BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan permasalahan yang juga beragam. Untuk itu dibutuhkan sebuah hukum yang dapat mengatur penduduk Indonesia agar dapat hidup dengan aman dan nyaman. Namun dalam kenyataanya, hukum yang telah dibuat tidak terlaksana dengan lancar. Kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum, baik pelanggaran ringan maupun pelanggaran berat, seperti menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Profesi seorang dokter yang berkerja dan mengabdi untuk masyarakat, haruslah mampu untuk menghadapi pasien dengan kondisi apapun dan dengan masalah yang beragam. Dokter juga harus mampu untuk berhadapan dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan hukum, seperti tindak pidana, kasus pembunuhan, kasus tenggelam, dan lain sebagainya. Selain itu dokter juga bekerja untuk melakukan pengusutan dan penyidikan, 1
2 serta penyelesaian masalah hukum hingga akhirnya pemutusan perkara di pengadilan sebagai ahli. Hal ini dilakukan untuk membantu menjelaskan jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan dalam rangkaian peristiwa tersebut. Peranan dokter untuk membantu penyidik ini sangat diperlukan dengan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam kazanah Ilmu Kedokteran Forensik. Forensik berasal dari bahasa Yunani Forensis yang memiliki arti debat atau perdebatan. Ilmu Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang memberikan bantuan kepada penyidik untuk mendapatkan salah satu bukti baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata (Budiyanto dkk, 1997). Dalam perkembangan lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakan hukum dan keadilan di lingkup pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik bagi pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi (Budiyanto dkk, 1997). Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah. Dengan demikian, di dalam
3 penyelesaian perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia Ilmu Kedokteran Forensik mutlak diperlukan (Idries, 2009). Hal ini dapat dilihat pada pasal-pasal yang tercantum di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana terdapat dalam bentuk: Keterangan ahli, pendapat orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP Pasal 187 butir c). Dalam proses peradilan, kadang-kadang diperlukan pembuktian atau kesaksian yang harus dilakukan oleh seorang ahli medis untuk membantu hakim dalam menentukan suatu perkara. Untuk itu, sebagai seroang dokter yang menjalankan fungsinya diminta untuk membantu dalam pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh undang-undang untuk melakukan dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya. Penyidik membutuhkan bantuan ahli, yaitu dokter maupun ahli forensik untuk mengungkap kasus dan perkara agar menjadi lebih terang, maka pada kondisi demikian,
4 penyidik berwenang untuk meminta keterangan ahli, sesuai pasal 133 KUHAP ayat (1): Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya. Pasal tersebut menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Semua dokter yang mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli (Budiarto,1982). Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP). Pengertian Keterangan Ahli adalah sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP: Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Surat keterangan ahli yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang ini disebut visum et repertum (VER). Pemeriksaan medik yang dilakukan
5 terhadap manusia, baik hidup atau mati, maupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, dilakukan berdasarkan keilmuan dokter di bawah sumpah, dan untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum sesuai dengan pasal 184 KUHAP ayat (1) yang menyebutkan bahwa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, merupakan alat bukti yang sah. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik, juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik. Sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati, permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis. Permintaan visum et repertum ini ditulis dalam Surat Permintaan Visum et Repertum (SPV), yang terdiri dari kop surat, pihak yang meminta visum, pihak yang dituju, identitas korban, dugaan penyebab kematian, permintaan apakah pemeriksaan luar dan atau pemeriksaan dalam, jabatan peminta visum, dan tanda tangan yang bersangkutan. Pada pemeriksaan dan penulisan visum et repertum jenazah, jenazah harus diberi label yang memuat identitas jenazah, dilak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh
6 lainnya. Sesuai dalam pasal 133 KUHAP ayat (3) yang berbunyi: Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh peghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Dari rincian di atas, dapat kita simpulkan bahwa penulisan visum et repertum pada jenazah sangatlah penting terutama masalah pelabelan jenazah. Namun, kenyataannya masih banyak jenazah yang data visum et repertumnya tidak lengkap dapat dilihat dari isi identitas pada label jenazah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui berapa proporsi jenazah yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2013. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2013?
7 I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: I. 3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2013. I. 3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui proporsi jenazah yang berlabel dan jenazah yang tidak berlabel. 2. Mengetahui proporsi kelengkapan isi (identitas jenazah) pada label jenazah. 3. Mengetahui jenis kasus dan jenis pemeriksaan pada jenazah. 4. Mengetahui proporsi wilayah asal penyidik yang mengirim jenazah berlabel dan tidak berlabel. I.4 Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini dilakukan oleh Wahyu Jati Paramita Dewi (2012) berjudul Proporsi Perlabelan Barang Bukti Jenazah yang Diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito Tahun 2012. Namun, terdapat perbedaan dengan penelitian ini karena
8 pada penelitian ini data yang digunakan adalah data visum et repertum tahun 2013 sehingga hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan untuk memperbaharui data yang sudah ada di tahun sebelumnya dan mengetahui kondisi terbaru tentang jenazah yang berlabel atau tidak berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik di RSUP Dr. Sardjito tahun 2013, serta memberi gambaran tentang proporsi wilayah penyidik yang mengirim jenazah dalam kondisi berlabel atau tidak berlabel. I.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik terutama dalam penanganan label pada jenazah. 2. Memberikan gambaran mengenai proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2013, yang dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya dalam peningkatan pelayanan oleh pihak rumah sakit maupun pihak penyidik
9 kepolisian berkaitan dengan penangan label pada jenazah. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai kelengkapan administrasi penanganan label jenazah. 4. Menambah pengetahuan peneliti mengenai pentingnya pelabelan pada jenazah yang berkaitan dengan penangan jenazah di rumah sakit. 5. Sebagai bahan masukan untuk semua pihak yang terkait dalam hal kebijakan penanganan jenazah forensik.