Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial

dokumen-dokumen yang mirip
Aplikasi Dekstrin Ubi Kayu Metode Pragelatinisasi Parsial Pada Produk Cassava Stick

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

PRODUKSI DEKSTRIN UBIKAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung Jln. Soekarno Hatta no.10, Rajabasa Bandar Lampung. Telp. (0721) ) ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

USUL UBER HKI METODE PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG MODIFIKASI DENGAN CARA PENGGILINGAN BASAH DAN PEMANASAN

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS

Kajian Potensi Beras Siger (Tiwul Instan) Fortifikasi Sebagai Pangan Fungsional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pati ubi kayu (tapioka)

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

KEUNGGULAN KOMPETITIF GULA CAIR KIMPUL

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan THP

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) TERMODIFIKASI DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM LAKTAT DAN LAMA PERENDAMAN

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUK EKSTRUSI DARI BERAS DENGAN SUBTITUSI RICE BRAN ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

Diagram Sifat-sifat Pati

DEKSTRIN, TEKNOLOGI DAN PENGGUNAANNYA

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu (Manihot esculentas Crantz) yang juga dikenal sebagai ketela pohon,

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar ungu (Ipomea batatas L. Poir) mengandung antosianin yang bermanfaat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

BAB III METODE PENELITIAN

KUALITAS FISIKOKIMIA NAGET AYAM YANG MENGGUNAKAN FILER TEPUNG SUWEG (Amorphophallus campanulatus B1). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Pati Singkong

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

KARAKTERISTIK KIMIAWI PRODUK STIK RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

Transkripsi:

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1): 13-23 ISSN 1410-5020 Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial Characterization of Cassava Starch Dextrin Processed with Pregelatination Partial Method Nurbani Kalsum dan Surfiana Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Lampung Jl. Soekarno Hatta no. 10 Rajabasa Bandar Lampung Telp. (0721)703995 ABSTRACT This research was aimed to characterize cassava starch dextrin processed with pregelatination partial method and assesment of its potential as raw material on food process. Characterization was conducted on dextrin processed from cassava var. Thailand (high HCN content) including chemist character (sakarida dextrin), physic character (whiteness degree, water absorption, and water solubility), and functional character (color reaction + iod, and microscopic condition of starch granule), The research showed that cassava starch dextrin has functional character configured red purpleish color with iod and swelling condition of starch granule; physic character i.e whiteness degree, water absorption, and water solubility were 81,27, 18,93 %, and 57,77 % respectively; chemist character i.e dextrin sacharide were 13,77 %.) Main potential of the cassava starch dextrin was related with its special characteristics which were whiteness degree, water absorption, water solubility, and dextrin sacharide. According to its characteristics, the cassava starch dextrin should be utilized as raw material to produce various food products. Keywords : Cassava starch dextrin, pragelatinasi parsial Diterima: 23-11-2012, disetujui: 18-01-2013 PENDAHULUAN Dekstrin merupakan produk modifikasi/turunan pati yang banyak digunakan pada industri pangan dan farmasi. Dibandingkan pati asal, desktrin memiliki berbagai kelebihan karakteristik, antara lain kelarutan dalam air, daya serap air yang lebih tinggi, dan lebih stabil selama penyimpanan (Marchal, et al., 1999). Proses produksi dekstrin dari tapioka dapat dilakukan secara fisik, kimia dan enzimatis. Salah satu metode fisik untuk memproduksi dekstrin dari pati ubi kayu, yaitu dengan proses pragelatinisasi parsial. Proses pragelatinisasi parsial adalah proses modifikasi pati secara fisik menggunakan metode pemanasan pada suhu di atas titik gelatinisasi pati (Rismana, 2002; Kearsley and Dziedzic, 1995). Menurut Kearsley and Dziedzic (1995), tapioka (pati ubi kayu) memiliki kisaran suhu gelatinisasi 52 -

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 64 o C. Proses modifikasi pati secara fisik menjadi dekstrin menggunakan metode pragelatinisasi parsial dengan alat drum dryer merupakan teknologi yang relatif sederhana dan dapat diterapkan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan aplikasi metode pragelatinisasi parsial pada proses produksi dekstrin dari ubi kayu dengan menggunakan alat pengering drum (drum dryer). Adapun tujuan khusus dari penelitian, yaitu untuk melakukan optimasi proses produksi dekstrin dari ubi kayu dengan menggunakan metode pragelatinisasi parsial dan pengujian karakteristik dekstrin yang dihasilkan oleh metode pragelatinisasi parsial. METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan, Pilot Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penelitian tahun pertama dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2012. Bahan dan Alat Bahan utama penelitian terdiri atas ubi kayu varietas Thailand yang diperoleh dari petani di daerah Tegineneng, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan, antara lain bahan-bahan kimia untuk keperluan pengujian komposisi kimia dan pengujian sifat-sifat fungsional dekstrin, serta bahan-bahan kimia untuk pengujian karakteristik produk. Alat-alat yang digunakan selama pelaksanaan penelitian, antara lain ayakan standar Tyler 80 mesh, mesin pemarut, alat penepung tipe Hummer Mill, drum dryer, spektrofotometer, high performance liquid chromatography, mikroskop polarisasi, dan whitenesstester. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pengujian komposisi kimia ubi kayu segar varietas Thailand (kandungan HCN tinggi) Pengujian komposisi kimia ubi kayu akan dilakukan dalam bentuk analisis protein, kadar air, lemak, serat kasar, abu, kadar pati, rasio amilosa-amilopektin, dan kadar HCN (Sudarmaji, dkk., 1996). (2) Ekstraksi pati ubi kayu Proses ekstraksi pati dilakukan melalui tahapan pengupasan, pencucian, pemarutan, penambahan air (1 : 10), pengepresan, dan pengendapan. Untuk ketersediaan pati dalam bentuk suspensi, pati dari hasil pengendapan dilakukan pengaturan konsentrasi dengan cara penambahan air. Sedangkan untuk ketersediaan pati dalam bentuk pati kering, pati dari hasil pengendapan dikeringkan dan digiling hingga diperoleh pati dengan ukuran ± 80 mesh. (3) Proses pragelatinisasi parsial Proses pragelatinisasi parsial dilakukan dengan cara mengeringkan suspensi pati (sesuai bentuk sediaan; dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%, dan 50%) menggunakan drum dryer pada suhu di atas titik gelatinisasi (80 o C, 90 o C, 100 o C, dan 110 o C) selama 90 menit. (4) Pengeringan dan penggilingan Selanjutnya, pati yang telah diproses dikeringkan menggunakan alat pengering kabinet, penepungan menggunakan alat penepung Disk Mill, dan pengayakan menggunakan ayakan Tyler 80 mesh. 14 Volume 13, Nomor 1, Januari 2013

Nurbani Kalsum dan Surfiana: Karakteristik Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu... (5) Analisis karakteristik Pada setiap perlakuan akan dilakukan pengamatan karakteristik dekstrin, meliputi karakteristik kimia (komposisi sakarida metode HPLC), karakteristik fisik (warna, daya serap air, dan kelarutan dalam air), dan karakteristik fungsional (pembentukan reaksi warna + Iod, dan kondisi mikroskopis granula) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian komposisi kimia ubi kayu segar Hasil analisis komposisi kimia ubi kayu segar varietas Thailand (singkong racun), disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1, terlihat bahwa varietas Thailand memiliki kadar pati yang cukup tinggi (34,1009 % dan HCN yang cukup tinggi (138,76 ppm). Ditinjau dari kandungan HCN-nya, ubi kayu segar varietas Thailand memiliki kandungan HCN > 100 ppm, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. Tabel 1. Hasil analisis komposisi kimia ubi kayu segar varietas Thailand No Komposisi Jumlah 1 Air (%) 57,7896 2 Abu (%) 1,2106 3 Serat (%) 1,1088 4 Lemak (%) 1,2155 5 Protein (%) 0,4296 6 Karbohidrat (%) 38,2459 7 Kadar pati (%) 34,1009 8 HCN (ppm) 138,76 9 Rasio amilosa-amilopektin (%) 29,24 : 70,76 Karakteristik Kimia (Komposisi Sakarida Dekstrin) Pengujian sakarida dekstrin ubi kayu, dilakukan dengan menggunakan alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan metode reversed phase chromatography menggunakan fase diam non polar (senyawa c-18 yang diikat pada silika), dan fase mobil air. Hasil pengujian sakarida dekstrin ubi kayu, disajikan pada Gambar 2. Dari hasil pengamatan, nilai komposisi sakarida dekstrin ubi kayu meningkat pada perlakuan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 110 o C, pada setiap ketersediaan pati dan konsentrasi perlakuan yang diterapkan. Nilai komposisi sakarida dekstrin ubi kayu berkisar antara 6,85 % - 13,7 %dengan nilai dekstrin tertinggi (13,7 %) diperoleh dari ketersediaan pati kering (P2) pada konsentrasi 40 % dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 110 o C. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari ketersediaan pati basah (P1) pada konsentrasi 20 % dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 80 o C (Gambar 1). Nilai komposisi sakarida dekstrin yang lebih tinggi daripada ketersediaan pati kering (P2) ini diduga berkaitan dengan sediaan pati kering (P2) sudah mengalami proses pemanasan dua kali (pengeringan saat dijadikan tapioka dan pemanasan pragelatinisasi) dibandingkan ketersediaan pati basah (P1). Adanya perbedaan komposisi sakarida dekstrin antarperlakuan ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pati, konsentrasi, dan suhu pemanasan yang berbeda (Hidayat, 2009 b ). Semakin banyak konsentrasi pati yang digunakan, maka semakin banyak pati yang terkonversi menjadi dekstrin (Sriroth dkk., 1999). Volume 13, Nomor 1, Januari 2013 15

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Gambar 2. Hasil pengujian dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai ketersediaan pati, perlakuan konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial Proses gelatinisasi sebagian adalah proses modifikasi pati secara fisik menggunakan metode pemanasan pada suhu di atas titik gelatinisasi pati (Kearsley dan Dziedzic, 1995 dalam Rismana, 2002). Menurut Winarno (1984), suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Semakin kental larutan, maka semakin lambat suhu tercapai. Suhu gelatinisasi berbeda-beda untuk setiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Pada Gambar 2, terlihat bahwa nilai dekstrin pada konsentrasi dan suhu yang rendah cenderung menurun. Karakteristik Fisik Dekstrin Ubi Kayu Warna Hasil pengamatan warna dekstrin menggunakan alat whitenessmeter yang telah dikalibrasi, disajikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3, terlihat bahwa ketersediaan pati kering (P2), pada seluruh perlakuan memiliki warna yang lebih putih daripada ketersediaan pati basah (P1). Hasil pengujian pada Gambar 3, juga menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu pemanasan pragelatinisasi yang menghasilkan tepung dekstrin ubi kayu dengan warna paling putih, yaitu perlakuan konsentrasi 40 % dan suhu pemanasan 110 o C. Semakin tinggi konsentrasi dan suhu pemanasan selama proses pragelatinisasi sebagian, maka akan cenderung semakin putih tepung yang dihasilkan. Gambar 3. Hasil pengujian warna dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai ketersediaan pati, perlakuan konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 16 Volume 13, Nomor 1, Januari 2013

Nurbani Kalsum dan Surfiana: Karakteristik Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu... Dari hasil pengamatan, nilai warna dekstrin ubi kayu berkisar antara 80,33-81,93 dengan nilai warna dekstrin tertinggi terdapat pada dekstrin ubi kayu sediaan pati basah (P1) pada konsentrasi 40 % (K3) dan pemanasan pada suhu 110 o C (T3) (Gambar 3). Semakin tinggi konsentrasi dan suhu pengeringan selama proses pragelatinisasi parsial, maka akan cenderung semakin putih tepung yang dihasilkan. Hal ini diduga karena jumlah air yang diuapkan lebih sedikit dan semakin tingginya konsentrasi, selama waktu proses pragelatinisasi parsial (90 menit). Kelarutan Dalam Air Pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu, menggunakan metode sentrifugasi. Hasil pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu, disajikan pada Gambar 4. Dari hasil pengamatan, nilai kelarutan dekstrin ubi kayu berkisar antara 35,12 % - 61,36 % dengan nilai kelarutan dekstrin tertinggi terdapat pada dekstrin ubi kayu ketersediaan pati kering (P2) pada konsentrasi 50 % (K4) dan pemanasan pada suhu 110 o C (T4) (Gambar 4). Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu pemanasan sangat memengaruhi karakteristik kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu. Dibandingkan dengan pati asal, dekstrin (produk turunan pati) memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi dan kekentalan yang lebih rendah. Hasil pengujian pada Gambar 4, juga menunjukkan bahwa terjadi trend peningkatan kelarutan dalam air sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi dan suhu pemanasan. Kelarutan dalam air terendah diperoleh pada perlakuan total padatan 20% dan suhu pemanasan 80 o C Gambar 4. Hasil pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai ketersediaan pati, perlakuan konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial Volume 13, Nomor 1, Januari 2013 17

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Karakteristik kelarutan pati dan produk-produk turunannya berkaitan dengan panjang polimer pati. Menurut Kearsley dan Dziedzic (1995), semakin rendah panjang polimer rantai pati, maka akan semakin tinggi kelarutannya. Ketika pati dipanaskan dalam air yang berlebih, ikatan hidrogen yang akan menstabilkan struktur pati, kemudian putus dan digantikan oleh ikatan hidrogen antara pati dan air. Hal inilah yang mengakibatkan granula pati mengembang dan memudahkannya untuk larut di dalam air (Azeez, 2005). Dibandingkan dengan pati asal, dekstrin (produk turunan pati) memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi dan kekentalan yang lebih rendah. Kelarutan dalam air yang tinggi, menunjukkan jumlah dekstrin yang tinggi juga (Hidayat, 2009 b ). Menurut Artiani (2007), semakin lama waktu proses modifikasi pati, akan semakin banyak senyawa amilopektin yang tereduksi sehingga pati yang dihasilkan semakin mudah larut ke dalam air dan mengakibatkan kenaikan persentase kelarutan. Selama hidrolisis tejadi pemotongan ikatan α-(1,4) glikosidik secara acak sehingga dihasilkan oligosakarida, maltosa dan glukosa yang mudah larut dalam air (Ega, 2002). Daya Serap Air (Swelling Power) Pengujian daya serap air tepung ubi kayu, menggunakan metode sentrifugasi. Hasil pengujian daya serap air tepung ubi kayu, disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5, terlihat bahwa ketersediaan pati, konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial berpengaruh terhadap karakteristik kelarutan dalam air dan daya serap air dekstrin.yang dihasilkan. Hasil pengujian pada Gambar 5, juga menunjukkan bahwa terjadi trend peningkatan daya serap air sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi. Daya serap air terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 20%. Dari hasil pengamatan, nilai daya serap air dekstrin ubi kayu berkisar antara 16,27 % - 20,67 % dengan nilai daya serap air dekstrin tertinggi terdapat pada dekstrin ubi kayu ketersediaan pati kering pada konsentrasi 50 % (K4) dan pemanasan pada suhu 90 o C (T2) (Gambar 5). Hasil pengujian pada Gambar 5, juga menunjukkan bahwa terjadi trend penurunan daya serap air akibat semakin tingginya suhu pemanasan untuk semua varietas. Gambar 5. Hasil pengujian daya serap air dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai ketersediaan pati, perlakuan konsentrasi, dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 18 Volume 13, Nomor 1, Januari 2013

Nurbani Kalsum dan Surfiana: Karakteristik Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu... Proses gelatinisasi terjadi apabila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin. Granula pati akan menyerap air dan membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Gelatinisasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses hidrolisis/liquifikasi, karenad larutan pati harus sempurna. Jika larutan pati terlalu pekat, maka akan sulit tersuspensi dengan baik sehingga selama proses gelatinisasi, terjadi pengendapan partikel-partikel pati. Oleh karena itu, proses gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan membuat bubur pati dengan konsentrasi antara 25-40 % padatan kering (Winarno, 1996 dalam Jariyah, 2002). Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molukul pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi daripada pati alami (Aziz, 2004). Hasil penelitian Adity (2009) mengatakan bahwa semakin kecil perbandingan pati dan air, maka semakin besar nilai swelling power nilai kelarutan, semakin besar dan volume minyak jahenya, akibatnya swelling power dan kelarutan cenderung meningkat. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power (Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007). Hasil penelitian Hidayat dkk (2009 b ), juga menunjukkan bahwa sebagian dari tepung ubi kayu metode gelatinisasi memiliki karakteristik daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih baik daripada tepung ubi kayu asal. Lebih tingginya nilai daya serap air dan kelarutan dalam air tepung ubi kayu metode gelatinisasi, sebagian berkaitan dengan terhidrolisnya pati dan terbentuknya komponen yang lebih sederhana dalam bentuk dekstrin. Menurut Marchal dkk, (1999), produk turunan pati memiliki daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih baik daripada pati asal. Menurut Kearsley and Dziedzic (1995), kandungan amilosa dan amilopektin juga akan berhubungan dengan daya serap air. Pati dengan kadar amilosa tinggi, dapat menyerap dan melepaskan air lebih cepat. Selain menyerap air lebih banyak, pati dengan kadar amilosa yang tinggi memiliki daya kembang yang lebih besar saat dimasak,s sehingga sering digunakan untuk produk ekstrusi. Karakteristik Fungsional Pembentukan Reaksi Warna + Iod Pengujian pembentukan reaksi warna + Iod dekstrin ubi kayu, dilakukan dengan cara mengamati pembentukan warna setelah sampel dekstrin ditetesi dengan larutan Iod 0,01 N. Iodine akan teradsorbsi pada permukaan polisakarida pada saat terikat pada ikatan antarmonomermonomernya, sehingga terbentuk warna kompleks yang spesifik. Pembentukan reaksi warna dekstrin ubi kayu dengan iodin dari biru menjadi ungu kemerahan. Hasil pengujian reaksi warna + Iod dekstrin ubi kayu, disajikan pada Tabel 2. Pengujian reaksi warna + Iod dekstrin ubi kayu, dilakukan dengan cara mengamati pembentukan warna setelah sampel suspensi tepung ditetesi dengan larutan Iod 0,01 N. Hasil pengujian reaksi warna + Iod dekstrin ubi kayu, disajikan pada Tabel 2. Pada Tabel 2, terlihat bahwa ketersediaan pati ubi kayu tidak berpengaruh terhadap reaksi warna + Iod tepung.yang dihasilkan. Hasil pengujian pada Tabel 2, juga menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial sangat berpengaruh terhadap parameter pembentukan reaksi warna + Iod tepung ubi kayu. Hasil pengujian pada Tabel 2, juga menunjukkan bahwa sejak dari perlakuan konsentrasi 20 % dan suhu pemanasan 80 o C, telah terjadi pemutusan polimer pati dan terbentuk dekstrin yang terdeteksi dari terbentuknya warna ungu kemerahan. Volume 13, Nomor 1, Januari 2013 19

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Tabel 2. Hasil pengujian pembentukan reaksi warna + Iod (secara titrasi) dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai perlakuan ketersediaan pati, konsentrasi dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial Perlakuan Kompleks warna + Iod yang terbentuk Sediaan pati basah, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati basah, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 20%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 30%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 40%, suhu pemanasan 110 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 80 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 90 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 100 o C Sediaan pati kering, konsentrasi 50%, suhu pemanasan 110 o C Hasil pengujian pada Tabel 2, menunjukkan bahwa kedua ketersediaan pati ubi kayu menunjukkan pengaruh yang sama terhadap karakteristik pembentukan reaksi warna + Iod dekstrin yang dihasilkan. Hidayat dkk (2009 b ), melaporkan bahwa sebagian aplikasi dari proses gelatinisasi pada pembuatan tepung ubi kayu modifikasi, dapat merubah karakteristik pembentukan reaksi warna pati ubi kayu dengan iodin dari biru menjadi ungu kemerahan. Pembentukan reaksi warna + iod pada sampel pati, dapat digunakan untuk mengetahui panjangnya polimer pati dan produk-produk turunannya, terjadinya pemutusan polimer pati, dan terbentuknya dekstrin. Hasil pengujian pada Tabel 2, juga menunjukkan bahwa mulai dari perlakuan konsentrasi 20 % (K1) dan suhu pengeringan 80 o C (T1), telah terjadi pemutusan polimer pati dan terbentuk dekstrin yang terdeteksi dari terbentuknya warna ungu kemerahan. Perlakuan konsentrasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap pembentukan reaksi warna + Iod. Kondisi Mikroskopis Granula Pengujian kesempurnaan derajat gelatinisasi dekstrin ubi kayu dilakukan dengan metode mikroskop polarisasi, yaitu dengan cara membandingkan kondisi granula pati tepung ubi kayu (sebelum proses gelatinisasi sebagian) dan granula pati tepung dekstrin (setelah proses gelatinisasi sebagian). 20 Volume 13, Nomor 1, Januari 2013

Nurbani Kalsum dan Surfiana: Karakteristik Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu... Pada Tabel 3, terlihat bahwa ketersediaan pati dekstrin ubi kayu tidak berpengaruh terhadap kondisi mikroskopis granula pati tepung.yang dihasilkan. Hasil pengujian pada Tabel 3, juga menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial sangat berpengaruh terhadap parameter pembentukan reaksi warna + Iod dekstrin ubi kayu. Tabel 3. Hasil pengujian kondisi mikroskopis granula dekstrin ubi kayu varietas Thailand pada berbagai perlakuan ketersediaan pati, konsentrasi dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial Perlakuan Kondisi mikroskopis granula Pati basah, konsentrasi 20%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati basah, konsentrasi 20%, suhu 90 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 20%, suhu 100 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 20%, suhu 110 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 30%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati basah, konsentrasi 30%, suhu 90 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 30%, suhu 100 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 30%, suhu 110 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 40%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati basah, konsentrasi 40%, suhu 90 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 40%, suhu 100 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 40%, suhu 110 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 50%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati basah, konsentrasi 50%, suhu 90 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 50%, suhu 100 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati basah, konsentrasi 50%, suhu 110 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 20%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati kering, konsentrasi 20%, suhu 90 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 20%, suhu 100 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 20%, suhu 110 o C Granula mengembang, dan telah terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 30%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati kering, konsentrasi 30%, suhu 90 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 30%, suhu 100 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 30%, suhu 110 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 40%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati kering, konsentrasi 40%, suhu 90 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 40%, suhu 100 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 40%, suhu 110 o C Granula mengembang, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 50%, suhu 80 o C Granula menyerap air dan mengembang Pati kering, konsentrasi 50%, suhu 90 o C Granula mengembang lebih lanjut, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 50%, suhu 100 o C Granula mengembang lebih lanjut, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Pati kering, konsentrasi 50%, suhu 110 o C Granula mengembang lebih lanjut, tetapi tidak terjadi amilosa leaching Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada sebagian produk dekstrin yang dihasilkan, telah terjadi pemecahan granula pati. Menurut Muchtadi dkk, 1988 dalam Hidayat, 2009, proses gelatinisasi akan terjadi melalui berbagai tahapan, dan tahapan akhir proses ditandai dengan pecahnya granula serta teperangkapnya amilopektin dalam struktur amilosa. KESIMPULAN Pada proses produksi dekstrin ubi kayu metode pragelatinisasi parsial, perbedaan ketersediaan pati ubi kayu berpengaruh terhadap warna, kelarutan dalam air, daya serap air (swelling power), dan komposisi sakarida dekstrin. Volume 13, Nomor 1, Januari 2013 21

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Pada proses produksi dekstrin ubi kayu metode pragelatinisasi parsial, perlakuan konsentrasi dan suhu pemanasan berpengaruh terhadap warna, komposisi sakarida dekstrin, kelarutan dalam air, dan daya serap air (swelling power). Perlakuan ketersediaan pati kering (P2) konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan pragelatinisasi parsial 110 o C (T4) akan menghasilkan dekstrin ubi kayu dengan karakteristik sifat fungsional yang lebih baik yakni menghasilkan nilai warna 81,27, komposisi sakarida dekstrin 13,77 %, kelarutan dalam air 57,77 %, daya serap air (swelling power) 18,93 %, reaksi warna + Iod membentuk warna merah keunguan, dan kondisi mikroskopis granula ditandai dengan hilangnya sebagian sifat birefringent. SARAN Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk aplikasi penggunaan dekstrin ubi kayu metode gelatinisasi sebagian, sebagai bahan baku pada pengolahan aneka produk pangan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, atas pendanaan penelitian ini melalui proyek Hibah Bersaing tahun 2011. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1984. Official Methode Analysis Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C. Andarwulan, N., F.G. Winarno, M. Irfan. 1997. Perubahan Sifat-Sifat Fisikokimia Tepung Talas selama Proses Ekstrusi pada Berbagai Tingkat Suplementasi Beras. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VIII/1, April 1997. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Antarlina. 1992. Evaluasi Sifat-Sifat Sensoris, Fisik, dan Kimia Beberapa Klon Ubi Kayu Plasma Nuftah. Laporan Penelitian. Balitkabi Malang. Apriyantono, A., D. Fardiaz, S. Budiyanto, dan Y. Sedarnawati. 1989. Petunjuk Prosedur Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Antarlina, S.S. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Komposit Terigu-Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Industri Pangan. Kumpulan Hasil Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha 1998-2001. Halaman 105-125. PT ISM Bogasari Flour Mills. Chornet, E., P.G. Koeberle, and R. Overend. 2002. Rapid Starch Depolymerization via Spray Reactors. United States Patent. Damayanthi, E., S. Madanijah, dan I.R. Sofia. 2001. Sifat Fisiko Kimia dan Daya Terima Tepung Bekatul Padi Awet sebagai Serat Makanan. Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional, Basis Bagi Industri Pangan Fungsional dan Supplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB Bogor. 22 Volume 13, Nomor 1, Januari 2013

Nurbani Kalsum dan Surfiana: Karakteristik Dekstrin Dari Pati Ubi Kayu... Faridah, D.N. 2005. Sifat Fisiko-Kimia Tepung Suweg dan Indeks Glisemiknya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XVI/3, 2005. Publikasi resmi Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hidayat, B., Adil Basuki Ahza, dan Sugiyono. 2003. Karakterisasi Maltodekstrin DP 3-9 serta Kajian Potensi Penggunaannya sebagai Sumber Karbohidrat pada Minuman Olahraga. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,. Publikasi Resmi Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hidayat, B., Y. R.Widodo, dan C.U. Wirawati. 2006. Pengaruh Jenis Ubi Kayu terhadap Karakteristik Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yang Dihasilkan. Laporan Penelitian Hibah Kompetisi Pemda Propinsi Lampung Tahun Anggaran 2006. Politeknik Negeri Lampung. Hidayat, B., Nurbani Kalsum, dan Surfiana. 2009. Perbaikan Karakteristik Tepung Ubi Kayu Menggunakan Metode Pragelatinasi Parsial. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Politeknik Negeri Lampung. Kearsley, M.W. and Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic & Professional, Glasgow. Muchtadi, D. 1989. Proses Ekstrusi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Rismana, E. 2002. Modifikasi Pati untuk Farmasi. Pikiran Rakyat Cyber Media. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta. Sudarmadji, S., Suhardi, B. Haryono. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Bhratara. Penerbit Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yulistiani, R., Latifah, dan W. Restanti. 2003. Pengaruh Varietas Beras dan Volume Santan Kelapa Terhadap Karakteristik Nasi Kuning Instan Yang Dihasilkan. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Peranan Industri dalam Pengembangan Produk Pangan Indonesia. Yogyakarta 22-23 Juli 2003. Volume 13, Nomor 1, Januari 2013 23