BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PT. Bank Central Asia 1. Sejarah Singkat Perusahaan Pada tahun 1955, NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory berdiri sebagai cikal bakal Bank Central Asia (BCA). BCA mulai beroperasi pada 21 Februari 1957 dan berkantor pusat di Jakarta. Pada tahun 1970, BCA memperkuat jaringan layanan cabang. Tahun 1977 BCA berkembang menjadi Bank Devisa. Memasuki tahun 1980, BCA memperluas jaringan kantor cabang secara agresif sejalan dengan deregulasi sektor perbankan di Indonesia. BCA mengembangkan berbagai produk dan layanan maupun pengembangan teknologi informasi, dengan menerapkan online system untuk jaringan kantor cabang, dan meluncurkan Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA. Pada awal tahun 1990, BCA mengembangkan alternatif jaringan layanan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri atau Automated Teller Machine). Pada tahun 1991, BCA mulai menempatkan 50 unit ATM di berbagai tempat di Jakarta. Pengembangan jaringan dan fitur ATM dilakukan secara intensif. BCA bekerja sama dengan institusi terkemuka, antara lain PT Telkom untuk pembayaran tagihan telepon 31
32 melalui ATM BCA. BCA juga bekerja sama dengan Citibank agar nasabah BCA pemegang kartu kredit Citibank dapat melakukan pembayaran tagihan melalui ATM BCA. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 menyebabkan BCA mengalami bank rush. Pada tahun 1998 BCA menjadi Bank Taken Over (BTO) dan disertakan dalam program rekapitalisasi dan restrukturisasi yang dilaksanakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Proses rekapitalisasi BCA selesai, dimana Pemerintah Indonesia melalui BPPN menguasai 92,8% saham BCA sebagai hasil pertukaran dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Dalam proses rekapitalisasi tersebut, kredit pihak terkait dipertukarkan dengan Obligasi Pemerintah. Tahun 2000 BPPN melakukan divestasi 22,5% dari seluruh saham BCA melalui Penawaran Saham Publik Perdana (IPO), sehingga kepemilikan BPPN berkurang menjadi 70,3%. Penawaran Publik Kedua (Secondary Public Offering) 10% dari total saham BCA. Kepemilikan BPPN atas BCA berkurang menjadi 60,3%. Mulai tahun 2002, FarIndo Investment (Mauritius) Limited mengambil alih 51% total saham BCA melalui proses tender strategic private placement. BPPN melakukan divestasi atas 1,4% saham BCA kepada investor domestik melalui penawaran terbatas dan Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) melakukan divestasi seluruh sisa kepemilikan saham BCA sebesar 5,02%. Bank BCA melakukan pengembangan bisnis dengan memperkuat dan mengembangkan produk
33 dan layanan, terutama perbankan elektronik dengan memperkenalkan Debit BCA, Tunai BCA, internet banking KlikBCA, mobile banking m- BCA, EDCBIZZ, dan lain-lain. BCA mendirikan fasilitas Disaster Recovery Center di Singapura dan meningkatkan kompetensi di bidang penyaluran kredit, termasuk melalui ekspansi ke bidang pembiayaan mobil melalui anak perusahaannya, BCA Finance. BCA memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah, pembiayaan sepeda motor, asuransi umum dan sekuritas. Di tahun 2013, BCA menambah kepemilikan efektif dari 25% menjadi 100% pada perusahaan asuransi umum, PT Asuransi Umum BCA (sebelumnya bernama PT Central Sejahtera Insurance dan dikenal juga sebagai BCA Insurance). 2. Visi dan Misi Visi dan Misi dari PT Bank Central Asia adalah: 1. Visi Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia. 2. Misi a) Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.
34 b) Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah. c) Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA. 3. Struktur Organisasi Struktur organisasi pada PT Bank Central Asia terlampir. 4. Entitas Anak Laporan keuangan PT Bank Central Asia merupakan laporan keuangan konsolidasi dari Bank BCA dan entitas anak. Entitas anak dari PT Bank Central Asia adalah sebagai berikut: - PT BCA Finance - BCA Finance Limited - PT Bank BCA Syariah - PT BCA Sekuritas - PT Asuransi Umum BCA (BCA Insurance) - PT Central Sentosa Finance (CS Finance) - PT Asuransi Jiwa BCA (BCA Life) 5. Produk Perbankan PT Bank Central Asia Bank BCA merupakan bank swasta terbesar di Indonesia yang memiliki banyak nasabah. Banyaknya nasabah bank BCA juga diimbangi dengan jumlah produk perbankan, yaitu sebagai berikut: - Tahapan (Tabungan hari depan) - Tahapan Xpresi
35 - Tahapan Gold - Tapres - Simpanan Pelajar - TabunganKu - BCA Dollar - Deposito Berjangka B. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat Indonesia 1. Sejarah Singkat PT. Bank Rakyat Indonesia PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. ( BRI, Bank, atau Perseroan ) berdiri sejak 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah. Sebagai bank komersial tertua, BRI konsisten memberikan pelayanan kepada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan hingga saat ini BRI tetap mampu menjaga komitmen tersebut di tengah kompetisi industri perbankan Indonesia. Pemegang Saham mayoritas BRI adalah Pemerintah Republik Indonesia dengan jumlah kepemilikan saham mencapai 56,75%, sementara sisanya sebesar 43,25% dimiliki oleh pemegang saham publik. Dengan dukungan pengalaman dan kemampuan yang matang dalam memberikan layanan perbankan, terutama pada segmen UMKM, BRI mampu mencatat prestasi selama 9 tahun berturut-turut sebagai bank dengan laba terbesar dan berhasil menduduki peringkat kedua dalam hal aset di antara industri perbankan Indonesia. Keberhasilan ini adalah
36 hasil kerja keras segenap insan BRI, yang secara terus menerus menambah kompetensi, berinovasi dan mengembangkan produk dan jasa perbankan bagi semua segmen bisnis. Dengan reputasi sebagai penyedia layanan microbanking yang telah mengakar di tengah masyarakat Indonesia, BRI senantiasa mengembangkan layanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. BRI terus berupaya menyelaraskan pengembangan bisnisnya dengan perkembangan demografi masyarakat yang merambah ke wilayah perkotaan, yang ditandai dengan munculnya kota-kota sentra ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia. Selain fokus pada segmen UMKM, BRI juga terus mengembangkan berbagai produk consumer banking dan layanan institusional bagi masyarakat perkotaan. Untuk mendukung upaya tersebut, BRI terus mengembangkan jaringan kerja sehingga kini tercatat sebagai bank terbesar dalam hal jumlah unit kerja di Indonesia, yaitu berjumlah 9.808 unit kerja termasuk 3 kantor cabang yang berada di luar negeri, yang seluruhnya terhubung secara real time online. Dengan basis jumlah nasabah yang besar tercermin dari jumlah rekening yang lebih dari 48 juta rekening simpanan, BRI terus mengembangkan layanan e-banking yang dapat diakses masyarakat melalui internet, telepon, pesan singkat (Short Message Service/SMS), maupun melalui layanan e-channel lainnya seperti Automatic Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM), Electronic Data
37 Capture (EDC), dan KiosK dengan total jaringan e-channel ini telah mancapai 104.570 unit. BRI juga berupaya merambah layanan perbankan bagi pengusaha skala mikro yang beroperasi di dalam pasar-pasar tradisional melalui Teras BRI yang diluncurkan sejak akhir tahun 2009. Teras BRI ini ditujukan untuk menjangkau pedagang di pasar tradisional yang sebelumnya belum tersentuh oleh layanan perbankan secara optimal. Pada tanggal 28 Maret 2013, BRI berhasil menerbitkan global bond untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai nominal sebesar USD 500.000.000 yang akan jatuh tempo pada tanggal 28 Maret 2018 di Singapore Exchange Securities Trading Limited (SGX-ST) dengan tingkat bunga tetap 2,95% per tahun. Kupon dan yield Global bond BRI tersebut merupakan yang terendah di antara semua obligasi dalam mata uang Dollar Amerika yang pernah diterbitkan oleh perusahaan Indonesia di pasar obligasi internasional dan tercatat terdapat kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 5,3 kali selama masa penawaran. Global bond BRI tersebut memperoleh rating Baa3 dari Fitch s Rating dan BBB- dari Moodys. Keberhasilan penerbitan Global Bond tersebut mencerminkan tingkat kepercayaan masyarakat internasional kepada fundamental usaha BRI. Sebagai bank yang beroperasi ditengah populasi masyarakat terbesar keempat di dunia, BRI akan konsisten dengan tekadnya menjadi partner utama bagi masyarakat di Indonesia dalam mengembangkan
38 perekonomiannya. Dengan dukungan kinerja keuangan yang semakin kuat,bri optimis dapat semakin meningkatkan kemampuannya dalam menstimulus pertumbuhan perekonomian secara berkesinambungan di masa mendatang sejalan dengan perbaikan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. 2. Visi dan Misi Visi dan Misi dari PT Bank Rakyat Indonesia adalah: 1. Visi Menjadikan BRI sebagai Bank Komersial Terkemuka yang selalu mengutamakan Kepuasan Nasabah. 2. Misi a) Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. b) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan teknologi informasi yang handal dengan melaksanakan manajemen risiko yang efektif serta praktik Good Corporate Governance yang sangat baik. c) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yan berkepentingan (stakeholders). 3. Struktur Organisasi Struktur organisasi pada PT Bank Rakyat Indonesia terlampir.
39 4. Entitas Anak PT Bank Rakyat Indonesia merupakan induk perusahaan dari beberapa entitas anak, yaitu: - PT Bank BRI Syariah - PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk - BRI Remittance Co. Limited Hong Kong 5. Produk Perbankan PT Bank Rakyat Indonesia Sebagai bank milik pemerintah tertua, bank BRI memiliki beberapa produk perbankan yang dapat digunakan nasabah untuk kegiatan transaksinya. Produk-produk perbankan bank BRI adalah sebagai berikut: - BritAma Rupiah - BritAma Valas - BRI Junio - Simpedes - Simpedes TKI - Tabungan Haji - Deposito BRI Rupiah - Deposito BRI Valas - Deposit On Call (DOC) - GiroBRI Rupiah - GiroBRI Valas
40 C. Analisis Data dan Pembahasan 1. Faktor Permodalan (Capital) Tabel 3.1 Hasil Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR 2012 2013 2014 2015 BCA 14,69% 16,03% 17,24% 19,03% BRI 16,95% 16,99% 18,31% 20,59% Standar BI >11% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.1 Grafik Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Berdasarkan hasil olahan data neraca konsolidasi PT Bank Central Asia pada tahun 2012-2015, menunjukan bahwa rasio CAR mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya modal PT Bank Central Asia yang bertambah setiap tahunnya dari Rp 46.304.184 pada tahun 2012 dan meningkat terus menjadi Rp 91.926.871 pada tahun 2013. Peningkatan pada modal juga
41 diimbangi dengan peningkatan pada Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). ATMR pada tahun 2012 adalah Rp 315.123.731 dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2015 menjadi Rp 483.083.499. Di sisi lain, hasil rasio CAR pada PT Bank Rakyat Indonesia pada tahun 2012-2015 juga mengalami peningkatan. Peningkatan hasil rasio CAR disebabkan oleh meningkatnya modal dan ATMR PT Bank Rakyat Indonesia. Modal PT Bank Rakyat Indonesia pada tahun 2012 sebesar Rp 55.133.677 menjadi Rp 110.580.617 pada tahun 2015. Sedangkan ATMR pada tahun 2012 sebesar Rp 325.352.028 kemudian meningkat menjadi Rp 537.074.938 pada tahun 2015. Capital Adequacy Ratio (CAR) diukur dengan membandingkan antara modal terhadap ATMR. Dari hasil penghitungan tingkat kecukupan modal (CAR) yang disajikan pada tabel 3.1, terlihat bahwa rasio CAR kedua bank mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada Bank BCA, hasil rasio CAR pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,34%. Selanjutnya pada tahun 2014 meningkat lagi sebesar 1,20% dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan yang paling besar yaitu 1,79%. Sedangkan pada Bank BRI, hasil rasio CAR pada tahun 2013 meningkat sebesar 0,05%. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan kembali sebesar 1,31% dan pada tahun 2015 meningkat sebesar 2,28% yang merupakan terbesar dari dua bank.
42 Semakin tinggi rasio CAR, maka akan semakin baik. Rasio PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Central Asia yang berada diatas standar, menunjukkan bahwa bank mampu menyediakan modal yang besar, sehingga dapat mengantisipasi risiko-risiko yang timbul dimasa yang akan datang. 2. Faktor Kualitas Aset (Asset Quality) Tabel 3.2 Hasil Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) KAP 2012 2013 2014 2015 BCA 0,99 1,00 1,04 1,20 BRI 1,61 1,63 1,44 1,44 Standar BI >0,99 BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.2 Grafik Kualitas Aktiva Produktif (KAP) KAP 2 1,5 1 0,5 0 2012 2013 2014 2015 BCA BRI
43 Berdasarkan olahan data neraca konsolidasi pada PT Bank Central Asia, menunjukkan bahwa rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 hasil rasio KAP bank BCA sebesar 0,99 yang tepat berada di standar BI. Pada tahun 2013 meningkat sebesar 0,01 dan 0,04 pada tahun 2014. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 0,16. Peningkatan hasil rasio KAP disebabkan oleh meningkatnya Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) dan Aktiva Produktif (AP) bank. APYD menggambarkan aktiva produktif lancar, dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan atau macet. Semakin besar angka APYD menunjukkan semakin besarnya potensi risiko aktiva produktif untuk tidak dapat ditagih (macet). Dari data perhitungan, APYD terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, APYD sebesar Rp 3.799.640 kemudian meningkat menjadi Rp 4.269.980 pada tahun 2013. Selanjutnya, APYD kembali mengalami peningkatan menjadi Rp4.940.060 dan pada tahun 2015 menjadi Rp 6.161.350. Hasil rasio KAP pada PT Bank Rakyat Indonesia juga mengalami peningkatan pada 2 tahun pertama kemudian menurun dan cenderung stabil. Kualitas Aktiva Produktif tahun 2012 sebesar 1,61 kemudian meningkat pada tahun berikutnya menjadi 1,63. Penurunan terjadi pada tahun 2014 menjadi 1,44 dan tetap sampai tahun 2015. Penurunan tersebut disebabkan karena kenaikan APYD yang tidak diimbangi dengan kenaikan Aktiva Produktif bank. APYD bank BRI pada tahun
44 2012 sebesar Rp 8.043.626 dan meningkat menjadi Rp 9.275.011 pada tahun 2013. Selanjutnya meningkat lagi menjadi Rp 10.501.984 dan Rp 11.262.070 pada tahun 2015. Selanjutnya adalah analisa terhadap Penanganan Kredit Bermasalah dengan rasio Non Performing Loan (NPL) yang disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.3 Hasil Rasio Non Performing Loan (NPL) NPL 2012 2013 2014 2015 BCA 0,39% 0,45% 0,61% 0,74% BRI 1,80% 1,55% 1,69% 2,02% Standar BI <5% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.3 Grafik Non Performing Loan (NPL) NPL 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Hasil rasio NPL PT Bank Central Asia menunjukkan bahwa bank dapat menjaga tingkat kredit bermasalah dibawah standar perbankan
45 Indonesia. Prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan kredit sehingga tingkat kredit bermasalah tetap terjaga. Kenaikan rasio kredit bermasalah disebabkan oleh menurunnya kualitas kredit usaha sejalan dengan melemahnya profitabilitas sektor bisnis. Pada tahun 2012 hasil rasio NPL adalah sebesar 0,39% dan meningkat menjadi 0,45 pada tahun 2015. Selanjutnya terjadi peningkatan kembali menjadi 0,61% dan 0,774% pada tahun 2015. Pada akhir tahun 2015, kredit kategori dalam perhatian khusus (kolektabilitas 2) mencapai Rp 6,3 triliun, meningkat 35,5% atau Rp 1,6 triliun pada tahun 2015, terutama disebabkan oleh tekanan kinerja sektor jasa angkutan laut dan sungai yang berdampak negatif pada kualitas kredit segmen korporasi dan komersial. BCA terus mewaspadai potensi penurunan kualitas yang masih akan terjadi pada segmen ini, mengingat rendahnya harga komoditas yang berkelanjutan, terutama di sektor pertambangan batu bara. Disisi lain, hasil NPL PT Bank Rakyat Indonesia menunjukkan kenaikan dan penurunan hasil rasio. Pada tahun 2012, rasio NPL sebesar 1,80% kemudian turun 0,15% menjadi 1,55%. Pada tahun berikutnya, terjadi kenaikan sebesar 0,14% menjadi 1,69% dan mengalami kenaikan lagi menjadi 2,02% pada tahun 2015. Kualitas kinerja positif yang ditunjukkan BRI mengindikasikan bahwa debitur / nasabah yang meminjam dana memiliki loyalitas yang tinggi. Loyalitas nasabah ini dapat dilihat dari kemampuan nasabah dalam melunasi kreditnya pada
46 waktu yang telah ditentukan sebelum jatuh tempo. Sehingga, kemungkinan terjadinya kredit macet akan semakin kecil dan risik yang timbul dari tidak terbayarnya pinjaman dapat diminimalisir oleh bank. Selain itu, sebagai bank yang patuh terhadap regulasi maka PT Bank Rakyat Indonesia telah menerapkan Early Warning System (EWS) terhadap perkembangan kondisi usaha debitur.efektifitas pengelolaan risiko kredit dapat meminimalkan risiko terjadinya kerugian dan mengoptimalkan penggunaan modal untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. 3. Faktor Manajemen (Management) Tabel 3.4 Hasil Rasio Net Profit Margin (NPM) NPM 2012 2013 2014 2015 BCA 42,44% 42,27% 39,91% 37,67% BRI 41,64% 40,71% 28,70% 25,97% Gambar 3.4 Grafik Net Profit Margin (NPM) NPM 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI
47 Dari perhitungan pada laporan laba/rugi konsolidasi PT Bank Central Asia selama tahun 2012-2015 terjadi penurunan dari tahun ke tahun.hasil NPM pada tahun 2012 adalah sebesar 42,44% kemudian menurun sebesar 0,17% menjadi 42,27% pada tahun 2013. Pada tahun berikutnya terjadi penurunan sebesar 2,36% menjadi 39,91% dan mengalami penurunan lagi menjadi 37,67%. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya total pendapatan operasional juga diimbangi dengan kenaikan total beban operasional sehingga laba setelah pajak tidak terlalu besar. Tidak berbeda jauh, hasil rasio PT Bank Rakyat Indonesia juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2012, hasil rasio NPM sebesar 41,64% kemudian pada tahun 2013 menjadi 40,71%. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2014 yaitu menurun sebesar 12,01% menjadi 28,70% dan pada tahun 2015 menurun kembali menjadi 25,97%. Hal ini terjadi dikarenakan hal yang sama, yaitu besarnya beban operasional meskipun pendapatan operasional meningkat setiap tahunnya. Dari hasil NPM diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan manajemen kedua bank tidak cukup baik dalam meminimalisir beban operasional bank. Hal itu terbukti dari hasil rasio Net Profit Margin yang terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
48 4. Faktor Rentabilitas (Earning) Tabel 3.5 Hasil Rasio Return On Asset (ROA) ROA 2012 2013 2014 2015 BCA 3,32% 3,59% 3,75% 3,81% BRI 4,33% 4,46% 3,84% 3,70% Standar BI >1,5% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.5 Grafik Return On Asset (ROA) ROA 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Hasil ROA pada PT Bank Central Asia periode 2012-2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012, hasil ROA sebesar 3,32%. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi 3,59% dan 3,75% pada tahun 2014. Selanjutnya pada tahun 2015, menjadi 3,81%. Hal ini disebabkan karena laba sebelum pajak dan total aset yang meningkat dari tahun ke tahun. Laba sebelum pajak bank BCA tahun
49 2012 adalah sebesar Rp 14.686.046 kemudian meningkat menjadi Rp 17.815.606 pada tahun 2013. Di tahun berikutnya, laba sebelum pajak sebesar Rp 20.741.121 dan Rp 22.657.114 pada tahun 2015. Di sisi lain, hasil ROA PT Bank Rakyat Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan. Hasil rasio ROA pada tahun 2012 sebesar 4,33% dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 4,46%. Penurunan terjadi pada tahun 2014 menjadi 3,84%. Pada tahun 2015 juga terjadi penurunan menjadi 3,70%. Penurunan ini disebabkan karena kenaikan laba sebelum pajak yang tidak seimbang dengan kenaikan total aset yang cukup signifikan sehingga menyebabkan hasil rasio mengalami penurunan. Selanjutnya adalah Return On Equity (ROE) yang terdapat di tabel berikut: Tabel 3.6 Hasil Return On Equity (ROE) ROE 2012 2013 2014 2015 BCA 25,74% 25,78% 24,23% 22,00% BRI 33,93% 30,13% 27,34% 23,81% Standar BI >23% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat
50 Gambar 3.6 Grafik Return On Equity (ROE) ROE 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Rasio ROE PT Bank Central Asia pada tahun 2012-2015 mengalami kenaikan dan penurunan. Penurunan dikarenakan kenaikan laba setelah pajak tidak seimbang dengan kenaikan modal inti perusahaan yang cukup tinggi. Dengan besarnya modal inti, perusahaan belum dapat memaksimalkan laba setelah pajak yang didapatkan dikarenakan beban operasional yang cukup tinggi. Meskipun mengalami penurunan resiko tetapi masih termasuk ke dalam kategori aman. Pada PT Bank Rakyat Indonesia, hasil ROE mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini juga disebabkan karena manajemen tidak dapat memaksimalkan laba setelah pajak dengan jumlah modal yang dimiliki. Salah satu yang perlu diperbaiki adalah beban operasional yang sangat mempengaruhi laba setelah pajak. Dari hasil ROE kedua bank diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mendapatkan laba dengan modal
51 yang dimiliki kurang baik. Meskipun kedua bank mengalami penurunan rasio tetapi masih termasuk dalam kategori aman. Berikutnya adalah rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sebagai berikut: Tabel 3.7 Hasil rasio BOPO BOPO 2012 2013 2014 2015 BCA 48,38% 49,36% 49,87% 52,68% BRI 72,69% 71,94% 59,69% 59,72% Standar BI <83% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.7 Grafik BOPO BOPO 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Berdasarkan perhitungan pada Tabel 3.7, rasio BOPO PT Bank Rakyat Indonesia turun sebesar 72,69% pada tahun 2012 dan 71.94% pada tahun 2013. Selanjutnya pada tahun 2014 mengalami penurunan kembali menjadi 59,69% dan 59,72% pada tahun 2015. Semakin kecil
52 rasio BOPO yang dihasilkan, maka akan semakin baik. Hal ini menunjukkan bahwa bank semakin efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. PT Bank Rakyat Indonesia mampu menekan biaya yang dikeluarkan (lebih kecil) dibandingkan dengan pendapatan yang diterima. Di lain pihak, PT Bank Central Asia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2012, rasio BOPO sebesar 48,38% dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2015 menjadi 52,68%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen dalam mengelola beban operasional kurang baik dibandingkan dengan PT Bank Rakyat Indonesia. Beban operasional perusahaan meningkat cukup signifikan dari tahun ke tahun. Meskipun mengalami peningkatan tetapi masih dalam kategori aman. Berikutnya adalah analisa Net Interest Margin (NIM) sebagai berikut: Tabel 3.8 Hasil Net Interest Margin (NIM) NIM 2012 2013 2014 2015 BCA 5,55% 6,19% 6,77% 6,99% BRI 7,31% 7,76% 7,07% 7,45% Standar BI >6% BCA Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat
53 Gambar 3.8 Grafik Net Interest Margin (NIM) NIM 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Net Interest Margin (NIM) adalah rasio yang akan menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif dalam meningkatkan pendapatan bunga bersih.semakin tinggi rasio NIM, menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatkan aktiva produktif dalam penyaluran kredit. Semakin banyak dana yang disalurkan maka semakin banyak pula pendapatan bunga yang akan diperoleh. Standar Bank Indonesia menetapkan besarnya rasio NIM adalah > 6%. Pada Tahun 2011-2015 PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Central Asia memiliki kinerja manajemen yang baik meskipun pada awalnya PT Bank Central Asia sedikit dibawah standar. Hal tersebut disebabkan kurangnya pendapatan bunga yang didapatkan PT Bank Central Asia pada tahun tersebut.
54 5. Faktor Likuiditas (Liquidity) Tabel 3.9 Hasil Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR 2012 2013 2014 2015 BCA 68,39% 74,96% 75,94% 79,94% BRI 77,92% 86,13% 79,56% 84,38% Standar BI 110% BCA Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat BRI Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Sangat Sehat Gambar 3.9 Grafik Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 2012 2013 2014 2015 BCA BRI Rasio LDR yang lebih tinggi dari standar Bank Indonesia yaitu sebesar 110% atau lebih menunjukkan likuiditas bank tidak sehat, kemampuan likuiditas bank rendah sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah rasio menunjukkan likuiditas bank yang sehat. Kedua bank masih dalam kategori aman meskipun memiliki persentase yang cukup tinggi. Hal
55 tersebut dikarenakan jumlah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga hampir mendekati jumlah dana yang didapatkan dari pihak ketiga. Dari hasil analisis LDR, dapat disimpulkan bahwa kedua bank telah melakukan kinerja yang cukup baik dengan meningkatnya dana pihak ketiga. Kenaikan dana pihak ketiga tersebut dapat digunakan untuk menambah pendapatan bunga dengan cara memberikan kredit kepada pihak ketiga.