STUDI ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) TRANSJAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) DI KOTA PANGKALPINANG

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

PENDAHULUAN. Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu

BAB IV ANALISIS DATA

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang

Kertas Kerja Audit Auditee : BLU Transjakarta

NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

LANDASAN TEORI. beroda karet yang fleksibel dan mengkombinasikan elemen-elemen halte,

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM Spesifikasi Perangkat Keras dan Piranti Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KELAYAKAN TARIF BATIK SOLO TRANS (BST) DITINJAU DARI ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menghitung

STUDI TARIF ANGKUTAN BUS KOBUTRI JURUSAN KPAD ANTAPANI BERDASARKAN KEMAMPUAN MEMBAYAR, KEINGINAN MEMBAYAR DAN BIAYA OPERASI KENDARAAN

KAJIAN KINERJA PELAYANAN DAN TARIF KERETA API EKSEKUTIF JURUSAN MALANG JAKARTA (Studi Kasus Kereta Api Eksekutif Bima)

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dua dekade terakhir, terutama dalam bidang kenyamanan dan keamanan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

Tujuan Penelitian. Menghitung berapa kemauan membayar masyarakat. (Ability to pay) terhadap tarif jasa angkutan umum pada

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS

ANALISIS ANTRIAN PADA PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DI SHELTER SEMANGGI JAKARTA SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Halte Bus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota,

BAB V. SIMPULAN dan SARAN. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa simpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut adalah data kedatangan yang didapat dari pihak manajemen (Tabel yang lebih

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI TARIF BUS DAMRI EKONOMI DENGAN ANALISA ABILITY TO PAY DAN WILLINGNESS TO PAY DI KOTA SURABAYA

EVALUASI TARIF ANGKUTAN PEDESAAN DI KABUPATEN KLUNGKUNG TUGAS AKHIR

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu angkutan/kendaraan pribadi dan angkutan umum atau publik.

PERSEPSI PENUMPANG TERHADAP PENGOPERASIAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM ANGKUTAN UMUM DI KOTA MAKASSAR

WILLINGNESS TO PAY PENGGUNA ANGKUTAN UMUM UNTUK PELAYANAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR I DI KOTA SURAKARTA: APLIKASI METODE CONTINGENT VALUATION

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM DAN ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNES TO PAY (WTP) DI DKI JAKARTA 1

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

EVALUASI TARIF KERETA API KOMUTER LAWANG-MALANG-KEPANJEN

ARAHAN PENINGKATAN PELAYANAN BUS TRANSJAKARTA BERDASARKAN PREFERENSI PENGGUNA (KORIDOR I BLOK M-KOTA) HASRINA PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. Antrian adalah suatu bentuk barisan yang dilakukan oleh orang-orang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

Mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret 2), 3)

Tarif dan Subsidi Angkutan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

EVALUASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL OPERASIONAL TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DAN KORIDOR 12

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI POTENSI JUMLAH PENUMPANG BUS PEMADU MODA RUTE MALANG BANDAR UDARA JUANDA PP ABSTRAK

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jasa transportasi merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELAYANAN DAN TARIF KERETA API PERKOTAAN DI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

STUDI PERSEPSI PENGGUNA TRANSJAKARTA PADA KORIDOR II (PULOGADUNG-HARMONI)

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

KAJIAN ABILITY TO PAY, WILLINGNESS TO PAY DAN WILLINGNESS TO USE, CALON PENUMPANG KERETA API COMMUTER MALANG RAYA

KAJIAN TARIF KERETA API PENATARAN JURUSAN BLITAR-SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. umum. Angkutan umum adalah layanan jasa angkutan yang memiliki trayek,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMASI JUMLAH ARMADA ANGKUTAN UMUM DENGAN METODA PERTUKARAN TRAYEK: STUDI KASUS DI WILAYAH DKI-JAKARTA 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota Medan, disamping sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, telah

MIKROKONTROLER AT89S51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mengevaluasi travel time dan headway, tidak akan terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN TARIF ANGKUTAN UMUM PADA RUAS JALAN SORONG TEMINABUAN PROPINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

Aplikasi Teori Graf dalam Optimasi Pembangunan Trayek Transjakarta

KAJIAN KINERJA OPERASIONAL BUS ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP) KELAS EKSEKUTIF TRAYEK MALANG-JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bus Way adalah sistem angkutan umum masal cepat dengan menggunakan

Studi Perencanaan Rute LRT (Light Rail Transit) Sebagai Moda Pengumpan (Feeder) MRT Jakarta

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

EVALUASI KINERJA DAN TARIF BUS TRAYEK YOGYAKARTA-SURABAYA BERDASARKAN BOK, ATP DAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi

BAB V KESIMPULAN Karakteristik Pengguna Dari Segi Sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta sering dijadikan pilihan bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS TARIF ANGKUTAN PEDESAAN BERDASARKAN BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) (Studi Kasus Kabupaten Gayo Lues Nanggroe Aceh Darussalam)

Saat ini sudah beroperasi 12 koridor

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan masyarakat dapat melakukan segalanya secara cepat. Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

PENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena

Transkripsi:

STUDI ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) TRANSJAKARTA Anastasia Yulianti 1, Setia Kurnia Putri 2 dan Erika Hapsari 3 1 Asisten Penelitian Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Unika Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1Semarang Email : anna_fourth@yahoo.com 2 Asisten Penelitian Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Unika Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1Semarang Email : niaunitrans@yahoo.com 3 Asisten Penelitian Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Unika Soegijapranata, Jl. Pawiyatan Luhur IV/1Semarang Email : erika.unitrans@yahoo.com 1. Abstraksi Transjakarta atau sering disebut Busway merupakan salah satu sistem transportasi yang diusahakan untuk mengurangi kemacetan di Kota Jakarta. Transjakarta saat ini melayani 8 koridor Tarif yang berlaku pada Transjakarta saat ini sebesar Rp3500 untuk satu kali perjalanan. Saat ini Transjakarta telah menjadi ikon baru bagi transportasi umum di Kota Jakarta. Dengan adanya imej tersebut maka sudah selayaknya Transjakarta harus terus berbenah. Untuk itu dibuat suatu kegiatan studi yang mengevaluasi tarif transjakarta berdasarkan ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP) serta pelayanan perlu dilakukan. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini didasarkan atas pendekatan pendapatan responden atau keluarga (metoda household budget ) dan pola perjalanan untuk menentukan ATP dan pendekatan persepsi untuk menentukan WTP. Pengumpulan data studi ini dibagi menjadi pengumpulan data primer dan data sekunder. Kegiatan pengumpulan data sekunder lebih difokuskan pada data pendukung seperti jumlah armada bus Transjakarta, rute masing-masing koridor, dan jumlah penumpang bus Transjakarta. Hasil analisis pada masing-masing koridor menunjukkan bahwa nilai ATP lebih tinggi dari nilai WTP. Kondisi ini menunjukan adanya kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah. Pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. Keyword: transjakarta, tariff, ATP, WTP, servicing PENDAHULUAN Transjakarta atau sering disebut Busway merupakan salah satu sistem transportasi yang diusahakan untuk mengurangi kemacetan di Kota Jakarta. Transjakarta merupakan bentuk dari sistem angkutan masal yang berbasis pada transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit. Transjakarta saat ini melayani 8 koridor, dimana kali pertama beroperasi pada 15 Januari 2004 melayani Koridor 1 dengan jurusan Terminal Blok M sampai Halte Stasiun Kota. Kemudian pada tanggal 15 Januari 2006, Koridor 2 dan Koridor 3 dioperasikan dimana Koridor 2 melayani jurusan Terminal Pulo Gadung (Jakarta Timur) sampai Halte Harmoni Central Busway (Jakarta Pusat). Sedangkan Koridor 3 untuk bus Transjakarta beroperasi dengan jurusan Terminal Kalideres (Jakarta Barat) sampai Halte Pasar Baru (Jakarta Pusat). Untuk Koridor 4 (Pulo Gadung - Dukuh Atas), Koridor 5 (Kampung Melayu - Ancol), Koridor 6 (Ragunan - Latuharhari), Koridor 7 (Kampung Rambutan - Kampung Melayu) mulai beroperasi tanggal 28 Januari 2007. Koridor 8 yang melayani Lebak Bulus - Harmoni mulai beroperasi secara menyeluruh pada tanggal 21 Februari 2009. Tarif yang berlaku pada Transjakarta saat ini sebesar Rp. 3500,- untuk sekali perjalanan. Tarif tersebut berlaku untuk semua Transjakarta dengan semua rute asalkan tidak keluar dari halte. Jadi penumpang yang berpindah jurusan tidak dibebani tiket lagi. Sedangkan pada pagi hari (05.00-07.00) berlaku tarif bersubsidi dengan besar tarif sebesar Rp. 2000,-. Tarif bersubsidi ini sebenarnya lebih ditujukan kepada pengguna Transjakarta yang memiliki penghasilan rendah. Tetapi pada kenyataannya penumpang berpenghasilan sedang ke ataspun turut menikmatinya dengan cara datang lebih awal ke kantornya terutama bagi yang bekerja di perusahaan minyak dan gas yang mengharuskan datang ke kantor sebelum jam 7 pagi. Saat ini Transjakarta telah menjadi ikon baru bagi transportasi umum di Kota Jakarta karena memiliki pelayanan yang lebih baik daripada transportasi umum lainnya. Dengan adanya imej tersebut maka sudah selayaknya Transjakarta harus terus berbenah. Mengacu kepada Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.2087 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-317

Tahun 2006 maka setiap enam bulan harus selalu dilakukan evaluasi untuk melihat tingkat kepuasan konsumen. Tingkat kepuasan konsumen dapat diukur salah satunya terhadap tarif yang saat ini berlaku. Selain itu sebenarnya Transjakarta telah memiliki suatu Standar Pelayanan Minimum (SPM) tetapi sampai saat ini belum dilaksanakan sehingga pelayanannya belum maksimal. Untuk itu suatu kegiatan studi yang mengevaluasi tarif dan pelayanan perlu dilakukan. 2. KAJIAN LITERATUR Konsep dasar penentuan tarif berdasarkan Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dari pendapatan rutin yang diterimanya. Dengan kata lain ability to pay adalah kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang dilakukannya. Dalam studi ini, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ability to pay diantaranya: Besar penghasilan Kebutuhan transportasi Total biaya transportasi (harga tiket yang ditawarkan) Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi Konsep dasar penentuan tarif berdasarkan Willingness to Pay (WTP) Sedangkan Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan transportasi Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan Utilitas pengguna terhadap angkutan tersebut Perilaku pengguna Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif pada Gambar 1. Biaya per satuan jarak (Rp) ATP WTP Prosentase responden yang mempunyai ATP dan WTP tertentu Gambar 1. Kurva ATP dan WTP ATP lebih besar dari WTP Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. ATP lebih kecil dari WTP Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders. T-318 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

ATP sama dengan WTP Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut. Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem angkutan umum. Aspekaspek tersebut adalah: 1. Pengguna (User) 2. Operator 3. Pemerintah (Regulator) Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut: 1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP (sesuai Gambar 2). 2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan (sesuai Gambar 2). Rumus ATP Pengeluaran transportasi 1 bln anggaran tambahan x ϵ trip 1 bln WTP rata rata kesediaan responden membayar harga tiket busway x ϵn trip dlm 1 bln pengeluaran transportasi 1 bln Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru. Zone Subsidi agar Tarif yang berlaku Maksimal = ATP Zone Keleluasaan Penentuan Tarif dengan ATP WTP Zone Keleluasaan Penentuan Tarif Ideal tanpa Nilai Tarif 3. TAHAPAN STUDI Gambar 2. Ilustrasi Keluasan Penentuan Tarif berdasarkan ATP-WTP Kegiatan dalam studi ini dibagi ke dalam 4 (empat) tahap yakni: Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data, Tahap Analisis dan Tahap Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi. Tahap persiapan Pada tahapan ini yang dilakukan adalah merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan waktu dan sumber daya serta menetapkan metoda dan analisis yang akan digunakan untuk mengevaluasi dan menentukan solusi terhadap tarif terutama tarif pada pagi hari (05.00-07.00). Tahap pengumpulan data Pengumpulan data dapat dibagi menjadi pengumpulan data primer dan data sekunder. Kegiatan pengumpulan data sekunder lebih difokuskan pada data pendukung seperti jumlah armada bus Transjakarta, rute masing-masing SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-319

koridor, jumlah penumpang bus Transjakarta dan kegiatan forum dialog dan workshop kepada pengguna serta pengelolanya. Sedangkan kegiatan survei primer yang dilakukan pada studi ini berupa kegiatan wawancara terhadap penumpang bus Transjakarta pada Koridor 1-8 yang dilakukan pada pukul 05.00-07.00, 07.00-10.00, 10.00-15.00, 15.00-19.00 dan 19.00-22.00. Jumlah respoden sebanyak 3000 orang untuk seluruh koridor bus Transjakarta. Pertanyaan yang diajukan berkisar sebagai berikut: a. Profil responden b. Karakteristik perjalanan responden c. Persepsi responden terhadap pelayanan bus Transjakarta d. Biaya, tarif dan harapan pengguna bus Transjakarta e. Hak dan kewajiban pengguna bus Transjakarta f. Kondisi pelayanan bus Transjakarta Tahap Analisis Pada tahapan ini dari hasil survei wawancara dan kegiatan workshop dapat diperoleh masukan terhadap pelayanan Transjakarta. Analisis yang dilakukan ditekankan kepada penentuan tarif berdasarkan ATP dan WTP serta pelayanan Transjakarta seperti masalah kondisi bus yang terawat atau tidak, kondisi kebersihan halte, keamanan selama perjalanan, ketepatan kedatangan dan keberangkatan bus dan sebagainya. Tahap rekomendasi dan saran Tahap ini merupakan tahap akhir dari studi yang berisikan tentang kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dapat digunakan/dimanfaatkan sebagai pegangan untuk penentuan tarif Transjakarta terutama untuk tarif pagi hari serta peningkatan pelayanan Transjakarta. 4. ANALISIS Analisis ATP dan WTP Pukul 05.00-07.00 Ability To Pay (ATP) merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Dalam studi ini, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ability to pay diantaranya: Besar penghasilan Kebutuhan transportasi Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pada studi ini WTP dihitung sebagai nilai rata-rata besaran tarif yang menurut responden pantas (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah) untuk masing-masing koridor yang diamati. Dari hasil analisis sensitivitas nilai ATP dan WTP pukul 05.00 sampai 07.00 ditunjukkan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai ATP lebih kecil dari WTP. Kondisi ini menunjukan bahwa keinginan pengguna untuk membayar jasa Transjakarta lebih besar daripada kemampuan membayarnya. Hal tersebut terjadi untuk pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas. Pengguna pada kondisi ini disebut captive riders. Pada masing-masing tingkatan layanan, terlihat bahwa semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan, maka semakin tinggi juga kesediaan untuk membayar jasa Transjakarta. T-320 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Gambar 3.Sensitivitas nilai ATP dan WTP Sumber: hasil analisis, 2010 Pukul 07.00-10.00 Secara umum, menunjukkan nilai ATP yang lebih tinggi dari nilai WTP. Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Sensitivitas nilai ATP dan WTP Pukul 10.00-15.00 Sumber: hasil analisis, 2010 Gambar 5. Sensitivitas nilai ATP dan WTP Sumber: hasil analisis, 2010 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-321

Gambar 5 menunjukkan nilai ATP lebih besar daripada WTP tingkatan layanan, sehingga kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Dengan hasil analisis yang nampak pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada koridor 1 nilai ATP lebih besar daripada WTP, di tingkat layanan Kategori A dan Kategori B. Sedangkan pada koridor 4 ATP lebih kecil daripada WTP di tingkat layanan Kategori A dan Kategori B. Kondisi ini menunjukan keinginan membayar pengguna Transjakarta lebih besar daripada kemampuan membayarnya. Pukul 15.00-19.00 Gambar 6 menunjukkan nilai ATP lebih besar daripada WTP yang menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa. Berdasarkan hasil analisis yang nampak pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada koridor 1, koridor 2 dan koridor 3, nilai ATP lebih besar daripada WTP untuk tingkatan layanan kategori A dan Kategori B. Sedangkan pada koridor 6, nilai ATP lebih kecil daripada WTP pada tingkat layanan Kategori A, Kategori B dan Kategori C. Kondisi ini menunjukan keinginan membayar pengguna Transjakarta lebih besar daripada kemampuan membayarnya.. Gambar 6. Sensitivitas nilai ATP dan WTP Sumber: hasil analisis, 2010 Pukul 19.00-22.00 Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa nilai ATP lebih besar daripada WTP yang menunjukkan kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Koridor 1 dan koridor 8 menunjukkan nilai ATP lebih besar daripada WTP untuk semua kategori tingkatan layanan. Koridor 4, nilai ATP lebih kecil daripada WTP tingkatan layanan Kategori B dan Kategori C. Kondisi ini menunjukan keinginan membayar pengguna Transjakarta lebih besar daripada kemampuan membayarnya. Penerapan tarif pagi Gambar 7. Sensitivitas nilai ATP dan WTP Sumber : hasil analisis, 2010 Gambar 8 menjelaskan hubungan antara hasil dari kemampuan membayar dan kesediaan membayar dari pengguna Transjakarta dengan harga tarif pagi saat ini Rp 2.000,- per penumpang. Dapat dilihat dari grafik tersebut bahwa kemampuan membayar dan kesediaan membayar pengguna Transjakarta lebih tinggi dari tarif pagi saat ini. T-322 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

Gambar 8. Perbandingan ATP dan WTP terhadap tarif pagi Sumber : hasil analisis, 2010 Dari hasil analasis pada masing-masing koridor nilai ATP lebih tinggi dari nilai WTP. Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. Penerapan tarif pagi Rp 2.000 dapat dilihat dari grafik tersebut bahwa kemampuan membayar dan kesediaan membayar pengguna Transjakarta lebih tinggi dari tarif pagi saat ini. 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Gambar 9. Sensitivitas ATP, WTP, tarif, dan tarif normal Sumber : hasil analisis, 2010 Dari analisis ATP dan WTP di dapat 2 kesimpulan yaitu ATP lebih besar dari WTP tingkat pelayanan Kategori A (peningkatan kualitas non waktu). Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada keinginan membayar jasa. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah. ATP lebih kecil dari WTP pada tingkat pelayanan Kategori B (peningkatan waktu tempuh) dan Kategori C (peningkatan semua aspek), kondisi ini menunjukan kemampuan membayar lebih kecil daripada keinginan membayar jasa. Hal tersebut terjadi untuk pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi. Dari hasil analisis dapat disimpulkan beberapa rekomendasi, yaitu : 1. Perlu adanya peningkatan pelayanan 2. Perlu adanya tarif khusus untuk pelajar atau mahasiswa 3. Adanya pengembangan Smart Card yang dapat mengontrol tarif 4. Untuk keamanan dibutuhkan pintu otomatis, handgrip yang sesuai dengan tinggi badan penumpang bus, stelirisasi terhadap jalur dan penyeberangan busway SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 S-323

5. Untuk kelengkapan informasi perlu dipasang peta dengan kodifikasi warna di halte, pemasangan LED display di dalam bus yang dapat menginformasikan lokasi halte selanjutnya dan informasi kedatangan dan keterlambatan bus di halte. 6. Perlunya penambahan armada bus dan perlu diadakan toilet yang bersih pada halte dan tempat sampah di dalam bus maupun halte 7. Perlu fasilitas khusus untuk kaum difabel 8. Tarif pagi dapat disesuaikan DAFTAR PUSTAKA Guntoro, FX Pri Joewo. (2003). Analisis Model Kemauan dan Kemampuan Bayar Petani atas Iuran Pelayanan Air Irigasi Sidorejo Kabupaten Grobogan. Semarang. Herijanto. Wahju MT, (2002). Evaluasi Tarif Angkutan Kota Dengan Analisa Ability To Pay (ATP) Dan Willingness To Pay (WTP) Pada Trayek Ubung - Kreneng Di Kota Denpasar. ITS Surabaya. Mataria, Awad; Giatacaman, Rita; etc. (2006). Impoverishment And Patients Willingness And Ability To Pay For Improving The Quality Of Health Care In Palestine: An Assessment Using The Contingent Valuation Method. Journal Health Policy, vol 75, issue 3. Tarigan, Ferdinand. (2008). Studi Hubungan Income Group Masyarakat Terhadap Karakteristik Transportasi: Studi kasus Angkutan Penumpang Gresik-Bawean. ITS Surabaya www.rutebusway.com www.id.wikipedia.org/wiki/transjakarta T-324 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5