BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat bangunan diperparah oleh kegiatan ekonomi yang mengganggu kestabilan ekosistem di perkotaan. Gangguan yang ditimbulkan lain: meningkatnya suhu udara, pencemaran air, pencemaran udara, penurunan permukaan tanah, dan banjir/genangan. Di sisi lain penduduk kota berhak mendapatkan lingkungan yang nyaman, sehat, dan estetis. Untuk itu, mereka perlu perlindungan dari berbagai masalah lingkungan yang merugikan (Irwan, 1997). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan lingkungan adalah dengan dibangunnya RTH. RTH dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur, yang dalam pengunaanya lebih bersifat terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan (Anonim, 1988). RTH di perkotaan [1]
memiliki fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologi dan fungsi ekstrinsik sebagai fungsi arsitektural (keindahan), sosial budaya, dan ekonomi. Berdasarkan pada segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH privat dan RTH publik. RTH privat adalah RTH yang dimiliki oleh institusi tertentu atau perseorangan, yang pemanfaatan untuk kalangan terbatas, antara lain berupa halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. Sementara itu, RTH publik dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum (Anonim, 2008). Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan RTH adalah pemilihan jenis pohon yang tepat agar fungsi yang diharapkan dapat tercapai. Pemahaman tentang bentuk perawakan dan unsur-unsur arsitektur pohon sangat diperlukan dalam pemilihan jenis pohon. Unsur-unsur tersebut akan membentuk suatu model arsitektur pohon. Model arsitektur suatu jenis pohon adalah tetap, akan tetapi tidak berlaku pada tingkat famili (Wiyono, 2009). Untuk menciptakan lingkungan yang baik, menjaga kelestarian kawasan, dan demi mendukung aktivitas di dalam Kota Yogyakarta diperlukan penataan RTH yang baik pula. Pemilihan jenis vegetasi yang tepat merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam penataan RTH karena vegetasi merupakan elemen yang mendominasi RTH. Mengingat vegetasi merupakan elemen yang mendominasi RTH. Meningkatnya populasi penduduk kota dan pembangunan membuat ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Yogyakarta semakin sedikit. [2]
Hal ini diikuti pula dengan penurunan kualitas lingkungan yang salah satunya diakibatkan oleh limbah perumahan yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan. Penataan RTH dilakukan dengan perencanaan yang baik demi tercapainya fungsi ekologi, estika, sosial-budaya dan ekonomi. Kota Yogyakarta yang memilki berbagai fasilitas, seperti pendidikan, perkantoran, perumahan, perekomian, menyebabkan tingginya tingkat aktivitas di kota. Oleh sebab itu, penataan hutan kota, terutama pemilihan jenis pohon yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan rasa nyaman bagi penduduk kota dalam menjalankan aktivitasnya. Hutan kota menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 diatur dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Pembangunan hutan kota dilakukan berdasarkan penunjukan lokasi dan luas hutan kota, dimana pembangunannya dilaksanakan oleh Pemerintahan Kota atau Kabupaten, dan khususnya daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelolaan hutan kota dilakukan sesuai dengan tipe dan bentuk hutan kota agar berfungsi secara optimal berdasarkan penetapan hutan kota. Pengelolaan hutan kota meliputi tahapan: penyusunan rencana pengelolaan, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan dan pemantauan dan evaluasi. Pengelolaan hutan kota yang berada di [3]
tanah Negara dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah hak dilakukan oleh pemegang hak. Angsana merupakan tumbuhan peneduh jalan yang banyak dijumpai di hutan Kota Yogyakarta, tumbuhan ini mudah untuk dikembangbiakan yaitu dengan cara stek batang, selain mudah dikembangbiakan juga mudah tumbuh dan cepat untuk menghasilkan biomasa. Walaupun tidak memiliki daun lebar tetapi angsana memiliki daun majemuk disertai tajuk yang rimbun sehingga diharapkan dapat menyerap logam Pb yang berada di sekitar akibat adanya polusi udara. Sebagai tumbuhan peneduh angsana juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tumbuhan penyuplai oksigen. B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perawatan tajuk angsana (P. indicus), khususnya bagian tajuk oleh Pemerintahan Kota Yogyakarta dan masyarakat di hutan Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui pengaruh nilai sosial budaya dan arah jalan terhadap pemeliharaan pohon angsana di hutan Kota Yogyakarta. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terhadap penanaman dan perawatan pohon angsana di Hutan Kota Yogyakarta dan [4]
memberikan informasi mengenai nilai sosial dan budaya pohon yang ada dan arah jalan di Kota Yogyakarta. [5]