PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS PERBERASAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBAGAI UPAYA MENJAGA KEDAULATAN PANGAN Ernoiz Antriyandarti 1*, Susi Wuri Ani 2, Minar Ferichani 3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta *ernoiz_a@yahoo.com ABSTRAK Central Java has been known as center of agricultural product producer in Java. As in entire agricultural areas in this world, there are many problems faced by agribusiness actor in order to develop these commodities. The Purpose of agribusiness development of are to (1) stimulate the growth of regional investment potential by involving all actors of agribusiness, government, farmers / agribusiness groups and private, (2) facilitate the need of farmers and agribusiness group with the private sector and government through mutual cooperation and interdependence, (3) formulate a joint work program between the groups in the central areas of agribusiness with other relevant parties on the joint regional development. The study aims to determine the comparative advantages of rice commodity in Central Java and formulate the development efforts of rice commodity. This study uses a Policy Analysis Matrix (PAM) to analyze the comparative advantage of rice commodity in terms of the resources used to produce these commodities, the resulting output, the prevailing economic policies and market distortions that occur. The results showed that rice farming is profitable and there are any transfers of farmers to the community. Rice farmers do not get the price protection product. Overall rice farming has not received adequate protection. Keywords: Agribusiness, Development, Rice, Policy, Analysis Matrix PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa mengakibatkan permintaan pangan utama, yaitu beras di pasar dalam negeri dan pasar global mengalami peningkatan signifikan. Serbuan beras impor pun tak terbendung lagi guna memenuhi permintaan domestik. Peningkatan permintaan komoditas beras tersebut merupakan kesempatan bagi bidang agribisnis perberasan untuk mengembangkan usahanya. Dengan demikian produksi dalam negeri dapat mencukupi kebutuhan pangan domestik tanpa harus impor dari luar negeri. Sehingga Indonesia dapat menjadi Negara yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tidak bergantung pada pangan impor. Propinsi Jawa Tengah terdiri dari 35 kabupaten/kotamadya yang mempunyai karakteristik dan agroklimat yang berbeda. Sehingga tidak semua wilayah sesuai untuk pengembangan agribisnis komoditas tertentu, dalam hal ini komoditas padi. Pemilihan lokasi didasarkan pada persyaratan sebagai berikut: 1. Agroklimat yang sesuai 2. Sumberdaya manusia (pelaku agribisnis) memadai 3. Ketersediaan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan agribisnis secara permanen 519
4. Fasilitas pendukung lainnya, seperti ketersediaan air dan infrastuktur pendukung kegiatan agribisnis. Tujuan pengembangan kawasan agribisnis perberasan adalah sebagai berikut: 1. Merangsang pertumbuhan investasi regional potensial dengan melibatkan semua pelaku agribisnis, baik pemerintah, petani/kelompok agribisnis beras dan swasta 2. Menjembatani dan mendekatkan keperluan petani dan kelompok usaha agribisnis dengan pihak swasta dan pemerintah melalui kerjasama saling menguntungkan dan saling ketergantungan 3. Merumuskan program kerja bersama antara kelompok usaha agribisnis di daerah sentra dengan pihak lain yang berkaitan pada suatu kawasan pengembangan secara bersama, terpadu dan tersinergi. Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan keunggulan komparatif komoditas padi di Jawa Tengah 2. Merumuskan upaya pengembangan komoditas padi Agribisnis menurut Soeharjo (1987) adalah bisnis pertanian yang mencakup semua kegiatan, mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian sampai tata niaga produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya. Berdasarkan konsep tersebut, agribisnis digambarkan sebagai sistem yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1. Subsistem pembuatan dan penyaluran berbagai sarana produksi pertanian (farm supplies) yaitu bibit, benih, pupuk, obat-obatan, alat pertanian, mesin pertanian, bahan bakar dan kredit. Pelaku-pelaku kegiatan adalah perusahaan swasta, koperasi, lembaga pemerintah, bank atau perorangan. 2. Subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan bermacam produk pertanian (bahan pangan, hasil perkebunan, daging, telur, ikan dan lain-lain). Usahatani mencakup semua bentuk organisasi produksi, mulai dari yang berskala kecil sampai ke yang berskala besar termasuk juga budidaya pertanian yang menggunakan lahan secara intensif. Pelaku-pelaku kegiatan ini adalah petani, pengusaha swasta dan lembaga pemerintah. Teknologi yang digunakan bervariasi mulai dari yang tradisional sampai yang canggih, sehingga corak usahataninya pun berbeda-beda. 3. Subsistem pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyaluran produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya ke konsumen. Pelaku-pelaku kegiatan ini terdiri dari perorangan, pengusaha swasta, lembaga pemerintah dan koperasi. Menurut UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Hartono, et.al. (2003) membuat rencana pengembangan agribisnis hortikultura Kabupaten Karanganyar dengan menentukan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas unggulan di Kabupaten Karanganyar. Hasil dari kajian tersebut menunjukkan bahwa komoditas melon, pisang, jeruk, durian, kubis dan agave memiliki keunggulan komparatif dan dapat dikembangkan lebih lanjut. Sedangkan komoditas jahe dan kunir tidak memiliki keunggulan komparatif karena harga produknya tidak dilindungi dan harga input luar terlalu mahal karena diproteksi. 520
Saptana, et.al. (2005) melakukan studi pemantapan model pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS) dengan meneliti aspek peta permintaan, aspek perdagangan, aspek pemetaan produksi, rancang bangun pengembangan agribisnis sayuran/hortikultura dan pemantapan model kelembagaan di tingkat petani. Dari hasil studi tersebut diketahui bahwa sebaran besarnya permintaan konsumen rumah tangga sejalan dengan sebaran jumlah penduduk suatu wilayah. Permintaan komoditas sayuran untuk rumah tangga di Sumatera pada tahun 2002 terbesar adalah kentang, cabe merah, kubis dan tomat. Peta perdagangan sayuran asal Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS) sebagian besar ditujukan ke luar daerah (60-70%) dan sekitar 30-40% ditujukan untuk pasar masingmasing Propinsi penghasil sayuran. Distribusi ke luar daerah ditujukan ke Jakarta serta ekspor ke Singapura dan Malaysia. Pengembangan komoditas sayuran diarahkan pada daerah sentra produksi yang berdekatan dengan daerah pusat konsumsi yang dapat diprioritaskan di daerah sentra produksi Sumatera Utara (Karo, Simalungun dan Deli Serdang). Pengembangan komoditas sayuran pada daerah sentra produksi yang memiliki aksesibilitas yang baik ke daerah-daerah pusat konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun institusi dapat diimplementasikan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dan Jambi. Untuk pengembangan daerah sentra produksi sayuran dataran rendah (cabai merah dan tomat) hanya cocok untuk memenuhi kebutuhan local. Untuk daerah tujuan pasar utama yang merupakan wilayah agroekosistem dataran rendah hanya layak memproduksi sayuran berdaun lebar baik untuk kebutuhan local maupun ekspor ke Singapura dan Malaysia. Dalam pengembangan kawasan agribisnis suatu komoditas, faktor usahatani berpengaruh terhadap pendapatan bersih petani selaku pelaku agribisnis, demikian hasil penelitian dari Kahana (2008) yang melakukan studi pengembangan agribisnis cabai merah di kawasan agropolitan Kabupaten Malang. Sementara itu, di bidang peternakan, Kasim, et. al (2011) melakukan studi pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang dengan menganalisis keseluruhan variabel yang telah diidentifikasi, dan memformulasi alternatif strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang. Analisis data yang digunakan adalah analisis SWOT. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa strategi yang digunakan dalam pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang yaitu dengan meningkatkan populasi sapi perah, pemperdayaan kredit usaha, optimalisasi lahan, penerapan teknologi untuk memudahkan dalam pengembangan usaha sapi perah, kemitraan usaha, memperbaiki manajemen pemeliharaan sapi perah, penataan kawasan dan meningkatkan teknologi. Sedangkan untuk prioritas strategi yang terlebih dahulu dilaksanakan dalam pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang yaitu meningkatkan populasi sapi perah, pemberdayaan kredit usaha dan optimalisasi lahan. Muhammad (2003) membuat gagasan pengembangan agribisnis ternak kerbau di Sumatera Barat dengan strategi pendekatan, yaitu (1) dalam pengembangan kawasan agribisnis Kerbau perah akan diarahkan menjadi usaha yang dapat menyediakan bibit Kerbau perah dan kerbau bakalan dengan mengembangkan dan mengoptimal-kan seluruh potensi daerah secara efektif dan efisien, (2) memantapkan penyediaan rnakanan ternak yang mandiri melalui usaba penanaman hijauan makanan ternak (hijauan dan leguminosa), 521
mengingat harga konsentrat yang mahal, (3) bantuan yang diberikan Pemerintah bersifat langsung mempakan kredit yang harus dikembalikan oleh peternak dan nantinya dapat dipakai oleh peternak lain sesuai dengan gilirannya. Dalam pengembangannya terdapat 4 pola meliputi (1) farming system, yaitu suatu pendekatan terpadu dengan pemahaman utub sistem, dimana semua komponen yang saling terkait untuk tercapainya nilai tambah biologis maupun ekonomis, (2) pemberdayaan petani, suatu pendekatan kemandirian kelompok dan hamparan kelompok yang mengantarkan para anggota untuk mencapai skala ekonomimandiri dan keberadaan ekonomi yang dinamis, (3) pemberdayaan wilayah, suatu pendekatan agroekosistem dalam keterpaduan wilayah secara spesifik, (4) pendekatan komoditas, suatu pendekatan kegiatan ekonomi dinamis yangmencakup kegiatan produksi pengolahan dan pemasaran. Penyusunan desain pengembangan kawasan agribisnis perberasan ini akan memberikan arah dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan agribisnis perberasan di Propinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, perlu diketahui permasalahanpermasalahan yang terjadi dalam kegiatan agribisnis perberasan. Penerapan kebijakan yang berpijak pada kondisi faktual akan mempercepat gerak pembangunan daerah di sector pertanian, khususnya pengembangan agribisnis perberasan di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keunggulan komparatif komoditas padi di Jawa Tengah? 2. Bagaimana upaya pengembangan komoditas padi? METODE PENELITIAN Alur penelitian ini mengadopsi metode pengembangan kawasan agribisnis yang dilakukan oleh Hartono, et.al (2003), yang menunjukkan bahwa produktivitas pertanian ditentukan oleh potensi lahan yang dicirikan oleh (a) kondisi agroekologi yang unsurnya lahan, air, dan klimat, (b) kondisi sosial ekonomi petani baik lahan, modal, tenaga kerja maupun kemampuan manajerial, (c) harga input yang ditentukan oleh pasar input yaitu apakah berasal dari domestic atau luar, (d) harga output yang ditentukan oleh pasar output baik lokal, regional, nasional atau internasional. Faktor lain adalah peran pemerintah dalam penyediaan barang publik (prasarana, informasi, teknologi dan penyuluhan), pengaturan (subsidi, tarif dan perizinan), dan pengawasan (sertifikasi, standardisasi). Faktor-faktor tersebut menentukan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas sekaligus keuntungan finansial dan sosialnya. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Purposive menunjukkan bahwa cara ini digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Siagian, dan Sugiarto, 2000). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Grobogan dengan teknik wawancara kepada 30 petani padi. Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditas ditinjau dari sisi sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tersebut, output yang dihasilkan, 522
kebijakan ekonomi yang berlaku dan distorsi pasar yang terjadi (Monke dan Pearson, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan input tradeable atau input yang dapat diperdagangkan secara internasional hampir sama dengan input non-tradeable atau input domestik. Pupuk pabrik (Urea, SP-36, KCL, ZA), pestisida dan sebagian peralatan usahatani merupakan input tradeable yang digunakan dalam usahatani padi, sedangkan input lainnya merupakan input non-tradeable. Baik secara privat maupun sosial usahatani padi menguntungkan, yang ditunjukkan oleh R/C sebesar 1,58 untuk privat dan 2,62 untuk sosial. Dengan demikian usahatani padi menguntungkan bagi petani yang mengusahakan dan bagi masyarakat secara keseluruhan atau dengan kata lain tidak ada pihak dalam yang dirugikan dengan adanya usahatani padi. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa keuntungan sosial usahatani padi lebih besar daripada keuntungan privat serta terdapat transfer tidak langsung dari petani kepada masyarakat. PCR sebesar 0,56 menunjukkan bahwa input non-tradeable telah digunakan secara efisien dan memberikan nilai tambah bagi petani. DRCR sebesar 0,53 menunjukkan bahwa permintaan beras dalam negeri lebih menguntungkan dipenuhi dari produksi dalam negeri dari pada impor sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Person (1976). OT negatif (- 1249552) menunjukkan bahwa petani menerima harga lebih rendah dari yang seharusnya. NPCO lebih kecil satu (0,63) menunjukkan bahwa usahatani padi belum mendapatkan perlindungan harga produk. Dengan nilai NT negatif (-1310732) dan EPC kurang dari satu (0,59) dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan usahatani padi belum mendapatkan perlindungan yang cukup. Tabel 1. Indikator Keunggulan Usahatani Padi Di Propinsi Jawa Tengah 2012 Keterangan Penerimaan Biaya Keuntungan Tradeable Non-tradeable Harga Privat 3137500 1343625 1010447 1783427 Harga Sosial 4387052 1329322 963571 2094159 Dampak Kebijakan (1249552) 14303 46876 (1310732) Keuntungan Privat = 1783427 Keuntungan Sosial = 2094159 Private Cost Ratio (PCR) = 1010447/(3137500-1343625) = 0,56 Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) = 963571/(4387052-1329322) = 0,53 Output Transfer (OT) =3137500 4387052 = (1249552) Nominal Protection Coefficient Output (NPCO) = 3137500/4387052 = 0,63 Factor Transfer (FT) = 46876 Input Tansfer = 14303 Nominal Protection Coefficient Input (NPCI) = 1343625/1329322 = 1,04 Net Transfer (NT) = (1310732) Effective Protection Coefficient (EPC) = (3137500-1343625)/(4387052-1329322) = 0,59 Sumber: Analisis Data Primer, 2012 523
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Secara privat usahatani padi menguntungkan dan menunjukkan adanya transfer dari petani kepada masyarakat. Input non-tradeable telah digunakan secara efisien dan memberikan nilai tambah bagi petani. Permintaan beras dalam negeri lebih menguntungkan dipenuhi dari produksi dalam negeri dari pada impor. Petani menerima harga lebih rendah dari yang seharusnya. Usahatani padi belum mendapatkan perlindungan harga produk. Petani membayar input tradeable dan non-tradeable lebih mahal dari yang seharusnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa usahatani padi belum mendapatkan perlindungan yang cukup. Beras Propinsi Jawa Tengah mempunyai keunggulan komparatif dan dapat dikembangkan lebih lanjut melalui penambahan modal (benih, pupuk, pestisida) dan pemeliharaan yang lebih intensif. Melalui upaya ini diharapkan produktivitas padi meningkat dan biaya per kesatuan padi dapat ditekan. Dalam mengembangkan agribisnis perberasan perlu adanya perlindungan harga input dan output, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan petani. Jika usahatani padi semakin menguntungkan, dapat meningkatkan kinerja petani padi yang berkorelasi positif terhadap produksi beras, sehingga pasokan beras ke pasar juga meningkat. Peningkatan produksi beras dalam negeri akan berpengaruh positif terhadap kesediaan beras domestik, sehingga tidak perlu impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras domestik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa permintaan beras dalam negeri lebih menguntungkan dipenuhi dari produksi dalam negeri dari pada impor. Pengembangan agribisnis perberasan mutlak diperlukan guna menjaga kedaulatan pangan. Referensi Anonim. 2005. Tabel Input-Output Indonesia. BPS. Jakarta. Boediono.1992. Ekonomi Internasional. BPFE. Yogyakarta. Hartono, Slamet dan Tim Peneliti. 2003. Laporan Rencana Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura Kabupaten Karanganyar. Dinas Pertanian Karangayar dan Magister Manajemen Agribisnis UGM. Yogyakarta. Kahana, BP. 2008. Strategi Pengembangan Agribisnis Cabai Merah Di Kawasan Agropolitan Kabupaten Malang. Tesis. Magister Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Monke EA, dan Pearson, SR. 1995. The Policy Analysis Matrix for Agricultural Development. Cornell University Press. Ithica and London. Muhammad, Zulbardi. Gagasan Pengembangan Potensi Ternak Kerbau Melalui Pembuatan Dadih sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat 524
Peternak Di Surnatera Barat. Animal Production, 2003 Vol. 5 (23) : 93 98 Pearson, SR.1976. Net Social Profitability, Domestic Resource Costs and Effective Rate of Protection. Journal of Development Studies, Juli 1976 Vol 2 (4). Saptana, E Ariningsih, Saktyanu KD, Sri Wahyuni, Valeriana Darwis. Kebijakan Pengembangan Hortikultura Di Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera. Analisis Kebijakan Pertanian, Maret 2005 Vol 3 (1): 51-67. Saptana, E Ariningsih, Saktyanu KD, Sri Wahyuni, Valeriana Darwis. 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Siagian, Dergibson dan Sugiarto, 2000. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. S.N. Kasim, S.N. Sirajuddin, Irmayani. Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Enrekang. Jurnal AGRIBISNIS, September 2011Vol. X (3): 81-97. 525