lebih besar dari F tabel (2,71). Besarnya pengaruh kedua variabel terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar ditunjukkan dengan R Square = 0,624 yang berarti bahwa pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga sebesar 62,4 persen dan sisanya 37,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dari hasil pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola 14
konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan (2,255), t-hitung jumlah anggota keluarga (2,168) dan t-hitung pendidikan (8,496) lebih besar dari t-tabel (1,663) sehingga variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Anastia (2014) yang berjudul Kontribusi Pendapatan Pedagang Buah Terhadap Pengeluaran Rumah Tangga (Studi Kasus: Pedagang Buah di Pasar Badung Kota Denpasar). Tujuan dari penelitian tersebut adalah seberapa besar kontribusi pendapatan pedagang buah dan bagaimana pengaruhnya pendapatan pedagang buah, pendapatan suami, jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran rumah tangga pedagang buah di Pasar Badung. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui persentase kontribusi pendapatan pedagang buah terhadap pengeluaran rumah tangga. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik analisis regresi linier berganda, deteksi multikolinieritas, deteksi heteroskedastisitas, deteksi normalitas, uji t, uji F dan uji R 2. Hasil dari pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 5 persen menunjukkan bahwa pendapatan pedagang buah, pendapatan suami dan jumlah anggota keluarga berpengaruh serempak terhadap pengeluaran rumah tangga pedagang buah. Hal ini terbukti dari nilai F-hitung (24,636) lebih besar dari F tabel (2,75). Besarnya pengaruh ketiga variabel terhadap pengeluaran rumah 15
tangga ditunjukkan dengan R Square = 0,53 yang berarti bahwa pengeluaran rumah pedagang buah di Pasar Badung dipengaruhi oleh pendapatan pedagang buah, pendapatan suami dan jumlah anggota keluarga sebesar 53 persen dan sisanya 47 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dari hasil pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan pedagang buah, pendapatan suami dan jumlah anggota keluarga secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran rumah pedagang buah. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan pedagang buah (4,535), t- hitung pendapatan suami (3,610), dan t-hitung jumlah anggota keluarga (4,097) lebih besar dari t-tabel (1,671) sehingga variabel pendapatan pedagang, pendapatan suami dan jumlah anggota keluarga secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga pedagang buah di Pasar Badung. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rosdiani (2015) mengenai Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Terhadap Konsumsi Ikan di Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik sosial ekonomi dan menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi (pendapatan rumah tangga, harga ikan, harga barang lain, tingkat pendidikan ibu, jumlah tanggungan keluarga dan umur) keluarga nelayan terhadap konsumsi ikan di Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, analisis regresi linier berganda, dan uji asumsi klasik. Hasil dari 16
pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 10 persen menunjukkan bahwa variabel independen (pendpatan rumah tangga, harga ikan, harga ayam, harga telur, umur, dan jumlah tanggungan keluarga) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (konsumsi ikan). Hal ini terbukti dari nilai F-hitung (12,041) lebih besar dari F tabel (3,01). Besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen ditunjukkan dengan R Square = 0,629 yang berarti bahwa konsumsi ikan di Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara sebesar 62,9 persen dan sisanya 37,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dari hasil pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan rumah tangga, harga ikan, harga ayam, harga telur, umur dan jumlah anggota keluarga secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi sedangkan variabel harga daging dan pendidikan ibu tiak berpengaruh signifikan. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan rumah tangga (2,926), t-hitung harga ikan (4,941) dan t-hitung harga telur (2,704) lebih besar dari t-tabel (2,648) dengan taraf nyata (α) = 1 persen. Pada variabel jumlah anggota dengan taraf nyata (α) = 5 persen, diperoleh hasil t-hitung (2,535) lebih besar dari t-tabel (1,994) berarti secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi ikan. Pada variabel harga ayam dan umur dengan taraf nyata (α) = 10 persen, diperoleh hasil t- hitung harga ayam (2,704) dan t-hitung umur (0,084) lebih besar dari t- 17
tabel (1,667), berarti secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi ikan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2013) mengenai Pendapatan dan Jumlah Tanggungan Pengaruhnya Terhadap Pola Konsumsi PNS Dosen dan Tenaga Kependidikan Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan anggota keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi PNS Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. Penelitian ini menggunakan metode analisis ekonometrika dan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil sederhana (Ordinary Least Square). Selain itu juga menggunakan deteksi multikolinieritas, deteksi heteroskedastisitas, deteksi autokorelasi, uji t, uji F dan uji R 2. Hasil dari pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 1 persen menunjukkan bahwa pendapatan dan jumlah tanggungan berpengaruh serempak terhadap pola konsumsi. Hal ini terbukti dari nilai F-hitung (779,8167) lebih besar dari F tabel (2,60). Besarnya pengaruh kedua variabel terhadap pola konsumsi ditunjukkan dengan R Square = 0,964742 yang berarti bahwa pola konsumsi PNS Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah tanggungan sebesar 96,4 persen dan sisanya 3,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak 18
dimasukkan dalam model. Dari hasil pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan dan jumlah tanggungan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan (35,85195) dan t-hitung jumlah tanggungan (2,814236) lebih besar dari t-tabel (2,39357) sehingga variabel pendapatan dan jumlah tanggungan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi PNS Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Rinawati (2014) mengenai Pengaruh Pendapatan Terhadap Konsumsi Masyarakat Tani Padi Sawah di Desa Karawana Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbandingan tingkat konsumsi dan pendapatan dan Mengkaji kecenderungan tingkat mengkonsumsi Masyarakat Tani Padi Sawah Desa Karawana Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana, uji t, uji F dan uji R 2. Hasil dari pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata (α) = 5 persen menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh serempak terhadap konsumsi masyarakat tani. Hal ini terbukti dari nilai F- hitung (353,47) lebih besar dari F tabel (4,20). Besarnya pengaruh variabel terhadap konsumsi masyarakat ditunjukkan dengan R Square = 0,924 yang berarti bahwa konsumsi masyarakat tani di Desa Karawana dipengaruhi oleh pendapatan sebesar 92,4 persen dan sisanya 7,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dari hasil 19
pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan lebih besar dari t-tabel sehingga variabel pendapatan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat tani padi sawah di Desa Karawana Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan diuji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan kajian-kajian teori yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya, maka dapa diajukan hipotesis sebagai berikut. 1. Tingkat pendidikan, pendapatan suami, umur, jumlah tanggungan, dan jumlah produksi secara simultan berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi pedagang canang di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Barat. 2. Tingkat pendidikan, pendapatan suami, umur, jumlah tanggungan, dan jumlah produksi secara parsial berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi pedagang canang di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Barat. 20