BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: DWI APRILIYANI ( )

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2. REVISED NIOSH LIFTING EQUATION

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISA BEBAN KERJA PADA OPERATOR VISUAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT (RWL) DI PT. JAPPRO BATAM

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ada yang pernah tau tentang Niosh Lifting Equation??? Disini saya mencoba menulis gambaran tentang Niosh Lifting Equation (NLE).

Analisis Beban Kerja dengan Menggunakan Metode Recommended Weight Limit (RWL) di PT. Indah Kiat Pulp and Paper. Tbk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sem inar N asional W aluyo Jatm iko II F TI U P N V eteran Jaw a Tim ur ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perbaikan Postur Kerja dengan Pendekatan Metode RULA dan NIOSH di Bagian Produksi Mixer

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1. MODUL VI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3) (Sekarang)

ANALISIS SIKAP KERJA OPERATOR PENGISIAN BOTOL LITHOS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RECOMMENDED WEIGHT LIMIT

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

Metode dan Pengukuran Kerja

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire

MODUL I DESAIN ERGONOMI

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN FASILITAS DAN PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA STASIUN PENGEBORAN DI PT. PEPUTRA MASTERINDO

Perancangan Peralatan Material Handling Pada Lantai Produksi Percetakan Koran PBP Di PT X

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut:

PERBAIKAN WORKSTATION DI PT. YUSHIRO INDONESIA UNTUK MENGURANGI RESIKO KELUHAN MUSKULOSKELETAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN ANALISA

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 9. 2D BIOMECHANICS

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI

Analisa Beban Kerja Pekerja Tahapan Pengemasan Unit Padatan PT Petrosida Gresik dengan Metode Recommeded Weight Limit (RWL)

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

ANALISIS DAN USULAN PERANCANGAN SISTEM KERJA DITINJAU DARI SEGI ERGONOMI (Studi Kasus di Konveksi Pakaian XYZ ) Winda Halim 1*, Budiman 2

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manual material handling. Manual material handling didefinisikan

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Usulan Desain Proses Pengangkatan Sari Kedelai ke Penyaringan (Studi Kasus Pabrik Tahu di Batam)

Transkripsi:

29 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA 4.1 Sejarah Perusahaan 4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT BMC merupakan perusahaan orang Belanda yang kemudian dipindahkan kepemilikannya oleh pemerintah Indonesia. Pada masa kejayaannya, BMC merupakan kebanggan warga Bandung sekaligus merupakan fasilitas pemenuhan kebutuhan sehari hari dalam bentuk susu dan produk turunannya. Sejak awal berdiri BMC merupakan satu satunya koperasi dan pusat pengelolaan susu pertama di Bandung. Berdasarkan sejarah kepemilikannya diketahui bahwa pemilik bangunan pertama BMC dengan melihat Persil Tanah No 1713 dan No 1714 berdasarkan pengukuran tanah pada tanggal 18 Juni 1932 ( Jl Aceh no 30 sekarang) adalah Louis Hirscland. Ia bersama Van Zijl adalah peternak sapi. Kemudian dengan berdasarkan pada UU no 86 /1958 tentang nasionalisasi perusahaan perusahaan Belanda,maka pengelolaan BMC dilimpahkan pada Kodam Siliwangi yang dua tahun kemudian diserahkan kepada Departemen Peternakan. Sejak tahun 1965 hingga sekarang pengelolaan PT BMC diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat sesuai dengan keputusan Mendagri No 1 tahun 1965. Pada pelaksanaanya, pusat pengelola PT BMC adalah PD.Kertasari Marmin melalui salah satu unit usaha yaitu Unit Pusat Susu Bandung. BMC sendiri melayani kebutuhan produk susu bagi masyarakat Bandung umumnya dan orang orang Belanda pada khususnya. Kemudian Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah no 33.tentang peleburan perusahaan dari 10 Perusahaan Daerah menjadi 3 Perusahaan Daerah,yang salah satunya merupakan Perusahaan Daerah Industri Jawa Barat di bidang industri perkaretan, industri makanan serta minuman dan industri lainnya. Dimana BMC merupakan salah satu unit dari PD Industri Jawa Barat. Kemudian dari PT BMC itu sendiri dilebur menjadi satu dengan nama PT Agronesia yang mempunyai 3 divisi yaitu Divisi Makanan dan

Minuman (BMC), Divisi Karet (INKABA) dan Divisi Industri Es (Saripetodjo). PT Agronesia didirikan pada tanggal 1 Juli 2002. 30 4.1.2 Data Umum Perusahaan PT BMC berlokasi di Jalan Aceh no 30 Bandung. PT BMC memproduksi beberapa macam produk diantaranya susu, roti, es krim,yogurt,kefir dan sample sirup. Jumlah karyawan BMC ada 32 orang bagian produksi yang terdiri dari operator susu cup, es krim, susu liter, supir, bagian kimia analysist dan bagian produksi admin seperti manajer, staff produksi, asisten manajer. Jumlah produksi yang dihasilkan untuk produk susu cup biasanya 1000-2000 cup/hari (terdiri dari pesanan Krakatau Steel, RS Hasan Sadikin, PT Nikkon, PT Yamaha, PT Astra). Untuk susu liter biasanya 600-700 plastik/hari (terdiri dari pesanan untuk hotel, rumah makan, catering, dll). Untuk sampel sirup berkisar 600-700 plastik/hari (terdiri dari pesanan untuk hotel, catering, dll).untuk yogurt berkisar 100-200 cup/hari. 4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT BMC Sumber: Kantor produksi PT BMC

31 4.2 Hasil Observasi Lapangan 4.2.1 Mesin atau Alat yang Digunakan Pada proses pembuatan susu pack, mesin dan peralatan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1 Mesin dan Peralatan Pada Produksi Manual No Nama Alat Gambar Keterangan 1 Mesin expired date Mesin ini digunakan untuk memberi tanda expired date pada plastik susu. 2 Mesin press Mesin ini digunakan untuk mengepress susu plastik bagian atas. 3 Ember Berikut ini gambar ember yang digunakan di ruangan produksi. 4 Jerigen Berikut ini gambar jerigen yang digunakan di ruangan produksi. 5 Cedok Berikut ini gambar cedok yang digunakan di ruangan produksi. 6 Keranjang Berikut ini gambar keranjang yang digunakan di ruangan produksi. 7 Trolli Berikut ini adalah gambar trolli yang digunakan diruangan produksi. Alat ini merupakan salah satu alat material handling.

32 4.2.2 Jumlah Pekerja Jumlah karyawan BMC ada 32 orang bagian produksi yang terdiri dari operator produksi manual (5 orang), operator produksi mesin (5 orang) susu cup (4 orang), es krim (3 orang), yogurt (3 orang), supir (2 orang), bagian kimia analysist (2 orang) dan bagian produksi admin seperti manajer (1 orang),staff produksi (6 orang), asisten manager (1 orang). 4.2.3 Jam Pekerja Berikut ini jam kerja yang berlaku di PT BMC diantaranya: Tabel 4.2 Jam Kerja Karyawan BMC Bagian Hari Jam Kerja Istirahat Produksi Senin-Kamis 08.00-16.00 12.00-13.00 Sabtu 08.00-15.00 12.00-13.00 Kantor Senin-Jumat 08.00-17.00 12.00-13.00 Pembersihan Jumat 08.00-16.00 12.00-13.00 Sumber: Kantor produksi PT BMC

33 4.2.4 Peta Proses Operasi Berikut ini adalah peta proses operasi pembuatan susu pack Gambar 4.2 Peta Proses Operasi Pembuatan Susu Pack Sumber: Kantor produksi PT BMC

34 4.2.5 Proses Pekerjaan Adapun proses pekerjaan yang ada pada proses pembuatan susu pack 1. Stasiun penandaan expired dated Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam posisi duduk. Plastik yang telah berlogo BMC diletakkan di atas rak, lalu operator memberi expired date pada plastik tersebut menggunakan mesin. 2. Stasiun pengadukan susu Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam posisi berdiri. Susu yang telah dipasteurisasi pada mesin pasteurisasi lalu dibawa menggunakan jerigen 20 liter ke ruang manual, lalu dituang ke ember untuk selanjutnya ditambahkan perisa sesuai dengan produksi saat itu. 3. Stasiun pengisian susu Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam posisi berdiri. Susu yang telah ditambahkan perisa lalu dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi expired date menggunakan cedok ukur, lalu diletakkan dalam keranjang untuk disealling. 4. Stasiun pengepresan/sealling Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam posisi berdiri. Plastik yang telah berisi susu lalu dipres atau disegel agar susu tidak tumpah, lalu diletakkan di keranjang. 5. Stasiun penyusunan susu Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam posisi berdiri. Susu yang telah siap untuk dimasukkan ke dalam storage disusun dalam keranjang, setelah terdapat beberapa keranjang lalu diangkat ke troli untuk disimpan.

35 4.2.6 Layout sistem kerja keseluruhan Skala 1:100 Gambar 4.3 Layout Stasiun Kerja Keseluruhan Sumber: Kantor produksi PT BMC

36 4.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.3.1 Nordic Questionnaire Nordic questionnaire disebarkan kepada masing-masing operator di 5 stasiun kerja yang bertugas pada ruang produksi manual. Penyebaran kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya keluhan rasa sakit yang dialami operator selama melakukan pekerjaan. Hasil kuesioner dapat dilihat pada lampiran, berikut adalah tabel hasil kuesioner yang disebarkan.

37 Tabel 4.3 Hasil Nordic Questionnaire Part of Body Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 12 bln 7 hari Sampai Tidak Bekerja 12 bln 7 hari Sampai Tidak Bekerja 12 bln 7 hari Sampai Tidak Bekerja 12 bln 7 hari Sampai Tidak Bekerja Neck - - - - - - - Shoulders - - - - - - - - - - Elbows - - - - - - - - - - - - - - Wrists Hand - - - - - - Upper Back - - - - - - - - - - - Lower Back - - - - - - - - - - - One or Both - - - - - hips One or Both - - - - - - - - - Knees One or Both ankles feet - - - - - - - Keterangan : - = tidak = iya 12 bln 7 hari Sampai Tidak Bekerja

38 1. Stasiun penandaan expired date Hasil kuesioner menunjukkan adanya keluhan rasa sakit di bagian leher, bahu, punggung atas, punggung bawah, dan pinggul di kedua sisi. Hal ini disebabkan karena kursi dan meja yang digunakan operator terlalu rendah dan mengakibatkan postur operator tidak nyaman pada saat menggunakan kursi dan meja untuk waktu yang lama. Maka berdasarkan analisa tersebut, diperlukan perancangan kursi dan meja yang lebih ergonomis. 2. Stasiun pengadukan susu Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit terdapat pada leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul di kedua sisi, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena posisi operator yang terlalu banyak berdiri dan melakukan pekerjaannya menggunakan tangan. Operator bekerja dalam posisi berdiri dengan menggunakan tangan, dengan alat kerja berupa jerigen dan ember yang ditempatkan di lantai. Hal ini menyebabkan operator harus membungkuk untuk mengambil jerigen yang berisi susu untuk dituangkan ke dalam ember. Ketidaknyamanan dan rasa sakit juga diakibatkan lamanya proses pengadukan susu yang mengharuskan operator terus berdiri dan leher menunduk selama kurang lebih 3 jam lamanya. Setelah melihat hasil kuesioner, dapat diberikan solusi yang lebih rinci yaitu dilakukan penambahan fasilitas seperti meja hidrolik untuk mengangkat jerigen agar lebih mudah diangkat oleh pekerja untuk menuangkan jerigen yang berisi susu ke dalam ember. Penambahan fasilitas ini digunakan untuk membantu operator agar tidak membungkuk dalam mengambil jerigen susu. Dan penambahan fasilitas ini adalah salah satu pilihan yang dilakukan untuk mengurangi rasa sakit atau keluhan yang disebabkan dari pengangkatan susu tersebut. 3. Stasiun pengisian susu Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit terdapat pada leher, pergelangan tangan, punggung bawah, pinggul dikedua sisi, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena

39 posisi operator yang sama seperti pada stasiun 2 yaitu posisi operator banyak berdiri akibatnya operator sering merasakan keluhan pada bagian tubuh tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner, diusulkan perancangan kursi dan meja yang lebih ergonomis agar operator lebih nyaman dalam melakukan pengisian susu ke dalam plastik yang sudah disiapkan. Penambahan fasilitas ini merupakan salah satu pilihan yang dilakukan untuk mengurangi rasa sakit atau keluhan yang disebabkan dari pengisian susu tersebut dikarenakan tidak tersedianya kursi dan meja pada stasiun 3 yang mengharuskan operator berdiri dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut. 4. Stasiun sealling kemasan Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit terdapat pada leher, bahu, siku, pergelangan tangan, punggung bagian atas, pinggul di kedua sisi, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena posisi operator yang sama seperti pada stasiun 2 dan 3 yaitu posisi berdiri, akibatnya operator sering merasakan keluhan pada bagian tubuh tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner, dapat diberikan solusi yang lebih rinci yaitu dilakukan perancangan kursi dan meja untuk membantu operator dalam meletakkan susu yang sudah berisikan susu untuk dilakukan penyegelan atau penutupan kemasan susu yang sudah diisi susu. Penambahan fasilitas tersebut digunakan agar operator dapat lebih nyaman dalam meletakkan susu yang sudah diisi ke dalam kantung plastik yang sudah ada di stasiun 3. 5. Stasiun penyusunan susu Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit terdapat pada bahu, pergelangan tangan, punggung bagian atas, punggung bagian bawah, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena posisi operator lebih banyak berdiri dan mengangkat keranjang yang berisikan susu yang telah di packing akibatnya operator sering merasakan keluhan pada bagian tubuh tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner, dapat diberikan solusi yang lebih rinci yaitu dilakukan analisis REBA dan NIOSH untuk mengetahui faktor resiko yang ditimbulkan karena pekerjaan tersebut,

40 dan setelah melihat nilai dari perhitungan NIOSH dilakukan perbaikan pada beberapa faktor. 4.3.1.1 Meja dan Kursi Kerja 1. Meja kerja Meja kerja yang digunakan operator adalah meja kerja untuk melakukan pekerjaan pada stasiun expired date. Berikut ini adalah gambar meja kerja: Gambar 4.4 Meja Kerja di Ruang Produksi Manual Sumber: Ruang produksi manual PT BMC 2. Kursi Kerja Gambar 4.5 Kursi Kerja di Ruang Produksi Manual

41 4.3.1.2 Perhitungan Anthropometri Kursi dan Meja Kerja Berdasarkan pengamatan dan hasil Nordic questionnaire, maka diperlukan perancangan meja dan kursi kerja untuk operator yang bekerja dari stasiun 1 hingga 5 agar para pekerja dapat lebih nyaman dalam melakukan pekerjaan. Berikut adalah hasil pengukuran beberapa ukuran tubuh dari 5 operator yang dibutuhkan untuk perancangan. Kode Hasil Pengukuran (cm) Opr 1 Opr 2 Opr 3 Opr 4 Opr 5 Tinggi siku posisi duduk 21 25 23 26 23 Rentang tangan 174 179 176 178 178 Panjang jangkauan ke depan 75 76 78 76 77 Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Pekerja Saat Duduk Untuk Perancangan Meja Kerja Kode Hasil Pengukuran (cm) Opr 1 Opr 2 Opr 3 Opr 4 Opr 5 Lebar bahu 40.5 43 41 44 43 Lebar pinggul 33 31 34 35 32 Tinggi popliteal 49 53 46 50 43 Pantat ke popliteal 47 52 50 52 48 Tinggi bahu duduk 65 64 60 68 62 Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Pekerja Saat Duduk Untuk Perancangan Kursi Kerja Berikut adalah tabel standar deviasi perancangan meja dan kursi berdasarkan data ukuran tubuh pekerja yang telah diolah. Tabel 4.6 Standar Deviasi Perancangan Meja Kode o Tinggi siku 1.95 Rentang tangan 2 Panjang jangkauan ke depan 1.14 Perhitungan standar deviasi (o) untuk tinggi siku posisi duduk = = 23.6 o

42 = 1.95 Perhitungan standar deviasi (o) untuk rentang tangan = = 177 o = 2 Perhitungan standar deviasi (o) untuk panjang jangkauan ke depan = = 76.4 o = 1.14 Tabel 4.7 Standar Deviasi Perancangan Kursi Kode o Lebar bahu 1.48 Lebar pinggul 1.58 Tinggi popliteal 3.83 Pantat ke popliteal 2.28 Tinggi bahu duduk 3.03 Perhitungan standar deviasi (o) untuk lebar bahu = = 42.3 o = 1.48

43 Perhitungan standar deviasi (o) untuk lebar pinggul = = 33 o = 1.58 Perhitungan standar deviasi (o) untuk tinggi popliteal = = 48.2 o = 3.83 Perhitungan standar deviasi (o) untuk pantat ke popliteal = = 49.8 o = 2.28 Perhitungan standar deviasi (o) untuk tinggi bahu duduk = = 63.8 o = 3.03

44 Berdasarkan data ukuran tubuh 5 operator tersebut, data yang diambil untuk penentuan lebar kursi adalah data lebar pinggul. Pertimbangan hal ini karena alasan estetika sehingga lebar sandaran dan alas kursi mempunyai lebar yang sama (Panero & Zelnik, 2003), dan agar siku dapat bergerak dengan nyaman dan bebas tanpa terhalang sandaran yang terlalu lebar (Nurmianto, 2008). Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh ukuran perancangan sebagai berikut. Tabel 4.8 Ukuran Perancangan Meja dan Kursi Ukuran (cm) Meja Ukuran (cm) Kursi Tinggi (tinggi siku duduk+tinggi popliteal) 71.8 Lebar (lebar pinggul) 30.44 Panjang (rentang tangan) 177 Panjang (pantat ke popliteal) 41.92 Tinggi sandaran (tinggi bahu Lebar (panjang jangkauan 76.4 duduk) 68.78 ke depan) Tinggi kaki (tinggi popliteal) 48.2 1. Perhitungan persentil untuk tinggi meja atau tinggi siku ditambah tinggi popliteal Tinggi siku: P50 = = 23.6 Tinggi meja = 23.6 + 48.2 = 71.8 2. Perhitungan persentil untuk panjang meja atau rentang tangan P50 = = 177 3. Perhitungan persentil untuk lebar meja atau panjang jangkauan ke depan P50 = = 76.4 4. Perhitungan persentil untuk lebar kursi atau lebar pinggul P95 = - 1.645o = 33 - (1.645 x 1.58) = 33-2.56 = 30.44 5. Perhitungan persentil untuk panjang kursi atau pantat ke popliteal P5 = - 1.645o = 48.2 - (1.645 x 3.82) = 48.2 6.28 = 41.92 6. Perhitungan persentil untuk tinggi sandaran atau tinggi bahu duduk P95 = + 1.645o = 63.8 + (1.645 x 3.03) = 63.8 + 4.98 = 68.78 7. Perhitungan persentil untuk tinggi kaki atau tinggi popliteal P50 = = 48.2

45 4.3.1.3 REBA Berdasarkan analisis hasil Nordic questionnaire, didapat bahwa ketika operator melakukan material handling pada stasiun 2 dan 5, operator mengalami keluhan pada beberapa bagian. Untuk melihat ada tidaknya resiko kecelakaan pada pekerjaan tersebut, maka dilakukan perhitungan menggunakan software REBA. Pemilihan stasiun 2 dan 5 untuk perbaikan pada material handling karena pada stasiun ini terdapat pekerjaan yang berat dan merupakan pemindahan material, jika dibandingkan dengan stasiun lainnya yang tidak terdapat proses material handling dan pekerjaannya lebih ringan Berikut adalah hasil REBA untuk material handling stasiun 2 dan 5. Gambar 4.6 REBA pada Stasiun Kedua Sumber: Pengolahan data, 2012

46 Gambar 4.7 REBA pada Stasiun Kelima Sumber: Pengolahan data, 2012 4.3.1.4 NIOSH Pada material handling stasiun 5 yaitu pengangkatan keranjang berisi susu ke troli, dilakukan perhitungan NIOSH sebagai perbandingan dengan REBA. Perhitungan NIOSH dilakukan untuk mengetahui nilai Lifting Index (LI) dari pekerjaan tersebut, dengan mengetahui nilai LI, maka dapat diketahui pula apakah terjadi peningkatan resiko cedera pada pekerja. Berikut adalah data perhitungan persamaan pengangkatan beban NIOSH. = 44 cm, = 52 cm = 82 cm, V akhir = 112 cm, Sudut (A) =180º Frekuensi (F) = 5 kali, LC = 23 kg, LW=30 kg Durasi = 3 menit, Coupling = Fair 1. Perhitungan Tempat Awal = = = 0,568 = 1- (0,003-75 ) = 1- (0,003 82-75 ) = 1- (0,021 = 0,979 D = - = 82-112 =30 cm DM = 0.82 + = 0.82 + = 0,97 AM = 1- (0,0032 x A) = 1- (0,0032 x 180) = 0.424

47 Frekuensi = = = 1.67 pengangkatan/menit Karena frekuensi >1, waktu 1 jam, dan V 75 maka FM menjadi 0.91 CM = 1 ( Fair, V 75 cm) RWL awal = LC x x x DM x AM x FM x CM = 23 x 0.297 x 0.979 x 0.97 x 0.424 x 0.91 x 1 = 2.502 = = = 11.986 2. Perhitungan Tempat Akhir = = = 0.48 = 1- (0.003 112-75 ) = 1- (0.111) = 0.889 D = - = 82-112 =30 cm DM = 0.82 + = 0.82 + = 0.97 AM = 1- (0.0032 x A) = 1- (0.0032 x 180) = 0.424 Frekuensi = = = 1.67 Karena frekuensi >1, waktu 1 jam, dan V 75 maka FM menjadi 0.91 CM = 1 ( Fair, V 75 cm) RWL akhir = LC x x x DM x AM x FM x CM = 23 x 0.3125 x 0.889 x 0.97 x 0.424 x 0.91 x 1 = 2.391 = = = 12.545 Tabel 4.9 Perbandingan Perhitungan NIOSH Tempat Awal dan Akhir Faktor Pengali Tempat Awal Tempat Akhir HM 0.297 0.3125 VM 0.979 0.889 DM 0.97 0.97 AM 0.424 0.424 FM 0.91 0.91 CM 1 (fair) 1 (fair) RWL 2.502 2.391 LI 11.986 12.545

48 4.3.2 Keadaan Lingkungan Fisik Keadaan lingkungan fisik diukur untuk mengetahui apakah sudah memenuhi standar atau belum. Lingkungan fisik yang diukur meliputi temperatur yang diukur menggunakan termometer, pencahayaan menggunakan luxmeter, dan kebisingan menggunakan desibelmeter. Berikut adalah hasil pengukuran keadaaan lingkungan fisik selama 3 hari. 4.3.2.1 Temperatur Stasiun Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan pada pagi hari pukul 08.00, siang hari pada pukul 12.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Hasil pengukuran temperatur pada ruang produksi manual selama tiga hari dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.10 Data Temperatur Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari (Celcius) Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Ratarata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 1 23 24 25 22 23 22 23 25 25 2 21 25 23 24 24 24 24 24 25 3 23 26 24 22 25 23 24 25 23 4 21 24 24 22 23 23 23 25 23 5 21 24 19 23 22 23 24 25 24 Sumber: Ruang produksi manual PT BMC 23.42 Didasarkan pada rekomendasi NIOSH, tentang kriteria untuk suhu nyaman; suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah 23-26 C dan nilai ambang batas untuk suhu bekerja adalah 21-30 0 C. Rata-rata suhu pada ruang produksi manual adalah 23.42 0 C maka tidak diperlukan perbaikan karena telah memenuhi standar. 4.3.2.2 Pencahayaan Pada pencahayaan, pengukuran dilakukan pagi hari pada pukul 08.00, siang hari pada pukul 12.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Hasil pengukuran pencahayaan di lingkungan fisik kerja selama tiga hari adalah:

49 Stasiun Tabel 4.11 Data Pencahayaan Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari (Luxmeter) Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Ratarata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 1 85 95 45 95 100 90 82 112 75 2 61 75 75 68 85 72 78 63 68 3 68 76 64 65 88 74 72 79 55 4 74 65 56 98 121 84 77 84 72 5 67 70 54 50 69 65 69 75 54 Sumber: Ruang produksi manual PT BMC Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata intensitas cahaya adalah 76.13 luxmeter. Intensitas cahaya ini sangat kurang, maka diperlukan perbaikan atau penambahan sumber cahaya yaitu berupa lampu TCL karena standar untuk perusahaan makanan dan minuman adalah 300 luxmeter (Nurmianto, 2006). 76.13 4.3.2.3 Kebisingan Stasiun Untuk kebisingan, pengukuran dilakukan pada pagi hari pada pukul 08.00, siang hari pada pukul 10.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Hasil pengukuran kebisingan di lingkungan fisik kerja selama tiga hari adalah Tabel 4.12 Data Kebisingan Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari ( db ) Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Ratarata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 1 70 71 69 72 74 68 74 75 69 2 50 55 56 51 56 54 55 57 52 3 53 54 55 50 51 53 54 55 57 4 73 73 75 70 71 72 73 68 66 5 52 56 51 55 54 52 58 54 52 Sumber: Ruang produksi manual PT BMC Berdasarkan data di atas, rata-rata kebisingan adalah 60.98 db, berdasarkan skala intensitas kebisingan standar perusahaan adalah 60-80 db. Maka tidak dibutuhkan perbaikan lebih lanjut untuk kebisingan pada ruang produksi manual. 60.98 4.3.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kecelakaaan kerja yang sering terjadi di antaranya pada stasiun 1: kaki tergores sudut meja dan jari tangan terkena mesin expired dated, pada stasiun

50 4 jari tangan terkena mesin press, dan pada stasiun 5 jatuh tergelincir. Berikut adalah diagram sebab akibat untuk kecelakaan kerja tersebut. Gambar 4.8 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Kali Tergores Sudut Meja. Gambar 4.9 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Jari Tangan Terkena Mesin Expired Dated

51 Gambar 4.10 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Jari Tangan Terkena Mesin Press Gambar 4.11 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Pekerja Tergelincir Analisis 5W+1H dapat dilihat pada tabel berikut.

52 Tabel 4.13 Analisis 5W+1H No. 1 2 Analisis 5W+1H What Why When Who Where How Kaki tergores sudut meja pada saat melakukan expired date. Jari tangan terkena mesin expired date. Kurang hati hati, kecerobohan operator, pencahayaaan kurang, sudut meja terlalu tajam. Operator kurang konsentrasi, pencahayaan kurang, operator kurang hati hati, operator tergesa-gesa., penempatan jari tangan salah, tidak ada pemegang benda kerja Saat operator melakukan pekerjaan expired date. Saat operator bekerja pada melakukan pekerjaan expired date. Operator yang melakukan pekerjaan expired date. Operator yang melakukan pekerjaan expired date. Di area kerja stasiun 1 (Expired date) Di area kerja stasiun 1 (Expired date) Kecerobohan pekerja pada saat melakukan expired date. Pekerja yang kurang konsentrasi dan ceroboh serta pencahayaan yang kurang mengakibatkan jari tangan terkena mesin expired date. 3 Jari tangan terkena mesin press. Pekerja kurang konsentrasi, operator tergesa gesa, kurang hati-hati, pencahayaan kurang, penempatan posisi jari tangan salah, keamanan mesin kurang baik. Saat operator bekerja pada mengepres plastik berisi susu Operator melakukan pekerjaan mengepres plastik berisi susu. Di area kerja stasiun 4 (Pengepresan susu). Operator kurang konsentrasi dan ceroboh, serta pencahayaan yang kurang baik mengakibatkan jari tangan terkena mesin press. 4 Jatuh tergelincir Lantai licin, operator tergesa gesa saat mengangkut keranjang susu, kurang hati hati dalam mengakut keranjang susu, pencahayaan kurang, metode mengangkat keranjang salah. Saat operator mengangkut keranjang susu. Operator yang mengangkut keranjang susu. Di ruang produksi manual. Operator yang tergesagesa saat mengangkut keranjang susu, lantai licin serta pencahayaan kurang baik sehingga mengakibatkan operator tergelincir.

53 4.4 Analisis Hasil Pengolahan Data 4.4.1 Perbaikan Fasilitas Kerja dan Penambahan Alat Bantu 1. Perancangan kursi dan meja kerja Berdasarkan hasil pengukuran pada 5 operator, maka selanjutnya data tersebut diolah sebagai acuan perancangan fasilitas kerja yaitu meja dan kursi. Rancangan kursi dan meja ini dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk, yaitu bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya). Dan tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang ada (Wignjosoebroto, 2004). Maka agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut, digunakan persentil 5, 50, dan 95 untuk dimensi perancangan kursi dan meja ini. Perancangan kursi ini dinilai cukup dan tidak berlebihan untuk operator, karena lapisan busa pada kursi hanya lapisan tipis saja dan tidak seperti kursi kantor. Selain itu perancangan kursi ini untuk mendorong operator agar memiliki kinerja yang lebih baik karena ditunjang sarana-sarana yang memadai Gambar 4.12 Meja Perancangan

54 Gambar 4.13 Kursi Perancangan 2. Penambahan alat bantu Penambahan alat bantu yang diusulkan untuk stasiun 2 berupa meja hidrolik, meja hidrolik ini dipilih karena ketinggian meja tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Ukuran meja ini didesain sesuai dengan luas ruang produksi manual yang tidak terlalu luas, maka ukuran alat bantu harus minimalis namun dapat membantu operator dalam mengangkat jerigen berisi susu dari lantai untuk dituang ke ember. Gambar 4.14 Meja Hidrolik 4.4.2 Analisis REBA Hasil skor REBA yang telah didapatkan lalu dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi skor REBA tersebut. Berikut adalah analisis skor REBA pada stasiun 2 dan 5.

55 1. Skor REBA stasiun 2 Sumber: Pengolahan data, 2012 Gambar 4.15 REBA Score Stasiun 2 Hasil analisis skor REBA pada stasiun 2 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.14 Analisis Skor REBA Stasiun 2 Job Factors Kategori Keterangan Wrist >15 º Membuat operator kurang nyaman Upper Arms 21-45º Cukup baik karena sejajar dengan bahu Lower Arms 0-60º Cukup Baik Neck >20º Dapat menimbulkan peregangan otot Trunk 0-20º Cukup berbahaya, operator terlalu membungkuk Legs Stable Tubuh seimbang pada dua kaki Force >10 kilogram Beban yang diangkat cukup berlebih Coupling Fair Cukup Action Level 2 Cukup Berbahaya Risk Level Medium Diperlukan adanya perbaikan

56 2. Skor REBA stasiun 5 Sumber: Pengolahan data, 2012 Gambar 4.16 REBA Score Stasiun 5 Analisis skor REBA pada stasiun 5 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.15 Analisis Skor REBA Stasiun 5 Job Factors Kategori Keterangan Wrist >15 º Membuat operator kurang nyaman Upper Arms 21-45º Cukup baik karena sejajar dengan bahu Lower Arms 0-60º Cukup Baik Neck >20º Dapat menimbulkan peregangan otot Trunk 21-60º Berbahaya sekali, operator terlalu membungkuk Legs Stable Tubuh seimbang pada dua kaki Force >10 kilogram Beban yang diangkat cukup berlebih Coupling Fair Cukup Action Level 3 Berbahaya Sekali Risk Level High Amat perlu adanya perbaikan

57 4.4.3 Analisis NIOSH Dilihat dari hasil perhitungan pengangkatan beban, besar nilai RWL awal adalah 2.502 dan RWL akhir sebesar 2.391, dan nilai LI awal sebesar 11.986 dan LI akhir sebesar 12.545. Hasil yang didapat tidak terlalu berbeda secara signifikan yaitu karena nilai RWL awal pada saat pengangkatan beban yang dilakukan, posisi operator mengangkat beban (LW) 30 kg yang diletakkan di meja adalah berdiri dengan posisi tangan tangan memegang beban. Sedangkan pada saat RWL akhir posisi operator adalah meletakkan beban 30 kg pada lantai yang berada di sebelah kanan operator dengan meletakkan beban di lantai pada sudut 180º. RWL (Recommended Weight Limit) adalah menyatakan berat beban yang dapat diangkat oleh operator atau pekerja selama rentang waktu yang lama tanpa terjadi resiko sakit punggung yang berkitan dengan pengangkatan. Berikut analisa perhitungan tiap perhitungan pada persamaan RWL (Recommended Weight Limit) : a) LC (Load Constant) LC adalah konstanta beban yang bernilai 23 kg.besaran beban tersebut merupakan beban maksimum yang direkomendasikan untuk pengangkatan pada lokasi yang telah ditentukan. Saat dalam posisi diam, besar jarak horizontal ( ) adalah 44 cm dan besar jarak vertikal ( ) adalah 82 cm dari titik tengah antara mata kaki dan pada kondisi optimal, pengangkatan yang terus menerus pada 3 menit, dan pemegangan yang baik. Beban seberat 23 kg dapat diangkat oleh 75 % pekerja wanita dan 90% pekerja pria pada kondisi ideal. b) HM (Horizontal Multiplier) Dalam HM ditentukan jarak horizontal dari titik tengah antara mata kaki dan titik hasil proyeksi titik tengah pegangan kedua tangan ke lantai. Faktor pengali horizontal dinyatakan dalam rumus HM = (dalam cm) dimana adalah 44 cm, sehingga didapat hasil 0.568, sedangkan pada adalah 0.48. Objek benda yang dipegang oleh operator cukup dekat dan dapat diangkat tanpa terhalang oleh perut dan tidak terjadi pemajangan bahu yang berlebihan dan tidak terjadi kehilangan keseimbangan. Jarak tersebut

58 cukup aman untuk jarak menjangkau benda. Jika nilai HM semakin kecil, posisi tangan operator saat mengangakat beban menjadi semakin turun, begitu pula sebaliknya, jika nilai semakin besar posisi tangan mengangkat benda juga akan semakin tinggi. Hasil yang didapat tersebut membuktikan bahwa kondisi tersebut cukup berbahaya karena nilainya mendekati (0), sedangkan pada sangat berbahaya karena nilai tersebut semakin mendekati nol. c) VM ( Vertical Multiplier) VM ditentukan dari jarak vertikal dari titik tengah antara dua pegangan ke lantai. Faktor pengali vertikal dinyatakan dalam rumus = 1- (0.003 V-75 ) dalam cm, dimana besar = 82 cm. Sehingga didapatkan hasil adalah 0.979 dan sebesar 0.889. Makin kecil besar VM, maka posisi operator saat menjangkau benda akan semakin membungkuk. Maka besar VM harus besar dan mendekati 1,sehingga posisi tubuh pada operator menjadi tegak dan tidak menyebabkan sakit punggung jika dilakukan berulang ulang pada saat menganbil benda tersebut. Dari hasil tersebut dilihat dari, kondisi yang didapat cukup berbahaya katrena nilai mendekati nol (0) dan akan berpengaruh pada LI (Lifting Index). d) DM ( Distance Multiplier) DM adalah faktor pengali jarak yang ditentukan dari perpindahan vertikal kedua tangan, mulai dari titik asal samapi ke tujuan pengangkatan. Rumus perhitungan DM = 0.82 + untuk cm. Hasil perhitungan DM yang didapat adalah 0.97. Nilai yang didapat tersebut cukup aman karena lebih dari nol (0). e) AM ( Distance Multiplier) AM adalah faktor pengali asimetri yang ditentukan dari rumus AM = 1-(0.0032 x A) dimana nilai A adalah sudut berputar pada operator saat meletakkan benda ke tujuan sehingga didapat hasil AM = 0.424. Semakin besar sudut berputar (A), kemungkinan akan menyebabkan sakit pinggang juga akan semakin besar karena perputaran pinggang akan semakin ekstrim, sehingga sangat berbahaya bagi operator untuk melakukan perpindahan benda ke

59 tempat yang akan dituju dengan posisi berdiri tidak berubah. Dari hasil yang didapat, kondisi tersebut cukup berbahaya karena nilainya mendekati nol (0). f) FM ( Frequency Multiplier) Faktor pengali frekuensi ditentukan berdasarkan jumlah pengangkatan operator, durasi waktu pengangkatan, dan jarak vertikal pengangkatan dari lantai. Untuk mencari frekuensi, jumlah pengangkatan dibagi dengan waktu dimana jumlah pengngkatan oleh operator sebanyak 5 kali dan durasi waktu selama 2 menit, sehingga didapat hasil frekuensi sebesar 2.5. Hasil tersebut jika dilihat dari tabel Frequency Multiplier berada diantara 2 dan 3, sehingga nilai yang diambil adalah 3 dengan V 75 cm dan durasi 1 jam. g) CM ( Coupling Multiplier) Cara memegang objek mempengaruhi gaya yang diberikan pekerja kepada objek. Persamaan NIOSH membagi pemegangan bedasarkan kualitas pemegangan. Nilai yang diberikan kepada operator saat melakukan pemegangan adalah cukup (fair) yang berarti pegangan kurang optimal. Solusi Perbaikan Pengangkatan Beban dari Lingkungan Kerja Untuk solusi perbaikan pengangkatan beban dan lingkungan kerja ada beberapa faktor yang harus diubah yaitu pada faktor AM (Asymmetric Multiplier), LW (Load Weight) dan HM (Horizontal Multiplier) AM = 1- (0.0032 x A) = 1- (0.0032 x 60) = 0.808 LW =15 kg = = = 0.781 = = = 0.714 RWL awal = LC x x x DM x AM x FM x CM = 23 x 0.781 x 0.979 x 0.97 x 0.808 x 0.91 x 1= 12.54 = = = 1.196

60 RWL akhir = LC x x x DM x AM x FM x CM = 23 x 0.714 x 0.889 x 0.97 x 0.808 x 0.91 x 1 = 10.41 = = = 1.44 Berikut ini adalah penjelasan dari solusi dari tiap masing masing faktor yang harus diubah: a) AM ( Distance Multiplier) Untuk besar nilai yang harus diubah dari yang besar sudut awal sebesar 180º menjadi 60º karena besar sudut 60º tidak terlalu memakan energi untuk perputaran bagian tubuh ketika mengangkat dan memindahkan beban dan akan terasa lebih nyaman, selain itu sudut 60º merupakan sudut maksimal untuk memindahkan beban tanpa terhalang oleh meja. Sehingga nilai AM akan menjadi 0.818 dimana AM = 1-(0,0032 x 90). Nilai 0.818 akan mendekati satu (1) yang berarti resiko terjadi cedera pada operator menjadi lebih berkurang walaupun tingkat keamanannya masih relatif berbahaya. b) LW (Load Weight) LW atau berat beban yang diangkat oleh operator dikurangi menjadi 15 kg. Pengurangan berat beban ini memang akan berpengaruh pada frekuensi pengangkatan namun nilai FM tidak berubah karena akan diikuti dengan perubahan waktu pengangkatan yaitu sebesar 6 menit atau dua kali waktu sebelumnya, karena beban pengangkatan dikurangi setengah dari berat pengangkatan sebelumnya. Penurunan berat beban ini berpengaruh besar pada nilai LI karena akan mengurangi resiko terjadi cedera punggung pada operator. c) HM (Horizontal Multiplier) Besar H awal sebelum perbaikan adalah 44 cm dan H akhir 52 cm. Berdasarkan pengamatan, jarak horizontal awal terlalu jauh dari operator sehingga diturunkan menjadi 32 cm atau lebih dekat 12 cm, dan jarak horizontal akhir diturunkan menjadi 35 cm. Penurunan jarak horizontal berpengaruh pada nilai HM awal menjadi 0.781 yang sebelumnya adalah 0.568, dan HM akhir menjadi 0.714 yang sebelumnya adalah 0.48.

61 Setelah diadakan perbaikan pada ketiga faktor tersebut, maka didapat nilai LI awal sebesar 1.196 dan nilai LI akhir sebesar 1.44. Penurunan nilai LI ini sangat signifikan dari nilai LI sebelum perbaikan, walaupun nilai LI masih lebih besar dari 1 namun hal ini dapat mengurangi terjadinya peningkatan resiko pada operator saat melakukan pengangkatan keranjang berisi susu. 4.4.4 Analisis Keadaan Lingkungan Fisik Pekerja Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, keadaan lingkungan fisik yang perlu diperbaiki adalah sistem pencahayaan. Rata-rata intensitas cahaya pada ruang produksi manual sebesar 76.13 luxmeter, intensitas cahaya ini termasuk redup karena biasa digunakan untuk area istirahat, ruang loker, dan ruang ganti pakaian sehingga belum cukup jika digunakan untuk bekerja. Lampu yang digunakan untuk masing masing stasiun kerja adalah lampu TCL dengan ukuran 40 watt yang terletak di antara stasiun ketiga dan keempat. Pemakaian lampu lampu TL dengan ukuran 40 watt tentu dinilai sudah baik karena stasiun kerja yang ada memiliki ruang produksi yang sama sehingga cahaya yang masuk di ruangan produksi bersifat menyeluruh tetapi karena jumlah lampu yang ada hanya satu buah maka pencahayaan kurang optimal. Penempatan lampu lampu pada area produksi belum sepenuhnya baik. Setelah memperhatikan letak, intensitas dan sumber cahaya pada setiap stasiun kerja maka dapat diusulkan untuk menambahkan lampu pada stasiun pertama dan kedua sebanyak 1 buah agar cahaya dalam ruang produksi manual dapat menyebar dengan baik. 4.4.5 Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja Setelah diagram sebab akibat dianalisis dan diketahui penyebabpenyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut, maka selanjutnya dilakukan analisis apakah sudah ada tindakan pencegahan dari perusahaan dan apakah pencegahan tersebut sudah efektif atau belum, lalu dilakukan pengusulan untuk pencegahan kecelakaan tersebut. Berikut adalah tabel analisis upaya pencegahan dari perusahaan dan usulannya.

62 Tabel 4.16 Analisis Pencegahan Kecelakaan Kerja Dari Perusahaan dan Usulannya No. Jenis Kecelakaan Kerja Upaya Pencegahan Perusahaan Usulan Pencegahan Kaki tergores sudut meja 1 pada saat melakukan expired dated. Jari tangan terkena mesin 2 expired dated. Jari tangan terkena mesin 3 press. 4 Jatuh tergelincir Perusahaan belum melakukan tindakan pencegahan. Perusahaan belum melakukan tindakan pencegahan. Perusahaan belum melakukan tindakan pencegahan. Perusahaan mewajibkan memakai sepatu boot. Menggunakan seragam dari bahan tebal dan sepatu boot. Menggunakan pelindung jari karena pelindung jari lebih tebal dari sarung tangan. Menggunakan pelindung jari karena pelindung jari lebih tebal dari sarung tangan. Mengganti sepatu boot yang kondisinya sudah usang dan telah aus, serta memberi sanksi yang tegas pada operator yang tidak memakai peralatan kerja.