BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

RENCANA AKSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Kehutanan merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu. 33 UUD 1945: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Site Repair Upaya Mewujudkan Ruang Terbuka Ramah Lingkungan

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Tata Ruang Wilayah. pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. Telah disepakati oleh beberapa ahli bahwa ajaran agama merupakan aspek

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat bangunan diperparah oleh kegiatan ekonomi yang mengganggu kestabilan ekosistem di perkotaan. Gangguan yang ditimbulkan lain: meningkatnya suhu udara, pencemaran air, pencemaran udara, penurunan permukaan tanah, dan banjir/genangan. Di sisi lain penduduk kota berhak mendapatkan lingkungan yang nyaman, sehat, dan estetis. Untuk itu, mereka perlu perlindungan dari berbagai masalah lingkungan yang merugikan (Irwan, 1997). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan lingkungan adalah dengan dibangunnya RTH. RTH dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur, yang dalam pengunaanya lebih bersifat terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan (Anonim, 1988). RTH di perkotaan [1]

memiliki fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologi dan fungsi ekstrinsik sebagai fungsi arsitektural (keindahan), sosial budaya, dan ekonomi. Berdasarkan pada segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH privat dan RTH publik. RTH privat adalah RTH yang dimiliki oleh institusi tertentu atau perseorangan, yang pemanfaatan untuk kalangan terbatas, antara lain berupa halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. Sementara itu, RTH publik dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum (Anonim, 2008). Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan RTH adalah pemilihan jenis pohon yang tepat agar fungsi yang diharapkan dapat tercapai. Pemahaman tentang bentuk perawakan dan unsur-unsur arsitektur pohon sangat diperlukan dalam pemilihan jenis pohon. Unsur-unsur tersebut akan membentuk suatu model arsitektur pohon. Model arsitektur suatu jenis pohon adalah tetap, akan tetapi tidak berlaku pada tingkat famili (Wiyono, 2009). Untuk menciptakan lingkungan yang baik, menjaga kelestarian kawasan, dan demi mendukung aktivitas di dalam Kota Yogyakarta diperlukan penataan RTH yang baik pula. Pemilihan jenis vegetasi yang tepat merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam penataan RTH karena vegetasi merupakan elemen yang mendominasi RTH. Mengingat vegetasi merupakan elemen yang mendominasi RTH. Meningkatnya populasi penduduk kota dan pembangunan membuat ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Yogyakarta semakin sedikit. [2]

Hal ini diikuti pula dengan penurunan kualitas lingkungan yang salah satunya diakibatkan oleh limbah perumahan yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan. Penataan RTH dilakukan dengan perencanaan yang baik demi tercapainya fungsi ekologi, estika, sosial-budaya dan ekonomi. Kota Yogyakarta yang memilki berbagai fasilitas, seperti pendidikan, perkantoran, perumahan, perekomian, menyebabkan tingginya tingkat aktivitas di kota. Oleh sebab itu, penataan hutan kota, terutama pemilihan jenis pohon yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan rasa nyaman bagi penduduk kota dalam menjalankan aktivitasnya. Hutan kota menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 diatur dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, disetiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Pembangunan hutan kota dilakukan berdasarkan penunjukan lokasi dan luas hutan kota, dimana pembangunannya dilaksanakan oleh Pemerintahan Kota atau Kabupaten, dan khususnya daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelolaan hutan kota dilakukan sesuai dengan tipe dan bentuk hutan kota agar berfungsi secara optimal berdasarkan penetapan hutan kota. Pengelolaan hutan kota meliputi tahapan: penyusunan rencana pengelolaan, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan dan pemantauan dan evaluasi. Pengelolaan hutan kota yang berada di [3]

tanah Negara dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah hak dilakukan oleh pemegang hak. Angsana merupakan tumbuhan peneduh jalan yang banyak dijumpai di hutan Kota Yogyakarta, tumbuhan ini mudah untuk dikembangbiakan yaitu dengan cara stek batang, selain mudah dikembangbiakan juga mudah tumbuh dan cepat untuk menghasilkan biomasa. Walaupun tidak memiliki daun lebar tetapi angsana memiliki daun majemuk disertai tajuk yang rimbun sehingga diharapkan dapat menyerap logam Pb yang berada di sekitar akibat adanya polusi udara. Sebagai tumbuhan peneduh angsana juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tumbuhan penyuplai oksigen. B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perawatan tajuk angsana (P. indicus), khususnya bagian tajuk oleh Pemerintahan Kota Yogyakarta dan masyarakat di hutan Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui pengaruh nilai sosial budaya dan arah jalan terhadap pemeliharaan pohon angsana di hutan Kota Yogyakarta. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terhadap penanaman dan perawatan pohon angsana di Hutan Kota Yogyakarta dan [4]

memberikan informasi mengenai nilai sosial dan budaya pohon yang ada dan arah jalan di Kota Yogyakarta. [5]