BAB I PENDAHULUAN. pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. RTH kota diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (green open spaces) di tengahtengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. RTH kota merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan manusia sehingga penataan RTH merupakan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan perkotaan yang berkelanjutan ditandai oleh interaksi dan hubungan timbal balik yang seimbang antara manusia dan alam yang hidup berdampingan didalamnya. Ketersediaan RTH yang cukup merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Penataan dan pemanfaatan RTH di perkotaan berbeda dengan di perdesaan. Penataan ruang di perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus guna menciptakan kota yang seimbang. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh menyebabkan besarnya pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri, transportasi, hotel, serta permukiman. Hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan 1

2 investasi. Lahan yang seharusnya digunakan sebagai RTH dialih fungsikan guna memenuhi fasilitas perkotaan seperti fasilitas sektor perdagangan dan jasa. Kota Magelang merupakan salah satu kota yang berkomitmen untuk mewujudkan Kota Hijau sesuai dengan semboyannya, yakni Kota Magelang adalah Kota Sejuta Bunga. Dimana akan berusaha untuk mencapai luas RTH sebesar 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang. Target yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas RTH sesuai karakteristik kota dengan berbagai macam strategi penataan ruangnya. Berbagai tahap dilakukan Pemerintah Kota Magelang untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menjadikan tahun 2013 sebagai Tahun Berhias, tahun 2014 merupakan tahap Magelang Berkesan dan tahun 2015 akan memasuki tahapan Ayo ke Magelang. Hal ini dilakukan guna mencapai visi dan misi RPJM Kota Magelang. Penaataan RTH tidak dapat lepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sudah disusun sehingga penataan lebih terarah serta dapat mencapai tujuan dari pembangunan di Kota Magelang. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, RTH kota menurut tipologinya terbagi menjadi 4, yaitu berdasarkan fisik, fungsi, struktur ruang, dan kepemilikan. Berdasarkan tipologi RTH Kepemilikan, RTH dibedakan menjadi dua, yakni RTH Publik dan RTH Privat. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH diperkotaan menyatakan bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari total luas kota yang terbagi menjadi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. Sesungguhnya RTH berkaitan erat dengan berbagai aspek pembangunan yang dibutuhkan dalam 2

3 kehidupan masyarakat kota sehingga sangat beralasan jika penataan pembangunannya bersifat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang (Suweda, 2011 ). Harapan dimasa depan adalah keberadaan RTH di kawasan perkotaan semakin meningkat tidak hanya permukiman karena untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan. Meningkatnya kawasan permukiman sebaiknya diimbangi dengan meningkatnya RTH di kawasan permukiman. Ruang terbuka yang berkembang di kawasan permukiman memiliki salah satu manfaat yakni meningkatkan cadangan oksigen dan memperbaiki iklim mikro setempat. Menurut Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang salah satunya jenisnya adalah RTH taman lingkungan permukiman dan perumahan adalah merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi/masyarakat sekitar. Taman lingkungan ini terletak disekitar daerah permukiman dan perumahan untuk menampung kegiatan-kegiatan warganya. Manajemen RTH sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan fungsi dan manfaat dari RTH. Sehingga kota memiliki kualitas lingkungan yang baik dan memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan strategi manajemen RTH untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Manajemen RTH dapat dilakukan melalui pembangunan, penataan, dan pengembangan secara baik dan terpadu. Manajemen RTH tersebut 3

4 penting untuk menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. 1.2 Rumusan Masalah Dewasa ini diketahui bahwa kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik terutama RTH saat ini mengalami penurunan akibat dari pembangunan fisik kota. Pembangunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi seiring dengan berjalannya waktu. Jumlah penduduk terus bertambah, sementara ruang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pembangunan relatif tetap. Lahan RTH menjadi sasaran limpahan pemenuhan kebutuhan akan ruang yang mengakibatkan semakin menurunnya fungsi lingkungan secara umum. Meningkatnya kebutuhan pembangunan terhadap lahan semakin tinggi, membuat pemerintah Kota Magelang berupaya mempertahankan keberadaan RTH tersebut dengan kebijakan mempertahankan luas RTH 30% dari luas keseluruhan kota. Usaha mempertahankan luas RTH memang penting, tidak hanya pemerintah tetapi pihak swasta ataupun masyarakat juga memiliki peran penting dalam manajemen RTH, sehingga keseimbangan fungsi ekologis kota tetap terjaga. Manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan guna menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. Selain itu, manajemen RTH dapat dipergunakan untuk mengendalikan pembangunan fisik yang ada di perkotaan. Manajemen yang baik dan terpadu dalam suatu kota harus di kelola secara kontinu atau berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung lingkungan 4

5 hidup perkotaan. Ruang Terbuka Hijau di Kota semakin membaik setelah adanya visi misi yang harus dicapai, hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya taman yang ada baik dipusat kota maupun taman yang lain. Merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam, keseriusan pemerintah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat. Kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang dapat dijabarkan dalam fakta kondisi RTH bahwa sudah mulai membaik dan terlihat bahwa pemerintah berusaha untuk memperbaiki serta terus membangun ruang terbuka hijau. Sehingga berdasarkan pengamatan terhadap kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang ada yaitu : 1. Bagaimana kondisi proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang? 2. Bagaimana kesesuian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun ? 3. Bagaimana manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dan Privat di Kota Magelang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang pengelolaan RTH di Kota Magelang adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik publik dan privat yang ada di Kota Magelang. 5

6 2. Mengetahui kesesuaian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun Mengidentifikasi manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik yang dilakukan pemerintah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat yang dilakukan oleh swasta atau perorangan di Kota Magelang. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memperoleh manfaat bagi semua pihak terkait pengelolaan RTH yang berkelanjutan di Kota Magelang. Beberapa manfaat penelitian ini anatara lain sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Pembangunan Wilayah yang berkaitan dengan RTH. 2. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada pemerintah Kota Magelang dalam mengefektifkan manajemen RTH Publik dan Privat di Kota Magelang. 3. Memberikan masukan kepada berbagai pihak akan pentingnya keberadaan RTH sebagai bagian dari penataan ruang perkotaan. 1.5 Tinjauan Pustaka Pembangunan Berkelanjutan Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman 6

7 perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Kementrian Pekerjaan Umum, 2008). Menurut Bond (2001, dalam Muta ali 2013), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional dengan tujuan pencapaian kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Dikaitkan dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia dan dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang. Kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Ekologi Budaya Ekonomi Gambar Indikator pembangunan berkelanjutan (Friend, 2000, dalam Rustiadi, 2009) 7

8 Menurut Friend (2000, dalam Rustiadi 2009) Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, menjelaskan bahwa terdapat tiga sisi konsep umum mengenai indikator pembangunan berkelanjutan yaitu budaya-ekologi, budayaekonomi, dan ekonomi-ekologi. Penelitian ini, indikator pembangunan berkelanjutan yang digunakan adalah ekonomi-ekologi dimana menggambarkan fungsi tujuan didalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan cost-benefit analysis. Indikator dari pembangunan berkelanjutan diukur dari cadangan konservasi alam dan ekonomi untuk kegiatan produksi serta pelayanan untuk generasi daat ini dan yang akan datang. Perwujudan RTH pada level provinsi atau kabupaten/kota tentunya sejalan dengan tujuan dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yaitu meningkatkan kualitas ruang kota khususnya melalui perwujudan RTH 30% sekaligus implementasi RTRW kabupaten dan provinsi. Oleh karena itu, salah satu langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Kota Magelang perlu menempatkan masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan program pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH dan Rencana Induk RTH provinsi agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Penurunan kuantitas RTH di kawasan perkotaan menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Penataan ruang wilayah berkelanjutan merupakan salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan dan sebagai kunci pembangunan. Salah satu 8

9 upaya yang dapat dilaksanakan dalam menjaga pemanfaatan dan pengendalian alih fungsi lahan yang tidak berkelanjutan adalah dengan mempertahankan RTH Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana tata ruang bersifat umum yang merupakan hasil dari suatu perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. UU No. 26 Tahun 2007 merupakan suatu undang-undang penataan ruang yang dirancang agar setiap kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang tersebut. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Magelang dibuat dengan tujuan penataan ruang didaerah tersebut dapat terkendali sesuai dengan kondisi Kota Magelang. Rencana tata ruang wilayah tersebut dipergunakan menjadi pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang daerah, mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah daerah serta keserasian antar sektor, pedoman penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi yang dilakasanakan 9

10 Pemerintah daerah maupun masyarakat, pedoman menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pedoman penataan kawasan strategis daerah. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kota yang telah ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR ini nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar terwujud pembangunan yang berkelanjutan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau adalah suatu lapang yang ditumbuhi tanaman berbagai tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu) (Purnomohadi, 1995). Selain itu RTH juga merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana 10

11 dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas RTH dan ruang terbuka non hijau. RTH sendiri merupakan area yang penggunaannya lebih terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami maupun sengaja ditanam. Sementara ruang terbuka non hijau merupakan ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun badan air. UU No. 26 Th juga menyebutkan bahwa RTH merupakan bagian dari ruang terbuka publik yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Berdasarkan penataan ruang, RTH diartikan sebagai kawasan yang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana tata ruang kota, tata ruang wilayah, dan rencana tata ruang regional sebagai satu kesatuan sistem. Pola jaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya merupakan rangkaian hubungan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur hijau (green infrastructure) atau infrastruktur ekologis (ecological infrastructure). Infrastruktur hijau dengan berbagai jenis dan fungsinya berperan dalam menciptakan keseimbangan ekosistem kota dan alat pengendali pembangunan fisik kota (Jago, 2011). Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 mengeluarkan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang didalamnya dapat mengulas konsep hingga strategi untuk mewujudkan RTH melalui Kota Hijau. RTH melalui perwujudan Kota Hijau (berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan 11

12 terbangun sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota Hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mewujudkan Kota Hijau tersebut diperlukan perumusan local action plan atau Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH). Salah satu atribut yang menjadi fokus di dalam RAKH adalah terkait Green Open Space yakni berupa peningkatan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota. Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air merupakan ciri dari kota hijau. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdapat lima atribut Kota Hijau, yakni: 1. Kepekaan dan kepedulian masyarakat. 2. Beradaptasi terhadap karakteristik bio-geofisik kawasan. 3. Lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan. 4. Efisiensi dalam peggunaan sumberdaya dan ruang. 5. Memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 menjelaskan bahwa tipologi RTH dari segi kepemilikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah. RTH 12

13 privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan /masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas. Tabel 1.5.3a Kepemilikan RTH No Jenis RTH Publik RTH Privat 1 RTH Pekarangan a. Pekaranga Rumah Tinggal v b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat v usaha c. Taman atap bangunan v 2 RTH Tman dan Hutan Kota a. Taman RT v v b. Taman RW v v c. Taman Kelurahan v v d. Taman Kecamatan v v e. Taman Kota v f. Hutan Kota v g. Sabuk Hijau v 3 RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau Jalan dan Median Jalan v b. Jalur Pejalan Kaki v c. Ruang Dibawah Jalan Layang v 4 RTH Fungsi Tertentu a. RTH Sempadan Rel Kereta Api v b. Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tingi v v c. RTH Sempadan Sungai v d. RTH Sempadan Pantai v e. RTH Pengamanan Sumber Air Baku/Mata v Air f. Pemakaman v v Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi Tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 adanya jenis RTH dengan arahan pengembangan atau penyediaanna 13

14 Tabel 1.5.3b Jenis Dan Arahan RTH No Jenis RTH Bentuk RTH Luas RTH Arahan Penyediaan 1 Taman Kota 2 Taman Lingkungan Berupa Blok Berupa Blok 3 Hutan Kota Berupa Blok 4 Sabuk Hijau 5 Jalur Hijau Jalan 6 Sempadan Sungai Berderet, Lajur memanjang Berderet, Lajur memanjang Berderet, Lajur memanjang 7 Pekarangan Berderet, Lajur memanjang 8 Pemakaman Berupa Blok Minimal m 2 (Sedang Hingga Luas) Minimal 250 m Minimal 2500 m 2 (Sedang hingga Luas) 20-3-% dari ruang milik jalan Disesuaikan KDB perkotaan Pohon tidak bergetah/tidak berduri, memiliki bunga, pertumbuhan cepat, dan tajuk tidak mudah patah berbagai tanaman, minimal 3 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. Pogon heterogen/banyak jenis, daya tarik berupa habitat pohon, pertumbuhan sedang-cepat, dan tajuk rindang berlapis. Kebun campuran, perkebunan, persawahan. Pohon menyebar, tidak patah, daya tarik tajuk, pertumbuhan cepat, tajuk rindang. pohon perakaran kuat menghasilkan buah, daya tarik bunga dan buah yang disukai burung, pertumbuhan cepat, tajuk sedang. Pohon tidak bergetah/tidak berduri, memiliki bunga, pertumbuhan lambat, dan tajuk tidak mudah patah Pohon jenis lokal, habitat burung, daya tarik bunga, nuah dan harum, pertumbuhan sedang, tajuk rindang. Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau dapat berperan ganda misalnya fungsi lindung sekaligus rekreatif dan habitat hewan. Pepohonan / tanaman (vegetasi) dalam RTH sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perkotaan, disebutkan bahwa vegetasi mampu merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilakan, serta mengurangi pantulan cahaya (Irwan, 1996). 14

15 RTH baik publik ataupun privat memiliki fungsi utama yaitu ekologis, dan fungsi tambahan yaitu arsitektual, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam satu wilayah perkotaan, empat fungsi tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis, menjamin keberlanjutan suatu wilayah secara fisik dengan lokasi, ukuran, dan bentuk yang sesuai dengan kondisi kota tersebut sebagai perlindungan sumberdaya untuk kehidupan manusia dan untuk makhlik hidup lainnya. Sedangkan fungsi lainnya (arsitektual, sosial, dan ekonomi) dapat mendukung dan menambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat diletakkan dan di bentuk seusi dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan lain-lain. Dalam Permendagri No. 1 tahun 2007 disebutkan fungsi RTH kota adalah: a. Pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara c. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati d. Pengendali tata air e. Sarana estetika kota Sedangkan Manfaat Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan adalah: a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah b. Sarana penelitian c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial d. Mengingkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestasi daerah 15

16 1.5.5 Manajemen Ruang Terbuka Hijau Menejemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari pada human and natural resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Manullang, 1969). Menurut Matthew (2008), manajemen ruang publik adalah : Serangkaian proses dan praktek untuk memastikan bahwa ruang publik dapat memenuhi semua peran yang sebenarnya, mengelola interaksi, dan dampak dari fungsinya apakah dapat diterima oleh para penggunanya. Ruang tebuka hijau yang merupakan bagian dari ruang publik juga memiliki manajemen yang berfungsi untuk memastikan bahwa ruang terbuka hijau dapat berfungsi sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Terdapat empat aspek manajemen ruang publik menurut Carmona (2008) yang akan menjadi acuan dalam meneliti manajemen ruang terbuka hijau, yaitu: 1. Regulasi (Peraturan) Peraturan menetapkan bagaimana ruang publik harus digunakan, menetapkan kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan antara pengguna, menentukan aturan akses dan mendirikan tindakan yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Bagaimana regulasi dipahami, ditaati, dan bagaimana menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan masyarakat adalah dimensi penting dari manajemen ruang publik. 2. Pemeliharaan 16

17 Perawatan memastikan kesesuaian tujuan dari komponen fisik dari ruang publik. Ruang publik dan infrastruktur, peralatan dan fasilitas yang diberikan kepada masyarakat perlu dipertahankan guna memenuhi fungsi yang sebenarnya dari ruang terbuka tersebut. Hal ini berhubungan dengan RTH yang dapat digunakan, rapi, bersih dan aman, fasilitas jalan, pencahayaan, vegetasi dan segala macam fasilitas lainnya untuk menghindari apa pun yang mungkin merusak fasilitas yang diinvestasikan dalam ruang terbuka hijau. 3. Investasi Pengarutan penggunaan, permasalahan, dan memelihara fisik ruang publik membutuhkan sumber daya, keuangan dan material. Dimana instrumen peraturan dan rutinitas perawatan dapat efektif terkait dengan jumlah sumber daya yang ditujukan untuk kegiatan tersebut. Selain itu, sumber daya dapat berasal dari beberapa sumber, masing-masing dengan kombinasi yang berbeda dengan keterbatasan dan berbagai kemungkinan. Ini melibatkan dua dana pendapatan berkelanjutan untuk tugas-tugas manajemen sehari-hari, tetapi juga pendanaan modal yang signifikan dari waktu ke waktu ketika mendesain kembali dan diperlukan pembangunan kembali. 4. Koordinasi Koordinasi intervensi di ruang publik: karena peraturan, pemeliharaan dan sumber daya yang cenderung melibatkan secara langsung atau tidak langsung beragam orang dan organisasi, ada kebutuhan untuk 17

18 mengkoordinasikan mekanisme untuk memastikan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Hal ini perlu koordinasi berlaku sama untuk unit dalam suatu organisasi, seperti departemen pemerintah daerah, seperti halnya untuk organisasi yang berbeda. Gambar Empat Aspek Manajemen Ruang Publik menurut Matthew (2008) Keempat aspek tersebut berlaku untuk kegiatan manajemen RTH yang dilakukan terutama oleh lembaga sektor publik, serta badan-badan atau organisasi masyarakat sukarela, atau oleh perusahaan swasta. Berdasarkan keempat aspek tersebut, dalam meneliti manajemen RTH di Kota Magelang hanya memakai keempat aspek tersebut. Dengan keempat aspek ini diharapkan dapat mengetahui baigamana manajemen ruang terbuka di Kota Magelang sehingga RTH dapat tetap terjaga dan mendukung program mempertahankan 30% RTH di Kota Magelang, serta bersifat berkelanjutan. 18

19 Manajemen RTH yang baik sangat dibutuhkan karena mengingat kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pertumbuhan fisik dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama pembangunan sarana dan prasarana kota. Sebagai konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan. Kenaikan kebutuhan lahan ternyata tidak diimbangi penyediaan lahan yang memadai, dengan kata lain faktor kebutuhan (demand) lebih tinggi daripada faktor ketersediaan (supply) sehingga memberikan peluang pada berlakunya mekanisme pasar. Sebagai akibat persaingan yang semakin ketat, lahan alami dilokasi strategis yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi menjadi terancam fungsi ekologisnya. Dengan demikian diperlukan mempertahankan lahan untuk RTH guna menjaga keseimbangan ekologis terutama pada kawasan perkotaan. 1.6 Penelitian Sebelumnya Studi mengenai RTH sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan beragam obyek, lokasi,tujuan penelitian, serta metode penelitian. Penelitian ini ingin melihat bagaimana keadaan RTH di Kota Magelang dan pengelolaan RTH yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak swasta, maupun masyarakat sehingga dapat mewujudkan kota yang nyaman, asri, hijau, dan indah. Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah ada serta terkait dengan topik penelitian. 19

20 Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu Judul Penulis Fokus Metode Lokasi Tahun Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Magelang (Thesis) Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung (Thesis) Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru (Skripsi) Sri Yuwiati Sukma Putra Raditya Sukma Utama Rahimi Rahmayana Kondisi ruang terbuka hijau dan upaya pemerintah dalam mengelolanya Identifikasi karakteristik RTH serta pandangan masyarakat Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sumber: Penelusuran Penulis (2014) Deduktif Kualilatif Kuantitatif- Kualitatif Deduktif Kuantitatif Kota Magelang Kota Bandung Kota Pekanbaru Berdasarkan data diatas, terdapat banyak penelitian yang terkait dengan pengelolaan RTH. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 menggunakan metode deduktif kualitatif. Terdapat pula penelitian berjenis skripsi berjudul Pengelolaan RTH di Kota Pekanbaru yang dilakukan oleh Rahimi Rahmayana pada tahun 2010 menggunakan metode yang sama yakni deduktif kualitatif. Perbedaan antara penelitian tersebut adalah lokasi penelitiannya. Dengan lokasi yang berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaannya pun juga akan berbeda pada masing-masing kota. Selain itu, fokus dari penelitiannya juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 fokus terhadap kondisi RTH dan upaya pemerintah dalam mengelolanya, sedangkan yang sedang peneliti lakukan berfokus pada pengelolaan RTH yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta. 20

21 Penelitian thesis yang berjudul Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung juga berbeda fokus penelitiannya. Berbeda dengan penelitian yang ada pada tabel 1.6, penelitian manajemen RTH Publik dan Privat di Kota Magelang berfokus pada identifikasi manajemen pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat dalam mengelola RTH yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melakukan indept interview kepada stakeholder di pemerintahan, swasta dan masyarakat. Mengetahui proporsi, distribusi (sebaran), dan kesesuaian RTH terhadap RTRW Kota Magelang juga dilakukan guna mengetahui kondisi RTH yang ada di Kota Magelang. 1.7 Kerangka Pemikiran Ruang Terbuka Hijau yang akan diteliti terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat. Pembagian tersebut berdasarkan tipologi RTH yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, disebutkan bahwa Tipologi RTH dibagi menjadi empat, berdasarkan fisik, struktur ruang, kepemilikan, dan fungsi. Dalam penelitian yang akan dilakukan memilih RTH Publik dan RTH Privat. RTH Publik dan RTH Privat termasuk dalam tipologi RTH Kepemilikan. RTH Publik ini merupakan RTH yang dikelola oleh pemerintah, sedangkan RTH Privat merupakan RTH yang dikelola oleh pihak swasta ataupun perorangan. Berdasarkan fenomena yang ada, dapat diketahui luas, sebaran, fungsi, kesesuaian, serta manajemen RTH berdasarkan regulasi,koordinasi, pemeliharaan, serta investasi. 21

22 Luas berhubungan dengan luas RTH yang ada di Kota Magelang, dari luas tersebut dapat diketahui apakah sudah memenuhi 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang ataukah belum. 30% tersebut terdiri dari luas RTH Publik sebesar 20% dan luas RTH Privat sebesar 10%. Distribusi merupakan indikator yang diteliti guna mengetahui bagaimana persebaran RTH di Kota Magelang. Hal ini berkaitan dengan tujuan penelitian yang pertama yaitu mengetahui proporsi dan distribusi RTH di Kota Magelang. Keberadaan RTH perlu diketahui kesesuaian lahannya dengan rencana tata ruang wilayah yang mengacu pada fungsi kawasan atau pola ruang Kota Magelang dimana dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dengan rentang waktu berlaku RTRW yakni 20 tahun, maka keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum sesuai karena RTRW Kota Magelang berlaku tahun Kesesuaian dari lahan RTH terhadap RTRW, maka akan semakin jelas bagaimana manajemen RTH yang sebaiknya dilakukan. Manajemen RTH di Kota Magelang diteliti berdasarkan empat aspek, yatiu regulasi, pemeliharaan, investasi, dan koordinasi. Dari keempat aspek tersebut maka akan diketahui bagaimana manajemen RTH di Kota Magelang sehingga dapat diambil kesimpulan termasuk tipe RTH yang mana apakah state-centered, marketcentered, atau community-centered. Dengan mengetahui bagaimana keadaan RTH di Kota Magelang, maka dapat di berikan saran untuk pengembangan dan manajemen RTH supaya dapat berkelanjutan. 22

23 Ruang Terbuka Hijau RTH Kepemilikan (RTH Publik dan RTH Privat) Publik Luas RTH Privat Distribusi RTH Kesesuaian lahan RTH terhadap RTRW Kota Magelang Manajemen RTH Regulasi Koordinasi Pemeliharaan Investasi 20% 10% Sesuai Belum Sesuai Tidak Sesuai 30% Menyebar Memenuhi Belum Memenuhi Saran Pengembangan dan Manajemen RTH Gambar 1.7 Diagram Kerangka Pemikiran 23

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB II KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan... 4 1.3 Tujuan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN (RTHKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah.

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah. KOTA.KOTA IDENTIK dengan pemusatan seluruh kegiatan yang ditandai dengan pembangunan gedung yang menjulang tinggi, pembangunan infrastruktur sebagai penunjang dan sarana penduduk kota untuk mobilisasi,

Lebih terperinci

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING.  IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG Mashuri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM JURNAL PELAKSANAAN KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU SETELAH BERLAKUKANYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG JUNCTO PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU

Lebih terperinci

Batu menuju KOTA IDEAL

Batu menuju KOTA IDEAL Batu menuju KOTA IDEAL 24 September 2014 Disampaikan dalam acara Sosialisasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Batu Dinas Perumahan Kota Batu Aris Subagiyo Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang :

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 4 PENYUSUNAN KONSEP. Hirarki Penyusunan Arahan Perancangan. 4.1 Visi pembangunan

BAB 4 PENYUSUNAN KONSEP. Hirarki Penyusunan Arahan Perancangan. 4.1 Visi pembangunan 4.1 Visi pembangunan DESIGN POLICY merupakan metoda perancangan tak langsung yang meliputi instrumen peraturan untuk pelaksanaan, atau program investasi dan instrumen lainnya yang menyebabkan rancangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30% dari luas wilayah. Hampir di semua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota.

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN Lingkungan adalah bagian tidak terpisahkan dari hidup kita sebagai tempat di mana kita tumbuh, kita berpijak, kita hidup. Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau 2.1.1. Ruang Terbuka Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci