BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self regulated learning 1. Pengertian Self regulated learning Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) self regulated learning adalah tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam dalam proses belajar. Boekaertes (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan konstruktif dengan jalan siswa menenetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk mengontrol, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorongkan oleh tujuan dan disesuaikan dengan konteks lingkungan. Menurut Glynn, Aultman, dan Owens (2005) self regulated learning merupakan kombinasi keterampilan belajar akademik dan pengendalian diri yang membuat pembelajaran terasa lebih mudah, sehingga para siswa lebih termotivasi. Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mencapai belajar yang optimal (Febrianela, 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa self regulated learning adalah proses pembelajaran seseorang mampu menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha memonitor, mengatur, mengontrol kognisi, motivasi dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuan dan kondisi konstektual dari lingkungannya. 12
13 2. Aspek-aspek Self regulated learning Menurut Zimmerman (Chen, 2002), self-regulated learning terdiri empat aspek yaitu : a. Metacognitive Self-Regulation Aspek kognisi meliputi proses pemahaman akan kesadaran dan kewaspadaan diri serta pengetahuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran sebagai salah satu cara di dalam proses berfikir. Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. b. Physical and Social Environment Managenent Aspek ini mencakup cara mengatur kondisi fisik dan sosial yakni dengan mempelajari lingkungan sekitar dan mencari bantuan. Selain itu aspek ini mencakup bagaimana seseorang mempelajari lokasi yang sesuai dengan tipe belajar seserang tesebut sehingga mampu berkonsentrasi dalam belajar. Seorang pelajar yang memiliki achievement yang tinggi memiliki kecenderungan untuk mengatur lingkungan belajarnya. c. Time Management Pengaturan waktu dengan baik dan bijak sangat dibutuhkan oleh pelajar untuk mengatur jadwal belajarnya. Seorang pelajar yang mampu mengatur waktu dengan baik dan bijak untuk belajarnya akan mempengaruhi prestasi belajar yang baik bagi pelajar tersebut.
14 d. Effort Regulation Aspek ini mengarah pada kemampuan seseorang untuk menerima suatu kegagalan dan membangun kepercayaan diri untuk bangkit kembali dari kegagalan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek self regulated learning ada 4 yakni metacognitif self-regulation, physical and social environment managenent, time management, dan effort regulation. 3. Faktor yang Mempengaruhi Self regulated learning Menurut Zimmerman (1989) faktor yang mempengaruhi self regulated learning antara lain : a. Faktor pribadi (Person). Individu yang memiliki pengaruh pribadi seperti pengetahuan yang dimiliki peserta didik, tujuan sebagai hasil proses berpikir peserta didik, dan afeksi sebagai bentuk emosi yang dimiliki peserta didik dapat mempengaruhi self reguated learning. b. Faktor perilaku (Behavior). Tindakan peserta didik dalam memanipulasi lingkungan sebagai tindakan proaktif seperti meminimalisir gangguan berupa polusi udara (noise) bagi peserta didik yang gemar belajar di lingkungan yang sepi, mengatur cahaya pada ruangan tempat belajar dan menata meja belajar.
15 c. Faktor lingkungan (Environment) Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan minat belajar anak. Melalui interaksi dengan lingkungannya, anak dapat mengembangkan minat belajarnya. Melalui pergaulan, seseorang akan terpengaruh minatnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Crow dan Crow (Abror, 1993) yang menyatakan bahwa minat dapat diperoleh dari pengalaman anak dari lingkungan di mana mereka tinggal. Lingkungan tersebut adalah keluarga sebagai tempat mengasuh anak, sekolah tempat mendidik, dan masyarakat tempat bergaul serta bermain dalam kehidupan sehari-hari. Namun lingkungan yang paling dekat adalah keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama yang dikenal oleh anak. Oleh karena itu orangtua memiliki kewajiban untuk mendidik dan mengarahkan anak kearah yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi self regulated learning adalah pola asuh orangtua, karena pola asuh orangtua termasuk dalam lingkungan yang paling dekat dengan anak. B. Pola Asuh Permisif Orangtua 1. Pengertian Pola Asuh Permisif Orangtua Menurut Hurlock (1999) pola asuh permisif adalah pola asuh dimana orangtua membiarkan atau memberikan kebebasan kepada anak dalam hal
16 apapun tanpa adanya keterangan hal tersebut baik atau buruk. Menurut Baumrind (Yusuf, 2006) pola asuh permisif merupakan pola asuh dimana orangtua memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orangtua cenderung tidak menegur atau memperingati anak apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit. Santrok (2003) menyebutkan bahwa pola asuh permisif adalah pola dimana orangtua sangat terlibat dengan remaja, tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Menurut Baumruid (1991) pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anaknya untuk berperilaku benar atau salah karena orangtua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah pola yang diterapkan orangtua dengan memberikan kebebasan kepada anak tanpa adanya penjelasan benar atau salah, kurangnya kontrol terhadap perilaku anak, serta kurangnya tuntutan terhadap perilaku anak. 2. Aspek Pola Asuh Permisif Aspek-aspek pola asuh permisif orangtua menurut Hurlock (1999) antara lain : a. Kontrol terhadap anak kurang Tidak adanya pengarahan perilaku anak sesuai dengan norma masyarakat, tidak menaruh perhatian dengan siapa saja anak bergaul.
17 b. Pengabaian keputusan Membiarkan anak untuk memutuskan segala sesuatu sendiri tanpa adanya pertimbanan dengan orangtua. c. Orangtua bersifat masa bodoh Kurangnya kepedulian orangtua terhadap anak, tidak adanya hukuman saat anak sedang melakukan tindakan yang melanggar norma. d. Pendidikan bersifat bebas Kebebasan anak untuk memilih sekolah sesuai dengan keinginan anak, tidak ada nasihat disaat anak berbuat salah. Aspek pola asuh permisif orangtua menurut Baumrind (Asiyah, 2013) antara lain adalah : a. Segala aturan dan ketetapan keluarga ada ditangan anak. b. Kurangnya pengawasan yang orangtua terhadap perilaku anak. c. Kurangnya bimbingan yang diberikan orangtua kepada anak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti memilih aspek-aspek pola asuh permisif dari Hurlock (1999) yakni kontrol terhadap anak kurang, pengabaian keputusan, orangtua bersifat masa bodoh dan pendidikan bersifat bebas sebagai dasar pembuatan alat ukur.
18 C. Hubungan antara Pola Asuh Permisif Orangtua dengan Self Regulated Learning Siswa Setiap pasangan yang telah menikah akan membentuk suatu keluarga yang baru, dan mendambakan kelahiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangganya. Ketika seorang anak telah hadir dalam kehidupan rumah tangga, maka pasangan tersebut resmi menjadi orangtua bagi anak tersebut. Orangtua adalah lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak, dan tempat dimana anak akan dididik dan dibentuk karakteristiknya. Santi (2013) berpendapat bahwa orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seseorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Setiap orangtua memiliki kewajiban untuk membimbing dan mendidik anaknya hingga mencapai arah kedewasaan, baik kedewasaan fisik maupun kedewasaan pemikiran, termasuk dalam dunia pendidikan anak. Setiap orangtua memiliki cara sendiri dalam mendidik anak-anaknya, cara mendidik yang diterapkan orangtua kepada anak biasanya dikenal dengan pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama orangtua mengasuh anak-anaknya. Pengasuhan tersebut dapat berupa mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Anggraini (2014) berpendapat bahwa pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan orangtua kepada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu, serta bentuk kegiatan merawat, memelihara dan membimbing yang dilakukan orangtua kepada anak-anaknya agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan mandiri. Pola asuh
19 yang lebih dikenal masyarakat ada tiga yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif. Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang segala aturan dan ketetapan keluarga ada ditangan anak, apa yang dilakukan anak diperbolehkan oleh orangtua, anak cenderung bertindak semenamena sesuai dengan yang diinginkan, serta tuntutan terhadap anak sangat sedikit. Pola asuh permisif terbagi menjadi dua yakni pola asuh permisif memanjakan dan pola asuh permisif tidak peduli. Hal ini diperkuat oleh pendapat Santrock (2003) bahwa pola asuh permisif terbagi menjadi dua macam yakni bersifat permisif memanjakan dan permisif tidak peduli. Gaya pengasuhan tidak peduli (permisif indifferent parenting) adalah suatu pola dimana orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan remaja. Gaya pengasuhan yang kedua adalah permisif memanjakan (permisisive indulgent parenting) yakni suatu pola dimana orangtua sangat terlibat dengan remaja tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Pengasuhan permisisf memanjakan berkaitan dengan ketidakcakapan sosial remaja, terutama kurangnya pengendalian diri. Orangtua yang bersifat memanjakan mengijinkan anak melakukan apa yang mereka inginkan, dan akibatnya adalah anak tidak pernah belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri, dan selalu berharap mereka bisa mendapatkan semua keinginannya. Banyak aspek yang mempengaruhi pola asuh permisif, aspek yang pertama adalah kurangnya kontrol terhadap perilaku anak. Salah satu alasan orangtua sangat berpengaruh terhadap munclnya self regulated learning pada anak karena orangtua berhak mengontrol perilaku yang dilakukan anak-anaknya. Orangtua
20 yang kurang mengontrol perilaku anak biasanya membiarkan anak-anaknya untuk mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah laku anak itu sendiri. Orangtua yang kurang peduli dengan segala perilaku yang dilakukan anaknya akan berdampak pada anggapan anak terhadap perilaku yang dilakukannya. Anak akan menganggap bahwa apapun yang dia lalukan tidak dipermasalahkan oleh orangtua, karena orangtua tidak memperdulikan apakah perilaku yang anak lakukan tersebut benar atau salah. Sehingga anak akan melakukan hal-hal yang dia sukai tanpa melihat hal tersebut baik atau buruk bagi dirinya, termasuk dalam kegiatan belajar. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Hidayah (2012) orangtua yang kurang memonitor kegiatan anak dapat menimbulkan dampak pada kegiatan belajar siswa. Kurangnya kontrol orangtua terhadap perilaku anak akan berdampak pada perilaku anak yang tidak mau belajar, dampak yang lebih buruk lagi akan berdampak pada perilaku anak yang menyimpang. Aspek yang kedua adalah pengabaian keputusan, orangtua yang tidak terlalu ikut campur dengan urusan anaknya akan berdampak pada perilaku anak yang semena-mena. Ayah atau pun ibu yang sering mengabaikan keputusan dan menyerahkan keputusan tersebut kepada anak, akan membuat anak memiliki hak sepenuhnya untuk memilih keputusan yang ada. Sehingga anak akan mengambil keputusan yang dia inginkan meskipun keputusan tersebut kurang bermanfaat baginya. Tidak adanya ikut campur orangtua dalam pengambilan suatu keputusan, sama halnya dengan tidak adanya komunikasi yang dibangun antara orangtua
21 dengan anak. Dalam sebuah hubungan keluarga, adanya interaksi antara anak dan orangtua sangatlah penting bagi perkembangan pendidikan anak. Suyata (1996) menjelaskan bahwa mutu belajar (prestasi belajar siswa) yang baik bergantung pada kondisi keluarga siswa tersebut. Hubungan harmonis yang terjalin dalam suatu keluarga dapat menciptakan suasana belajar anak yang menyenangkan. Ekomadya (2005) komunikasi yang harmonis dapat diciptakan dengan adanya membangun empati, menjalin keberamaan, membangun rasa memiliki, dan pendampingan. Orangtua yang mendampingi kegiatan anak-anaknya akan membuat rasa nyaman untuk melakukan kegiatan belajar. Karena dengan pendampingan anak akan merasa bahwa ada orangtua yang akan melindunginya, dan orangtua menjadi tempat yang dapat meberi solusi ketika anak dihadapkan dengan sebuah keputusan. Ketika anak gagal dalam mencapai suatu tujuan yang ditargetkannya, anak akan mampu menerima dan bangkit dari kegagalan tersebut. Anak merasa nyaman dengan adanya dukungan dari orangtua. Aspek yang ketiga adalah sikap orangtua terhadap perilaku anak, aspek yang ketiga ini lebih mengarah kepada kurangnya perhatian yang diberikan orangtua terhadap perilaku anak-anaknya. Orangtua yang bersifat masa bodoh atau cuek dengan kegiatan yang anak lakukan akan mempengaruhi perilaku anak tersebut. Ketika orangtua tidak memberikan perhatian anak, anak tersebut akan merasa bebas dalam melakukan hal apapun. Sehingga anak akan melakukan halhal yang dia sukai dan berperilaku sesuka hatinya, termasuk dalam belajar. Hal
22 tersebut akan membuat anak kurang mampu mengatur waktunya dengan baik, dan membuat jadwal belajar anak kurang. Kurangnya jadwal belajar anak dan kurangnya perhatian yang diberikan orangtua akan mempengaruhi motivasi belajar anak, sehingga self regulated learning yang dimiliki anak rendah. Martine-Pons (1996) mengatakan bahwa keterlibatan orangtua dapat meningkatkan self regulated learning pada anak sehingga akan berdampak pada prestasi akademiknya yang meningkat. Orangtua dapat membantu memunculkan dan meningkatkan self regulated learning anak dengan memberikan perhatian dan dukungan ketika anak dalam kegiatan belajar. Orangtua dapat mengajarkan dan memunculkan self regulated learning melalui modeling, memberi dorongan, memfasilitasi, dan memberi penghargaan (Martinez-Pons dalam Latipah, 2010) Aspek yang terakhir adalah pendidikan yang bersifat bebas, yakni orangtua yang tidak terlalu peduli dengan dunia pendidikan anaknya. Saat berada di rumah orangtua tidak pernah menerapkan jadwal belajar untuk anak-anaknya, anak-anak mereka dibebaskan untuk belajar ataupun tidak. Hal yang demikian sama halnya dengan kurangnya bimbingan yang diberikan oleh orangtua. Kurangnya bimbingan yang diberikan oleh orangtua terhadap pendidikan anaknya akan berpengaruh pada kognitif anak, sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar anak. Kurangnya perhatian yang diberikan orangtua terhadap pendidikan anak akan membuat anak menjadi malas belajar. Tidak adanya jam belajar yang diterapkan orangtua saat berada di rumah, akan membuat minat belajar anak akan menurun. Anak akan lebih memilih
23 melakukan hal-hal yang mereka sukai dibanding dengan belajar. Ketika minat belajar anak menurun akan membuat anak tersebut tidak mau belajar, sehingga kemampuan kognitif anak akan menurun dan akan mempengaruhi prestasi belajar anak. Dalyono (2009) menyebutkan minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, sebaliknya jika minat belajar kurang maka akan menghasilkan prestasi yang rendah. D. Hipotesis Penelitian Semakin tinggi pola asuh permisif orangtua maka semakin rendah self regulated learning siswa. Begitu sebaliknya semakin rendah pola asuh permisif maka semakin tinggi self regulated learning siswa.