I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

dokumen-dokumen yang mirip
GENETIKA POPULASI Collocalia fuciphaga DI RIAU MENGGUNAKAN MIKROSATELIT

GENETIKA POPULASI Collocalia fuchiphaga DI RIAU MENGGUNAKAN MIKROSATELIT

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA. runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Burung walet sarang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS) SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

Identifikasi Habitat dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)... Turaina Ayuti

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET SECARA LESTARI. Ani Mardiastuti ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBANTUAN PhET INTERACTIVE SIMULATION : Topik Seleksi Alam

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

Unnes Journal of Life Science

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

I. PENDAHULUAN. rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang dan sampai. menggunakan langit-langitnya untuk membangun sarang dan berkembang biak.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

The Origin of Madura Cattle

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modul 1. Konsep Teori Evolusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menurut Campbell (2003) mengemukakan ada beberapa konsep spesies antara lain:

I. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan OPT di Agroekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami

PENGARUH LAJU PENUMPUKAN DAN KELEMBABAN FESES BURUNG WALET (Aerodramus fuciphagus) PADA PERUBAHAN WARNA SARANG WALET

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap ketinggian permukaan bumi, dari dataran rendah sampai pegunungan. Burung walet sarang putih merupakan burung berkelompok yang menempati daerah berlimpah akan pakan mereka (serangga kecil), seperti hutan yang padat, lahan pertanian terbuka, pegunungan tandus bahkan bangunan yang sengaja dijadikan sebagai tempat tinggal walet. Beberapa penelitian mengindikasikan penurunan jumlah populasi burung walet sarang putih di habitat alaminya, seperti Kepulauan Andaman dan Nikobar di India serta Sabah dan Serawak di Malaysia (Lau & Melville, 1994; Chantler & Driessens, 2000; Sankaran, 2001). Walaupun demikian, jumlah total populasi burung walet sarang putih mengalami peningkatan akibat kolonisasi pada rumah buatan manusia (rumah walet) (Sankaran, 2001). Perkembangan jumlah rumah walet dari tahun ke tahun semakin meningkat, di Pulau Jawa diperkirakan telah mencapai 6500 rumah. Perkembangan jumlah rumah walet tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan dan teknologi budidaya rumah walet (Mardiastuti, 2011). Sankaran (2001) memperkirakan ada sekitar 5,5 juta pasang burung walet sarang putih yang siap kawin di Indonesia, sedangkan Mardiastuti (2011) memperkirakan ada sekitar 8 juta burung walet sarang putih di Indonesia. 1

2 Data usaha rumah walet di Riau masih belum lengkap dan valid. Menurut Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan, Dispenda Kota Pekanbaru, Defris Hadmaja, usaha rumah walet di Kota Pekanbaru hanya 59 rumah. Kenyataannya masih banyak pengusaha walet yang tidak mendaftarkan rumah waletnya terkait dengan pembayaran pajak, meskipun Perda No. 10 Tahun 2011 tentang pajak burung walet sudah diterapkan. (Anonim, 2014). Salah satu data yang bisa dijadikan patokan perkembangan usaha rumah walet di Riau adalah Pajak Daerah APBD Kab/Kota Provinsi Riau. Rata rata Komposisi Pajak Daerah APBD Kab/Kota Provinsi Riau dalam hal pajak sarang burung walet tahun 2008 2010 adalah 0,83 % dari keseluruhan pajak yang diterima, sedangkan pada tahun 2011 terjadi kenaikan hingga 1,26 % (Dirjen Perimbangan Keuangan, 2012). Berdasarkan hasil observasi peneliti, salah satu daerah yang masih mengalami perkembangan jumlah rumah walet di Riau adalah kota Airmolek dan Belilas. Banyaknya rumah walet di Riau menyebabkan meningkatnya jumlah populasi burung walet sarang putih. Peningkatan jumlah populasi burung walet sarang putih menyebabkan semakin tinggi keragaman genetik dari burung walet sarang putih di Riau. Jarak kota Airmolek dan Belilas yang tidak terlalu jauh menyebabkan adanya aliran genetik (gene flow) pada populasi burung walet sarang putih di Riau. Aowphool dkk. (2008) berpendapat bahwa migrasi burung walet sarang putih dari gua ke rumah walet serta peningkatan jumlah populasi secara cepat akan memengaruhi variasi genetik dan memiliki konsekuensi konservatif dari

3 usaha budidaya walet. Jumlah populasi yang besar memungkinkan terbentuknya subpopulasi, founder effect, dan meningkatkan kompetisi, baik kompetisi dalam subpopulasi maupun antara subpopulasi dengan populasi awal. Dampak dari subpopulasi yang kecil pada keadaan terisolasi dikhawatirkan menyebabkan inbreeding (perkawinan sedarah) yang menjadikan populasi lebih rentan terhadap kepunahan karena kehilangan keragaman genetik. Melalui analisis genetika populasi burung walet sarang putih dapat diketahui dampak dari ledakan jumlah populasi serta migrasi burung walet sarang putih dan kolonisasi burung walet sarang putih pada rumah walet di kota Airmolek dan Belilas, Riau. Analisis genetika populasi burung walet sarang putih memberikan informasi mengenai variasi genetik dan struktur populasi burung walet sarang putih di Riau. Aowphool dkk. (2008) dalam penelitiannya Genetic Homogeneity Among Colonies of the White-Nest Swiftlet in Thailand, menemukan koloni-koloni burung walet sarang putih yang berada di Thailand masih dalam satu populasi. Kemungkinan adanya panmixia (perkawinan secara acak) antara populasi yang tinggal pada habitat alami dan pada habitat buatan manusia (rumah walet) tetap tinggi. Aowphool dkk. (2008) dalam penelitiannya menggunakan mikrosatelit sebagai marka genetik. DNA mikrosatelit merupakan pilihan yang tepat untuk memberi informasi genetik sehingga dapat dilakukan analisis struktur populasi. DNA mikrosatelit sendiri merupakan daerah yang memiliki polimorfisme yang sangat tinggi. Variasi dan struktur populasi suatu spesies dapat diketahui dengan

4 mengamplifikasi dan melakukan screening mikrosatelit untuk mengetahui apakah terjadi mikro evolusi yang mengarah ke spesiasi. B. Keaslian Penelitian Penelitian burung walet sarang putih di Indonesia sudah pernah dilakukan, namun kajian tentang genetik dan molekuler belum pernah dilakukan. Penelitian Chasanatun (1998) yang berjudul Studi Habitat Walet dan Keterkaitan Antara Populasi dengan Produksi Sarang di Daerah Panggang dan Rongkop Kabupaten Gunungkidul, DIY. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengetahui habitat yang disukai oleh burung walet sarang putih, serta mengetahui populasi dan keterkaitannya dengan tingkat produksi sarang yang dihasilkan. Data diambil dari Gua Kesirat, Gua Nguluran dan Gua Ngongap. Analisis habitat dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif dan untuk keterkaitan populasi dengan produksi sarang menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian tersebut menunjukkan burung walet sarang putih menyukai tempat tinggal yang memiliki iklim mikro stabil (suhu antara 27 0 C 29 0 C dan kelembaban antara 75% - 95%). Hasil dari analisis regresi menunjukkan bahwa populasi dan produksi sarang memiliki hubungan positif dengan tingkat kekuatan hubungan sebesar 0,9595041 dan besarnya pengaruh populasi terhadap produksi sarang sebesar 92,06%. Mardiastuti dkk (1998) melakukan penelitian mengenai teknik pengusahaan rumah walet sarang putih, pemanenan sarang dan penanganan pasca panen. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan aspek biologi walet sebagai dasar untuk melakukan pengusahaan walet dari sisi ilmiah. Aspek

5 pemanenan sarang dan penanganan paska panen juga ditinjau sebagai kelengkapan proses dalam menghasilkan komoditi sarang burung walet untuk kepentingan ekspor. Penelitian secara umum menggunakan empat pendekatan metoda, yaitu penelusuran pustaka, observasi lapangan, eksperimen dan analisis laboratorium. Hasil dari penelitian ini berupa teknis pengupayaan rumah walet (suhu, kelembapan, ventilasi udara, dan teknis melakukan tumpang telur), teknik pemanenan sarang yang lestari dan penanganan paska panen untuk di ekspor. Penelitian yang berkaitan dengan burung walet sarang putih tidak hanya dilakukan di Indonesia saja. Beberapa penelitan mengenai burung walet sarang putih juga dilakukan di Thailand, India dan Malaysia. Sankaran (2001) dalam penelitiannya The Status and Conservation of The Edible-nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) in Andaman and Nicobar Islands, meneliti akibat dari pemanenan sarang burung walet sarang putih di Kepulauan Andaman dan Nikobar. Sebanyak 385 gua di Kepulauan Andaman dan Nikobar disurvei, 137 dari 385 gua tidak didapatkan data populasi burung walet sarang putih dikarenakan akses masuk yang sulit dan berbahaya. Metode yang dilakukan untuk memperkirakan jumlah populasi adalah menghitung jumlah sarang burung pada gua yang disurvei dikarenakan menghitung jumlah burung yang sedang terbang pada saat kembali pada malam hari sangat susah untuk dilakukan. Sankaran menemukan terjadinya penurunan jumlah populasi burung walet sarang putih pada habitat alaminya di Kepulauan Andaman dan Nikobar mencapai lebih dari 80%.

6 Thomassen (2006) meneliti filogenetik dan evolusi dari echolocation yang dilakukan oleh walet. Penelitian filogenetik berdasarkan DNA cytochrome-b dan ND-5 pada DNA mitokondria untuk mengetahui kekerabatan antara spesies yang berbeda dari famili Apodidae. Thesis ini menggunakan tujuh sampel dari Indo-Australian dan dua sampel dari Eurasia. Penelitian echolocation dilakukan menggunakan Sony WM-D3 profesional tape recorder dan microphone Sony ECM-261 untuk merekam suara echolocation dan suara koloni dari beberapa populasi genus Aerodramus dan Collocalia. Hasil penelitian Thomassen berupa pohon filogeni dari genus Aerodramus dan Collocalia, serta evolusi echolocation yang terjadi pada tiap spesies dari genus Aerodramus dan Collocalia. Aowphool dkk. (2008) dalam penelitiannya mengenai kemiripan genetik antarkoloni burung walet sarang putih di Thailand, menjadi referensi utama dalam penelitian ini. Penelitian ini berusaha mendapatkan pola dari diferensiasi antarkoloni burung walet sarang putih secara genetik menggunakan dua DNA mitokondria (Cyt-b dan ND-2) dan delapan lokus mikrosatelit pada koloni burung walet sarang putih di rumah walet di Thailand. Hasilnya, Aowphool dkk. (2008) menemukan bahwa burung walet sarang putih di Thailand masih dalam satu populasi. Penelitian ini akan menggunakan burung walet sarang putih yang berasal dari kota Airmolek dan Belilas, mewakili sampel untuk provinsi Riau. Primer yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Aowphool dkk.

7 (2008). Tiga dari delapan lokus mikrosatelit digunakan dalam penelitian ini, yaitu Aef 27, Aef 104 dan Aef 133. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana keragaman genetik populasi burung walet sarang putih di Riau? 2. Bagaimana struktur genetik populasi burung walet sarang putih di Riau? D. Tujuan Penelitian 1. Menemukan nilai keragaman genetik populasi burung walet sarang putih di Riau. 2. Mengetahui struktur genetik populasi burung walet sarang putih di Riau. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberi gambaran keragaman genetik dan struktur populasi dari burung walet sarang putih di Riau dan sebagai uji pendahuluan untuk memberikan informasi teknis mengenai protokol yang dapat digunakan untuk penelitian lanjutan serta dapat dijadikan referensi atau acuan bagi peneliti lain jika melakukan penelitian serupa. F. Hipotesis 1. Populasi burung walet sarang putih di Riau memiliki nilai keragaman genetik yang tinggi (H > 0,5). 2. Populasi burung walet sarang putih di Airmolek dan Belilas belum terpisah menjadi dua subpopulasi.