BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi kecelakaan di tempat kerja yang mengakibatkan pekerja sementara tidak

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. KRITERIA AUDIT SMK3

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

Lampiran 3 FORMAT DAFTAR SIMAK AUDIT INTERNAL PENYEDIA JASA

IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA & RESIKO K3

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG

KUISIONER PENELITIAN

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : a. Tujuan dan Sasaran

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

PERTEMUAN #8 PENGELOLAAN KOMUNIKASI DALAM PENERAPAN K3 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil wawancara dengan berpedoman pada Internal Control

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

PENGELOLAAN KOMUNIKASI DAN PENERAPAN K3

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

Sehingga semua pihak merasa ikut memilki dan merasakan hasilnya. Pelatihan dan Kompetensi Kerja Sistem Manajemen K3 SMK3

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

PENGELOLAAN KOMUNIKASI DAN PENERAPAN K3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

CONTOH (SAMPLE) Penerapan Sistem K3LM Proyek Konstruksi

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #3 Ganjil 2016/2017. Sistem Manajemen K3

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

7.1.Project Control. Schedule kunjungan ke lapangan dan partisipasi audit. Meninjau ulang temuan audit dan pelaporan perbaikan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

Elemen 3 ORGANISASI & PERSONIL

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis di era globalisasi saat ini, menuntut perusahaan berlomba-lomba untuk

PIAGAM INTERNAL AUDIT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012

PENGELOLAAN KOMUNIKASI DAN PENERAPAN K3

Kebijakan Manajemen Risiko

#10 MANAJEMEN RISIKO K3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

PIAGAM AUDIT INTERNAL

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

PENGELOLAAN OPERASI K3

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

USULAN ELEMEN SMK3 UI BERDASARKAN PERMENAKER No 5 Tahun 1996 dan OHSAS 18001

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Kebijakan Pengungkap Fakta

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

Kepemimpinan & Komitmen

FR-APL-01. FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKASI KOMPETENSI

BAB 7 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil Internal Control Questionnaire (ICQ) mengenai Sistem

perusahaan PT. Toba Pulp Lestari? perusahaan PT. Toba Pulp Lestari?

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PANITIA PEMBINA KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( P2K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

K A T A P E N G A N T A R

FR-APL-01. FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKASI KOMPETENSI

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

KODE UNIT : O JUDUL UNIT

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

Transkripsi:

2.1 Nihil Kecelakaan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Nihil kecelakaan (zero accident) yaitu tidak terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja kurang dari 48 jam (Hadipoetro, 2014). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kecelakaan nihil adalah kondisi tidak terjadi kecelakaan di tempat kerja yang mengakibatkan pekerja sementara tidak mampu bekerja (STMB) selama 2 x 24 jam dan atau menyebabkan terhentinya proses dan atau rusaknya peralatan tanpa korban jiwa dimana kehilangan waktu kerja tidak melebihi shift berikutnya pada kurun tertentu dan jumlah jam kerja orang tertentu. 2.2 Penghargaan Nihil Kecelakaan Kerja Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), penghargaan kecelakaan nihil adalah tanda penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah berhasil melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan kerja pada jangka waktu tertentu. Penghargaan nihil kecelakaan kerja diberikan dalam bentuk piagam dan bendera emas yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja. 13

14 Kriteria kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut program nihil kecelakaan kerja antara lain : a. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam waktu 2 x 24 jam. b. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya. Kecelakaan nihil diberikan kepada perusahaan berdasarkan pengelompokan : 1. Jumlah tenaga kerja a. Perusahaan besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 orang. b. Perusahaan menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50-100 orang. c. Perusahaan kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49 orang. 2. Sektor usaha berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) dan bobot risiko bahaya sesuai dengan penjelasan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2 ayat (1), yaitu lima variabel potensi bahaya yang terdiri atas : mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya; lingkungan; sifat pekerjaan; cara kerja; dan proses produksi.

15 2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Nihil Kecelakaan (zero accident) 2.3.1 Komitmen Perusahaan Manajemen keselamatan kerja yang efektif menuntut adanya komitmen perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman. Akan tetapi, lebih penting lagi, program keselamatan dan kesehatan kerja yang didesain dan dikelola dengan baik juga dapat menyumbangkan keuntungan melalui pengurangan biaya yang berhubungan dengan kecelakaan kerja. Upaya ini harus dikoordinasikan dari tingkat manajemen puncak untuk memasukkan semua anggota organisasi. Hal itu juga harus tercermin dalam tindakan manajerial. (Mathis dan Jackson, 2003). Komitmen adalah niat atau tekad untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat untuk mencapai tujuan. Tekad dan keinginan tersebut, akan tercermin dalam sikap dan tindakannya tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Tanpa komitmen dari semua unsur dalam organisasi, khususnya para pemimpin, pelaksana keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekadar diucapkan atau dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari (Ramli, 2013). Menurut Nujhani (2013), Komitmen ialah tekad, keinginan, dan penyertaan tertulis pengusaha atau pengurus dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Aranya (2013), komitmen merupakan sebuah keterikatan ataupun perjanjian untuk melakukan suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu.

16 Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pemimpin dan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja antara lain (Ramli, 2013) : 1. Dengan memenuhi semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dalam organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja lainnya. 2. Memasukkan isu keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kesempatan, rapat manajemen, dan pertemuan lainnya. 3. Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya mengenai keselamatan dan keselamatan kerja kepada semua pemangku kepentingan. 4. Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, seperti pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja, pertemuan audit keselamatan dan kesehatan kerja. 5. Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi. 6. Memberikan keteladanan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dengan menjadikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian dari integral dalam setiap kebijakan organisasi. Adapun pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan dalam: 1. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan;

17 2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas, dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja; 3. Menetapkan personil yang memiliki tanggung jawab, wewenang, dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja; 4. Merencanakan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi; 5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Kelima komitmen dan kebijakan tersebut diadakan peninjauan ulang secara teratur. Setiap tingkat pemimpin dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja berhasil diterapkan dan dikembangkan. Demikian pula tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (Siswanto, 2003). 2.3.2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Membuat kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendisiplinkan pelaku pelanggaran, merupakan komponen penting usaha-usaha keselamatan kerja. Dukungan terhadap perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja (Mathis dan Jackson, 2003). Menurut Sastrohadiwiryo (2001), kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang

18 ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerja sama semua pihak. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja menggarisbawahi hubungan kerja manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu pernyataan tertulis yang ditandatangai oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi, misi, dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional (Silaban, 2015). Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang selanjutnya harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, dan pelanggan. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (Siswanto, 2003). Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus tertulis dan formal karena (Silaban, 2015) : 1. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pedoman kerja seharihari. 2. Mempermudah pelaksanaan dan pengawasan. 3. Mempermudah pekerja untuk mengikuti ketentuan dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja (hak dan kewajiban).

19 4. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi pedoman dalam menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada karyawan, pemasok dan pelanggan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian yang terpisahkan dari seluruh operasi (Hadipoetro, 2014). Suatu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik diisyaratkan memenuhi kriteria sebagai berikut (Ramli, 2013) : 1. Sesuai dengan sifat dan skala risiko keselamatan dan kesehatan kerja organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah perwujudan dari visi dan misi suatu organisasi, sehingga harus disesuaikan dengan sifat dan skala risiko organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tentu berbeda antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung dari sifat dan skala risiko yang dihadapi, serta strategi bisnis organisasi. 2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan Dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus tersirat adanya komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. Aspek keselamatan dan kesehatan kerja tidak statis karena berkembang sejalan dengan teknologi, operasi, dan proses produksi. Karena itu, kinerja keselamatan dan kesehatan kerja harus terus menerus ditingkatkan selama organisasi beroperasi. Komitmen untuk peningkatan berkelanjutan akan memberikan dorongan bagi semua unsur dalam organisasi untuk terus menerus meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam organisasi.

20 3. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi perundangan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi. Hal ini berarti bahwa manajemen akan mendukung pemenuhan semua persyaratan dan norma keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang disyaratkan dalam perundangan maupun petunjuk praktis atau standar yang berlaku bagi aktivitasnya. 4. Didokumentasikan, diimplementasikan, dan dipelihara Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus didokumentasikan artinya bukan hanya dalam bentuk ungkapan lisan atau pernyataan manajemen, tetapi dibuat tertulis sehingga dapat diketahui dan dibaca oleh semua pihak berkepentingan. Di samping itu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tersebut harus diimplementasikan, bukan sekadar bagian dari manual keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu bentuk implementasinya adalah dengan menggunakan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai acuan dalam setiap kebijakan organisasi, pengembangan strategi bisnis, dan rencana kerja organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dipelihara, artinya selalu disempurnakan sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kemajuan organisasi. 5. Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja Hal ini berarti agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, kewajiban serta peran semua pihak dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Komunikasi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan melalui berbagai cara atau media, misalnya

21 ditempatkan di lokasi-lokasi kerja, dimasukkan dalam buku saku keselamatan dan kesehatan kerja, website organisasi atau bahan pembinaan, dan pelatihan. 6. Tersedia bagi pihak lain yang terkait Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus diketahui oleh pihak lain yang terkait dengan bisnis atau aktivitas organisasi seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah, mitra bisnis, pemodal, atau masyarakat sekitar. Dengan mengetahui kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, mereka dapat mengantisipasi, mendukung atau mengapresiasi keselamatan dan kesehatan kerja organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dapat diakses misalnya melalui situs organisasi. 7. Ditinjau ulang secara berkala Hal ini untuk memastikan bahwa kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja masih relevan dan sesuai bagi organsisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bersifat dinamis dan harus selalu disesuaikan dengan kondisi baik internal maupun eksternal organisasi. Karena itu harus ditinjau secara berkala apakah masih revelan dengan kondisi organisasi. Pengembangan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus mempertimbangkan faktor berikut (Ramli, 2013) : 1. Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus sejalan atau mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan. 2. Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi

22 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah untuk merespon risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang ada dalam organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus mempertimbangkan faktor risiko. 3. Peraturan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada berbagai standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku. 4. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja disusun dengan mempertimbangkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja sebelumnya, sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi pedoman untuk peningkatan berkelanjutan. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen. Dengan demikian, kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus bersifat dinamis dan harus disempurnakan secara berkala. 5. Persyaratan pihak luar Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan organisasi, misalnya mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak lainnya.

23 6. Peningkatan berkelanjutan Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dapat memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja akan selalu timbul selama organisasi masih hidup atau beroperasi. Karena itu, upaya keselamatan dan kesehatan kerja harus terus menerus ditingkatkan. 7. Ketersediaan sumber daya Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat direalisir karena sumber daya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sering dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi sumber daya yang tersedia, sehingga tidak mampu direalisir. OHSAS 18001 menekankan peningkatan berkelanjutan. Dengan demikian, target pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak harus dicapai secara instan atau melampaui kemampuan organisasi untuk mencapainya. 8. Peran pekerja OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan misalnya melalui komite keselamatan dan kesehatan kerja, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), atau perwakilan pekerja lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung jawab untuk merealisirnya.

24 9. Partisipasi semua pihak Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Diperlukan peran semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti kontraktor atau pihak eksternal lainnya. Kebijakan keselamatan harus dibuat tertulis, ditanda tangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan. Kebijakan perusahaan ini hendaklah dijelaskan kepada semua tenaga kerja dan copy-nya diedarkan dan menjadi pegangan khusus bagi semua pekerja dalam melakukan tugasnya (Hadipoetro, 2014). 2.3.3 Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.3.3.1 Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Aspek komunikasi sangat penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Banyak kecelakaan terjadi karena kurang baiknya komunikasi sehingga memengaruhi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja organisasi (Ramli, 2013). OHSAS 18001 (2013), menyatakan organisasi harus mempunyai prosedur untuk memastikan bahwa informasi yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dikomunikasikan pada dan dari karyawan dan pihak terkait lainnya. Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibedakan atas (Ramli, 2013) : 1. komunikasi manusia dengan manusia secara langsung. Komunikasi ini sering juga disebut dengan ; komunikasi personal (personnal communication), yaitu komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan secara langsung

25 kepada pekerja. Informasi-infornasi keselamatan dan kesehatan kerja tersebut dapat diberikan secara langsung melalui tatap muka; dan komunikasi kelompok (group communication), yaitu komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja yang diberikan kepada kelompok tertentu, misalnya dalam proses observasi, safety talk, penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja, dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Komunikasi manusia dengan manusia melalui alat/media komunikasi seperti telpon, buletin, poster, spanduk, situs internet, safety letter, dan lainnya. Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya komunikasi antara petugas petugas di ruang kontrol dengan petugas di lapangan, komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dengan para pekerja. komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja antara manusia dengan manusia dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Komunikasi internal, yaitu komunikasi di lingkungan organisasi baik secara horizontal atau vertikal, dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah di seluruh jajaran organisasi. b. Komunikasi eksternal, yaitu aliran komunikasi antara organisasi dengan semua unsur di luar perusahaan seperti konsumen, instansi terkait, pemasok, kontraktor, asosiasi profesi, media massa, dan lainnya. 3. Komunikasi manusia dengan alat kerja. Peralatan seperti mesin, unit proses, peralatan adalah benda mati yang dioperasikan oleh manusia. Dalam proses operasi tersebut terjadi komunikasi antara manusia dengan alat kerja.

26 2.3.3.2 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Salah satu cara untuk mendorong keselamatan dan kesehatan kerja karyawan adalah melibatkan seluruh karyawan dalam pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan membangun komunikasi yang terus menerus sehingga dapat meningkatkan kesadaran karyawan (Mathis dan Jackson, 2003) Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan Knowledge, Skill, dan Atittute (KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masingmasing pekerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan perusahaan memiliki perbedaan sesuai sifat bahaya, skala kegiatan, dan kondisi pekerja. Karena itu pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dikembangkan untuk kebutuhan organisasi (Ramli, 2013). Mangkuprawira (2002), berpendapat bahwa pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Menurut Stemmer (2002), Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu faktor yang menjadi kontrol atas tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Smith dan Sonesh (2011), mengemukakan bahwa pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja mampu menurunkan risiko terjadinya kecelakaan kerja. Semakin besar pengetahuan karyawan akan kesehatan dan keselamatan kerja maka semakin kecil terjadinya risiko kecelakaan kerja, demikian sebaliknya semakin minimnya pengetahuan karyawan akan kesehatan dan keselamatan kerja maka semakin besar risiko terjadinya kecelakaan kerja.

27 Jika perusahaan mempekerjakan pekerja kontrak untuk sementara waktu dan mereka diberi tugas yang seandainya tugas tersebut dikerjakan oleh pekerja tetap akan dianggap perlu menjalani pelatihan, maka para majikan diminta untuk memberikan pelatihan yang sama kepada pekerja kontrak tersebut. Jika perusahaan mempekerjakan kontraktor dipersilnya, kontraktor ini pun perlu memperoleh informasi tentang risiko yang mungkin dihadapi dan diberi pelatihan cara-cara menghindari risiko tersebut (Ridley, 2008). Untuk menjamin kualitas pelatihan, manajemen perusahaan perlu meninjau materi pelatihan maupun kompetensi dari instruktur serta kapan dan bagaimana menyediakan pelatihan keselamatan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelatihan keselamatan kerja adalah sebagai berikut (Hadipoetro, 2014) : 1. Dalam pelatihan keselamatan harus termasuk hal sebagai berikut : a. Hukum dan peraturan keselamatan b. Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan prosedur gawat darurat c. Pelaporan kecelakaan d. Komunikasi hazard e. Pelaporan zat berbahaya f. Prosedur dan penggunaan alat pelindung diri (APD) 2. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja baru mencakup tanggung jawab, peraturan, regulasi, dan hak pekerja. Dalam hal ini pelatihan ditujukan untuk :

28 a. Memaparkan tanggung jawab para tenaga kerja baru menurut peraturan yang berlaku. b. Memperkenalkan peraturan-peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan dalam perusahaan. c. Memperkenalkan hak-hak mereka menurut peraturan yang berlaku. d. Memperkenalkan kebijakan-kebijakan regulasi atau standar yang berlaku pada departemen baru dimana mereka ditempatkan. 3. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja juga mencakup informasi mengenai tindakan yang harus diambil dalam keadaan darurat seperti : a. Apa yang harus dilakukan apabila pekerja mengalami kecelakaan serius ataupun mengalami gejala penyakit berat b. Bagaimana dan kapan mengevakuasi korban di tempat kerja c. Bagaimana dan kapan menyembunyikan alarm kebakaran, melaporkan kejadian kebakaran kepada petugas pemadam kebakaran terdekat, dan menggunakan alat pemadam kebakaran yang tersedia d. Kapan dan bagaimana memutuskan arus listrik, gas, dan potensi-potensi bahaya yang lain 4. Pelaksana program pelatihan keselamatan di dalam perusahaan : direktur pelatihan, personil departemen pelatihan, direktur keselamatan, ahli teknik yang bekerja di pabrik, ahli teknik keselamatan, ahli teknik industri, supervisor, konsultan, ahli keselamatan dari perusahaan asuransi, personil pemadam kebakaran, personil medis serta operator mesin, kendaraan, dan perlengkapan.

29 5. Waktu pelaksanaan pelatihan keselamatan Pelatihan keselamatan kerja harus dilakukan pada saat penerimaan tenaga kerja baru (initial training) dan sesudahnya, sebanyak yang diperlukan. Pelatihan dapat dijadwalkan sebelum, selama atau setelah jam kerja. 6. Lokasi program pelatihan keselamatan meliputi : tempat kerja, simulasi tempat kerja, kantor, ruang kelas, laboratorium, dan lingkup di luar perusahaan. 7. Sarana/prasarana presentasi program pelatihan keselamatan seperti : a. Ruang kelas harus dibatasi pada jumlah 15-25 peserta. b. Ruang pelatihan harus memiliki ventilasi yang baik, penerangan yang baik dan jauh dari sumber bising maupun gangguan lainnya. c. Ruang pelatihan harus dilengkapi dengan peralatan dan alat peraga yang memadai untuk menyampaikan materi. d. Aset terpenting yang harus dimiliki oleh seorang instruktur adalah ketulusan, antusiasme, dan pengetahuan terhadap subyek yang dibawakan. Tidaklah mutlak untuk memiliki latar belakang pendidikan maupun pelatihan. Teknik-teknik khusus yang digunakan harus sesuai dengan level pelatihan yang diberikan meliputi (Ridley, 2008) : 1. Perkuliahan dan percakapan 2. Video dan film 3. Peran langsung dimainkan oleh peserta pelatihan 4. Studi kasus yang dapat diajukan ke pelatihan

30 5. Diskusi kelompok 6. Latihan dan praktik di luar kelas (pada persil) atau menggunakan pemodelan di atas kertas 7. Pelatihan langsung di tempat kerja Pelatihan keselamatan dan keselamatan kerja diklasifikasikan sebagai berikut (Ramli, 2013) : 1. Induksi keselamatan dan kesehatan kerja (safety induction), yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja. 2. Pelatihan khusus keselamatan dan kesehatan kerja berkaitan dengan tugas dan pekerjaannya masing-masing. 3. Pelatihan umum keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manajemen puncak. 2.3.4 Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Penyelidikan Kecelakaan 2.3.4.1 Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Inspeksi (pemeriksaan) tempat kerja merupakan komponen dari program keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang harus dilaksanakan oleh manajemen dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebagaimana yang diamanahkan pada pasal 3 UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dengan demikian tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya berada dalam keadaan nyaman, sehat, aman, dan produktif.

31 Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja adalah kegiatan memeriksa/mengecek/mengukur segala sesuatu dan mencatat apakah sesuai atau tidak terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja. Suatu pemeriksaan secara umum terhadap suatu unit operasi yang dilaksanakan oleh pekerja unit operasi fasilitas secara rutin dan terjadwal yang merupakan definisi dari inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja (Hadipoetro, 2014). Menurut Sucofindo (1998), inspeksi keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mendeteksi adanya kondisi dan tindakan yang tidak aman dan segera memperbaikinya sebelum kondisi dan tindakan sempat menyebabkan suatu kecelakaan. Inspeksi tempat kerja ialah kegiatan memonitoring fungsi yang ditetapkan dalam suatu organisasi untuk mencari dan melaporkan eksistensi dan kondisi potensial yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Silaban, 2015). OHSA (Occupational Safety and Health Administration), menyatakan bahwa inspeksi diprioritaskan pada : 1. Tempat yang menimbulkan bencana dan kecelakaan fatal. 2. Adanya keluhan tenaga kerja. 3. Industri yang berbahaya. 4. Bahaya terhadap kesehatan tenaga kerja. Pelaksanaan inspeksi harus disesuaikan dengan keadaan khusus operasi yang bersangkutan. Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain (Ramli, 2013) : a. mengidentifikasi potensi permasalahan. b. mengidentifikasi peralatan yang tidak baik.

32 c. mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman. d. mengidentifikasi efek dari suatu perubahan atau modifikasi. e. mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai. f. memberi informasi kepada pimpinan tentang masalah-masalah yang ada. g. menunjukkan kesungguhan manajemen dalam melaksanankan program keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun manfaat inspeksi tempat kerja ialah (Silaban, 2015) : a. Menaikkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang diharapkan. b. Menurunkan kemungkinan kerugian karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan meniadakan unsafe actions dan unsafe condition dan memperbaiki keadaan lingkungan kerja. c. Lebih memprioritaskan dan mempertimbangkan penekanan kecelakaan kerja yang potensial daripada menganalisis fakta yang terjadi sesudah suatu cedera terjadi. d. Mengikutsertakan tenaga kerja untuk tertarik mempertahankan keberadaan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dari dirinya dan bagi orang lain. Inspeksi tempat kerja bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja, mengevaluasi tingkat risiko terhadap tenaga kerja serta mengendalikan sampai tingkat yang aman bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Inspeksi tempat kerja tidak ditujukan untuk mencari keselahan orang, melainkan untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

33 Waktu pelaksanaan inspeksi, yakni (Hadipoetro, 2014) : a. Inspeksi informal atau tidak direncanakan. Inspeksi informal biasanya dilakukan pada saat manajer/supervisor melaksanakan tugasnya yang biasa. Walaupun inspeksi yang formal ini, baik, tetapi tidak sistematis, segingga untuk tujuan loss control mungkin akan terdeteksi sebagian namun tidak akan mencapai gambaran keseluruhan. b. Inspeksi formal atau direncanakan. Inspeksi formal biasanya dilakukan oleh sebuah tim kecil yang dapat melakukan inspeksi umum dan inspeksi bagian yang kritis (critical parts), seperti komponen dari mesin, peralatan, material, struktur atau area yang dapat menyebabkan bahaya lebih besar dibanding komponen lain ketika ia mengalami kerusakan atau salah penggunaan. Program inspeksi yang efektif akan memastikan bahwa seluruh bagian yang kritis ini diidentifikasi, dievaluasi, dan dijaga untuk selalu dalam kondisi baik. 2.3.4.2 Penyelidikan Kecelakaan Penyelidikan kecelakaan merupakan upaya untuk mencari fakta dari suatu kejadian, kemudian mempelajari faktor penyebabnya sehingga kejadian serupa dapat dicegah dan tidak terulang kembali di kemudian hari (Hadipoetro, 2014). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan perusahaan memiliki prosedur mengenai penyelidikan kecelakaan berkaitan dengan tata cara, petugas yang berwenang, tim investigasi, teknik investigasi, sistem pelaporan, dan tindak lanjut hasil investigasi. Penyelidikan kecelakaan harus dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi berikut (Ramli, 2013) :

34 1. Pengetahuan teknis yang cukup mengenai aktivitas dan operasi terkait dengan kecelakaan. 2. Bersifat objektif, tidak memihak, dan dapat bekerja sama. 3. Kemampuan berkomunikasi tertulis dan lisan. 4. Pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya konsep kecelakaan. 5. Kemampuan menganalisis permasalahan secara sistematis. Keterangan lengkap harus diperoleh melalui penyelidikan secara hati-hati dan cermat terhadap setiap kasus kecelakaan kerja. Dalam penyelidikan peristiwa kecelakaan yang terpenting adalah mencari fakta (fact finding), sama sekali bukan mencari siapa yang bersalah atau bertanggung jawab pada kejadian tersebut (Silaban, 2015). Dalam melaksanakan penyelidikan terhadap kecelakaan kerja, maka tahapan kegiatan penyelidikan yang harus dilakukan meliputi hari (Hadipoetro, 2014) : 1. Perencanaan penyelidikan Setelah terjadi kecelakaan atau insiden, maka perusahaan menindak lanjuti dengan melakukan suatu perencanaan penyelidikan kecelakaan disesuaikan dengan waktu, tempat, besarnya kerugian serta faktor-faktor lainnya yang mungkin mempunyai pengaruh dalam terjadinya kecelakaan yang dimaksud.

35 2. Penetapan petugas atau tim penyidik Penetapan petugas atau tim penyidik tergantung dari besar atau kecilnya keparahan korban dan atau kerusakan material atau lingkungan, atau dengan kata lain besarnya derajat potensial kecelakaan kerja yang terjadi. 3. Pelaksanaan penyelidikan Pelaksanaan tugas penyelidikan oleh Tim Penyelidik harus mengikuti rencana penyelidikan yang disusun menurut situasi kejadiannya dan potensi timbulnya kerugian. Langka-langkah penyelidikan adalah sebagai berikut : a. Kegiatan awal Ketua Tim Penyelidik memperkenalkan anggotanya kepada pimpinan setempat. Dalam rangka menjalankan tugasnya, Tim harus dilengkapi dengan surat tugas, mengingat konsekuensi hukum yang mungkin timbul. Tim juga harus melengkapi dirinya dengan kelengkapan penyelidikan berupa log books, log sheet, strip charts, dan data komputer tempat kecelakaan dan kegiatan yang terjadi setelah kecelakaan harus juga diambil gambarnya. b. Kegiatan di tempat kejadian, yaitu : i. Mewawancarai para saksi mata sebelum yang bersangkutan lupa atau terpengaruh oleh pembicaraan dengan karyawan lainnya. ii. Menelaah persyaratan para saksi dan cari hubungannya dengan proses kejadian. iii. Memberitahukan para saksi bahwa masih ada kemungkinan dimintai keterangan lagi di lain waktu.

36 iv. Meminta penjelasan (briefing) dari pimpinan/penanggung jawab setempat. v. Meminta/menyiapkan bagan organisasi. vi. Melakukan hubungan formal (contact person) dengan bagian setempat. vii. viii. Mengumpulkan bukti-bukti dan menjaga jangan sampai hilang. Menelaah semua foto dan bila perlu mengambil foto tempat-tempat yang masih dicurigai. ix. Membicarakan metode analisis yang akan ditempuh. x. Menyiapkan kantor tempat Tim bekerja sekaligus sebagai pusat koordinasi. c. Kelengkapan data dan informasi Untuk dilengkapinya analisis diperlukan pula kelengkapan data dan informasi sebagai bahan analisis tersebut, yaitu : i. Bukti-bukti fisik, foto-foto. ii. Hasil wawancara dengan saksi mata, petugas keadaan darurat, karyawan lain dan petugas, kepala shift, pimpinan setempat, bagian pemeliharaan, bagian engineering/rekayasa, dan pengendalian mutu. iii. iv. Gambar skema dan sketsa. Gambar desain awal, prosedur operasi, sistem pemeliharaan dan d. Data lain keselamatan kerja dari unit tersebut. i. Alur proses.

37 ii. Catatan pemeliharaan, inspeksi, perubahan, dan kewenangannya dan bahan yang diproses. iii. iv. Catatan kondisi waktu. Catatan tambahan dari engineering/teknik. v. Catatan pekerja kontraktor. vi. vii. viii. Laporan audit keselamatan kerja. Laporan insiden yang lalu. Catatan personil : pelatihan, penghargaan, pembagian tugas, dan kerja lembur. ix. Laporan dari forensik. e. Bila perlu hasil analisis specimen dari laboratorium untuk dianalisis. 4. Identifikasi fakta-fakta Identifikasi fakta-fakta kecelakaan atau insiden harus mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Sumber kecelakaan, seperti bahan berbahaya/kimia, mekanika, listrik, atau radiasi. b. Penyebab kecelakaan i. Penyebab langsung, seperti terbentur, terjatuh, terjepit, kelelahan, dan kontak dengan bahan beracun. ii. Penyebab tidak langsung, seperti penggunaan alat yang tidak benar, tindakan yang tidak memenuhi standar, pengaman yang tidak memadai, dan alat pelindung yang kurang memadai atau tidak benar. iii. Penyebab dasar, seperti kurang pengetahuan dan kurang keahlian.

38 5. Analisis penyebab kecelakaan Setelah semua fakta-fakta yang bertalian dengan kecelakaan/ insiden terkumpul, kemudian dilakukan analisis untuk mencari penyebab utama terjadinya kecelakaan dan selanjutnya adalah menentukan cara tindak lanjutnya. 6. Penyusunan laporan penyelidikan Laporan penyelidikan kecelakaan secara lengkap dapat menggunakan formulir dan harus diserahkan kepada pimpinan perusahaan dan manajemen terakhir lainnya setelah penyelidikan kecelakaan selesai dilaksanakan. Penulisan laporan hasil penyelidikan kecelakaan harus singkat, jelas, komunikatif serta menyeluruh, antara lain meliputi : a. Identifikasi Berisi rincian nama perusahaan, lokasi kecelakaan, nama dan jabatan sekarang, lukanya, kerusakan peralatan/aset, dan bahaya potensial yang dimungkinkan. b. Evaluasi besarnya risiko kerugian Diperkirakan besarnya (magnitude) dan frekuensi (kekerapan) yang mungkin rimbul dari kecelakaan sejenis. c. Uraian kejadian/peristiwa d. Analisis penyebab kecelakaan/insiden e. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut Cantumkan tindakan yang sudah dilakukan dan rekomendasi untuk tindakan pencegahan selanjutnya. Jalur laporan penyelidikan Tim

39 diserahkan kepada pimpinan tertinggi setempat atau kepada pejabat yang memerintahkan dilakukan penyelidikan. Adapun tujuan penyelidikan kecelakaan ialah untuk (Ramli, 2013) : 1. Mencari faktor utama penyebab kecelakaan untuk mencegah terulang kejadian yang serupa. 2. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan dengan melakukan penyelidikan dapat diketahui faktor penyebab utama, dan tidak menjadikan pekerja sebagai kambing hitam penyebab kecelakaan. 3. Sebagai bahan laporan kecelakaan pada institusi terkait termasuk kepentingan asuransi kecelakaan. 4. Mengetahui kelemahan yang ada dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Penyelidikan kecelakaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah kejadian. Namun, pelaksanaannya sangat bergantung pada kondisi setempat, sifat kecelakaan, skala kecelakaan, dan kerugian yang ditimbulkan. Untuk kecelakaan ringan dan skala kerugian terbatas, penyelidikan mungkin dapat dilakukan dengan segera oleh pengawas atau petugas setempat. Untuk kecelakaan besar yang memiliki dampak luas, penyelidikan perlu dilakukan oleh tim khusus baik dari dalam maupun luar perusahaan, seperti instansi pemerintah atau kepolisian (Ramli, 2013). 2.3.5 Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja mensyaratkan untuk melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja oleh manajemen secara

40 berkala. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mensyaratkan agar evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja ini dikomunikasikan dan dikonsultasikan dengan semua pihak yang terlibat. Evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan oleh manajemen merupakan bagian penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja untuk memastikan bahwa penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja telah berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan secara menyeluruh dan tidak bersifat detail untuk isu tertentu. Aspek yang dibahas dalam evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain (Ramli, 2013) : 1. Kesesuaian kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang berjalan. 2. Penyempurnaan objektif keselamatan dan kesehatan kerja untuk peningkatan berkelanjutan. 3. Kecukupan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan proses pengendalian bahaya. 4. Tingkat risiko saat ini dan efektivitas dari sistem pengendalian. 5. Kecukupan sumber daya yang disediakan. 6. Evaluasi kecelakaan dalam kurun waktu tertentu. 7. Evaluasi penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja. 8. Hasil dari audit keselamatan dan kesehatan kerja, baik internal maupun eksternal. Hasil evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja ini dapat merumuskan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja periode berikutnya. Langkah perbaikan ini harus konsisten dengan hasil

41 kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, potensi risiko, kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, ketersediaan sumber daya manusia, dan prioritas yang diinginkan (Ramli, 2013). 2.4 Kerangka Pikir Faktor pencapaiaan nihil kecelakaan (zero accident) Komitmen Perusahaan Kebijakan K3 Komunikasi dan Pelatihan K3 Pencapaian Nihil Kecelakaan Kerja (zero accident) Inspeksi K3 dan Penyelidikan Kecelakaan Evaluasi K3 Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kerangka pikir di atas menggambarkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam pembuatan pedoman wawancara dalam penelitian ini. Variabelvariabel yang digunakan diambil dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Teori yang dipakai menurut Mathis dan Jackson, variabel dikembangkan atau disesuaikan dengan kondisi yang ada di PT. PLN (Persero) Area Medan.