JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisis Kualitas Minyak Transformator Daya 25 KVA Berdasarkan Data Citra Kamera Termal dan Data Hasil Uji Gas Chromatograph Subkhi Abdul Aziz, Vita Lystianingrum Budiharto Putri, dan Ardyono Priyadi. Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: a_ziz@elect-eng.its.ac.id Abstrak Transformator merupakan salah satu peralatan penting yang digunakan dalam penyaluran tenaga listrik. Transformator daya berkapasitas 25 KVA berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 20 KV menjadi 220 V yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensuplai beban-beban listrik pada tegangan rendah 220 V. Transformator jenis ini banyak terdapat pada bagian distribusi PLN sehingga pemeriksaan kualitas minyak transformator dengan DGA jarang dilakukan karena biaya yang mahal untuk pemeriksaan tersebut. Pada tugas akhir ini penulis mencoba untuk menganalisis kondisi suhu permukaan suatu transformator dengan melakukan suatu pembebanan yang sama pada transformator, namun menggunakan minyak dengan kualitas berbeda. Pada setiap pembebanan transformator dilakukan suatu pengambilan data foto menggunakan kamera termal, sehingga didapat hasil dari data citra yang dapat menampilkan suhu dari setiap pembebanan transformator menggunakan minyak yang berbeda. Dari hasil pengujian dan analisis disimpulkan bahwa permukaan transformator yang mengalami pemanasan lebih disebabkan karena minyak transformator ini mengandung gas asetilena walaupun jumlah TDCG nya lebih kecil dibandingkan minyak transformator yang lain. Kata Kunci Dissolved Gas Analysis (DGA), Kamera Termal, Total Dissolved Combustible Gas (TDCG), dan Transformator. I. PENDAHULUAN Transformator merupakan salah satu peralatan penting yang digunakan dalam penyaluran tenaga listrik. Transformator daya berkapasitas 25 KVA dalam penelitian ini berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 20 KV menjadi 220 V yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensuplai beban-beban listrik pada tegangan rendah 220 V. Di dalam transformator daya terdapat minyak trafo yang berfungsi sebagai media pendingin, pemindah panas dan media isolasi dari tegangan tembus yang tinggi. Akibat pengaruh naik turunnya beban transformator maupun pengaruh suhu udara luar, maka suhu minyak akan berubah ubah mengikuti keadaan tersebut. Selain itu akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga pada inti besi dan kumparan-kumparan dapat menimbulkan kenaikan suhu pada transformator. Kenaikan suhu tersebut akan menimbulkan gas-gas dalam minyak transformator yang akan mempengaruhi keandalan minyak transformator sebagai media isolasi. Maka dari itu perlu adanya pemeriksaan kualitas minyak transformator agar keandalan dalam penyaluran tenaga listrik dapat terjaga. Namun untuk tes kualitas minyak trafo seperti uji gas terlarut dalam minyak (uji DGA) harganya mahal dan jika dibandingkan dengan banyaknya trafo disribusi pengeluaran biaya untuk melakukan tes DGA akan sangat mahal. Penggunaan kamera termal merupakan suatu hal baru dalam memonitoring kondisi transformator. PT. PLN APJ Mojokerto menggunakan kamera termal sebagai alat untuk memonitoring trafo dengan membaca suhu yang terlihat dari hasil foto kamera termal. jika suhu yang terbaca dianggap tinggi maka perlu diadakan suatu pemeriksaan trafo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gas terlarut dari suatu minyak trafo terhadap suhu yang terbaca dari hasil foto kamera terrmal. Pengaruh dari setiap gas-gas yang muncul juga dianalisa untuk mengetahui reaksinya terhadap suatu transformator. II. KUALITAS MINYAK TRANSFORMATOR DAN KAMERA TERMAL A. Dissolved Gas Analysis Analisis gas terlarut (DGA) adalah cara yang memungkinkan untuk melakukan diagnosis kondisi minyak transformator terutama pada transformator daya. Analisis ini memungkinkan untuk mendeteksi awal kecacatan untuk menghindari kegagalan besar yang dapat terjadi sehingga mengakibatkan kerusakan serius. DGA memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) untuk memeriksa kondisi transformator agar berada dalam kondisi yang baik, (2) untuk memonitor kondisi operasi dari transformator (sampai melakukan penyelidikan), dan (3) untuk mencegah kegagalan yang dapat terjadi [1]. Gambar. 1. Grafik kemunculan gas akibat kenaikan suhu minyak trafo [2]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 2 B. Kamera Termal Kamera termal mengukur radiasi inframerah yang dipancarkan dan menunjukkannya dalam bentuk gambaran suhu dari permukaan objek yang diukur. Seperti namanya, sebuah kamera termal tidak dapat menyimpan video terurut, tetapi hanya berupa gambar. Jadi masih merupakan kamera yang menyimpan gambar inframerah dalam warna semu pada kartu memori. Teknik pemantauan pengukuran termografi pada trafo menggunakan kamera termal adalah metode yang digunakan untuk mengukur temperatur pada beberapa bagian transformator yang menghasilkan sebuah gambar visual. Sehingga sangat berguna untuk menganalisis kondisi bagian dari transformator yang selanjutnya dapat diketahui bahwa bagian-bagian tersebut masih normal atau tidak [3]. Kamera termal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera termal tipe Flir T250. Untuk membuka file gambar dan mengolahnya dibutuhkan aplikasi program Flir QuickReport. Gambar. 2. Skema rangkaian pengujian III. PERANCAGAN DAN METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan sebanyak 7 kali menggunakan sampel minyak trafo dengan kualitas berbeda disetiap pengujian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu permukaan transfrmator akibat pemanasan yang terjadi didalam minyak transformator. Gambar. 1. Flowchart proses pelaksanaan penelitian B. Perancangan Penelitian Skema rangkaian penyusunan alat dan foto susunan alat dalam proses penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2 dan gambar 3. Gambar. 3. Foto susunan alat dalam proses pengujian Rangkaian alat dari proses pengujian dimulai dari pembangkitan tenaga listrik oleh sebuah genset (generator berbahan bakar solar) yang menghasilkan tegangan sebesar 400/231 V. Tegangan yang dihasilkan oleh generator ini kemudian dinaikkan oleh trafo daya (step-up) menjadi tegangan sebesar 20 KV. Selanjutnya dipasang sebuah fuse cut off, voltage transformer, dan current transformer di setiap fasa nya. Tegangan 20 KV tersebut selanjutnya masuk ke dalam trafo daya (step-down) untuk diubah menjadi tegangan 220 V. Setelah tegangannya diubah menjadi 220 V sebelum digunakan untuk mensuplai beban dipasang sebuah circuit breaker untuk pengamanan. Sedangkan untuk beban yang digunakan adalah sebuah load bank berupa resistor murni dengan kapasitas beban 60 KVA. C. Spesifikasi Trafo uji Trafo yang digunakan dalam penelitian ini adalah trafo daya step down berkapasitas 25 KVA. Spesifikasi lengkap trafo djelaskan pada tabel 1. Tabel 1. Spesifikasi trafo uji Merk Bambang djaya Fasa 3 Frekuensi 50 Hz Pendinginan ONAN Tegangan Tinggi Tegangan 20.000 V Arus 0,721 A Tegangan Rendah Tegangan 400/231 V Arus 36,084 A D. Pemilihan Minyak Trafo Pemilihan minyak trafo dilakukan sebelum pengujian. Pemilihan minyak trafo yang digunakan berdasarkan warna dari minyak trafo tersebut. Setelah ditentukan minyak yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 3 akan diuji selanjutnya dilakukan pengetesan breakdown voltage untuk mengetahui ketahanan minyak trafo terhadap tegangan tembus. Test breakdown voltage menggunakan alat Oil Breakdown Voltage Tester dilakukan di labolatorium PT. Mulyajatra. dari trafo pada jarak 2 m, 3 m, 4 m, 5 m, dan 6 m diberi tanda sebuah garis. 3 m 2 m Transformer 25 kva 2 m 4 m 3 m 5 m 4 m 6 m 5 m Gambar. 6. Skema pemasangan kamera termal 6 m Gambar. 4. Sampel minyak trafo yang diuji Data karakteristik minyak trafo yang diuji dijelaskan dalam tabel 2. Tabel 2 Sampel minyak trafo dalam pengujian No Sampel Minyak Tegangan Tembus Warna Minyak 1 Minyak trafo 2 24.1 KV Kuning bening 2 Minyak trafo 3 69.9 KV Kuning cerah 3 Minyak trafo 5 40.1 KV Kuning 4 Minyak trafo 5+ 35.4 KV Kuning keruh 5 Minyak trafo 6 23.1 KV Coklat keruh 6 Minyak trafo 6+ 16.2 KV Coklat E. Pengaturan Pembebanan pada trafo dilakukan dengan beban resistif murni 3 fasa. Beban resistif murni dalam pengujian ini adalah load bank berkapasitas 60 KVA dengan cos θ = 1. Transformator pada pengujian ini berkapasitas 25 kva, maka tidak semua beban dapat digunakan. Pada load bank terdapat panel yang dapat digunakan untuk menambah atau mengurangi beban. Gambar. 5. Panel pengatur kapasitas beban pada load bank Durasi untuk pembebanan di setiap sampel minyak dijelaskan dalam tabel 3. Tabel 3. Durasi pembebanan pada setiap sampel minyak 20% 40% 60% 80% 100% Minyak trafo 2 10 menit 10 menit 3 jam 1 jam 1 jam Minyak trafo 3 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit Minyak trafo 5+ 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit Minyak trafo 6 10 menit 10 menit 3 jam 1 jam 1 jam Minyak trafo 6+ 10 menit 10 menit 3 jam 1 jam 1 jam F. Pemasangan dan Pengambilan Data Kamera Termal Kamera termal ini dipasang dibagian depan trafo, dan sisi sudut 45 0 dari trafo. Di bagian depan trafo dan sisi sudut 45 0 Gambar. 7. Foto pemasangan kamera termal Data hasil foto kamera termal yang digunakan untuk analisa data suhu pada penelitian ini adalah data hasil foto kamera termal dengan jarak 3 meter. Pengambilan data suhu ini dilakukan setelah melakukan pembebanan pada trafo sebesar 60%, 80% dan 100% dari beban total trafo 25 KVA. G. Pengambilan Data Arus Primer dan Sekunder Trafo Pengambilan data arus dan tegangan pada penelitian ini dilakukan menggunakan sebuah alat yaitu power quality analyzer merk Hioki tipe 3196. Letak pemasangan alat ini dapat dilihat pada skema rangkaian pengujian dalam gambar 1. Pada power quality analyzer terdapat empat buah clamp sensor dan delapan buah kabel penjepit buaya. Tujuan pemasangan clamp sensor adalah untuk pembacaan arus (Ampere). Setiap fasa R, S, T dan N dipasang satu clamp sensor sehingga akan didapatkan pembacaan arus pada fasa R, S, T dan N. Sedangkan pemasangan kabel penjepit buaya bertujuan untuk pembacaan tegangan (Voltage). Cara pemasangannya adalah empat buah kabel penjepit buaya dipasang p ada konduktor kabel tiap fasa R, S, T dan N, sedangkan empat buah sisanya dipasang pada konduktor kabel fasa N. Hasil pemasangan kabel tersebut akan menunjukan pembacaan tegangan pada fasa R, S, T dan N. Kabel penjepit buaya Power Quality Analyzer (PQA) Gambar. 8. Foto pemasangan power quality analyzer Clamp sensor
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 4 Pengambilan data arus dan tegangan pada sisi primer diilakukan dengan alat multimeter digital yang dipasang seperti pada skema rangkaian pengujian dalam gambar 1. Gambar. 9. Multimeter digital untuk pengambilan data arus sisi primer Gambar. 12. Grafik arus sekunder trafo fasa S H. Pengambilan Data DGA dari Minyak yang Diuji Setiap selesei melakukan pengujian, sampel minyak diambil secukupnya untuk selanjutnya dilakukan pengujian tes dissolved gas analysis (DGA). Tes DGA ini dilakukan di PT. Fakom Hesti Labora Krida menggunakan alat Kelman Transport X. Gambar. 13. Grafik arus sekunder trafo fasa T Gambar. 10. Uji sampel minyak trafo menggunakan Kelman Transport X IV. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS A. Pembacaan Arus Sekunder Trafo dan Pembebanan Trafo Pada penelitian ini arus sekunder trafo diambil untuk mengetahui apakah ada pengaruh kualitas minyak trafo terhadap arus sekunder trafo tepatnya arus dibagian tegangan rendah. Arus sekunder trafo tersebut selanjutnya dibandingkan dengan pembebanan trafo. Data arus sekunder trafo dan pembebanan diambil dari report hasil pembacaan power quality analyzer. Gambar 11, 12, dan 13 adalah grafik hasil pembacaan arus sekunder di fasa R, S, dan T. Sedangkan gambar 14, 15, dan 16 adalah grafik hasil pembacaan pembebanan pada fasa R, S, dan T. Gambar. 14. Grafik pembebanan pada trafo fasa R Gambar. 15. Grafik pembebanan pada trafo fasa S Gambar. 11. Grafik arus sekunder trafo fasa R
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 5 Gambar. 16. Grafik pembebanan pada trafo fasa T B. Analisis Hasil Pembacaan Data Arus Sekunder dan Pembebanan Trafo Pada Tiap Fasa Grafik hasil pembacaan arus sekunder dan pembebanan pada trafo di tiap fasa terlihat mirip. Jika dihitung persentase perubahan kenaikan arus dan pembebanan di tiap fasa lalu diambil selisih dari hasil nilai keduanya akan didapatkan: Tabel 4 Persentase selisih arus sekunder dan pembebanan di fasa R Sampel Minyak 20%-40% 40%-60% 60%-80% 80%-100% minyak trafo 2 2.24% 0.26% 0.60% 0.43% minyak trafo 3 2.59% 0.36% 1.68% 1.51% minyak trafo 5 4.59% 1.66% 1.89% 1.83% minyak trafo 5+ 1.50% 0.78% 0.33% 0.65% minyak trafo 6 0.24% 0.46% 3.64% 2.16% minyak trafo 6+ 0.23% 0.66% 0.64% -0.11% Tabel 5 Persentase selisih arus sekunder dan pembebanan di fasa S Sampel Minyak 20%-40% 40%-60% 60%-80% 80%-100% minyak trafo 2 1.35% 0.26% 0.58% 0.48% minyak trafo 3 4.56% 0.53% 0.78% 1.41% minyak trafo 5 9.96% 1.88% 2.35% 1.71% minyak trafo 5+ 2.55% 1.03% 0.22% 0.53% minyak trafo 6 1.04% 0.08% 0.83% 0.63% minyak trafo 6+ 0.82% 0.71% 0.32% 0.41% Tabel 6 Persentase selisih arus sekunder dan pembebanan di fasa T Sampel Minyak 20%-40% 40%-60% 60%-80% 80%-100% minyak trafo 2 4.16% 1.85% 1.97% 0.34% minyak trafo 3 3.32% -0.29% 1.41% 1.63% minyak trafo 5 3.90% 2.10% 1.66% 1.66% minyak trafo 5+ 1.74% 1.76% -0.02% 0.61% minyak trafo 6 0.47% 0.22% 4.25% 5.56% minyak trafo 6+ 2.75% 0.65% 0.52% 0.23% Dari hasil perhitungan persentase selisih antara arus sekunder dan pembebanan di tiap fasa didapatkan hasil: a) Pada fasa R selisih terkecil adalah -0.11% dan selisih terbesar 4.59% b) Pada fasa S selisih terkecil adalah 0.22% dan selisih terbesar 9.96% c) Pada fasa T selisih terkecil adalah -0.29% dan selisih terbesar 5.56% Berdasarkan rumus S = V x I Dimana: S = daya kompleks (VA) V = tegangan (V) I = arus (A) Dari rumus tersebut kenaikan arus sebanding dengan kenaikan daya, namun dari hasil perhitungan terdapat selisih antara kenaikan arus sekunder dan pembebanan trafo, dimana kenaikan arus lebih besar daripada kenaikan beban trafo selain itu juga terdapat nilai kenaikan beban lebih besar daripada kenaikan arus. Hasil tersebut terjadi karena adanya perubahan frekuensi. Saat frekuensi turun maka tegangan turun yang menyebabkan nilai kenaikan arus lebih besar daripada kenaikan bebannya. Begitu pula sebaliknya saat frekuensi dinaikkan kenaikan beban lebih besar daripada arusnya. Dari hasil perhitungan selisih persentase kenaikan arus sekunder dan beban trafo diketahui bahwa besaran arus sekunder mengikuti kenaikan beban trafo. Jadi perbedaan penggunaan minyak trafo tidak mempengaruhi besaran arus yang mengalir pada sisi sekunder trafo. C. Hasil Tes Uji DGA Pada Sampel Minyak Trafo Setiap selesei melakukan pengujian sampel minyak trafo diambil untuk dilakukan tes DGA. Tabel 7 Hasil uji DGA pada sampel minyak trafo Sampel minyak TDCG Status Gas dengan jumlah abnormal Minyak trafo 2 335 ppm Kondisi 1 CH 4, C 2H 6, dan CO 2 Minyak trafo 3 8623 ppm Kondisi 4 H 2, CH 4 dan C 2H 6 Minyak trafo 5 267 ppm Kondisi 1 C 2H 6 dan CO 2 Minyak trafo 5+ 258 ppm Kondisi 1 C 2H 6 dan CO 2 Minyak trafo 6 1231 ppm Kondisi 2 C 2H 6, C 2H 4 dan C 2H 2 Minyak trafo 6+ 176 ppm Kondisi 1 C 2H 2 Dari hasil perhitungan menggunakan metode doernenburg dan roger rasio rasio serta hasil perbandingan kemunculan gas pada metode gas kunci dapat ditentukan bahwa kemunculan gas-gas abnormal disetiap minyak disebabkan: Pada minyak trafo 2 Gas CH 4, C 2 H 6, dan CO 2 diakibatkan oleh pemanasan minyak dan terjadi partial discharge dengan intensitas rendah. Pada minyak trafo 3 Gas H 2, CH 4 dan C 2 H 6 diakibatkan oleh pemanasan minyak dan terjadi partial discharge dengan intensitas rendah. Pada minyak trafo 5 Gas C 2 H 6 dan CO 2 diakibatkan oleh pemanasan minyak dan terjadi partial discharge dengan intensitas rendah. Pada minyak trafo 5+ Gas C 2 H 6 dan CO 2 diakibatkan oleh pemanasan minyak dan terjadi partial discharge dengan intensitas rendah. Pada minyak trafo 6+ Gas C 2 H 2 diakibatkan oleh terjadinya pemanasan dan busur api (partial discharge intensitas tinggi) pada minyak. Pada minyak trafo 6 Gas C 2 H 6, C 2 H 4 dan C 2 H 2 diakibatkan terjadi pemanasan dan busur api (partial discharge intensitas tinggi) pada minyak. D. Hasil Pembacaan Suhu Kamera Termal Pembacaan data suhu hasil pencitraan dari kamera termal dilakukan menggunakan software flir report. Data suhu yang diambil adalah suhu rata-rata dari permukaan trafo yang difoto dari jarak 3 meter.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 6 Gambar. 17. Hasil foto kamera termal dan pemgukuran suhu rata-rata Data suhu permukaan trafo pada tabel 8 merupakan hasil pembebanan 60% kapasitas trafo selama 3 jam, 80% kapasitas trafo selama 1 jam, dan 100% kapasitas trafo selama 1 jam. Tabel 8 Suhu permukaan trafo difoto jarak 3 meter Sampel Minyak 60% Beban Trafo 80% Beban Trafo 100% Beban Trafo Minyak trafo 2 34.8 0 C 35.6 0 C 36.4 0 C Minyak trafo 6+ 34.9 0 C 36.3 0 C 37.2 0 C Minyak trafo 6 35.8 0 C 36.9 0 C 37.7 0 C Pada saat pengujian menggunakan minyak trafo 3 dan minyak trafo 5+ dilakukan pembebanan setiap 10 menit pada 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% kapasitas trafo. Data suhu yang terbaca ditampilkan pada tabel 9. Tabel 9 Suhu permukaan trafo difoto jarak 3 meter 20% 40% 80% 100% Sampel Minyak Minyak trafo 3 34.2 0 C 34.3 0 C 34.5 0 C 34.7 0 C Minyak trafo 5+ 33.4 0 C 33.6 0 C 33.9 0 C 34.2 0 C E. Analisis Hasil Pembacaan Suhu Permukaan Trafo Dari tabel 8 diketahui bahwa suhu permukaan trafo pada minyak trafo 6+ lebih panas dari minyak trafo 2. Perbedaan 0.7 0 C pada saat 80% pembebanan kapasitas trafo dan 0.8 0 C pada saat 100% pembebanan kapasitas trafo. Namun dari metode TDCG, jumlah gas yang mudah terbakar pada minyak trafo 6+ sebanyak 176 ppm dan pada minyak trafo 2 sebanyak 335 ppm. Jumlah gas yang mudah terbakar pada minyak trafo 2 lebih banyak dari minyak trafo 6+. Jik dilihat dari gas-gas yang muncul pada setiap minyak, maka diketahui minyak trafo 6+ mengandung gas asetilena diluar batas normal. Sedangkan minyak trafo 2 gas yang jumlahnya diluar batas normal adalah metana, etana dan karbon dioksida. Namun gas karbon dioksida bukan termasuk kedalam kelompok gas yang mudah terbakar. Minyak trafo 6 juga mengandung gas asetilena, namun jumlahnya lebih banyak daripada minyak trafo 6+. Jadi dari tabel 8 dapat disimpulkan bahwa pemanasan lebih pada minyak trafo 6+ terjadi karena mengandung gas asetilena walaupun total jumlah gas mudah terbakarnya lebih sedikit dari minyak trafo 2. Minyak yang mengandung gas asetilena lebih banyak akan mengalami pemanasan lebih tinggi seperti pada minyak trafo 6. Sedangkan pada tabel 9 diketahui bahwa suhu permukaan trafo pada minyak trafo 3 lebih panas dari minyak trafo 5+. Perbedaan 0.8 0 C pada saat 20% pembebanan kapasitas trafo, 0.7 0 C saat pembebanan 40% kapasitas trafo, 0.6 0 C saat 80% pembebanan kapasitas trafo dan 0.5 0 C saat pembebanan 100% kapasitas trafo. Dari data pengujian tes DGA dengan metode TDCG dapat diketahui jumlah gas yang mudah terbakar pada minyak trafo 3 s ebanyak 8623 ppm, sedangkan pada minyak trafo 5+ sebanyak 258 ppm. Jika dilihat dari gas-gas yang muncul pada setiap minyak terdapat jenis gas sama yang melebihi batas normal yaitu etana. Namun pada minyak trafo 3 jumlah gas etana jauh lebih banyak dibandingkan pada minyak trafo 5+. Pada minyak trafo 3 terdapat gas etana sebanyak 1761 ppm sedangkan pada minyak trafo 5+ hanya 71 ppm. Selain itu pada minyak trafo 3 terdapat gas metana dan hidrogen yang melebihi batas normal. Pada minyak trafo 5+ gas lain yang melebihi batas normal adalah karbon dioksida. Jadi dari tabel 9 dapat disimpulkan bahwa pemanasan lebih pada minyak trafo 3 disebabkan oleh kemunculan gas etana, metana dan hidrogen yang jauh melebihi batas normal. V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa nilai TDCG yang kecil dan status kualitas minyak trafo yang masuk kondisi 1 belum tentu minyak tersebut masih bagus, seperti pada minyak trafo 6+ dalam penelitian ini. Gas-gas yang jumlahnya melampui batas normal harus dilihat dan dianailis supaya diketahui penyebab kemunculan gas yang melebihi batas normal. Pemanasan lebih berdasarkan suhu yang terbaca dari hasil kamera termal pada penelitian ini disebabkan oleh kemunculan gas-gas tertentu yang melebihi batas normal yaitu: asetilena, etilena, etana, dan metana. Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian monitoring transformator yaitu proses pengambilan data suhu permukaan trafo dengan kamera termal dan data kualitas minyak berdasarkan tes DGA dilakukan pada trafo yang masih bekerja untuk mensuplai daya pada jaringan distribusi selain itu transformator yang dijadikan pengujian dapat divariasikan dengan tipe yang berbeda. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. PLN APJ Mojokerto, PT. Mulya jatra, dan PT. Fakom Hesti Labora Krida yang telah membantu dalam memfasilitasi pengambilan data pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] IEEE, IEEE Guide for the Interpretation of Gases Generated in Oil- Immersed Transformers, IEEE Standard C57-104TM-2008, Sep. 2008. [2] Tang, W.H. and Wu, Q.H., Condition Monitoring and Assessment of Power Transformers Using Computational Intelligence, Springer, London, Ch. 6, 2011. [3] N.Y. Utami, Y. Tamsir, A. Pharmatrisanti, H. Gumilang, B. Cahyono, R. Siregar, Evaluation Condition of Transformer Based on Infrared Thermography Results, Proc. of the 9th International Conference on Properties and Applications of Dielectric Materials, Harbin, China, July 19-23, 2009.