BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan 1,3 juta jiwa menjadi korban akibat penyakit tuberkulosis. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus TB ke 4 terbesar setelah India, cina dan Afrika Selatan. Melebihi target yang diharapkan yaitu 82,60% per jumlah penduduk dan angka keberhasilan pengobatan kasus tuberkulosis BTA positif pada tahun 2014 (90,29%) (Kementerian kesehatan 2014). Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif ketika batuk atau bersin dan penyebaran kuman ke udara dalam bentuk droplet. Orang dapat terinfeksi apabila droplet terhirup ke dalam saluran pernapasan (Widoyono, 2011). Menurut WHO (World Health Organization) (2013) dilaporkan bahwa angka prevalensi kasus lama dan baru penyakit tuberkulosis paru di Indonesia 297/ penduduk, setiap tahun terdapat kasus baru dengan jumlah kematian sekitar pertahun. Angka insiden kasus penyakit TB Paru BTA positif sekitar 183/ penduduk. Menurut Depkes (2013), berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan penyebab kematian urutan ketiga, setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan akut (ISPA). Sekitar 73% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif secara ekonomis (15-40 tahun). Diperkirakan seorang penderita TB paru dewasa akan kehilangan rata rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang dikucilkan oleh masyarakat. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis paru bukan hanya dari aspek kesehatan 1 1

2 2 semata tetapi juga dari aspek sosial ekonomi. Dengan demikian tuberkulosis paru merupakan ancaman terhadap cita cita pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh (Depkes RI, 2011). Titik berat penanggulangan tuberkulosis saat ini ditekankan pada penemuan penderita baru dengan target minimal 70% angka konversi 80% angka kesembuhan target minimal 85% dan angka pemeriksaan laboratorium target minimal 95%. Namun sampai saat ini angka indikator tersebut belum tercapai, hal ini dapat dimaklumi terjadinya tuberkulosis paru adalah multicausal (disebabkan oleh banyak faktor) (Menkes RI, 2013). Banyak aspek yang terkait dengan penyakit tuberkulosis meliputi aspek individu, lingkungan dan juga faktor Mycrobacterium tuberculosis (H.L.Blum 1974). Menurut hasil penelitian Wajdi (2005), di Kabupaten Agam Sumatra barat menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan rumah seperti kelembaban, ventilasi udara, pencahayaan dan kepadatan hunian, kamar tidur tidak memenuhi syarat kesehatan memberikan pengaruh terhadap kejadian penyakit tuberkulosis, Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Saputara (2006), di kota Yogyakarta bahwa faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya suspek tuberkulosis adalah pencahayaan dan kelembaban, selain itu dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penghuni dan ventilasi. Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis, selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik rumah, juga dipengaruhi oleh karakteristik individu, tingkat pengetahuan kesehatan yang rendah. Hasil ini sama dengan paradigm Achmadi ( 2008) terjadi penyakit pada manusia di mulai dari bibit penyakit kemudian menular melalui tranmisi udara serta lingkungan. Menurut penelitian Hasmi (2006), di Kebumen bahwa pengetahuan penderita tuberkulosis paru mempengaruhi terjadinya kasus tuberkulosis yang baru di dalam rumah. Pengetahuan menjadi sangat penting dalam perubahan perilaku karena menurut Azwar (1999) sebelum seorang mengadopsi perilaku baru maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya. Dalam program penanggulangan tuberkulosis masalah pengetahuan menjadi sangat penting karena masalah pengetahuan berkaitan dengan kesadaran, kemauan

3 3 dan peran serta dalam penanggulangan tuberkulosis sehingga penyuluhan perlu di lakukan (Depkes RI, 2005). Mengingat penyakit tuberkulosis dapat berakibat fatal dan kematian, sudah seharusnya masyarakat mengetahui dan memahami berbagai masalah dari penyakit ini, sehingga mereka dapat melindungi diri. Mycobacterium tuberculosis akan berkembang menjadi penyakit tuberkulosis paru tergantung pada bakteri yang terhirup dan daya tahan tubuh sehingga kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan padat penghuni akan berkontribusi terhadap penularan penyakit TB (Depkes RI, 2003). Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi tuberkulosis paru yang sangat tinggi. Secara umum kondisi perumahan belum memadai seperti: kurang ventilasi, kelembaban tinggi, padat penghuni dalam satu rumah, masih berlantai tanah di tambah dengan letak dapur yang menyatu dengan ruangan rumah, dan memasak dengan kayu bakar, serta jarak antara rumah sangat dekat sehingga sinar matahari tidak menyinari ruangan. Program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru di Propinsi Papua dilaksanakan sesuai dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) dimana integrasi strategi DOTS ini dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektivitas dalam pemberantasan penyakit tuberkulosis. Kebijakan P2 tuberkulosis nasional, berupa passive case yaitu diagnosa berdasarkan pemeriksaan miskroskopis, menggunakan panduan penggunaan obat jangka pendek, pengobatan yang di awasi oleh petugas kesehatan dan kader/keluarga/tokoh masyarakat serta monitoring pengobatan yang menjamin kesembuhan penderita. Program pemberantasan tuberkulosis paru di Kabupaten Mimika juga dilaksanakan dengan strategi DOTS. Berdasarkan laporan dari Dinas kesehatan Kabupaten Mimika terlihat ada peningkatan kasus tuberkulosis paru dari tahun ke tahun, diantaranya dilihat dari data penemuan penderita TB paru BTA positif dari suspek TB tahun 2010 tercatat 63, tahun 2011 tercatat 64, tahun 2012 tercatat 83 pasien, tahun 2013 tercatat 90 pasien dan tahun 2014 sebanyak 100 penderita. Hal ini menujukkan bahwa di Kabupaten Mimika kasus penyakit tuberkulosis paru BTA positif sedang berkembang

4 4 Data Profil Dinas kesehatan Kabupaten Mimika tahun 2010 untuk rumah sehat hanya mencapai 37,56% dari jumlah rumah yang diperiksa, sedangkan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat hanya 22,57% dari rumah yang diperiksa rumah tangga. Kondisi ini masih di bawah target Departemen Kesehatan yaitu dimana standar kesehatan lebih dari 80% penduduk tinggal dalam rumah sehat dan 50% rumah tangga melakukan prilaku hidup bersih dan sehat (Profil Dinkes Mimika, 2010). Rumah adalah tempat kediaman suatu keluarga yang lengkap berdiri sendiri, cukup kuat dan cukup kuat kontruksinya dan rumah didesain oleh warga berdasarkan kultural dengan menggunakan bahan lokal yang ada di sekitar. rumah dirumuskan sebagai tempat dimana seorang berkumpul dan membicarakan nilai nilai sosial, politik, ekonomi dan budaya, dengan demikian rumah sama dengan Pemerintah (Sanuruba Gibna Youa). Kehidupan sosial ekonomi masyarakat adalah bertani. Sebagian besar masyarakat berada di daerah pedalaman dan bertani menghasilkan Ubi jalar, singkong, sayur yang memcapai 25 ton (BPS mimika, 2009), namun pembanguan sektor pertanian belum memberikan kontribusi yang besar terhadap perubahan dalam pembangunan.tingkat pendidikan yang rendah di kabuapten mimika mempengaruhi kehidupan masyarakat disamping gizi yang kurang dan penyebaran penyakit. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian akan diteliti mengenai faktor risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru di kabupaten Mimika perlu dilakukan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil tersebut diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah faktor-faktor individu berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika 2. Apakah faktor kondisi fisik rumah berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika

5 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor kondisi fisik rumah dan faktor individu dengan kejadian tuberkulosis paru dewasa di kabupaten Mimika. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan faktor individu dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika. b. Mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika. D. Manfaat Penelitan 1. Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan media belajar dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh serta mendapat pengalaman dan gambaran tentang hubungan faktor kondisi fisik rumah dan faktor individu dengan kejadian penyakit tuberkulosis di Kabupaten Mimika Provinsi Papua. 2. Bagi Instasi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan, termasuk sistem kewaspadaan dini yang berkaitan dengan program pencegahan dan pengendalian penyakit menular, khususnya penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika. 3. Bagi akademisi Sebagai tambahan kepustakaan kesehatan masyarakat terutama pada pemberantasan dan pencegahan penyakit tuberculosis paru BTA (+) pada orang dewasa. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang penyakit tuberkulosis memang sudah banyak dilakukan, akan tetapi di Kabupaten Mimika belum pernah di lakukan, khususnya yang berhubungan dengan kondisi rumah honai dengan tingkat kejadian penyakit tuberkulosis paru dewasa di Kabupaten Mimika. Adapun penelitian tuberkulosis yang sudah pernah dilakukan antara lain:

6 6 1. Saputara (2006) karekteristik penduduk dan kondisi fisik rumah sebagai faktor risiko pada kejadian suspek penyakit teberkulosis di kota Yogyakarta. Perbedaa : Kondisi fisik rumah tradisional tidak di teliti,tempat penelitian yang beda, subyek orang papua tidak teliti 2. Wajdi (2005) kesehatan lingkungan rumah dan kejadian Tuberkulosis Paru di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Perbedaan : Kondisi fisik rumah tradisional,tempat penelitian yang berbeda, tahun penelitian Subyek orang papua tidak di teliti 3. Hasmi (2006) hubungan lingkungan perumahan, pengetahuan, dan perilaku penderita TB paru dengan dengan kasus baru TB paru dalam rumah di Kebumen Kabupaten Kebumen. Perbedaan : desain penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda, dimana menggunakan desain cross sectional studi, subyek orang papua tidak telti, tahunnya beda. 4. Humaini (2012) kondisi lingkungan fisik rumah sebagai faktor risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten Barito. Hasilnya faktor rumah sebagai risiko penyebaran Penyakit TB, Perbedaan : rumah tradisional tidak teliti, tempat Penelitian berbeda, subyek penelitian orang papua tidak teliti,tahunnya berbeda 5. Farida Heryani (2013) Faktor risiko rumah, perilaku merokok dan komsumsi Alkohol pada kejadian TB paru di kota banjarmasing Perbedaan : rumah fisik tradisional tidak di teliti, tempat penelitian berbeda, dan subyek penelitian tidak teliti orang papua tahunya berbeda