HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Karakteristik Remaja Putri Usia Remaja Putri

dokumen-dokumen yang mirip
KUESIONER PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI. n = Z 2 (1-α/2) x σ 2 ε 2 x φ 2 n = x x n = 79 mahasiswi

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

METODOLOGI PENELITIAN

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

KUESIONER HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI FAST FOOD, AKTIVITAS FISIK DAN FAKTOR LAIN DENGAN GIZI LEBIH PADA REMAJA SMU SUDIRMAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2008

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KUESIONER PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

BAB V HASIL PENELITIAN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL WAHYU DEWANTI LESTARI

Lampiran 1 Kategori pengukuran data penelitian. No. Variabel Kategori Pengukuran 1.

Informed Consent Persetujuan menjadi Responden

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

PENGARUH PERSEPSI BODY IMAGE TERHADAP KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN DENGAN STATUS GIZI DAN PRESTASI SISWA SMA N 1 PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR ROTUA YULIANTI SIMARMATA

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA PADA MURID SEKOLAH DASAR DI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

KUESIONER DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

KEBIASAAN SARAPAN PADA MAHASISWA TPB IPB DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN OBES IFDAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI DAN BODYIMAGE

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD PADA ANAK SMP NEGERI 31 BANJARMASIN. Faidatur Rahmi H.*dan Aprianti**

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

Konsumsi Pangan (makanan dan minuman) Intake energi. Persentase tingkat konsumsi cairan. Kecenderungan dehidrasi

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Sekolah SMA Budi Mulia terletak di Jalan Kapten Muslihat nomor 22 Bogor. Sekolah ini terletak di pusat keramaian dan letaknya sangat strategis sehingga banyak kendaraan umum yang melaluinya. SMA Budi Mulia Bogor memiliki bangunan sekolah seluas 1835m 2 dan luas ruang kelas 72m 2. Fasilitas fisik yang dimiliki meliputi ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, perpustakaan, laboratorium (komputer, fisika, kimia dan biologi), ruang hotspot, ruang seni, ruang kegiatan, ruang konseling, kantin, gudang, toilet dan UKS (Unit Kesehatan Siswa). Fasilitas lahan yang ada terdiri atas lapangan olahraga dan lapangan parkir. SMA Budi Mulia Bogor merupakan salah satu sekolah swasta favorit yang unggul di Kota Bogor. Visi dari sekolah ini adalah SMA Budi Mulia unggul dalam pembentukan kedewasaan pribadi berdasarkan semangat kebersamaan, kekeluargaan guna meningkatkan profesionalisme yang diwujudkan melalui keteladanan dan cinta kasih. Saat ini SMA Budi Mulia Bogor dikepalai oleh Dra. Cecilia Hendrawati. Guru dan pegawai SMA Budi Mulia Bogor berjumlah 43 orang. Jumlah siswa/siswi SMA Budi Mulia Bogor adalah 719 orang dengan rincian 260 orang kelas X, 259 orang kelas XI, dan 200 orang kelas XII. Waktu belajarnya dimulai dari pukul 07.15 s.d. pukul 13.30 untuk semua kelas. Selain kegiatan intrakurikuler, SMA Budi Mulia Bogor juga mendukung kegiatan ekstrakurikuler akademik dan nonakademik. Karakteristik Remaja Putri Contoh dalam penelitian ini adalah siswa remaja putri SMA Budi Mulia Bogor kelas XI. Tabel 3 menjelaskan karakteristik remaja putri berdasarkan karakteristik individu dan status gizi remaja putri. Karakteristik individu yang diamati meliputi usia dan asal daerah. Contoh dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dengan jumlah contoh sebanyak 60 orang yang terdiri dari 35 orang berstatus gizi normal dan 25 orang berstatus gizi gemuk/obes. Usia Remaja Putri Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa contoh dalam penelitian ini berusia 15-17 tahun. Pada kelompok usia 16 tahun remaja putri berstatus gizi normal berjumlah 82.9% dan remaja putri berstatus gizi gemuk/obes berjumlah 72%.

27 Rentang usia remaja putri dalam penelitian ini termasuk dalam masa remaja pertengahan (15-18 tahun). Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05). Asal Daerah Remaja Putri Persentase remaja putri yang berasal dari Bogor pada kelompok normal sebesar 88.6% dan pada kelompok gemuk/obes sebesar 96%. Hasil uji Chisquare menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asal daerah kedua kelompok remaja putri (p>0.05). Tabel 3 Sebaran remaja putri berdasarkan karakteristik individu dan status gizi Status Gizi Karakteristik Individu Usia 15 tahun 0 0 1 4 1 1.7 16 tahun 29 82.9 18 72 47 78.3 17 tahun 6 17.1 6 24 12 20 Asal daerah Bogor 31 88.6 24 96 55 92 Luar Bogor 4 11.4 1 4 5 8 Karakteristik Keluarga Remaja Putri Tabel 4 menjelaskan tentang kondisi sosial ekonomi keluarga remaja putri yang dilihat berdasarkan jumlah anggota keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua. Besar Keluarga Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga 5 4 orang, sedang jika 5-6 orang dan besar jika z 7 orang. Tabel 4 menunjukkan bahwa besar keluarga kedua kelompok remaja putri merupakan keluarga kecil (58.3%) dan sedang (41.7%). Menurut Suhardjo (1996), semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang, akan tetapi dalam penelitian ini besar keluarga tidak menjadi faktor utama yang berpengaruh besar terhadap konsumsi pangan remaja putri. Hal ini diduga karena remaja putri yang menjadi contoh dalam penelitian ini

28 berasal dari keluarga yang tingkat pendapatan orangtuanya tergolong menengah ke atas. Hasil uji t menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara besar keluarga remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes (p>0.05). Tabel 4 Sebaran remaja putri berdasarkan kondisi sosial ekonomi keluarga dan status gizi Status Gizi Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Kecil Sedang Besar Total Pendidikan Orang tua 21 14 0 35 SD/Sederajat 0 0 1 4 1 1.7 SMP/Sederajat 4 11.4 0 0 4 6.7 60 40 0 100 14 11 0 25 56 44 0 100 35 25 0 60 58.3 41.7 SMA/Sederajat 15 42.9 11 44 26 43.3 Perguruan Tinggi/Sederajat 16 45.7 13 52 29 48.3 Pekerjaan Orang tua PNS 6 17.1 2 8 8 13.3 Pegawai Swasta 18 51.4 12 48 30 50 Wiraswasta 9 25.7 9 36 18 30 Polisi/ABRI 0 0 0 0 0 0 Lainnya 2 5.7 2 8 4 6.7 Pendapatan Orang tua < Rp 2.000.000 2 5.7 3 12 5 8.3 Rp 2.000.000-<Rp 3.000.000 12 34.3 10 40 22 36.7 Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000 14 40 5 20 19 31.7 > Rp 5.000.000 7 20 7 28 14 23.3 Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua (ayah) remaja putri terdiri dari PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan lainnya (pensiunan). Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar orangtua remaja putri (50%) bekerja sebagai pegawai swasta. Hanya 13.3% orangtua dari remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obes bekerja sebagai PNS. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara pekerjaan orangtua remaja putri berstatus gizi normal dan remaja putri berstatus gizi gemuk/obes. 0 100

29 Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi serta menerima suatu inovasi (Isnani 2011). Pendidikan orangtua (ayah) dikategorikan menjadi empat, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi/sederajat. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (43.3%) dan perguruan tinggi (48.3%). Terdapat orangtua yang memiliki tingkat pendidikan terakhir hanya sampai SD (1.7%). Menurut Suhardjo et al. (1988) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang. Hasil uji Chisquare menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendidikan ayah kedua kelompok remaja putri (p>0.05). Pendapatan Orangtua Pendapatan orangtua pada penelitian ini diukur dari pendapatan ayah selama 1 bulan. Pendapatan orangtua diklasifikasikan menurut kisaran pendapatan sebagai berikut: <Rp 2.000.000, Rp 2.000.000 <Rp 3.000.000, Rp 3.000.000 Rp 5.000.000 dan >Rp 5.000.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23.3% orangtua remaja putri memiliki pendapatan perbulan >Rp 5.000 000. Terdapat 8.3% remaja putri yang memiliki orangtua dengan pendapatan perbulan <Rp 2.000.000 (Tabel 4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besar pendapatan orangtua remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obesitas berada pada rentang ekonomi menengah ke atas. Hasil uji Chisquare menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan orangtua kedua kelompok remaja putri (p>0.05). Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner. Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar ( Correct-Answer Multiple Choice ). Tabel 5

30 menjelaskan mengenai persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang dapat dijawab benar oleh remaja putri yang menjadi contoh dalam penelitian ini. Tabel 5 Sebaran remaja putri berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi No Pengetahuan Gizi Normal (n=35) Gemuk/Obes t-test (n=25) n % n % p 1 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. 20 57.1 16 64 0.600 2 Konsumsi energi berlebihan disimpan dalam bentuk lemak. 3 Makanan berguna bagi tubuh untuk sumber tenaga, pembangun dan pengatur. 4 Contoh pangan sumber protein nabati adalah tahu dan tempe. 5 Fungsi air bagi tubuh adalah untuk mengatur suhu tubuh. 6 Kata yang berarti kegemukan adalah obesitas. 7 Kegemukan dihadapi remaja karena kelebihan karbohidrat dan lemak. 8 Makanan yang sehat adalah makan beraneka ragam makanan dalam jumlah seimbang. 9 Kebutuhan gizi dapat dipenuhi dengan cara mengonsumsi makanan yang beraneka ragam. 10 Contoh menu yang sehat (rendah lemak, garam, gula dan tinggi serat) di restoran fastfood adalah nasi putih, ayam goreng, sop sayuran dan air mineral. 11 Minuman yang sehat adalah air putih. 12 Pengertian fastfood adalah makanan tinggi kalori, rendah zat gizi. 13 Akibat mengkonsumsi fastfood setiap hari adalah timbulnya penyakit jantung dan diabetes. 14 Usaha untuk mendapatkan berat badan ideal adalah konsumsi gizi seimbang dan aktivitas fisik. 15 Keberhasilan menurunkan berat badan pada penderita overweight dipengaruhi oleh motivasi untuk hidup lebih sehat 28 80 23 92 0.179 9 25.7 5 20 0.613 25 71.4 20 80 0.458 17 48.6 9 36 0.341 33 94.3 23 92 0.732 26 74.3 23 92 0.062 33 94.3 24 96 0.812 19 54.3 20 80 0.034 34 97.1 24 96 0.812 35 100 25 100-29 82.9 21 84 0.909 33 94.3 23 92 0.732 34 97.1 21 84 0.111 32 91.4 24 96 0.492

31 Tabel 5 (Lanjutan) No Pengetahuan Gizi 16 Salah satu gangguan makan yang terjadi pada remaja adalah bulimia nervosa 17 Aktivitas fisik yang sehat adalah mengepel, mencuci baju dan jalan kaki. 18 Kegiatan fisik dan olahraga bermanfaat untuk mengontrol kelebihan berat badan. 19 Waktu olahraga yang baik adalah dua kali seminggu selama 30 menit. 20 Tekanan darah manusia yang normal adalah 120/80 mmhg. Normal Gemuk/Obes (n=35) (n=25) t-test n % n % p 26 74.3 16 64 0.400 33 94.3 25 100 0.160 34 97.1 24 96 0.812 22 62.9 18 72 0.467 23 65.7 16 64 0.893 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui perbedaan pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dengan remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara jawaban remaja putri yang berstatus gizi normal dan remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes pada pertanyaan nomor 9 (p<0.05). Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), sedang (60-80%) dan tinggi (80%). Tabel 6 menunjukkan hasil sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi. Tabel 6 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi Pengetahuan Gizi Kurang (<_ 60%) 1 2.9 0 0 1 1.7 Sedang (60-80%) 19 54.3 15 60 34 56.7 Baik (> 80%) 15 42.9 10 40 25 41.7 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat pengetahuan gizi remaja putri pada contoh penelitian ini tergolong sudah baik. Sebagian besar (56.7%) remaja putri memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 41.7% remaja putri memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Namun, masih terdapat 1.7% remaja putri yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang kurang pada remaja putri yang berstatus gizi normal.

32 Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes. Hal ini dikarenakan 54.3% remaja putri berstatus gizi normal memiliki pengetahuan gizi sedang dan 42.9% memiliki pengetahuan gizi yang baik sedangkan 60% remaja putri berstatus gizi gemuk/obes memiliki pengetahuan gizi sedang dan 40% memiliki pengetahuan gizi baik. Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat juga diketahui bahwa pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes lebih tinggi daripada remaja putri yang berstatus gizi normal. Hal ini dikarenakan seseorang yang berstatus gizi gemuk/obes cenderung takut dengan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh kegemukan, sehingga mereka lebi mencari informasi-informasi mengenai hal tersebut sehingga pengetahuan gizi remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes lebih tinggi (Wirakusumah 1994). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan terhadap kegemukan akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Dalam penelitian ini dilakukan skoring kebiasaan makan, semakin besar skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan orang tersebut. Adapun kebiasaan makan yang diberi skor dalam penelitian ini adalah frekuensi makan, kebiasaan makan berlebihan saat sedang stress, kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan di sekolah, kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan mengonsumsi sayur dan kebiasaan mengonsumsi buah. Berikut adalah Tabel 7 yang menunjukkan sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan makan. Tabel 7 Sebaran remaja putri berdasarkan skor kebiasaan makan dan status gizi Skor Kebiasaan Makan Rendah ( <_ 60%) 28 80 14 56 42 70 Sedang (60-80%) 6 17.1 11 44 17 28.3 Tinggi (> 80%) 1 2.9 0 0 1 1.7 Rata-rata ± SD 51.7 ± 12.2

33 Skor tertinggi kebiasaan makan adalah 100 dan skor terendahnya 0. Semakin tinggi skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan yang diterapkan remaja putri. Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar (70%) remaja putri memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar 51.7 dengan standar deviasi 12.2. Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja putri sering melewatkan sarapan sehingga memiliki frekuensi makan makanan utama sebanyak 1-2 kali/hari. Selain itu remaja putri juga menyukai camilan gurih dan gorengan serta memiliki kebiasaan mengonsumsi soft drink. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kebiasaan makan kedua kelompok remaja putri (p>0.05). Berikut adalah Tabel yang menunjukkan sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan dalam sehari dan kebiasaan sarapan remaja putri. Tabel 8 Sebaran remaja putri berdasarkan frekuensi makan dan kebiasaan sarapan Kebiasaan Makan Frekuensi makan sehari 1-2 kali/hari 18 51.4 10 40 28 46.7 3-4 kali/hari 17 48.6 15 60 32 53.3 > 4 kali/hari 0 0 0 0 0 0 Kebiasaan sarapan Ya 19 54.3 14 56 33 55 Tidak 16 45.7 11 44 27 45 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar (53.3%) remaja putri terbiasa makan dengan frekuensi 3-4 kali/hari dan sisanya sebesar 46.7% terbiasa makan dengan frekuensi 1-2 kali/hari. Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. Akan tetapi dalam penelitian ini frekuensi makan remaja putri gemuk/obes sebagian besar (60%) berada pada frekuensi 3-4 kali/hari. Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri memiliki frekuensi makan yang baik, tetapi pada saat dilakukan recall 2x24 jam diketahui bahwa remaja putri sering melewatkan waktu makan

34 khususnya makan malam dengan alasan sedang membatasi kalori yang dikonsumsi. Sebagian besar (55%) remaja putri terbiasa melakukan sarapan sebelum berangkat sekolah. Selain itu, sebesar 45% remaja putri yang tersebar pada kelompok normal dan gemuk/obes mengaku tidak pernah melakukan sarapan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Story et al. (2002) ditemukan bahwa sarapan merupakan waktu makan yang paling sering dilewatkan oleh remaja khususnya remaja perempuan. Adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Pada penelitian ini sebagian besar alasan remaja putri melewatkan sarapan adalah karena tidak sempat sarapan (terlambat bangun untuk berangkat ke sekolah) dan terbiasa tidak sarapan pagi. Selain kebiasaan makan di atas, kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah-buahan juga diteliti dalam penelitian ini. Berikut adalah tabel yang menunjukkan kebiasaan remaja putri mengonsumsi sayur dan buah serta frekuensinya. Tabel 9 Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan Kebiasaan Makan Kesukaan terhadap sayur Ya 26 74.3 23 92 49 81.7 Tidak 9 25.7 2 8 11 18.3 Kebiasaan makan sayur 1-2 kali/hari 25 71.4 16 64 41 68.3 3-4 kali/hari 7 20 7 28 14 23.3 >4 kali/hari 3 8.6 2 8 5 8.3 Kesukaan terhadap buah Ya 34 97.1 25 100 59 98.3 Tidak 1 2.9 0 0 1 1.7 Kebiasaan makan buah 1-2 kali/hari 31 88.6 23 92 54 90 3-4 kali/hari 4 11.4 1 4 5 8.3 >4 kali/hari 0 0 1 4 1 1.7

35 Sebagian besar (81.7%) remaja putri menyatakan suka mengonsumsi sayur, sisanya sebesar 18.3% remaja putri menyatakan tidak suka mengonsumsi sayur. Alasan remaja putri yang tidak menyukai sayur adalah karena menurut mereka rasa sayur tidak enak, tidak biasa dan terkadang pahit. Frekuensi makan sayur remaja putri dalam sehari adalah 1-2 kali/hari (68.3%), yaitu 71.4% remaja putri berstatus gizi normal dan 64% remaja putri berstatus gizi gemuk/obes. Menurut (Drapeau et al. 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Sebagian besar (98.3%) remaja putri menyukai buah, sisanya 1.7% tidak menyukai buah. Semua remaja putri gemuk/obesitas dalam penelitian ini mengaku menyukai buah. Sebagian besar (90%) remaja putri memiliki frekuensi makan buah 1-2 kali/hari, yaitu 88.6% remaja putri berstatus gizi normal dan 92% remaja putri berstatus gizi gemuk/obes. Hasil penelitian menujukkan bahwa remaja putri yang paling banyak mengonsumsi buah (>3 kali/hari) adalah remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes, hal ini dikarenakan remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes mengganti makan malam dengan mengonsumsi buah (apel, jeruk, dan pepaya). Selain kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah-buahan, kebiasaan mengonsumsi camilan juga diteliti dalam penelitian ini. Camilan atau makanan ringan atau snack adalah istilah bagi makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan malam). Tabel 10 menguraikan sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi camilan, kesukaan terhadap camilan gurih, kebisaan mengonsumsi camilan saat stres serta kebiasaan jajan di sekolah. Sebagian besar (43.3%) remaja putri mengonsumsi camilan dengan frekuensi sebanyak 3-5 kali/minggu. Adapun persentase tertinggi remaja putri yang mengonsumsi camilan setiap hari adalah pada remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes yaitu sebesar 20% kemudian diikuti dengan remaja putri yang berstatus gizi normal dengan persentase sebesar 17.1%. Sebagian besar (88.3%) remaja putri menyukai camilan yang rasanya gurih. Hal ini disebabkan remaja putri dalam penelitian ini suka mengonsumsi camilan gurih pada saat istirahat di sekolah. Sebagian besar remaja putri (66.7%) tidak mengonsumsi camilan berlebihan saat sedang stres, tetapi terdapat 33.3% remaja putri menyatakan

36 mengonsumsi camilan berlebihan saat sedang mengalami stres. Adapun kondisikondisi yang membuat remaja putri stres antara lain saat sedang banyak tugas, saat ujian ataupun sedang mengalami masalah baik dengan teman maupun keluarga. Adapun sebagian besar (66.7%) remaja putri menyatakan setiap hari membeli dan mengonsumsi jajanan di sekolah. Sebagian besar dari mereka mengaku bahwa makanan yang sering dibeli saat jajan di sekolah adalah mi instant, gorengan dan makanan ringan untuk mengisi perut sementara waktu di antara waktu belajar. Tabel 10 Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi camilan, jenis camilan yang dikonsumsi dan kebiasaan jajan di sekolah Kebiasaan Makan Kebiasaan mengonsumsi camilan Setiap hari 6 17.1 5 20 11 18.3 3-5 kali/minggu 16 45.7 10 40 26 43.3 1-2 kali/minggu 12 34.3 9 36 21 35 Tidak pernah 1 2.9 1 4 2 3.3 Kesukaan terhadap camilan (snack) yang rasanya gurih Ya 32 91.4 21 84 53 88.3 Tidak 3 8.6 4 16 7 11.7 Kebiasaan camilan berlebihan ketika stress Ya 10 28.6 10 40 20 33.3 Tidak 25 71.4 15 60 40 66.7 Kebiasaan jajan di sekolah Setiap hari 23 65.7 17 68 40 66.7 3-5 kali/minggu 7 20 2 8 9 15 1-2 kali/minggu 5 14.3 6 24 11 18.3 Tidak pernah 0 0 0 0 0 0 Kebiasaan makan yang juga diteliti dalam penelitian ini adalah kebiasaan remaja putri dalam mengonsumsi fast food dan soft drink. Dalam penelitian ini, sebagian besar (81.7%) remaja putri mengonsumsi fast food 1-2 kali/minggu. Fast food yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian besarremaja putri adalah KFC (Kentucky Fried Chicken) karena lokasi sekolah yang dekat dengan tempat penjualan. Sebagian besar (66.7%) remaja putri menyatakan mengonsumsi soft

37 drink 1-2 kali/. Soft drink yang paling sering dikonsumsi oleh remaja putri adalah Coca-cola, Pepsi, Teh Botol dan Teh Gelas. Tabel 11 Sebaran remaja putri berdasarkan kebiasaan mengonsumsi fast food dan soft drink Kebiasaan Makan Kebiasaan konsumsi fast food Setiap hari 0 0 1 4 1 1.7 3-5 kali/minggu 2 5.7 3 12 5 8.3 1-2 kali/minggu 30 85.7 19 76 49 81.7 Tidak pernah 3 8.6 2 8 5 8.3 Kebiasaan konsumsi Soft Drink Setiap hari 0 0 3 12 3 5 3-5 kali/minggu 6 17.1 2 8 8 13.3 1-2 kali/minggu 25 71.4 15 60 40 66.7 Tidak pernah 4 11.4 5 20 9 15 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi antara energi yang dikonsumsi dengan energi yang dikeluarkan pada akhirnya akan menentukan status gizi seseorang. Nilai PAL rata-rata untuk seluruh remaja putri adalah 1.3 ± 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri (88.3%) memiliki tingkat aktivitas fisik yang sangat ringan. Angka ini tidak berbeda jauh dengan data Riskesdas (2007) yang menyebutkan bahwa prevalensi nasional kurang aktivitas fisik pada penduduk yang berumur lebih dari 10 tahun adalah 48.2%. Tabel 12 Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik Jenis Aktivitas Rata-rata+SD (jam/hari) Tidur 8.2 ± 1.2 Kebersihan diri 1.0 ± 0.1 Makan 1.0 ± 0.0 Naik mobil/bus 1.1 ± 0.5 Mengendarai motor 0.1 ± 0.3 Berjalan tanpa beban 0.1 ± 0.2 Mengetik 0.1 ± 0.4 Ngobrol/diskusi 0.8 ± 0.5 Nonton tv 2.1 ± 0.9 Aerobik intensitas rendah 0.2 ± 0.7 Berdiri/bw beban 0.1 ± 0.3 Duduk 6.6 ± 0.3 Membaca 2.7 ± 0.9

38 Aktivitas remaja putri yang diamati adalah aktivitas pada waktu hari sekolah. Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa sebagian besar waktu yang dimiliki oleh remaja putri dihabiskan untuk sekolah dan tidur. Rata-rata lama tidur remaja putri adalah sebesar 8.2 ± 1.2 jam/hari dan rata-rata lama di sekolah adalah 6.6 ± 0.3 jam/hari. Hal inilah yang mengakibatkan sebagian besar (88.3%) aktivitas remaja putri tergolong ke dalam aktivitas sangat ringan (Tabel 13). Tabel 13 Sebaran remaja putri berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi Kategori PAL Keg iatan Sangat ringan < 1,40 29 82.9 24 96 53 88.3 Ringan 1,40-1,69 5 14.3 1 4 6 10.0 Sedang 1,70-1,99 1 2.9 0 0 1 1.7 Berat 2,00-2,39 0 0 0 0 0 0 Tidak ada remaja putri yang melakukan aktivitas memasak, membersihkan rumah dan perlengkapan rumah karena memiliki pembantu. Untuk berangkat sekolah pun seluruh remaja putri menggunakan fasilitas transportasi umum (angkutan umum dan kereta) dan kendaraan pribadi. Hal inilah yang diduga menyebabkan aktivitas fisik remaja putri tergolong sangat ringan. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat aktivitas fisik remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes. Intik Konsumsi clan Tingkat Kecukupan Gizi Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya dengan mengonsumsi pangan. Tujuan mengonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1992). Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu dapat diketahui dengan melakukan survai konsumsi pangan secara kualitatif dan kuantitatif (Suhardjo 1989). Secara kuantitatif yang paling sering digunakan diantaranya adalah metode recall (mengingat) (Riyadi 1996). Konsumsi pangan seseorang dapat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pangan, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan

39 pengetahuan ibu, serta selera sebagian besar keluarga (Suhardjo 1989). Tabel 14 menguraikan rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri. Tabel 14 Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri Zat Gizi Jumlah Energi Konsumsi (kkal) 2259 AKE (kkal) 2255 TKE (%) 99.8 Protein Konsumsi (gram) 56 AKP (gram) 55 TKP (%) 98.2 Rata-rata asupan energi remaja putri adalah 2259 Kalori dan rata-rata asupan protein sebesar 56 gram. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein masing-masing individu yang dihitung menggunakan rumus acuan dari WNPG (2004) untuk energi dan protein, maka diperoleh rata-rata Tingkat Kecukupan Gizi energi sebesar 99.8% dan protein sebesar 98.2%. Mengacu kepada Departemen Kesehatan (1996) yang mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein dalam lima tingkatan yaitu : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit tingkat sedang (70-79%), (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG), (4) Normal (90-119% AKG) dan (5) Kelebihan ( z 120% AKG), maka rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri tergolong normal. Frekuensi konsumsi remaja putri ditampilkan untuk melihat pola kebiasaan makan dan dilakukan dengan metode recall 2x24 jam. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasan makan individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Sanjur 1982). Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri dibedakan menjadi lima dengan mengacu pada cut of point berdasarkan Departemen Kesehatan (1996). Tabel 15 menguraikan sebaran remaja putri menurut tingkat kecukupan energi. Sebagian besar remaja putri (83.3%) termasuk dalam kategori defisit tingkat berat, hal ini terjadi karena sebagian besar remaja putri memiliki

40 konsumsi pangan yang kurang baik. Sebesar 6.7% remaja putri memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong dalam kategori normal. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan energi remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes. Tabel 15 Sebaran remaja putri berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi Tingkat kecukupan energi Defisit tingkat berat 27 77.1 23 92 50 83.3 Defisit tingkat sedang 2 5.7 1 4 3 5 Defisit tingkat ringan 2 5.7 0 0 2 3.3 Normal 4 11.4 0 0 4 6.7 Kelebihan 0 0 1 4 1 1.7 Konsumsi energi yang masih kurang dari angka kecukupan selain diduga disebabkan karena remaja putri terutama remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obesitas membatasi asupan makanannya (diet) terutama pangan sumber energi dan karbohidrat. Selain itu, hal ini diduga juga disebabkan oleh beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengukuran konsumsi pangan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain bisa disebabkan oleh responden dan enumerator, lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu kecenderungan dimana responden akan melaporkan lebih pada konsumsi yang sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang berlebihan (underestimate highintakes) (Gibson 1990). Menurut Kusharto dan Sa diyyah (2003), metode recall konsumsi yang digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah tangga (urt) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya ukuran antar responden. Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan tingkat kecukupan protein, sebagian besar remaja putri (65%) termasuk dalam kategori defisit berat. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat fungsi protein yang sangat penting bagi pertumbuhan khususnya untuk remaja. Hal ini dikarenakan remaja putri yang berstatus gizi normal mengonsumsi pangan hewani dan nabati dalam jumlah yang sedikit, serta

41 remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes melakukan pembatasan makanan untuk menurunkan berat badan dengan mengurangi porsi makan termasuk juga porsi pangan sumber hewani yang mereka yakini sebagai makanan penyumbang lemak yang cukup besar. Terdapat tingkat kecukupan protein yang berlebih pada remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes (4%), diduga remaja putri tersebut tidak melakukan pembatasan pangan sumber protein baik pangan nabati maupun hewani. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan protein remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes. Tabel 16 menunjukkan sebaran remaja putri menurut tingkat kecukupan protein dan status gizi. Tabel 16 Sebaran remaja putri menurut tingkat kecukupan protein dan status gizi Tingkat kecukupan protein Defisit tingkat berat 18 51.4 21 84 39 65 Defisit tingkat sedang 7 20 0 0 7 11.7 Defisit tingkat ringan 5 14.3 3 12 8 13.3 Normal 4 11.4 0 0 4 6.7 Kelebihan 1 2.9 1 4 2 3.3 Body Image Body image (citra raga) adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germov & Williams 2004). Wirakusumah (1994) mengatakan bahwa seseorang dikatakan mempunyai bentuk tubuh ideal apabila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus maupun terlalu gemuk dan terlihat serasi antara berat badan dan tinggi badan. Dalam penelitian ini, persepsi body image remaja putri dinilai melalui metode Figure Rating Scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983). Persepsi body image yang dinilai adalah persepsi tubuh saat ini, persepsi bentuk tubuh ideal dan persepsi tubuh yang diharapkan berdasarkan persepsi mereka. Remaja putri mempersepsikan bentuk tubuhnya melalui gambar siluet 1-9 (Gambar 1).

42 Tabel 17 Sebaran remaja putri berdasarkan pengetahuan dan pentingnya body image menurut status gizi Body Image Makna Body Image Ya 10 28.6 6 24 16 26.7 Tidak 25 71.4 19 76 44 73.3 Body Image Tidak Penting 1 2.9 2 8 3 5 Cukup Penting 27 77.1 18 72 45 75 Sangat Penting 7 20 5 20 12 20 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar remaja putri (73.3%) mengaku tidak mengetahui tentang body image dan sebesar 26% remaja putri yang mengaku mengetahui tentang body image dengan menjawab bahwa pengertian body image adalah gambaran bentuk tubuh. Remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes menganggap cukup penting tentang body image (75%), 20% remaja putri menganggap penting dan 5% remaja putri yang menganggap bahwa body image tidak penting bagi mereka. Hal ini berarti bahwa sebagian besar remaja putri cukup memperhatikan bentuk tubuh mereka. Persepsi terhadap Tubuh Aktual Persepsi terhadap tubuh aktual adalah cara pandang individu terhadap tubuhnya sendiri. Seseorang yang memiliki persepsi terhadap tubuh aktual yang positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap kondisi badan dan kesehatan (Thompson & Altabe 1996). Pada kondisi yang ekstrim, seseorang dengan persepsi terhadap tubuh aktual yang negatif akan mengalami distorsi dalam menilai realitas. Informasi yang ada di pikirannya tentang tubuhnya akan jauh lebih buruk daripada kenyataan. Dampak psikologisnya adalah perasaan tidak puas yang mendalam sehingga berujung pada ketidakbahagiaan (Wirakusumah 1994). Gambar yang dipilih remaja putri dalam menilai bentuk tubuhnya sendiri saat ini adalah gambar nomor 2 sampai nomor 7 (Tabel 18). Sebagian besar (45%) remaja putri memilih gambar nomor 4. Gambar nomor 3 (21.7%) juga banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuhnya saat ini. Remaja putri juga memilih gambar nomor 5 (18.3%) dalam mempersepsikan bentuk tubuhnya saat ini dan sisanya hanya sedikit yang memilih gambar nomor 2 (6.7%), nomor 6 (3.3%) dan gambar nomor 7 (5%)

43 dalam mempersepsikan bentuk tubuhnya saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuhnya adalah cenderung kearah persepsi tubuh yang gemuk. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2010) bahwa gambar nomor 4 sampai 8 merupakan gambar yang dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuhnya saat ini Tabel 18 Sebaran remaja putri berdasarkan status gizi dan persepsi terhadap tubuh aktual Persepsi terhadap Tubuh Aktual Gambar 1 0 0 0 0 0 0 Gambar 2 4 11.4 0 0 4 6.7 Gambar 3 12 34.3 1 4 13 21.7 Gambar 4 16 45.7 11 44 27 45 Gambar 5 3 8.6 8 32 11 18.3 Gambar 6 0 0 2 8 2 3.3 Gambar 7 0 0 3 12 3 5 Gambar 8 0 0 0 0 0 0 Gambar 9 0 0 0 0 0 0 Ket: Gambar 1 merupakan gambar paling kurus Gambar 9 merupakan gambar paling gemuk Harapan Bentuk tubuh Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikkan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan ketidakluwesan dalam beraktivitas (Wirakusumah 1994). Tabel 19 menunjukkan sebaran remaja putri berdasarkan harapan bentuk tubuh. Tabel 19 Sebaran remaja putri berdasarkan harapan bentuk tubuh Harapan Bentuk Tubuh Gambar 1 0 0 0 0 0 0 Gambar 2 6 17.1 3 12 9 15 Gambar 3 27 77.1 17 68 44 73.3 Gambar 4 2 5.7 5 20 7 11.7 Gambar 5 0 0 0 0 0 0 Gambar 6 0 0 0 0 0 0 Gambar 7 0 0 0 0 0 0 Gambar 8 0 0 0 0 0 0 Gambar 9 0 0 0 0 0 0 Ket: Gambar 1 merupakan gambar paling kurus Gambar 9 merupakan gambar paling gemuk

44 Remaja putri memilih gambar nomor 2 sampai 4 untuk mempersepsikan bentuk tubuh yang diharapkan oleh dirinya sendiri. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri adalah gambar nomor 3 (73.3%), sedangkan sisanya sebesar 15% remaja putri menyatakan bentuk tubuh yang mereka harapkan adalah gambar nomor 2 dan 11.7% gambar nomor 4. Gambar nomor 3 sebagai bentuk yang diharapkan oleh remaja putri berstatus gizi gemuk/obes (68%) lebih sedikit dibandingkan remaja putri berstatus gizi normal (77.1%). Sebaliknya, remaja putri berstatus gizi gemuk/obes (20%) lebih banyak dibandingkan remaja putri berstatus gizi normal (5.7%) memilih nomor 4 sebagai bentuk tubuh yang diharapkan oleh dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Isnani (2011) bahwa gambar yang paling banyak dipilih remaja putri adalah gambar nomor 3 (42.5%) dan gambar nomor 4 (41.3%) untuk mempersepsikan bentuk tubuh yang diharapkan dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa sebagian besar remaja putri mengharapkan bentuh tubuh yang cenderung kearah kurus. Persepsi Bentuk Tubuh Ideal, Kurus dan Gemuk Persepsi tubuh adalah suatu perasaan atau pemikiran seseorang mengenai tubuhnya serta pandangan orang lain (Khor et al. 2009 dalam Dewi 2010). Persepsi tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2005 dalam Dewi 2010). Tabel 20 merupakan tabel yang menggambarkan persepsi bentuk tubuh ideal, kurus dan gemuk remaja putri menurut status gizi. Remaja putri memilih bentuk tubuh ideal bagi remaja putri pada gambar 2, 3 dan 4. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuh ideal adalah gambar nomor 3 (73.3%). Selain itu, masing-masing 13.3% remaja putri memilih gambar nomor 2 dan 3 sebagai bentuk tubuh ideal. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Isnani (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memilih gambar nomor 3 (31.3%) dan gambar nomor 4 (51.3%) sebagai gambar bentuk tubuh ideal. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi tubuh ideal bagi remaja putri adalah persepsi tubuh yang cenderung kearah kurus. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuh kurus adalah gambar nomor 1 (88.3%), serta 11.7% remaja putri memilih gambar nomor 2 sebagai bentuk tubuh kurus, yaitu 20% remaja putri berstatus gizi normal saja. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian

45 Isnani (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memilih gambar nomor 1 (67.4%) dan gambar nomor 2 (27.2%) sebagai gambar bentuk tubuh kurus. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi tubuh kurus kearah tubuh yang sangat kurus. Gambar yang paling banyak dipilih remaja putri dalam mempersepsikan bentuk tubuh gemuk adalah gambar nomor 4, 5, 6, 7 dan 9. Persentase terbesar pada gambar yang dipilih remaja putri adalah gambar nomor 9 (36.7%). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi contoh terhadap tubuh gemuk cenderung kearah persepsi tubuh yang sangat gemuk. Tabel 20 Sebaran remaja putri berdasarkan persepsi bentuk tubuh ideal, kurus dan gemuk Kategori Bentuk Tubuh Ideal Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Total 5 26 4 35 14.3 74.3 11.4 100 3 18 4 25 12 72 16 100 8 44 8 60 13.3 73.3 13.3 100 Bentuk Tubuh Kurus Gambar 1 28 80 25 100 53 88.3 Gambar 2 7 20 0 0 7 11.7 Bentuk Tubuh Gemuk Gambar 4 4 11.4 2 8 6 10 Gambar 5 7 20 4 16 11 18.3 Gambar 6 14 40 2 8 16 26.7 Gambar 7 2 5.7 3 12 5 8.3 Gambar 9 8 22.9 14 56 22 36.7 Ket: Gambar 1 merupakan gambar paling kurus Gambar 9 merupakan gambar paling gemuk Tabel 21 menunjukkan jenis persepsi tubuh remaja putri yang diukur dengan cara membandingkan kategori status gizi remaja putri saat ini yang diukur berdasarkan IMT/U dengan persepsi tubuh saat ini. Remaja putri dikatakan memiliki persepsi negatif apabila persepsi remaja putri terhadap tubuhnya saat ini berbeda dengan status gizi remaja putri saat ini berdasarkan kategori IMT/U. Remaja putri memiliki persepsi tubuh positif apabila persepsi remaja putri terhadap tubuhnya saat ini sama dengan hasil dari kategori status gizi remaja putri saat ini berdasarkan kategori IMT/U.

46 Tabel 21 Sebaran remaja putri berdasarkan mispersepsi tentang bentuk tubuh Normal Gemuk/Obes Persepsi Body Image n % n % Kurus 4 11.4 0 0 Normal 16 45.7 1 4 Gemuk/Obes 15 42.9 24 96 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi bentuk tubuh positif, yaitu 96% pada remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obesitas dan 45.7% remaja putri berstatus gizi normal. Sedangkan remaja putri yang memiliki persepsi bentuk tubuh negatif yaitu remaja putri berstatus gizi normal, yaitu 42.9% menganggap bentuk tubuh mereka gemuk/obes dan 11.4% menganggap bentuk tubuh mereka kurus. Hal ini menunjukkan bahwa remaja putri yang berstatus gizi normal lebih banyak yang memiliki persepsi tubuh negatif daripada remaja putri yang berstatus gizi gemuk/obes. Remaja putri gemuk/obes lebih dapat menerima keadaan tubuhnya dibandingkan dengan remaja putri normal. Menurut Hurlock (1980), pada masa remaja hanya sedikit yang merasa puas dengan tubuhnya terutama pada remaja putri, sehingga hal ini menyebabkan adanya persepsi negatif terhadap bentuk tubuhnya. Remaja putri lebih banyak memiliki persepsi tubuh positif dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki persepsi tubuh negatif terhadap bentuk ukuran tubuhnya saat ini. Remaja putri yang memiliki persepsi tubuh negatif merasa ideal meskipun kenyataannya ukuran tubuh remaja putri tidak pada kategori ideal tetapi gemuk. Sebaliknya remaja putri merasa gemuk dan kurus meskipun kenyataannya ukuran tubuhnya tidak pada kategori gemuk dan kurus tetapi sudah normal. Persepsi tubuh positif terlihat dari hampir sebagian besar remaja putri (66.7%) memiliki harapan yang sesuai dengan tubuhnya saat ini. Sedangkan 33.3% remaja putri memiliki harapan yang tidak sesuai dengan tubuhnya saat ini dan menginginkan bentuk tubuh yang lebih kurus dan lebih tinggi dari tubuhnya saat ini. Menurut Willet (2007) dalam Dewi (2010), masalah persepsi tubuh banyak terjadi terutama pada masa remaja. Remaja merupakan suatu periode dimana terjadi perubahan yang cepat pada tubuh. Perubahan yang terjadi secara alami dapat membuat remaja merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya.

47 Upaya Pencapaian Tubuh Ideal Remaja putri yang melakukan upaya pencapaian tubuh ideal hanya 17 orang dari 60 remaja putri. Upaya pencapaian tubuh ideal yang dilakukan remaja putri adalah melalui makanan, produk pelangsing dan olahraga. Upaya pencapaian tubuh ideal melalui makanan adalah dengan cara pengaturan makan seperti diet, pengurangan porsi makan, pengurangan konsumsi makanan berlemak, berkharbohidrat tinggi, peningkatan konsumsi buah dan sayur, serta pengaturan makan lainnya. Upaya pencapaian tubuh ideal dengan produk pelangsing yang dilakukan remaja putri mengonsumsi susu WRP. Upaya pencapaian tubuh ideal melalui olahraga yang dilakukan remaja putri adalah meningkatan frekuensi jalan kaki. Hubungan antara Status Gizi dengan Beberapa Variabel Status gizi merupakan salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari asupan, penyerapan dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi. Status gizi remaja putri dalam penelitian ini dihubungan dengan beberapa variabel seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, dan body image. Tabel 22 menyajikan hubungan status gizi remaja putri dengan beberapa variabel tersebut. Tabel 22 Hubungan status gizi dengan beberapa variabel Variabel r p Kebiasaan makan 0.034 0.794 Aktivitas fisik -0.280 0.030 Pengetahuan gizi 0.043 0.747 Body image 0.387 0.002 Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kebiasaan makan (r= -0.034; p= 0.794), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kebiasaan makan remaja putri belum tentu remaja putri memiliki status gizi yang baik (normal). Hal ini dikarenakan remaja putri memiliki kebiasaan makan yang kurang baik dalam hal frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan mengonsumsi fast food, soft drink, camilan gurih dan jajanan sekolah yang kurang baik. Jika dihubungkan dengan status gizi hasil analisis korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan aktivitas fisik (r= - 0.280; p= 0.030). Hal ini bermakna, walaupun status gizi remaja putri baik akan tetapi remaja putri tidak meningkatkan aktivitas fisiknya. Hal ini dikarenakan

48 aktivitas remaja putri merupakan rutinitas dan sebagian besar remaja putri mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata pelajaran olahraga. Hasil uji korelasi Pearson menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pengetahuan gizi remaja putri (r= 0.043; p= 0.747), hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status gizi remaja putri belum tentu pengetahuan gizi remaja putri semakin baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja putri memiliki skor pengetahuan gizi yang sedang dan diduga pengetahun gizi yang dimiliki oleh remaja putri kurang diterapkan dalam mencapai status gizi yang lebih baik (normal). Jika dihubungkan dengan status gizi hasil analisis korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan body image (r= - 0.387; p= 0.002), hal ini berarti bahwa semakin positif body image yang dimiliki remaja putri belum tentu semakin baik status gizinya. Hal ini dikarenakan terdapat remaja putri yang berstatus gizi normal memiliki persepsi body image yang negatif. Remaja putri ini menganggap bahwa bentuk tubuhnya saat ini lebih kurus atau lebih gemuk, padahal mereka memiliki status gizi yang normal.