5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU

dokumen-dokumen yang mirip
7. STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

7 KAPASITAS FASILITAS

BAB III DESKRIPSI AREA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

BAB V EVALUASI KINERJA PELABUHAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 AKTIVITAS DAN FASILITAS

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009

KEBERADAAN FASILITAS MENURUT AKTIVITAS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO, BANDA ACEH

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN PPI PANGANDARAN

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

(Studi Tata Letak Fasilitas di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur) Jonny Zain

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009 ( DICABUT ) T E N T A N G

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6 AKTIVITAS PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DI PPI JAYANTI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI

THE CONDITION OF MAIN FACILITY IN THE VILLAGE OF FISH MARKETING PAKNINGASAL BUKITBATU DISTRICT OF BENGKALIS REGENCY IN RIAU PROVINCE

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelabuhan Perikanan 2.2 Kebersihan Definisi kebersihan

6 EFISIENSI DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

2) Kegiatan Pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (DAK dan Pendampingan)

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Rumah Susun Di Muarareja Kota Tegal

Lampiran 1 Tata letak fasilitas di PPN Karangantu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Mutu hasil tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 3 METODE PENELITIAN

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

5. FASILITAS DAN AKTIVITAS PPI MUARA BATU Berjalannya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Fasilitas pokok memberi dukungan pada aktivitas bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan, serta fasilitas fungsional memberi dukungan pada aktivitas pemasaran serta kegiatan nelayan yang dilakukan di sekitar pelabuhan, sedangkan fasilitas penunjang memberi dukungan pada kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan (Lubis, 2007). 5.1 Fasilitas PPI Muara Batu PPI Muara Batu memiliki fasilitas pelabuhan berupa fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas tambahan. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun berlabuh di pelabuhan (Anonymus, 2004). Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain dermaga, kolam pelabuhan, jalan dalam komplek pelabuhan, alur pelayaran, turap penahan tanah dan lahan pelabuhan perikanan. Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok yang dapat menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan. Fasilitas fungsional yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain tempat pelelangan ikan (TPI), telepon, instalasi listrik, pabrik es, tangki BBM, tangki air bersih, dock, tempat perbaikan jaring, dan kantor administrasi. Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan atau para pelaku mendapat kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Muara Batu antara lain balai pertemuan nelayan, pos jaga, tempat penginapan nelayan, MCK, kios, tempat peribadatan dan saluran air limbah.

49 Tabel 17 Pemanfaatan dan kondisi fasilitas PPI Muara Batu, 2010 No. Fasilitas pokok Fasilitas Ukuran terpasang Pemanfaatan Kondisi 1. Dermaga 150 meter Dimanfaatkan Baik 2. Kolam pelabuhan 150 x 100 m 2 Dimanfaatkan Pendangkalan 3. Alur pelayaran 200 meter Dimanfaatkan Pendangkalan 4. Turap penahan tanah 200 meter Dimanfaatkan Baik 5. Jalan dalam komplek pelabuhan 250 meter Dimanfaatkan Baik 6. Lahan pelabuhan perikanan 2 ha Dimanfaatkan Baik Fasilitas fungsional 7. TPI 24 x 12 m 2 Tidak dimanfaatkan Baik 8. Telepon 1 unit Tidak dimanfaatkan Baik 9. Instalasi listrik 1.300 KVA Dimanfaatkan Baik 10. Pabrik es 25 x 11 m 2 Tidak dimanfaatkan Baik 11. Tangki BBM 20.000 liter Tidak dimanfaatkan Baik 12. Tangki air bersih 150 liter Tidak dimanfaatkan Baik 13. Dock 12 x 9 m 2 Dimanfaatkan Baik 14. Tempat perbaikan jaring 40 x 30 m 2 Dimanfaatkan Baik 15. Kantor administrasi 10 x 9 meter Tidak dimanfaatkan Baik Fungsi penunjang 16. Balai pertemuan nelayan 20 x 9 m 2 Dimanfaatkan Baik 17. Pos jaga 12 x 10 m 2 Tidak dimanfaatkan Baik 18. Tempat penginapan nelayan/ perumahan nelayan 209 unit Dimanfaatkan Baik 19. MCK 6 x 4 m 2 Tidak dimanfaatkan Kotor 20. Kios - Dimanfaatkan Baik 21. Tempat peribadatan 100 x 45 m 2 Dimafaatkan Baik 22. Saluran air limbah 40 cm Dimanfaatkan Kotor Sumber: DKP Kabupaten Aceh Utara, 2010; diolah kembali (1) Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang berfungsi sebagai tempat untuk bertambat dan berlabuhnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan, dan

50 mengisi bahan perbekalan untuk melaut (Lubis, 2005). Dermaga di PPI Muara Batu (Gambar 12) terletak pada alur Sungai Kuala Manee, terbuat dari beton dengan panjang 150 m. Pemanfaatan dermaga PPI Muara Batu optimal dan cukup baik, dapat dilihat dari aktivitas tambat dan labuh kapal tidak mengalami antrian. Gambar 12 Dermaga PPI Muara Batu Dermaga yang berfungsi sebagai tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, tidak dimanfaatkan dengan baik oleh nelayan. Masih terdapat kapal yang tidak ditambatkan di dermaga, hal ini karena pemilik kapal lebih suka menambatkan kapalnya di dekat rumah mereka (Gambar 13). Gambar 13 Kapal yang ditambatkan di dekat rumah nelayan

51 Dermaga PPI Muara Batu dilengkapi dengan bollard untuk aktivitas tambat kapal (Gambar 14). Bollard adalah suatu bentuk struktur di ujung permukaan dermaga (quay edge) dipakai untuk mengikat tali tambat kapal (Murdiyanto, 2003). Hanya saja pada sisi dermaga belum terdapat fender untuk melindungi kapal dari benturan dengan dinding dermaga sehingga nelayan masih menggunakan ban mobil bekas yang diletakkan di sisi badan kapal untuk melindungi kapal dari benturan keras dengan dinding dermaga yang dapat menyebabkan badan kapal rusak. Gambar 14 Bollard yang terdapat di dermaga PPI Muara Batu Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pandangkalan yang terjadi di alur pelayaran dan kolam pelabuhan PPI Muara Batu, mengakibatkan kapal yang berukuran 10 GT mengalami hambatan untuk masuk ke pelabuhan, sehingga nelayan menggunakan perahu motor tempel atau perahu tanpa motor untuk mengangkut hasil tangkapannya ke pelabuhan. Kendala lainnya adalah tingginya dermaga yang melebihi tinggi dek kapal, sehingga saat mendaratkan hasil tangkapan, nelayan harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menarik muatan ke dermaga (Gambar 15). Jarak antara dek kapal dengan dermaga sekitar 3 meter. Perlu adanya perhatian oleh pihak pemerintah untuk mengatasi permasalahan pendangkalan yang terjadi di alur palayaran dan kolam pelabuhan, agar terciptanya kelancaran aktivitas operasional penangkapan ikan. Pendangkalan berpengaruh terhadap pengoptimalan fungsi pelabuhan perikanan, seperti fungsi tambat labuh kapal perikanan.

52 Gambar 15 Jarak dermaga dengan dek kapal Lokasi dermaga terletak di depan gedung TPI terpisah oleh lebar jalan dengan jarak kurang lebih 15 meter. Dekatnya jarak dermaga dengan TPI memudahkan nelayan dalam proses pengangkutan ikan ke TPI. Dermaga tambat ini sekaligus berfungsi sebagai dermaga muat. (2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan PPI Muara Batu terbentuk secara alami. Luas kolam PPI Muara Batu adalah 150 x 100 m 2, kolam pelabuhan ini memanfaatkan muara Sungai Kuala Manee. Kondisi kolam pelabuhan cukup untuk menampung kapal-kapal perikanan yang selama ini melakukan aktivitas bongkar muat di PPI Muara Batu (Gambar 16). Permasalahan yang terjadi saat ini adalah terjadinya pendangkalan di kolam pelabuhan PPI Muara Batu. Kondisi ini menyebabkan kapal-kapal yang berukuran 10 GT sering kandas terutama pada kondisi perairan sedang surut, sehingga dapat mengakibatkan ketidaklancaran aktivitas operasional penangkapan ikan yang berujung pada pengoptimalan fungsi pelabuhan perikanan.

53 Gambar 16 Kolam pelabuhan PPI Muara Batu (3) Alur pelayaran Alur pelayaran adalah bagian perairan pelabuhan yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga. Alur pelayaran berfungsi sebagai jalan masuk atau keluar bagi kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (Lubis, 2005). Alur pelayaran di PPI Muara Batu berupa alur muara sungai dengan panjang kurang lebih 200 m dari pantai. Lebar muara sekitar 100 meter dengan kedalaman muara minus 0,5 hingga minus 2 meter (Gambar 17). Alur pelayaran ini sering mengalami pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa dari laut oleh arus. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, menjelaskan PPI dengan tipe D memiliki kedalaman kolam sekurangkurangnya minus 2 meter, sehingga kondisi ini menyebabkan kapal-kapal ukuran 10 GT kesulitan untuk masuk atau keluar dari PPI. Alur pelayaran hendaknya memiliki alat bantu navigasi yang berfungsi untuk memberikan peringatan atau tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi (misalnya batu karang di suatu perairan); memberikan petunjuk/bimbingan agar kapal dapat berlayar dengan aman di sepanjang pantai, sungai, dan perairan lainnya; dan memberikan petunjuk dan bimbingan pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar (Lubis, 2005). Alur pelayaran di PPI Muara Batu tidak dilengkapi dengan rambu-rambu atau alat bantu navigasi, namun

54 hal ini tidak menyulitkan nelayan karena nelayan tersebut telah sangat menguasai jalur pelayaran di PPI Muara Batu, meskipun mereka melakukan pelayaran pada malam hari. Gambar 17 Alur pelayaran kapal di wilayah PPI Muara Batu (4) Turap penahan tanah Turap penahan tanah berupa bangunan dinding atau tembok yang berfungsi untuk menahan struktur tanah di sekitar pinggiran sungai dan pantai agar tidak roboh atau terkena abrasi. Turap penahan tanah di PPI Muara Batu berupa kombinasi antara batuan asli dengan blok beton (Gambar 18). Panjang turap penahan tanah di PPI Muara Batu adalah 200 m memanjang dari batas dermaga. Kondisi turap terlihat baik. Gambar 18 Turap penahan tanah di PPI Muara Batu

55 (5) Jalan dalam komplek pelabuhan Jalan dalam komplek PPI Muara Batu dalam kondisi yang baik beraspal (Gambar 19). Hanya saja jalan menuju dan keluar PPI Muara Batu dalam kondisi yang rusak, berbatu, dan berlubang. Hal ini dikarenakan pada saat pembuatan turap penahan tanah, jalan tidak dapat menahan beban dari truk pengangkut batu dan beton. Jalan yang dahulunya bagus beraspal menjadi rusak, berbatu, dan berlubang. Ini menyebabkan aktivitas distribusi dan transportasi menjadi terhambat. Panjang jalan menuju dan keluar PPI kurang lebih 700 meter dengan lebar jalan 4 meter. Di sepanjang pinggiran jalan dipenuhi oleh rumah-rumah nelayan. Gambar 19 Kondisi jalan dalam komplek PPI Muara Batu (6) Lahan pelabuhan PPI Muara Batu mempunyai lahan dengan luas sekitar 2 ha dan berada dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, menjelaskan pelabuhan perikanan tipe D memiliki lahan seluas 2 ha. Di dalam lahan tersebut terdapat Solar Package Dealer Nelayan (SPDN), tempat pelelangan ikan (TPI), gedung perkantoran, tangki air bersih, tempat perbaikan jaring, balai pertemuan nelayan, MCK (mandi cuci kakus), tempat pengolahan ikan, pos jaga, dan work shop.

56 (7) Tempat pelelangan ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan pusat kegiatan jual beli hasil tangkapan. Menurut Widodo dan Suadi (2006), tempat pelelangan ikan merupakan sentral untuk kegiatan pemasaran ikan hasil tangkapan di laut, dengan melakukan pemasaran dalam provinsi, antar provinsi dan tujuan ekspor. Tujuan utamanya diadakan TPI adalah agar nelayan dapat memasarkan hasil tangkapannya dengan harga layak dan dapat menjangkau pasar domestik maupun pasar ekspor. PPI Muara Batu memiliki satu buah gedung TPI (Gambar 20a) dengan luas sekitar 24 x 12 m 2. Gedung TPI di PPI Muara Batu belum difungsikan sebagaimana mestinya, seperti tempat aktivitas pelelangan ikan. Ini terlihat sewaktu-waktu gedung TPI dijadikan tempat parkir motor oleh pengunjung PPI (Gambar 20b). Kondisi lantai PPI yang terkadang kotor disebabkan tidak berfungsinya instalasi air bersih untuk mencuci lantai. Saluran limbah di gedung TPI banyak terdapat sampah menjadikan parit tersumbat. Nelayan biasanya menggunakan air muara sungai untuk mencuci lantai TPI. (a) (b) Gambar 20 (a) Aktivitas di gedung TPI dan sekitarnya, (b) Penyalahgunaan fungsi gedung TPI sebagai tempat parkir (8) Telepon Sarana komunikasi yang dimiliki PPI Muara Batu adalah 1 unit telepon umum, yaitu suatu sistem telekomunikasi untuk meneruskan berita dengan percakapan (Anonymous, 2009), berada di jalan komplek PPI Muara Batu.

57 Sarana komunikasi ini disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat nelayan/umum yang berada di sekitar PPI Muara Batu. Sarana komunikasi ini berfungsi namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat nelayan/umum, dikarenakan masyarakat nelayan telah memiliki alat komunikasi sendiri berupa telepon genggam untuk kegiatan mereka. (9) Instalasi listrik Instalasi listrik di PPI Muara Batu berasal dari PLN setempat dengan kapasitas 1.300 KVA. Listrik digunakan untuk penerangan di gedung TPI dan gedung perkantoran di PPI. Biaya atas pemakaian listrik ditanggung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara. (10) Pabrik es Pabrik es di PPI Muara Batu (Gambar 21) mempunyai luas sekitar 25 x 11 m 2. Pabrik es ini dalam kondisi baik namun tidak difungsikan, karena daya listrik yang tidak mencukupi, sehingga pabrik ini tidak dapat dioperasikan. Gambar 21 Pabrik es PPI Muara Batu (11) Tangki BBM Tangki BBM (bahan bakar minyak) solar atau Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) di PPI Muara Batu berjumlah 1 unit (Gambar 22) digunakan untuk menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan melaut kapal-kapal

58 nelayan. Kapasitas dari tangki SPDN PPI Muara Batu adalah 20.000 liter. Kondisi SPDN ini masih baik, namun tidak difungsikan, dikarenakan pemasok solar tidak dapat masuk ke area PPI diakibatkan jalan yang rusak, berbatu, dan berlubang; dan juga dikarenakan sistem pemakaian nelayan yang merugikan pihak SPDN, yaitu sistem kredit dalam pembelian solar yang dilakukan oleh nelayan tidak lancar dalam pengembaliaannya. Gambar 22 SPDN PPI Muara Batu (12) Tangki air bersih Tangki dan instalasi air merupakan fasilitas yang harus dimiliki oleh pelabuhan perikanan. Tangki air bersih di PPI Muara Batu (Gambar 23) terdapat 1 unit, dengan volume 150 liter. Tangki air bersih ini dalam kondisi baik namun tidak difungsikan dikarenakan saluran air bersih di PPI Muara Batu tidak lancar, sehingga dapat menghambat peran dan aktivitas di pelabuhan perikanan. Fungsi air tawar di pelabuhan perikanan adalah sebagai bahan perbekalan dalam aktivitas operasional penangkapan ikan, pabrik es, air minum dan untuk pembersihan hasil tangkapan serta fasilitas yang tersedia. Permasalahan air bersih ini membuat nelayan yang ingin membersihkan TPI maupun hasil tangkapan menggunakan air muara sungai/kolam pelabuhan.

59 Gambar 23 Tangki air bersih PPI Muara Batu (13) Dock Kapal perikanan memerlukan pemeliharaan untuk mempertahankan kondisi kapal agar tetap dapat melakukan operasi penangkapan ikan. Sarana perbaikan kapal seperti badan kapal oleh nelayan di PPI Muara Batu berupa 1 unit dock yang berukuran 12 x 9 m 2 (Gambar 24). Dock PPI Muara Batu dalam kondisi baik. Dock ini dimanfaatkan perorangan, dengan maksud tidak ada tenaga ahli di dock ini. Jika kapal mengalami kerusakan, pemilik kapal yang memperbaiki sendiri dengan bantuan fasilitas dock. Gambar 24 Dock PPI Muara Batu (14) Tempat perbaikan jaring Komplek PPI Muara Batu begitu luas, sehingga dapat dipakai nelayan untuk memperbaiki jaring. Biasanya para nelayan memperbaiki jaringnya di

60 halaman yang bersebelahan dengan TPI (Gambar 25), namun ada juga nelayan yang memperbaiki jaring di rumah mereka masing-masing. Aktivitas perbaikan jaring biasanya dilakukan pada hari jum at dan pada rentang waktu setelah aktivitas pendaratan dan sebelum berangkat melaut. Gambar 25 Halaman PPI Muara Batu tempat perbaikan jaring (15) Kantor administrasi PPI Muara Batu memiliki fasilitas gedung perkantoran 5 unit, berupa 2 unit yang sudah difungsikan dan 3 unit yang belum difungsikan. Gedung yang sudah difungsikan antara lain kantor POKMAKWAS (kelompok masyarakat pengawas) bersanding dengan kantor Panglima Laot dan kantor pengelola TPI yang berada dalam gedung TPI (Gambar 26); dan balai pertemuan nelayan. Gedung yang belum difungsikan antara lain gedung work shop (Gambar 27), pos jaga, dan kantor pengelola PPI Muara Batu (Gambar 28). Gedung perkantoran ini dalam keadaan baik dan juga permanen. (a) Gambar 26 a dan b Kantor POKMASWAS bersanding dengan kantor Panglima Laot (b)

61 Gambar 27 Gedung work shop PPI Muara Batu Gambar 28 Kantor Pengelola PPI Muara Batu (16) Balai pertemuan nelayan (BPN) Balai pertemuan nelayan (Gambar 29) memiliki luas sekitar 20 x 9 m 2. Kondisi balai ini dalam keadaan yang baik dan permanen. BPN ini dimanfaatkan nelayan untuk pertemuan seperti rapat, pelatihan mengenai perikanan, dan acara adat berkaitan dengan perikanan ('kenduri laot'). Balai pertemuan nelayan ini berkapasitas ± 200 orang. Gambar 29 Balai pertemuan nelayan PPI Muara Batu

62 (17) Pos jaga Pos jaga yang terdapat di PPI Muara Batu memiliki luas 12 x 10 m 2. Pos jaga ini dalam kondisi yang baik dan permanen (Gambar 30), namum tidak difungsikan. Ini dikarenakan masyarakat nelayan berada dalam kondisi lingkungan yang aman dan masih dapat menjaga lingkungannya sendiri. Gambar 30 Pos jaga PPI Muara Batu (18) Tempat penginapan nelayan Tempat penginapan atau perumahan nelayan berada di luar komplek PPI namun masih di kawasan PPI Muara Batu bercampur dengan penduduk yang bukan nelayan (Gambar 31). Tipe perumahan nelayan berupa semi permanen dan permanen. Selain sebagai tempat tinggal, beberapa rumah dipakai sebagai tempat produk hasil perikanan, kios, dan warung makan. Gambar 31 Perkampungan nelayan PPI Muara Batu

63 (19) MCK (Mandi cuci kakus) MCK berfungsi sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus. Luas MCK di PPI Muara Batu 6 x 4 m 2 dan terdiri dari 4 ruangan terletak di dalam komplek PPI (Gambar 32a). MCK dalam kondisi fisik yang baik namun tidak terawat dan tidak difungsikan (Gambar 32b) dikarenakan ketersediaan air yang tidak mencukupi. (a) Gambar 32 (a) MCK di PPI Muara Batu, (b) MCK tidak difungsikan dan kotor (b) (20) Kios Kios bahan perbekalan di PPI Muara Batu menjual berbagai alat untuk persiapan melaut, seperti bahan makanan dan sparepart alat tangkap. Jumlah kios di PPI Muara Batu adalah 15 unit yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat. (21) Tempat peribadatan Tempat peribadatan yang terdapat di PPI Muara Batu berupa masjid (Gambar 33). Masjid sebagai sarana ibadah masyarakat nelayan terletak sekitar 70 m dari komplek PPI Muara Batu. Masjid yang berukuran 45 x 10 m 2 ini dikelola oleh masyarakat lokal. Kondisi fisik masjid ini baik dan difungsikan oleh masyarakat setempat.

64 Gambar 33 Mesjid PPI Muara Batu (22) Saluran air limbah Saluran air limbah berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah cair terutama limbah dari TPI. Saluran air limbah di PPI Muara Batu berbentuk selokan kecil di sekeliling lantai TPI dan berakhir di muara sungai. Saluran air limbah ini mempunyai lebar 0,4 m. Terdapat banyak sampah di saluran limbah air ini sehingga mengakibatkan saluran terhambat dan mengeluarkan bau tidak sedap (Gambar 34). Gambar 34 Drainase TPI 5.2 Aktivitas PPI Muara Batu Menurut Lubis (2005) bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan dikatakan berhasil apabila pelabuhan perikanan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dalam menunjang kegiatan perikanan. Aktivitas-aktivitas operasional kepelabu-

65 hanan perikanan yang ada di PPI Muara Batu terdiri atas pendaratan, pengolahan, pemasaran, dan perbekalan melaut nelayan. Pelaksanaan seluruh kegiatan kepelabuhanan perikanan tersebut memerlukan suatu pengorganisasian agar dapat berjalan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan dengan memperhatikan asas efektif dan efesien. Efektivitas aktivitas merupakan salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan. Keberhasilan suatu pengelolaan pelabuhan antara lain banyak tergantung pada pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan, misalnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dengan pegawainya, pedagang, nelayan, pengolah, dan buruh. 5.2.1 Aktivitas pendaratan ikan Aktivitas pendaratan ikan dimulai dari kapal perikanan memasuki alur pelayaran pelabuhan yang kemudian menambatkan kapalnya pada sisi dermaga. Selanjutnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan kegiatan kepelabuhanan lainnya, seperti pembongkaran, berlabuh, dan mengisi perbekalan untuk penangkapan selanjutnya. Pendaratan kapal dikatakan berjalan dengan lancar apabila kapal yang akan memasuki wilayah pelabuhan tidak mengalami hambatan saat memasuki alur palayaran dan kolam pelabuhan. Pendaratan ikan di PPI Muara Batu berlangsung dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan pukul 16.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB. Adakalanya nelayan melakukan pendaratan di waktu malam. Kapal yang mendarat tersebut memanfaatkan air pasang agar tidak mengalami hambatan akibat pendangkalan pada saat melewati alur pelayaran di kolam pelabuhan. Namun, jika terdapat kapal yang berukuran 10 GT terlambat mendarat di pelabuhan, maka kapal tersebut mendarat di luar kolam PPI. Armada penangkapan ikan PPI Muara Batu umumnya melakukan trip harian, walau demikian proses pendaratan berlangsung lancar, tidak mengalami antrian kapal karena waktu pendaratan bervariasi. Kapal-kapal yang mendarat di PPI Muara Batu merapat di dermaga dengan cara menyamping (badan kapal menempel pada dermaga). Tidak semua kapal merapat pada dermaga di dalam

66 kolam PPI, sebagian kapal merapat di bagian luar kolam PPI dan sebagian lagi di lokasi di belakang perumahan nelayan. Permasalahan yang dihadapi pada proses pendaratan adalah adanya sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Pendangkalan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan hanya berpengaruh pada aktivitas pendaratan kapal berukuran 10 GT. Walau demikian dapat menyebabkan aktivitas pendaratan hasil tangkapan mengalami hambatan. Jika kondisi perairan surut, nelayan kapal 10 GT harus menggunakan jasa perahu motor tempel atau perahu tanpa motor (disebut dengan boat becak ) untuk mengangkut hasil tangkapan ke TPI (Gambar 35 a, b, dan c). Sedimentasi tersebut mengakibatkan kapal berukuran 10 GT hanya bisa melakukan tambat labuh di luar kolam pelabuhan. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan (Anonymous, 2010). Delta (bentukan dari proses pengendapan erosi) yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai di daerah pantai. Menurut Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencemaran Laut, problem erosi yang diakibatkan sedimentasi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat, mengakibatkan beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa menjadi dangkal. Hal ini terjadi juga pada muara Sungai Kuala Manee. (a) (b) Gambar 35 a,b dan c Pendangkalan mengakibatkan kapal ukuran 10GT tidak dapat masuk ke dermaga sehingga harus menggunakan jasa boat becak (c)

67 Salah satu indikasi keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan adalah dari segi ekonomi, sebuah pelabuhan harus dapat menguntungkan bagi pengelola atau pemilik (Lubis, 2005). Terkait dengan biaya tambat labuh, selama ini pihak PPI Muara Batu belum dapat melakukan pungutan biaya tambat labuh sebagai kewajiban bagi kapal perikanan yang masuk ke pelabuhan perikanan. Hal tersebut disebabkan peraturan daerah mengenai pajak hasil perikanan belum selesai dibentuk, sehingga pelaksanaannya sulit diterapkan. Proses pendaratan ikan hasil tangkapan di PPI Muara Batu meliputi proses pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Berikut adalah diagram proses pendaratan kapal di PPI Muara Batu (Gambar 36). Kapal motor Pembongkaran dan penyortiran Boat becak Dermaga TPI Gambar 36 Diagram proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Batu 1) Pembongkaran Pembongkaran merupakan proses pemindahan ikan dari blong atau palkah kapal ke dermaga. Proses pembongkaran diawali dengan armada penangkapan ikan masuk ke area kolam pelabuhan dan bertambat di pelabuhan, kemudian para awak buah kapal (ABK) melakukan pembongkaran dan penyortiran terhadap hasil tangkapan di geladak kapal. Setelah disortir, dilakukan pengangkutan dari kapal ke TPI. Pembongkaran ikan berlangsung dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB dan pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Adakalanya pembongkaran hasil tangkapan dilakukan pada malam hari, tergantung pada saat dilakukan pendaratan. Lamanya waktu pembongkaran masing-masing kapal tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang didaratkan. 2) Penyortiran Penyortiran ikan dilakukan di atas kapal setelah kapal menambatkan tali di dermaga. Proses penyortiran diawali dengan pengeluaran ikan dari palkah atau blong ikan. Setelah ikan diletakkan di dek kapal, dilakukan penyortiran

68 terhadap hasil tangkapan berdasarkan ukuran dan jenis hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah disortir dimasukkan ke dalam box fiber maupun keranjang. Keranjang (Gambar 37a) maupun box fiber (Gambar 37b) yang digunakan nelayan merupakan milik para toke bangku yang memberikan modal melaut kepada nelayan yang bersangkutan. Keranjang dan box fiber yang telah berisikan hasil tangkapan diangkut ke TPI. (a) Gambar 37 Keranjang (a) dan box fiber (b) untuk menampung hasil tangkapan (b) 3) Pengangkutan hasil tangkapan ke TPI Ikan yang telah dibongkar dan disortir di geladak kapal kemudian diangkut ke dermaga menuju TPI yang terletak sekitar 20 meter dari dermaga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan yang dihadapi nelayan pada proses pengangkutan hasil tangkapan ke TPI adalah tingginya jarak antara dek kapal dengan dermaga (Gambar 38 a dan b), yang menjadikan proses pengangkutan hasil tangkapan ke TPI terhambat. Jarak antara dek kapal dengan dermaga sekitar 3 meter, sehingga nelayan harus menggunakan tali untuk menarik box fiber atau keranjang yang menampung hasil tangkapan ke atas dermaga, sehingga penggunaan waktu menjadi tidak efektif. Waktu yang dibutuhkan pada proses pengangkutan dari dermaga ke TPI sekitar 1-2 jam untuk ±700 kg ikan. Pengangkutan dari kapal ke TPI dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia, tidak menggunakan alat bantu seperti dongkrak atau sarana angkut lainnya. Proses pengangkutan ikan ini menggunakan jasa boat becak yang dikoordinir oleh toke bangku /pemilik modal. Biaya yang

69 dikeluarkan untuk menggunakan jasa ini adalah 10% dari penjualan hasil tangkapan. (a) Gambar 38 a dan b Tingginya jarak antara kapal dengan dermaga mempersulit pengangkutan (b) Selama proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke TPI, hasil tangkapan tidak terhindar dari matahari. Namun, dengan jarak dermaga yang dekat dengan TPI, yaitu 20 meter, dan juga dengan kesigapan para nelayan maka hasil tangkapan dapat terhindar dari teriknya sinar matahari langsung sehingga kualitas hasil tangkapan masih dapat terjaga. Menurut Anonymous (1997) vide Sunea (2010), cara penanganan yang baik saat pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga pendaratan dan selanjutnya ke TPI adalah sebagai berikut: 1) Ikan secepat mungkin diangkut ke tempat penimbangan dengan menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul; 2) Selama pengangkutan, agar terhindar dari sinar matahari langsung sebaiknya ikan diangkut melalui tempat yang teduh atau ikan ditutupi; dan 3) Kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut ikan dalam wadah. Selain hal-hal di atas, lama waktu pendaratan juga diperhatikan. Waktu pendaratan yang tepat dan lama waktu pendaratan yang semakin singkat sangatlah dibutuhkan agar kemunduran mutu ikan dapat diminimalisir (Sunea, 2010).

70 Aktivitas pendaratan ikan dapat berjalan dengan baik, jika keberadaa fasilitas dalam kondisi yang baik. Fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang berjalannya aktivitas pendaratan ikan antara lain alur pelayaran, sistem ramburambu navigasi, kolam pelabuhan, dan dermaga. Pendangkalan yang terjadi pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan hendaknya diatasi agar lebih memudahkan aktivitas pendaratan ikan di PPI Muara Batu, dengan demikian kapal yang berukuran 10 GT akan dapat masuk ke PPI. Dermaga hendaknya memiliki fender untuk memudahkan nelayan dalam melindungi kapal mereka dari benturan antara badan kapal dengan dermaga. 5.2.2 Aktivitas pengolahan Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu, sebagian besar dijual dalam kondisi segar dan sebagian lagi diolah terlebih dahulu kemudian dijual dalam bentuk ikan hasil olahan. Pengolahan dimaksudkan untuk memberi nilai tambah terhadap produk dan menjaga mutunya tetap baik dalam jangka waktu yang panjang. Terdapat 2 jenis olahan hasil tangkapan di PPI Muara Batu, yaitu pengolahan ikan asin (pengasinan) dan pembuatan ikan kayu. (1) Pengasinan Pengasinan adalah proses pembuatan ikan asin dengan cara penggaraman (Gambar 39 a dan b) dan pengeringan ikan (Gambar 40 a dan b). Usaha pengolahan ikan asin di PPI Muara Batu masih dalam skala usaha kecil atau skala rumah tangga dengan tenaga kerja sebanyak 5 8 orang. Kapasitas produksi per hari mencapai 10 sampai 30 kg. Biasanya jenis ikan yang diolah adalah ikan teri, ikan selar, dan ikan pepetek. Harga jual ikan asin ini bervariasi, ikan teri yang sudah diolah harganya mencapai Rp 9.000,00/kg, ikan selar olahan seharga Rp 6.000,00/kg, dan ikan pepetek olahan Rp 6.500,00/kg. Ada dua bentuk ikan asin olahan, yaitu ikan asin yang dibelah membujur pada garis tubuhnya dan ikan asin yang utuh (tidak dibelah). Bentuk ikan asin ini berpengaruh terhadap jumlah garam yang dibutuhkan dalam proses pengasinan dan juga berpengaruh terhadap ukuran ikan. Jumlah garam yang dibutuhkan untuk membuat ikan asin utuh dua kali lebih banyak dari pada

71 ikan asin dibelah membujur. Ikan hasil olahan dipasarkan secara lokal ke pasar-pasar tradisional Kabupaten Aceh Utara dan ke luar wilayah Kabupaten Aceh Utara. (a) (b) Gambar 39 Kondisi saat penggaraman ikan teri (a) (b) Gambar 40 a dan b Pengasinan saat penjemuran/pengeringan ikan yang dibelah membujur dan ikan teri (2) Pembuatan ikan kayu Proses pembuatan ikan kayu yaitu dengan cara merebus ikan dalam air bergaram selama jangka waktu tertentu. Ikan kayu yang telah direbus, dibelah menjadi dua bagian kemudian tulang dari ikan dibuang. Penambahan garam dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur ikan agar lebih kompak, memperbaiki citra rasa dan memperpanjang daya tahan simpan. Jenis ikan yang diolah untuk pembuatan ikan kayu adalah ikan tongkol (Gambar 41). Garam yang digunakan adalah garam yang beryodium.

72 Gambar 41 Ikan kayu Aktivitas pengolahan dapat didukung oleh fasilitas intalasi air bersih, yaitu untuk membantu nelayan dalam menjaga mutu dan membersihkan hasil tangkapan sebelum diolah lebih lanjut. Hanya saja intalasi air bersih di PPI belum berfungsi, sehingga nelayan menggunakan air kolam pelabuhan untuk mencuci hasil tangkapannya. Hendaknya pihak pelabuhan segera mengfungsikan instalasi air bersih yang ada di PPI Muara Batu. 5.2.3 Aktivitas pemasaran Awal dari pemasaran ikan yang seharusnya adalah melalui pelelangan ikan di TPI. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan harga yang layak bagi penjual/nelayan maupun bagi pembeli (Lubis, 2005). Namun proses pelelangan ikan ini belum dilakukan di PPI Muara Batu, karena semua hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan sudah ada pemiliknya, yaitu pemilik modal/ toke bangku. Tidak hanya di PPI Muara Batu saja pelelangan ikan tidak berjalan, tapi hampir di seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penangkapan ikan di Indonesia masih tradisional, yang nelayannya minim akan modal (diacu dalam Wiyono, 2006). Diantara pelabuhan perikanan di Indonesia yang tidak menjalankan proses pelelangan adalah PPI Jayanti Kabupaten Cianjur, hasil tangkapan tidak melalui mekanisme pelelangan melainkan langsung diberikan kepada bakul sebagai pemilik modal atau dan dipasarkan ke konsumen (Ahdiat, 2010); PPP Labuhan Lombok, hasil tangkapan yang didaratkan tidak mengalami pelelangan karena telah dimiliki oleh dua perusahaan ikan yang berada di sekitar wilayah tersebut yaitu UD Baura dan

73 UD Versace (Gigentika, 2010); PPI Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, kegiatan pelelangan hasil tangkapan tidak berjalan dikarenakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI sudah ada pemiliknya yaitu yang memberikan modal neyalan untuk melaut (Hafinuddin, 2010); dan PPI Pontap Kota Palopo dan PPI Kota Dumai tidak melakukan mekanisme pelelangan ikan hanya mekanisme penjualan biasa antara nelayan dan pengumpul (Marwan, 2010; Sari, 2010). PPI Muara Batu memiliki 1 unit gedung TPI permanen dengan luas 24 x 12 m 2 (lihat Gambar 20). Secara fisik gedung TPI masih sangat baik, namun tingkat kebersihan TPI masih kurang diperhatikan, diindikasikan dari saluran pembuangan (parit) tersumbat karena sampah (Gambar 42). Sarana air bersih belum terdapat di PPI sehingga nelayan atau petugas kebersihan masih membersihkan lantai TPI memakai air yang berasal dari kolam pelabuhan. Gambar 42 Parit yang tersumbat sampah Kegiatan penjualan ikan di PPI Muara Batu dilakukan dengan cara penjualan biasa. Kegiatan yang ada di TPI pada umumnya hanya penimbangan ikan (Gambar 43). Hal ini terjadi karena pada umumnya ikan yang didaratkan sudah ada pemiliknya, yaitu toke bangku sebagai pemilik modal. Modal yang diberikan oleh toke bangku terdiri dari penyediaan bahan bakar solar dan es. Toke bangku adalah pihak yang cukup vital dalam jalannya perekonomian perikanan karena toke bangku yang menentukan harga dan segmentasi pasar (Abdullah dkk, 2006).

74 Gambar 43 Aktivitas penimbangan ikan di TPI Retribusi terhadap pajak hasil perikanan di PPI Muara Batu tidak berjalan. Hal ini dikarenakan peraturan daerah (perda) Kabupaten Aceh Utara mengenai pajak hasil perikanan belum selesai dibentuk, sehingga tidak ada pemasukan untuk daerah terhadap hasil usaha perikanan. Biaya operasional PPI Muara Batu berasal dari iuran tiap nelayan Rp1.000,00/hari/aktivitas. Penarikan tidak setiap saat dilakukan, tergantung pada ada tidaknya aktivitas pendaratan. Iuran digunakan untuk kebersihan lingkungan PPI. Aktivitas pemasaran di PPI Muara Batu antara lain pemasaran lokal, antar kabupaten, dan antar provinsi. Aktivitas pemasaran lokal meliputi pemasaran hasil tangkapan dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara dan sekitarnya. Pemasaran antar kabupaten meliputi pemasaran di luar Kabupaten Aceh Utara namun masih dalam wilayah Provinsi Aceh. Pemasaran antar provinsi yang tujuan pemasaran di luar Provinsi Aceh, seperti Medan. Pemasaran hasil tangkapan di PPI Muara Batu meliputi pemasaran hasil tangkapan segar dan olahan. Pemasaran hasil tangkapan segar (dapat dilihat pada Tabel 18) untuk daerah lokal (Muara Batu dan sekitarnya), dilakukan oleh pedagang atau bakul dengan menggunakan sepeda, sepeda motor, dan becak. Pemasaran lokal meliputi daerah-daerah pelosok Kabupaten Aceh Utara, sehingga pedagang lebih memilih sepeda motor untuk menjual hasil tangkapan yang sebelumnya dibeli di PPI Muara Batu pada toke penampung. Pemasaran hasil tangkapan segar untuk skala antar kabupaten dan antar provinsi, pengusaha atau toke penampung menggunakan L300 (pick up). Sebelum proses pemasaran

75 dilakukan, pengusaha melakukan pengepakan dan pengangkutan hasil tangkapan dengan menggunakan box fiber. Box fiber berkapasitas 150 kg. Pemberian es curah di dalam box fiber berguna untuk menjaga hasil tangkapan agar tetap segar sampai di daerah tujuan. Hasil tangkapan olahan di PPI Muara Batu didominasi oleh ikan asin. Hasil tangkapan olahan ini dipasarkan secara lokal dan antar kabupaten, seperti Lhokseumawe, setelah sebelumnya dilakukan pengepakan (Gambar 44). Gambar 44 Aktivitas pengepakan hasil tangkapan olahan Tabel 18 Biaya dan alat transportasi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu menurut daerah distribusinya, 2010 Daerah tujuan pemasaran Jarak yang ditempuh Biaya distribusi (Rp/kg ikan) Alat transportasi Langsa 250 km atau 3 jam 1.300.000,00/1.950 kg L300 Lhokseumawe 30 km atau 45 menit 100.000,00/150 kg Becak Sigli 120 km atau 2 jam 500.000,00/750 kg L300 Takengon 240 km atau 4 jam 1.300.000,00/1.950 kg L300 Banda Aceh 400 km atau 6 jam 1.300.000,00/1.950 kg L300 Medan 550 km atau 6 jam 1.000.000,00/1.500 kg L300 Harga jual yang tinggi pada pemasaran dapat diperoleh dari adanya penanganan yang baik terhadap hasil tangkapan. Penanganan yang baik juga bertujuan agar hasil tangkapan tetap dalam keadaan segar sampai ke tangan konsumen. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan mengkondisikan hasil tangkapan dalam suhu rendah sampai di bawah 0º C. Proses pembusukan hasil tangkapan akan terhambat pada suhu kurang dari 0º C karena kegiatan bakteri pembusuk berhenti. Penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan

76 cara pemberian es. Menurut Moeljanto (1992) vide Annajah (2010) bahwa cara penanganan hasil tangkapan dengan menggunakan es merupakan cara termurah dan termudah. Penanganan juga harus diperhatikan pada saat pengangkutan hasil tangkapan ke daerah pemasaran. Penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Batu dilakukan dengan cara pemberian es. Penanganan dilakukan oleh nelayan sejak hasil tangkapan masih berada di atas kapal. Hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam palkah atau blong yang kemudian diberi es. Hasil tangkapan yang telah didaratkanpun mendapatkan penanganan kembali dengan cara pemberian es (Gambar 45 a dan b). Es yang digunakan adalah es yang sudah dihancurkan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Moeljanto (1992) vide Annajah (2010), bahwa pemberian es yang sudah dihancurkan dalam penanganan hasil tangkapan adalah agar tidak melukai hasil tangkapan. (a) (b) Gambar 45 a dan b Pemberian es pada hasil tangkapan segar dalam box fiber Pemasaran di PPI Muara Batu melibatkan beberapa pelaku perikanan antara lain, nelayan, pemilik modal, penampung, pengecer, dan pengolah. Berikut adalah alur pemasaran di PPI Muara Batu (Gambar 46). Panglima Laot memiliki peranan dalam hal pemasaran di PPI Muara Batu dan apapun yang berhubungan antara usaha penangkapan dengan masyarakat pesisir yang masih dalam kawasan Panglima Laot (Abdullah dkk, 2006).

77 'Toke Boat'/pemilik kapal dan Nelayan 'Toke Bangku'/pemilik modal 'Toke Penampung' Konsumen luar Kab. Aceh Utara Pengolah Muge/pengecer Gambar 46 Alur pemasaran di PPI Muara Batu Aktivitas pemasaran dapat berjalan baik bila didukung oleh beberapa fasilitas seperti jalan dalam komplek pelabuhan, telepon, TPI, pabrik es, tangki air bersih, kantor administrasi, instalasi listrik, tempat parkir yang baik dan juga sistem pengangkutan yang baik. Jalan dalam komplek pelabuhan berpengaruh dalam proses distribusi. Jalan yang layak akan memudahkan proses distribusi. Dengan demikian, pihak PPI hendaknya mengatasi permasalahan jalan yang rusak dan berlubang untuk memperlancar proses distribusi. Pemasaran yang baik memiliki harga jual yang tinggi, harga jual yang tinggi dapat diperoleh dari adanya penanganan yang baik terhadap hasil tangkapan (Setiawan, 2006). Biasanya penanganan hasil tangkapan menggunakan es, karenannya dibutuhkan kapasitas es yang banyak untuk menangani hasil tangkapan yang banyak pula di PPI Muara Batu. Namun pabrik es di PPI Muara Batu tidak berfungsi diakibatkan daya listrik yang tidak mencukupi. Hendaknya pemerintah menanggulangi masalah tersebut, agar dapat membantu nelayan dalam penanganan hasil tangkapan. 5.2.4 Aktivitas perbekalan melaut Penyaluran perbekalan melaut kapal penangkapan ikan merupakan salah satu bentuk jasa yang diberikan pihak pelabuhan perikanan. Penyediaan perbekalan sebagian besar disediakan toke bangku yang juga sebagai pemodal. Penyediaan perbekalan atau pemberian modal melaut kepada nelayan dilakukan setelah melalui tahapan persetujuan kedua belah pihak antara nelayan dan toke

78 bangku, dimana nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada toke bangku. Awal dari kegiatan melaut adalah adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian kapal untuk melaut (Abdullah dkk, 2006). Aktivitas pelayanan perbekalan melaut meliputi pelayanan kebutuhan es, kebutuhan air bersih dan kebutuhan solar. 1) Penyediaan es PPI Muara Batu memilliki pabrik es dengan luas 25 x 11 m 2 dan dalam kondisi fisik yang baik. Pabrik es dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara. Pabrik es tersebut belum berfungsi, dikarenakan daya listrik yang tidak mencukupi. Nelayan PPI Muara Batu menggunakan es yang berasal dari kios-kios yang berada di PPI untuk tetap menjaga hasil tangkapannya agar tetap segar. Adapun pasokan es ke PPI berasal dari pabrik es di luar daerah (Gambar 47), yaitu Krueng Geukeuh, namun tetap belum mencukupi kebutuhan jika tidak diimbangi dengan es yang berada di kios-kios sekitar PPI (Gambar 48). Permasalahan yang dihadapi adalah harga es di kios-kios lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari pabrik es, yaitu harga1 kantong plastik es ukuran 1 kg adalah Rp 800,00 sedangkan harga 1 balok es ukuran 25 kg dihargai Rp 12.000,00. Pasokan es dari pabrik es di luar daerah PPI belum mencukupi untuk keseharian nelayan. Gambar 47 Es yang berasal dari pabrik es Krueng Geukeuh

79 Gambar 48 Es yang berasal dari kios-kios Pihak Dinas Kabupaten Aceh Utara diharapkan dapat mengaktifkan pabrik es yang berada di PPI Muara Batu untuk memberikan kemudahan kepada nelayan dalam memenuhi kebutuhan es dengan harga yang relatif lebih murah. 2) Penyediaan dan pemanfaatan air bersih Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan air bersih di komplek PPI Muara Batu tidak memadai, sehingga untuk membersihkan hasil tangkapan dan lantai TPI menggunakan air kolam pelabuhan (Gambar 49). Hal ini tentunya jauh dari kondisi hieginis yang tentunya akan berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan pasca pendaratan dan pembongkaran ikan. Air bersih di pelabuhan perikanan (PP) digunakan untuk air minum dan memasak bahan makanan, mencuci, kebutuhan bahan baku pabrik es, dan kebutuhan bahan tambahan bagi industri pengolahan (Pane, 2005). Gambar 49 Pembersihan hasil tangkapan menggunakan air kolam pelabuhan

80 3) Penyediaan kebutuhan solar PPI Muara Batu memiliki Solar Package Dealer Nelayan (SPDN) yang terletak di pinggir dermaga. SPDN ini memiliki kapasitas 20.000 liter. Jika SPDN ini berfungsi dengan baik, maka kemungkinan nelayan akan sangat dimudahkan dalam persiapan melaut terutama persiapan bahan bakar solar. Saat ini, nelayan memenuhi kebutuhan bahan bakarnya dari kios-kios eceran. Harga solar di SPBU (Stasiun Pemberhentian Bahan Bakar Umum) adalah Rp 4.800,00. Nelayan menggunakan drum atau jirigen sebagai alat untuk membeli solar di kios eceran, dengan harga Rp 5.000,00/liter. Dalam sekali trip, nelayan membutuhkan solar dalam jumlah banyak yaitu 80-100 liter/trip. Pedagang eceran membeli bahan bakar solar dengan menggunakan jerigen di SPBU yang berjarak 4 km dari PPI Muara Batu, namun terdapat kebijakan dari pihak SPBU yang tidak mengizinkan pembeli membeli BBM dalam jerigen. Hal ini dikarenakan kekhawatiran akan terjadinya penimbunan BBM. Kondisi seperti ini menyulitkan pedagang eceran bahan bakar dan akan berdampak pada nelayan. Dapat dilihat bahwa fasilitas-fasilitas di PPI Muara Batu, terutama pada fasilitas fungsional hampir seluruhnya tidak dimanfaatkan. Padahal fasilitas tersebut sangat dibutuhkan dalam kelancaran aktivitas penangkapan di PPI Muara Batu, seperti TPI, pabrik es, tangki BBM, tangki air bersih, dan kantor administrasi. Hal ini mengindikasikan tidak berjalannya pengelolaan dengan baik terhadap fasilititas-fasilitas tersebut. Jika dikaitkan dengan keberadaan dan kondisi fasilitas yang ada, fungsi-fungsi kepelabuhanan PPI Muara Batu belum berjalan lancar dan baik. Keberadaan dan kondisi fasilitas di pelabuhan perikanan sangat perlu diperhatikan karena peran pelabuhan perikanan di suatu daerah yaitu sebagai media dalam memfasilitasi aktivitas perikanan tangkap di daerah tersebut. Berdasarkan analisis aktivitas pelabuhan di atas, terlihat bahwa aktivitas kepelabuhanan di PPI Muara Batu masih kurang dalam pengoptimalannya, antara lain aktivitas proses pendaratan ikan terhambat dikarenakan pendangkalan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan; aktivitas pelelangan tidak berjalan sehingga tidak ada retribusi untuk pendapatan daerah; dan aktivitas perbekalan melaut seperti kebutuhan air bersih yang tidak difasilitasi membuat nelayan membersihkan hasil

81 tangkapan dan lantai TPI dengan memanfaatkan air kolam, kebutuhan akan es yang tidak tercukupi membuat nelayan harus membelinya dengan harga yang sedikit lebih mahal di kios-kios sekitar, kebutuhan akan BBM (solar) yang tidak difasilitasi mempersulit nelayan dalam melakukan kegiatan melaut.