BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

Angka Insidensi T B Tahun 2011 (WHO, 2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun. Begitu pula menurut Smith (1994) yang menyatakan bahwa di Nepal dan secara umum di

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

PEMETAAN KASUS TUBERKULOSIS PARU DI KECAMATAN TUMINTING TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. kasus baru TB BTA positif dengan kematian Menurut. departemen kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit menular Tuberkulosis masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terus meningkat, terutama negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

ANALISIS DISTRIBUSI DAN FAKTOR RESIKO TUBERKULOSIS PARU MELALUI PEMETAAN BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS CANDILAMA SEMARANGTRIWULAN TERAKHIR TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Tri Kurniasih, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat hingga saat ini. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang mudah menyebar karena penularan melalui udara (airborne disease). Secara umum orang yang terinfeksi akan berkembang menjadi penderita TB relatif kecil, tetapi kemungkinan tersebut menjadi lebih tinggi pada orang dengan infeksi HIV. Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dan dua-pertiga kasus diperkirakan terjadi pada kelompok usia produktif yaitu 15-59 tahun (WHO, 2011). Secara global jumlah kasus TB per tahun telah menurun sejak tahun 2006 dan angka kejadian per 100.000 penduduk sejak tahun 2002 mengalami penurunan 1,3% per tahun. Apabila tren tersebut berlanjut terus, diperkirakan target MDGs akan tercapai pada tahun 2015. Tahun 2010 terdapat sekitar 8,8 juta insiden kasus TB dengan 1,1 juta diantaranya meninggal dunia pada kasus HIV negatif dan 350.000 pada kasus HIV positif. Sebagian besar jumlah kasus TB terdapat di Asia (58%), Afrika (26%) dan sisanya di Timur Tengah (7%), Eropa (5%) dan Amerika (3%) (WHO, 2011). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis sehingga penyakit ini merupakan isu kesehatan global dan menjadi masalah kesehatan prioritas terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Tahun 2006 terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB Paru dan diperkirakan 1,7 juta kematian (25/100.000) akibat TB. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (Kemenkes, 2011a). Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada

kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial yaitu stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes, 2011a). Diperkirakan pada negara-negara dengan pendapatan nasional yang tinggi, rata-rata kejadian TB adalah 10/100.000, sementara pada negara dengan pendapatan rendah 20 kali lebih tinggi (WHO, 2005). Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB terbesar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). (Kemenkes, 2011a). Secara global, satu miliar orang hidup dengan kurang dari US$ 1 (satu dollar) sehari. Dua miliar orang hidup di daerah kumuh perkotaan dan lingkungan yang sulit lainnya. Hidup mereka ditandai oleh kondisi lingkungan yang keras, penuh sesak, ventilasi yang buruk dan gizi buruk. Keadaan tersebut membuat mereka lebih rentan terhadap TB, mengakibatkan kondisi keuangan dan sosial yang tidak aman. Saat ini, 95% dari kematian terkait TB terjadi di negara berkembang (WHO, 2010) c. Setelah sekitar satu dekade Indonesia menduduki peringkat 3 (tiga) dunia dalam jumlah penderita TB, berdasar laporan Global Tuberculosis Control (WHO, 2010), berdasar data tahun 2009 Indonesia telah mengalami penurunan jumlah kasus dan menduduki peringkat ke-5 setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Berdasar laporan tersebut, total seluruh kasus TB di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 294.731 dengan rincian 169.213 adalah kasus baru TB Paru BTA Positif, 108.616 kasus TB BTA Negatif, 11.215 kasus TB Extra Paru, 3.709 kasus TB Kambuh, 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kambuh. Pelaksanaan Program Penanggulangan Penyakit TB Paru telah dilaksanakan dengan berbagai sistem. Saat ini pelaksanaan strategi DOTS merupakan yang paling tepat. Tak ketinggalan Propinsi Gorontalo berpartisipasi dalam upaya penanggulangan TB Paru. Secara nasional cakupan penemuan kasus di Propinsi Gorontalo tergolong baik walaupun belum selalu mencapai target. Adapun cakupan penemuan kasus TB Paru di Propinsi Gorontalo terlihat pada gambar 1 di bawah.

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2006 2007 2008 2009 CDR 79 60 58,2 68 Target 70 70 70 70 Sumber data : Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo 2009. CDR = Case Detection Rate Gambar1 : Cakupan Penemuan Kasus Baru Penderita TB Paru di Propinsi Gorontalo Tahun 2006-2009. 1600 Kasus TB Paru BTA (+) Per Kab/Kota di Prop Gto tahun 2009 1400 1370 1200 1000 800 600 777 593 L P Jml 400 200 0 312 315 179 183 133 132 146 157 79 67 92 65 191 155 94 53 41 Kota Gto Kab Gto Boalemo Pohuwato BonBol Gorut Prop Sumber data : Dinas Kesehatan Propinsi Gorontalo 2009. L = Laki-laki, P = Perempuan Gambar2 : Jumlah Kasus TB Paru BTA (+) Berdasar Jenis Kelamin Per Kabupaten/Kota di Propinsi Gorontalo Tahun 2009. Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa cakupan penemuan kasus TB Paru di Propinsi Gorontalo cenderung menurun dari tahun 2006-2009. Hal tersebut perlu dicermati dan diupayakan kembali agar penemuan kasus meningkat sehingga tidak ada lagi kasus TB Paru yang tidak terdeteksi dan tidak diobati. Kota Gorontalo menduduki peringkat 3 di Propinsi Gorontalo dalam jumlah kasus TB Paru yaitu sebanyak 312 penderita di tahun 2009 sebagaimana tampak pada gambar 2 dan 366 di tahun 2010. Masih tingginya angka penderita TB Paru memerlukan usaha keras dalam penanggulangannya mengingat penderita TB Paru 346

sebagian besar berada pada kelompuk usia produktif sebagaimana tampak pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 : Jumlah Kasus TB Paru BTA(+) Per Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Gorontalo Tahun 2009. Anak Dewasa Tri Wulan 0-4 5-14 15 24 25 34 35-44 45-54 55-65 > 65 TOTAL L P L P L P L P L P L P L P L P L P T TW 1 0 0 0 0 6 8 13 4 9 2 8 3 4 4 3 3 43 24 67 TW 2 0 0 0 0 8 8 9 6 8 0 5 7 7 10 2 3 39 34 73 TW 3 0 0 0 0 11 8 6 8 6 9 10 10 10 5 4 1 47 41 88 TW 4 0 0 0 0 6 6 11 8 9 7 16 5 8 7 0 1 50 34 84 JUMLAH 0 0 0 0 31 30 39 26 32 18 39 25 29 26 9 8 179 133 312 Sumber : Program P2 TB Paru, Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. TW = Tri Wulan, L = Laki-laki, P = Perempuan Sementara jumlah kasus TB Paru yang ditemukan di Kota Gorontalo sejak tahun 2008 mengalami peningkatan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa penularan penyakit TB Paru di masyarakat Kota Gorontalo masih efektif. Tabel 2 : Jumlah Penemuan Kasus TB Paru BTA (+) Berdasar Puskesmas di Kota Gorontalo Tahun 2008-2010 No Puskesmas Tahun 2008 2009 2010 1 PILOLODAA 30 26 19 2 BULADU 21 18 32 3 WONGKADITI 37 46 48 4 DULALOWO 50 46 55 5 TAMALATE 65 65 91 6 LIMBA B 62 69 67 7 DUNGINGI 36 42 54 KOTA 301 312 366 Sumber Data : Program P2 TB Paru, Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Faktor risiko terjadinya TB Paru secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor demografi dan lingkungan. Faktor demografi terkait dengan kemiskinan, pendidikan, kepadatan penduduk. Faktor lingkungan diantaranya berhubungan dengan lingkungan perumahan dan lingkungan pemukiman secara umum. Adanya faktor risiko lingkungan dapat diketahui bagaimana persebaran kasus di suatu wilayah. Cara untuk mengetahui bagaimana pola persebaran tersebut yaitu dengan analisis secara spasial atau keruangan pada wilayah yang terdapat kasus TB Paru. Hingga saat ini, pengolahan dan analisis data TB Paru di Propinsi Gorontalo dan khususnya di Kota Gorontalo, masih sebatas analisis tabular dan grafik.

Analisis sebaranpun masih dalam agregat distribusi kasus per kelurahan dan kecamatan dalam bentuk tabel, belum berupa pemetaan. Data kasus TB Paru sudah cukup lengkap dan baik, sehingga perlu lebih dikembangkan untuk dapat lebih tepat dalam mengambil kebijakan program. Surveilans TB Paru belum berperan signifikan di Kota Gorontalo dalam mengidentifikasi rantai penularan. Hal itu sangat disayangkan mengingat data penderita TB Paru sudah lengkap hingga alamat kasus, sehingga sangat mungkin dilakukan pemetaan distribusi kasus hingga lokasi individu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Pemetaan distribusi kasus TB Paru di Kota Gorontalo belum tersedia, terlebih lagi tentang tingkat kerawanan wilayah. Penelitian ini salah satunya bertujuan untuk menganalisis distribusi kasus TB Paru BTA (+) secara spasial di Kota Gorontalo tahun 2010. Diharapkan hasil yang didapat berupa gambaran spasial kasus TB Paru BTA (+) dapat pula mengidentifikasi faktor risiko kewilayahan terhadap penyebaran penyakit TB Paru di Kota Gorontalo. B. Perumusan Masalah Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah ada pengelompokan (cluster) kasus TB Paru BTA (+) di Kota Gorontalo? 2. Apakah faktor sosio-demografi (kepadatan penduduk, kemiskinan, pendidikan rendah, jumlah penduduk lansia) berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA(+) di Kota Gorontalo? 3. Apakah faktor geografi dan lingkungan (jarak fasilitas kesehatan, jarak jalan, kepadatan rumah/bangunan, jumlah rumah tidak sehat) berhubungan dengan kejadian TB Paru (+) di Kota Gorontalo? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum : Mengetahui pola persebaran TB Paru BTA(+) secara spasial berdasar faktor sosio-demografi dan geografi di Kota Gorontalo, Propinsi Gorontalo serta memetakan distribusi spasial kasus TB Paru BTA (+) di Kota Gorontalo.

2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui distribusi frekuensi (jumlah dan persebaran) kasus TB Paru BTA (+) di Kota Gorontalo berdasarkan waktu, tempat dan orang tahun 2010. b. Mengetahui adanya pengelompokan (clustering) kasus TB Paru BTA(+) di Kota Gorontalo tahun 2010. c. Mengetahui distribusi frekuensi faktor risiko lingkungan perumahan (jenis fisik rumah, jenis lantai, pencahayaan, kelembaban, kepadatan hunian, ventilasi) pada kasus TB Paru BTA (+) dan persebarannya di Kota Gorontalo tahun 2010. d. Mengetahui distribusi kasus TB Paru BTA (+) di Kota Gorontalo berdasar hasil akhir pengobatan tahun 2010. e. Mengetahui hubungan faktor sosio-demografi (kepadatan penduduk, kemiskinan, pendidikan rendah, jumlah penduduk lansia, rata-rata jumlah penghuni rumah) dengan kejadian TB Paru BTA(+) di Kota Gorontalo tahun 2010. f. Mengetahui hubungan faktor geografi dan lingkungan (jarak fasilitas kesehatan, jarak jalan, kepadatan rumah/bangunan, jumlah rumah tidak sehat) terhadap kejadian TB Paru BTA(+) di Kota Gorontalo. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak antara lain : 1. Program TB Paru, memberikan gambaran tentang penggunaan GIS untuk digunakan dalam surveilans TB Paru. 2. Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, sebagai masukan dalam penyusunan perencanaan langkah strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit TB Paru secara terpadu. 3. Pemerintah Daerah Kota Gorontalo atau Instansi terkait, sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan lingkungan pemukiman. 4. Institusi Pendidikan, sebagai tambahan kepustakaan dan memberikan informasi tentang faktor risiko TB Paru serta persebarannya.

5. Peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut maupun pelengkap penelitian tentang TB Paru. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang analisis spasial faktor risiko TB Paru sudah dilakukan di beberapa tempat. Tetapi khusus di Kota Gorontalo, sepengetahuan penulis sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang analisis spasial faktor risiko TB Paru antara lain : 1. Yeung, Chan M, et al. (2005), Socio-demographic and Geographic Indicators and Distribution of Tuberculosis in Hong Kong : a Spatial Analysis. Bertujuan menentukan faktor sosio-demografi dan geografi yang berpengaruh terhadap distribusi kasus TB di Hongkong. Unit analisis berupa kelompok blok pemukiman dengan batas jalan. Indikator sosio demografis dan geografis yang digunakan sebagai variabel penelitian adalah : kepadatan penduduk, persentase lansia, persentase rumah tangga dengan pendapatan rendah, persentase penduduk dengan pendidikan rendah, persentase pengangguran. Menyimpulkan bahwa pendidikan rendah, lansia dan kemiskinan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB pada suatu blok pemukiman di Hongkong. 2. Neeraj Tiwari, et al. (2006), Investigation of Geospatial Hotspot for The Occurence of Tuberculosis in Almora District, India, Using GIS and Spatial Scan Statistic. Tujuan penelitian untuk melihat pengelompokan/clustering kasus di daerah dengan insidensi tinggi tanpa memperhitungkan faktor risiko. Menggunakan analisis SatScan, didapatkan 3 (tiga) buah cluster yaitu most likely cluster terdapat di District Almora dan secondary cluster di Chaukutiya dan Dauladevi. 3. Chrysantina (2006) : Analisis Spasial dan Temporal kasus Tuberkulosis di Kota Yogyakarta, Juli-Desember 2004. Meneliti distribusi spasial kasus TB di Kota Yogyakarta berdasar waktu. Menyimpulkan bahwa kasus TB Paru di Kota Yogyakarta banyak mengelompok di daerah bantaran sungai, terutama sungai Winongo dan Code dimana wilayah tersebut merupakan daerah kumuh. 4. Agung Nugroho (2010) : Faktor Risiko dan Sebaran Tuberkulosis BTA Positif di Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 : Gambaran

Epidemiologi Spasial. Disebutkan bahwa kasus TB Paru BTA (+) di Kota Kendari cenderung mengelompok dalam radius 0-1 km dari unit pelayanan kesehatan. Secara kewilayahan dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah kepala keluarga miskin dengan kejadian TB Paru BTA (+). Sementara topografi kelurahan dan kepadatan penduduk tidak berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kota Kendari. 5. Ni Nyoman Kristina (2007) : Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pemodelan Spasial Kejadian Tuberkulosisi (TB) di Kota Denpasar Tahun 2007. Dinyatakan bahwa kemiskinan merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian TB di Kota Denpasar. Sementara kepadatan penduduk, status penduduk pendatang dan jarak fasilitas kesehatan tidak berhubungan dengan kejadian TB di Kota Denpasar. Kejadian TB di Kota Denpasar tidak mengikuti pola spasial tertentu. Clustering terjadi dengan kecenderungan mengikuti kemiskinan penduduk yang tinggi. Persebaran kasus banyak terjadi di daerah yang dekat dengan jalan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah : 1. Lokasi, penelitian dilaksanakan di Kota Gorontalo. 2. Penelitian ini menekankan variable bebas pada faktor sosio ekonomi berupa tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan rendah dan faktor demografi berupa kepadatan penduduk, jumlah penduduk lansia. Kemudian faktor geografi dan lingkungan berupa kepadatan rumah/bangunan, jumlah rumah tidak sehat, jarak pelayanan kesehatan, jarak jalan. 3. Analisis bersifat spasial dengan unit analisis utama adalah wilayah yaitu seluruh kelurahan di Kota Gorontalo. 4. Tetap menjelaskan faktor risiko individu secara deskriptif berdasarkan waktu, tempat dan orang.