BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Pedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY. Ade Rahmawati S. M.Psi

ABSTRAK HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIFITAS (GPPH) TERHADAP STATUS GIZI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG RSUP SANGLAH DENPASAR

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP TINGKAT HIPERAKTIF IMPULSIF PADA ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER (ADHD)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat

PENGERTIAN. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id 5/9/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun) merupakan masa anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian Relevan 1. Kajian ADHD a. Pengertian Istilah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

BAB III ANALISIS ANAK-ANAK INDIGO

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya hanya dengan. mengandalkan kemampuannya sendiri, melainkan kebutuhan manusia akan

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 PSIKIATRI DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNAIR - RSU dr.soetomo SURABAYA 2015

Identifikasi Sistem Model Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Akuisisi Pengetahuan

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi

BAB I PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

II. Deskripsi Kondisi Anak

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini, akan dijelaskan metodologi penelitian. Metodologi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

Mimi M Lusi/Astrid L. Seminar AD/HD. Universitas Bina Nusantara

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

Oleh: Nicki Yutapratama. Universitas Negeri Yogyakarta. Karangmalang, Depok, Sleman, Yogyakarta.

Endah Resnandari Puji Astuti (Dosen Program Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram)

RANCANGAN MODUL PENINGKATAN SELECTIVE ATTENTION PADA ANAK YANG MENGALAMI ATTENTION DEFICIT DISORDER (ADD)

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Kuliah 8 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. digemari bukan saja oleh pembaca anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Di toko-toko

JURNAL SKRIPSI PENDIDIKAN LUAR BIASA PENGGUNAAN BEHAVIOR CONTRACT UNTUK MENGURANGI PERILAKU MALADAPTIF SISWA ADHD

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

ADD/ADHD & PEMBELAJARANNYA. Tim Dosen Hidayat dan Musjafak

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan intervensi pada sasaran penelitian. Eksperimen yang dilakukan

IMPLEMENTASI METODE DEMPSTER-SHAFER

PENERIMAAN IBU TERHADAP ANAK ADHD

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

ANAK ADHD PERSISTILAHAN DISORDER. DIOTAK KECIL. OTAK KECIL. 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER.

BAB I PENDAHULUAN. bisa jadi akan terus bertahan hingga mereka dewasa. Siswa siswi usia sekolah

Apr 16. Jan 16. Mar 16. Feb 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak semua anak berbakat punya perilaku layaknya anak-anak normal. Ada juga diantara mereka memiliki

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder. disebabkan karena cedera otak ringan atau disebut Minimal Brain Damage

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Aliyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim

GAMBARAN KASUS PSIKOLOGI ANAK DI KLINIK TUMBUH KEMBANG ANAK RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

PERILAKU ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DALAM PROSES PEMBELAJARAN (STUDI KASUS PESERTA DIDIK) DI KELAS IV SD NEGERI GEJAYAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anngi Euis Siti Sa'adah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB III METODE PENELITIAN

Pendahuluan. Farida Ainur Rohmah, M.Si., Psi Erlina Listyanti Widuri, S.Psi., MA

Penerapan Caregiver Skill Program untuk Mereduksi Inatensi pada Anak ADHD

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN. : Stimulasi Brain Gym pada Anak ADHD (Studi Kasus pada Anak ADHD)

2016 PENGGUNAAN TEKNIK TEGURAN TERHADAP PERILAKU STEREOTYPE PADA PESERTA DIDIK TOTALLY BLIND DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Hal senada dikemukakan oleh David C.McClelland. McClelland. Sebenarnya inti teori motivasi yang dikemukakan oleh David

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

PEMBELAJARAN RENANG UNTUK ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DI SLB E PRAYUWANA YOGYAKARTA SKRIPSI

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog*

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK PENGARUH KONSUMSI DHA TERHADAP KECENDERUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS PADA ANAK USIA 3 6 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini diperkuat

MODIFIKASI PERILAKU. (Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus) Oleh Edi Purwanta Staf Pengajar PLB FIP UNY

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity = hiperaktivitas, Disorder = gangguan). Penggunaan istilah ini menunjuk pada anak-anak yang memiliki gangguan dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Mereka cenderung sangat aktif, bertindak tanpa berpikir panjang dan mengalami masalah atau gangguan dalam hal pemusatan perhatian. Zaviera (2007: 50) menjelaskan bahwa, kelemahan dalam memusatkan perhatian yang disertai hiperaktivitas pada seorang ADHD merupakan gangguan yang diderita selama bertahun-tahun dan sering dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Gangguan ini dialami oleh 3-5 persen anak usia sekolah dalam kurun waktu 6 bulan. Barkley (1991) dalam Wood (2012: 78), mendefinisikan bahwa ADHD merupakan sebuah gangguan perilaku yang menyebabkan lemahnya kemampuan dalam mengontrol diri dan kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat. Kesulitan beradaptasi yang dialami ADHD seringkali dianggap sebagai seseorang yang mengalami gangguan jiwa. Wood (2012: 79) mengklasifikasikan ADHD sebagai sebuah gangguan kejiwaan yang pengaruhnya bisa mengarah pada orang-orang yang ada di sekitar mereka. Meskipun demikian, gangguan kejiwaan yang dialami ADHD, yaitu gangguan perilaku dan sikap menentang, tidaklah sama dengan gangguan kejiwaan pada umumnya, karena gangguan perilaku atau sikap menentang yang dimiliki anak ADHD merupakan gambaran dari perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas yang merupakan tanda atau karakteristik yang dimiliki oleh anak ADHD. Penjelasan mengenai karakteristik anak ADHD terdapat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-V), yaitu: A persistent pattern of inattention and/or hyperactivity-impulsivity that interferes with functioning or development, as characterized by (1) and/or (2): 1

2 1. Inattention 2. Hyperactivity and impulsivity Ketiga karakteristik utama ADHD yaitu inatensi, hiperaktif dan impulsif, muncul pada awal masa kanak-kanak. Namun, tidak semua anak yang menunjukkan karakteristik tersebut adalah seorang ADHD, karena pada umumnya anak-anak memang menunjukkan perilaku tersebut, walaupun dalam taraf yang ringan (NIMH, 2003: 2). Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami ADHD, dibutuhkan diagnosis yang tepat dari ahli, seperti psikiater, psikolog dan dokter anak. Diagnosis yang diberikan oleh ahli, berisi gejala-gejala spesifik yang mengindikasikan seorang mengalami ADHD. Gejala-gejala yang ditunjukkan muncul sebelum usia 12 tahun, berlangsung minimal 6 bulan dan terjadi pada minimal dua setting tempat, seperti tempat bermain, ruang kelas, rumah dan di lingkungan masyarakat (NIMH, 2003: 7). Jadi, jika seseorang menunjukkan karakteristik yang sama dengan anak ADHD, tetapi tidak memenuhi diagnosis yang ada, anak tersebut bukanlah seorang ADHD. ADHD dengan segala gejala yang menyertainya, dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam segala aspek kehidupan, seperti yang disebutkan oleh Harpin (2005: 1) dalam penelitiannya yang berjudul The Effect of ADHD on The Life of An Individual, Their Family, and Community from Preschool to Adult Life, bahwa Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) may affect all aspects of a child s life. Indeed, it impacts not only on the child, but also on parents and siblings. Dampak negatif yang muncul tidak hanya dirasakan oleh anak ADHD itu sendiri, tapi juga dirasakan oleh orang tua dan saudarasaudaranya, dan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, diantaranya aspek pendidikan dan sosial. Pada aspek pendidikan, ADHD menyebabkan mereka kesulitan dalam mempertahankan konsentrasi pada hal-hal yang detail, sehingga sering melakukan kesalahan dan tidak mau berusaha untuk mengerjakan tugas yang membutuhkan pemikiran, selain itu hiperaktivitas dan impulsivitas yang ada pada ADHD membuat mereka tidak dapat diam ketika duduk di kelas, sering menyela penjelasan guru ketika sedang mengajar, dan berbicara serta

3 melakukan apapun tanpa dipikirkan terlebih dahulu, sedangkan pada aspek sosial, dampak negatif yang muncul berupa kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, seperti berinteraksi dan mengontrol emosi (U.S Department of Education, 2003: 2-3). Oleh karena itu, seorang ADHD membutuhkan layanan pendidikan khusus yang dapat meminimalisir berbagai dampak negatif yang muncul, serta agar anak dapat berkembang secara optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik. Dewasa ini, sudah banyak layanan pendidikan khusus yang disediakan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh anak ADHD, di mana berbagai layanan pendidikan khusus tersebut dikemas dalam berbagai model. Sunardi (2011) dalam Hermawan (2012: 94) menyebutkan bahwa, layanan pendidikan khusus di Indonesia terdiri dari berbagai macam model, yaitu: model pendidikan khusus, model integrasi, model unit kecil dan model inklusif. Berbagai macam model tersebut tentu memudahkan anak ADHD untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus, sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Namun, layanan pendidikan khusus yang diberikan sekolah atau yang diterapkan guru di kelas, belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap gangguan yang dialami anak ADHD. Hasil yang tidak signifikan antara layanan pendidikan khusus yang diberikan dengan gangguan yang dimiliki anak ADHD, dapat dilihat dari data yang menunjukkan prevalensi anak ADHD di Indonesia yang terus meningkat, meskipun belum diketahui secara pasti karena peningkatan kasusnya sangat bervariasi. Ekowarni (2003) dalam Hidayati (2009: 3) menyebutkan bahwa data dari unit Psikiatri Anak (daycare) RSUD Dr.Soetomo Surabaya menunjukkan adanya peningkatan (sebesar 3.33%) jumlah pasien anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari tahun 2000 ke tahun 2001, yakni dari 60 anak menjadi 86 anak. Hasil survei Saputro dalam Hidayati (2009) menyatakan bahwa, 4-12% di antara anak usia sekolah mengalami ADHD, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 4 : 1 sampai 9 : 1. Berdasarkan jumlah tersebut, 30-80% anak didiagnosis ADHD dan menetap hingga usia remaja, sedangkan 65% nya hingga usia dewasa. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa masih banyak anak ADHD yang memerlukan layanan pendidikan khusus yang tepat, untuk meminimalisir

4 masalah-masalah atau hambatan yang mereka alami. Dalam hal ini, sekolah memegang peranan penting dalam memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak ADHD. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, SLB Negeri Surakarta adalah salah satu SLB yang menyediakan layanan pendidikan khusus bagi siswanya, termasuk siswa ADHD. Mulai dari terapi, sampai program khusus yang diberikan guru di kelas. Pada sekolah tersebut, tepatnya di kelas IV Autis, terdapat satu orang siswa yang perilakunya mengarah pada ciri-ciri perilaku seorang ADHD, yaitu inatensi, hiperaktif dan impulsif. Perilaku hiperaktif yang disertai impulsivitas lebih sering ditunjukkan oleh anak tersebut, seperti tidak dapat diam ketika sedang duduk, kaki dan tanggannya digerak-gerakkan dan secara tiba-tiba mencubit orang di dekatnya. Selain itu, konsentrasinya mudah teralihkan sehingga tugasnya tidak selesai dikerjakan. Dia juga suka berbicara berlebihan di kelas, seperti menyela penjelasan guru, mengomentari teman dan berbicara segala macam hal yang tidak sesuai dengan bahasan yang dijelaskan guru. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru kelas dan orang tua siswa, perilaku-perilaku yang ditunjukkan siswa tersebut dirasa sudah sangat mengganggu dan merugikan, baik bagi diri siswa itu sendiri maupun orang lain. Berbagai cara sudah dilakukan oleh guru kelas untuk mengurangi perilaku hiperaktif yang disertai impulsivitas siswa tersebut, mulai dari teguran, teknik pengabaian, token ekonomi, dan lain sebagainya, namun belum ada cara atau program yang efektif untuk mengurangi perilaku hiperaktif siswa tersebut. Perilaku hiperaktif yang ditunjukkan oleh siswa ADHD kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta perlu diatasi dengan alternatif program yang lebih efektif, agar dia dapat berkembang secara optimal dan berperilaku yang jauh lebih baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Diketahui bahwa perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku yang menyimpang, dapat diminimalisir dengan modifikasi perilaku. Soekardji (1983: 1) menyebutkan bahwa modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai hampir segala tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Wolpe (1973) dalam Purwanta (2005: 8) menjelaskan bahwa modifikasi perilaku adalah

5 penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif ditimbulkan dan dikukuhkan. Salah satu jenis modifikasi perilaku yang dapat diterapkan adalah Differential Reinforcement of Alternative Behavior (DRA). Vollmer & Iwata (1992) dalam Martin & Pear (2011: 93) menjelaskan bahwa, Differential Reinforcement of Alternative Behavior (DRA) is a procedure that involves the extinction of problem behavior combined with reinforcing a behavior that is topographically dissimilar to but not necessarily incompatible with the problem behavior. Diartikan bahwa DRA adalah sebuah prosedur penghapusan atau penghilangan perilaku bermasalah yang dikombinasikan dengan memperkuat atau menambahkan perilaku berbeda yang belum tentu bertentangan dengan perilaku yang bermasalah. Sullivan (2012) dalam penelitiannya Using Differential Reinforcement Of Alternative Behavior To Decrease Aggressive Behavior In A Child With Autism menjelaskan bahwa DRA, berhasil mengurangi perilaku agresif Brian, seorang anak Autis yang memiliki perilaku agresif secara fisik, dengan meningkatkan perilaku baru yaitu menunggu giliran dan mengucapkan penolakan yang sopan. Penelitian selanjutnya adalah penelitian oleh Athens & Vollmer (2010), yaitu An Investigation Of Differential Reinforcement Of Alternative Behavior Without Extinction. Dalam penelitiannya ini, mereka menggunakan 7 subjek tunagrahita yang mengalami gangguan perilaku, yaitu terlalu sensitif terhadap lingkungan sosial. Mereka menggunakan DRA tanpa penghapusan atau extinction. Hasilnya menunjukkan bahwa DRA dapat mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan perilaku yang sesuai tanpa menggunakan extinction atau penghapusan. Berlandaskan pendapat yang telah diungkapkan dan penelitian yang berkaitan dengan DRA, diketahui bahwa penggunaan DRA dapat mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan menambahkan atau menguatkan perilaku alternatif baru yang lebih baik. Dengan demikian, DRA dapat dijadikan alternatif program modifikasi perilaku untuk mengurangi perilaku hiperaktif siswa ADHD kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta. Maka, penting dilakukan sebuah penelitian yang

6 berkenaan dengan DRA, untuk mengurangi perilaku hiperaktif siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2016/2017. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar berlakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Siswa ADHD mengalami masalah dalam gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas. 2. Masalah gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang dialami siswa ADHD berdampak negatif pada lingkungan sekitar dan dirinya sendiri. 3. Siswa ADHD kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta menunjukkan perilaku hiperaktif yang berdampak negatif bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya. 4. Berbagai layanan khusus yang diberikan sekolah khususnya yang diterapkan oleh guru di kelas belum efektif dalam mengurangi perilaku hiperaktif siswa ADHD kelas IV Autis. 5. SLB Negeri Surakarta diketahui belum menerapkan DRA yang berdasarkan prosedurnya efektif untuk mengurangi perilaku hiperaktif siswa ADHD kelas IV Autis. C. Pembatasan Masalah Keterbatasan waktu, kemampuan, sarana dan prasarana serta agar penelitian lebih terarah dan dapat dikaji lebih dalam, membuat peneliti perlu membatasi masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang siswa ADHD kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta, tahun pelajaran 2016/2017. 2. Target perilaku yang akan dikurangi adalah perilaku hiperaktif berupa: menggerakan anggota tubuh (tangan dan kaki) dan berbicara berlebihan.

7 3. Penanganan dalam mengurangi perilaku hiperaktif menggunakan DRA yang dilakukan secara langsung oleh peneliti. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Differential Reinforcement of Alternative Behavior (DRA) efektif dalam mengurangi perilaku hiperaktif siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2016/2017? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Differential Reinforcement of Alternative Behavior (DRA) dalam mengurangi perilaku hiperaktif siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) kelas IV Autis di SLB Negeri Surakarta tahun pelajaran 2016/2017. F. Manfaat Penelitian Terdapat dua manfaat dalam penelitian, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai prosedur DRA dalam kaitannya dengan pengurangan perilaku hiperaktif siswa ADHD. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Memberikan tambahan alternatif program pengurangan perilaku hiperaktif siswa ADHD di kelas melalui penerapan DRA saat pembelajaran. b. Bagi Siswa Menambah pengalaman berbeda dan variatif dalam mengurangi perilaku hiperaktif yang dia tunjukkan saat pembelajaran melalui penerapan DRA. c. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dalam meneliti serta menerapkan DRA terkait dengan prosedur pengurangan perilaku hiperaktif siswa ADHD.