UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI SAWAH (Oryza sativa L.) MELA WAHYUNI A

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA HASIL LANJUT 30 GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TIPE BARU (PTB) DEDE TIARA A

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI SAWAH (Oryza sativa) HASIL KULTUR ANTERA NIDA KHAFIYA

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Sesuai Prioritas Nasional

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

PELAKSANAAN PENELITIAN

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Transkripsi:

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERAA YUNIAR RIZKI NORYANTI A24080007 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20122

RINGKASAN YUNIAR RIZKI NORYANTI. Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Padi Beras Merah dan Hitam Hasil Kultur Antera. (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO). Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter-karakter agronomi serta menguji daya hasil pendahuluan dari galur-galur padi beras merah dan hitam. Penelitian dilaksanakan di University Farm Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Darmaga, Bogor pada bulan November 2011 hingga Maret 2012. Percobaan dilakukan di lahan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu genotipe padi beras merah. Genotipe yang digunakan adalah 12 genotipe padi yang terdiri atas dua varietas sebagai pembanding dan sepuluh galur dihaploid yang masing-masing diulang tiga kali. Satuan percobaan yang digunakan adalah petak percobaan dengan ukuran 2.5 m x 3 m dan jarak tanam padi 25 cm x 25 cm. Jumlah satuan percobaan yaitu 36 petak percobaan. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman contoh per petak yang dipilih secara acak sehingga jumlah total tanaman contoh yang diamati adalah 180 tanaman contoh. Berdasarkan hasil evaluasi keragaan, galur-galur yang diuji memiliki tinggi tanaman pada saat vegetatif yang tidak berbeda nyata dengan dua varietas pembanding, tinggi pada saat generatif yang tergolong lebih pendek dibandingkan dua varietas pembanding, jumlah anakan total yang sedang, jumlah anakan produktif yang terbentuk tidak berbeda untuk semua genotipe yang diuji, persentase anakan yang menghasilkan malai lebih tinggi dibandingkan dua pembanding, serta galur-galur yang diuji berumur genjah. Galur 1 (6-6-2-3-1), 2 (6-6-2-3-2), 3 (6-12-1-2-1), 4 (6-12-1-3-1), 5 (6. 6-1-2-1), dan 6 (6. 6-1-2-2) memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Galur 3 (6-12-1-2-1) dan 4 (6-12-1-3-1) memiliki umur panen yang lebih cepat dibandingkan kedua varietas, yaitu varietas Aek Sibundong dan varietas Selegreng. Galur 3 (6-12-1-2-1) memiliki persen gabah isi yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng, namun lebih tinggi dibandingkan varietas Aek

Sibundong. Galur 3 (6-12-1-2-1) juga memiliki persen gabah hampa yang sama dengan varietas Selegreng, namun lebih rendah dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji memiliki produktivitas berkisar antara 1.60-3.34 ton/ha. Varietas Selegreng dan Aek Sibundong memiliki produktivitas masing masing 3.02 dan 3.68 ton/ha. Galur 1 (6-6-2-3-1), 2 (6-6-2-3-2), 3 (6-12-1-2-1), 4 (6-12-1-3-1), dan 10 (M-2-2) memiliki produktivitas yang sama dengan varietas Selegreng (3.02 ton/ha). Galur 2 (6-6-2-3-2) (2.85 ton/ha), 3 (6-12- 1-2-1) (3.29 ton/ha), dan 4 (6-12-1-3-1) (3.34 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan dua varietas yang digunakan sebagai pembanding, yaitu varietas Selegreng (3.02 ton/ha) dan Aek Sibundong (3.68 ton/ha). Galur-galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan berkisar antara 2.8-4.5 ton/ha. Semua galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan yang sama dengan dua pembanding yang digunakan kecuali 6 (6. 6-1-2-2) dan 11 (M-2-3). Hasil berdasarkan perhitungan yang diperoleh galur 4 (6-12-1-3-1) (4.5 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan galur-galur 6 (6. 6-1-2-2), 7 (6. 6-2-5-1), dan 11 (M-2-3).

UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor YUNIAR RIZKI NORYANTI A24080007 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul : UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI BERAS MERAH DAN HITAM HASIL KULTUR ANTERA Nama : YUNIAR RIZKI NORYANTI NIM : A24080007 Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. NIP. 19610218 198403 1 002 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 08 Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Muhammad Yusni Panjaitan S. H. dan Ibu Dra. Normah. Penulis menyelesaikan pendidikan TK hingga SMA di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Tahun 1996 penulis lulus dari TK Yayasan R. A. Kartini dan pada tahun 2002 penulis lulus dari SD Yayasan R. A. Kartini. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis lulus dari SMPN 1 Tebing Tinggi kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah pada tahun 2008 di SMAN 1 Tebing Tinggi. Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Pertanian, IPB pada periode 2009-2010 dalam bidang internal. Penulis menjadi Ketua Umum HMI Cabang Bogor Komisariat Fakultas Pertanian IPB periode 2012-2013. Pada tahun 2011 penulis terpilih dalam kegiatan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diadakan Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni, Institut Pertanian Bogor (DPKHA IPB). Pada tahun 2012, penulis juga menjadi asisten M. K. Metode Statistika, Departemen Agronomi dan Hortikultura.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah dan kesehatan yang telah diberikan-nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan menguji daya hasil pendahuluan sepuluh galur padi beras merah dan hitam dilakukan dengan tujuan agar diperoleh galur yang memiliki karakter agronomi baik berdaya hasil tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama : 1. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil serta didikan yang telah ditanamkan sejak kecil yang telah membantu penulis hingga saat ini serta saudara perempuan saya yang telah membantu selama proses penelitian. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, wawasan, dan pengarahan terhadap penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Teknisi di Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Tanaman serta University Farm, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu selama proses penelitian. 4. Staf pengajar dan komisi pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat dan kontribusi terhadap perkembangan dan kemajuan negara Indonesia terutama di bidang pertanian. Bogor, Mei 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. ix DAFTAR GAMBAR. x DAFTAR LAMPIRAN. xi PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan.... 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Botani Tanaman Padi 3 Pemuliaan Tanaman Padi.. 4 Pengujian Daya Hasil 6 BAHAN DAN METODE. 8 Tempat dan Waktu Penelitian... 8 Bahan Penelitian... 8 Metode Penelitian..... 8 Pelaksanaan... 9 Pengamatan... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Keadaan Umum... 11 Keragaan Karakter Agronomi Padi.. 11 Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi.. 13 Komponen Hasil Tanaman Padi... 17 Hasil Pertanaman Padi.. 22 KESIMPULAN DAN SARAN... 24 Kesimpulan.. 24 Saran 24 DAFTAR PUSTAKA.. 25 LAMPIRAN. 27

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Daftar Galur Padi Beras Merah yang Diuji.. 8 2. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Komponen Keragaan Tanaman.. 12 3. Hasil Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif dan Generatif... 13 4. Hasil Rataan Jumlah Anakan Total dan Produktif... 14 5. Hasil Rataan Umur Berbunga dan Panen.. 16 6. Hasil Rataan Panjang Malai dan Kerapatan Malai... 18 7. Hasil Rataan Jumlah Gabah Total, Jumlah Gabah Bernas, dan Jumlah Gabah Hampa... 19 8. Hasil Rataan Persen Gabah Bernas, Persen Gabah Hampa, dan Bobot 1000 Butir Gabah Bernas... 20 9. Hasil Rataan Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan pada Pertanaman Padi... 22

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Padi (4) Siap Panen.. 17 2. Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan Padi... 23

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong. 28 2. Sidik Ragam Beberapa Karakter Galur-Galur Padi 29 3. Lay Out Lahan 32 4. Data Iklim Bulan Desember 2011 hingga Maret 2012... 33

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merah telah lama dikenal sebagai pangan pokok di daerah tertentu di Indonesia. Selain sebagai pangan pokok, beras merah juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Beras merah mempunyai kandungan gizi yang jauh lebih baik dibanding beras putih. Beras merah mengandung banyak serat, vitamin B, antosianin, dan sumber antioksidan. Menurut hasil penelitian, 100 g beras merah tumbuk mengandung 7.5 g protein, 0.9 g lemak, 16 mg kalsium, 163 mg fosfor, 0.3 g zat besi, 77.6 g karbohidrat, dan 0.21 mg vitamin B1 (Santika dan Rozakurniati, 2010). Perubahan dari beras merah menjadi beras yang lebih halus akan membuang 10% protein, 85% lemak, 70% mineral, dan 30% pentose. Beras merah mengandung vitamin B yang penting bagi kesehatan, yaitu thiamine, riboflavin, dan niasin. Penggilingan akan menghilangkan sebagian besar vitamin tersebut. Sebagian besar vitamin tersebut terdapat dalam aleuron padi (Leonard and Martin, 1963). Di Jepang, beras merah telah menjadi makanan yang semakin popular karena mengandung polifenol yang tinggi. Beras merah juga mengandung protein yang lebih tinggi dan karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan beras biasa (Gealy and Bryant, 2009). Potensi padi beras merah dapat dimanfaatkan untuk mengatasi semakin meluasnya permasalahan kesehatan di masyarakat. Saat ini beras merah belum banyak dikembangkan dan varietas yang sudah dilepas masih sedikit. Beras merah masih terbatas di pasaran dan harganya relatif tinggi. Sementara itu, berdasarkan data BPS (2008), produktivitas padi di Indonesia adalah 4.89 ton/ha. Dengan terus meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, dibutuhkan usaha-usaha untuk menghasilkan varietas baru padi terutama beras merah yang berdaya hasil tinggi. Pada pemuliaan padi, proses pembentukan suatu varietas unggul umumnya berlangsung empat hingga lima tahun (Harahap et al., 1982). Dewi et al. (1996) menyatakan bahwa pemuliaan konvensional membutuhkan enam sampai delapan generasi dalam satu siklus pemuliaan untuk memperoleh galur murni. Untuk mempercepat proses tersebut maka dapat dilakukan dengan teknik kultur antera. Antera tanaman hasil persilangan dua tetua selanjutnya dikulturkan. Kultur yang

2 dapat membentuk kalus selanjutnya diregenerasikan sehingga membentuk tanaman dihaploid. Tanaman homozigos yang dihasilkan pada keturunan pertama akan memudahkan seleksi fenotipe bagi karakter-karakter yang bersifat kuantitatif tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif seperti pada tanaman heterozigos (Dewi dan Purwoko, 2011). Kultur antera mempunyai kelebihan yaitu dapat mempersingkat waktu dalam memperoleh galur yang homozigos (Hanarida et al., 2002). Pada tahapan pelepasan suatu varietas, galur-galur yang telah dihasilkan dari proses pemuliaan harus melalui serangkaian proses atau tahapan pengujian seperti karakterisasi atau observasi, uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi. Saat ini terdapat galur-galur harapan beras merah gogo yang telah dihasilkan melalui tahapan kultur antera pada percobaan sebelumnya dan telah ditanam di dalam rumah kaca untuk perbanyakan benih (Dewi et al., 2010). Selanjutnya, galur-galur tersebut perlu untuk dikarakterisasi dan diuji daya hasil pendahuluan agar selanjutnya dapat diuji lanjutan dan multilokasi dan akhirnya dapat dilepas sebagai varietas tanaman padi beras merah dan hitam. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter-karakter agronomi serta daya hasil pendahuluan dari galur-galur dihaploid beras merah dan hitam. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah terdapat minimal satu dari galur-galur tersebut memiliki daya hasil lebih tinggi atau sama dengan varietas yang sudah dilepas.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda. Padi dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 2000 m di atas permukaan laut, pada 53 LU-35 LS (Yoshida, 1981). Saat ini tanaman padi berdasarkan ekogeografinya diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu indica, japonica, dan javanica (tropical japonica). Tipe indica cocok ditanam pada daerah kontinental seperti di daerah Cina Selatan, Taiwan, India, dan Ceylon (Sri Lanka). Tipe japonica cocok ditanam pada daerah beriklim sedang, seperti Jepang, Korea, dan China Utara. Tipe javanica cocok ditanam di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia (Katayama, 1993). Organ vegetatif tanaman padi terdiri atas akar, batang, dan daun. Tanaman padi memiliki sistem perakaran serabut yang terdiri atas akar seminal dan akar serabut yang tumbuh dari pangkal batang muda yang akan menggantikan akar seminal. Akar seminal tumbuh dari radikula dan bersifat sementara yang akan digantikan fungsinya oleh akar serabut (Datta, 1981). Tanaman padi ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas yang memiliki panjang yang tidak sama (Siregar, 1981). Datta (1981) mengatakan bahwa batang tanaman terdiri atas buku sebagai tempat daun dan tunas, serta ruas yang berongga dan beralur halus. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh pelepah daun yang membalut ruas sampai pada buku bagian atas. Pada bagian ujung pelepah daun terdapat ligulae (lidah) daun, kelopak daun, dan aurikel. Ligulae dan aurikel dapat digunakan sebagai identitas suatu varietas. Tanaman padi juga memiliki banyak anakan sehingga berbentuk tumbuhan yang merumpun (Siregar, 1981). Panikel (malai) adalah perkembangan dari pucuk dan spikelet adalah bagian dari panikel yang terdiri dari dua lemma steril, rachilla, dan bunga padi (Datta, 1981). Bunga tanaman padi terdiri atas tangkai, perhiasan, dan daun mahkota bunga yang terdiri atas palea dan lemma yang akan menjadi sekam butiran padi (Siregar, 1981). Bunga juga terdiri atas putik yang terdiri atas satu ovul dan enam stamen (benang sari) (Datta, 1981).

4 Tahap pra tanam pada budidaya tanaman padi terdiri atas pemilihan benih berkualitas, persiapan lahan, pengelolaan hama penyakit, serta pemberian bahan organik. Tahap pertumbuhan tanaman padi dibedakan menjadi fase vegetatif, reproduktif, dan fase pemasakan. Yoshida (1981) mengatakan bahwa fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman sejak perkecambahan hingga proses inisiasi primordial malai. Jumlah hari dalam tahap ini bervariasi tergantung dari varietas yang digunakan, suhu, dan juga panjang hari. Suhu rendah atau panjang hari yang panjang dapat meningkatkan lama fase vegetatif. Fase vegetatif akhir dimulai pada tahap pertumbuhan anakan dari awal sampai tercapainya anakan maksimum (IRRI, 2009 a). Fase reproduksi padi dimulai dari saat inisiasi primordial malai dan berakhir pada saat pembungaan (Yoshida, 1981). Pada tahap reproduksi, tanaman lebih sensitif terhadap stres seperti suhu dan kekeringan (IRRI, 2009 b). Fase pemasakan dimulai saat tanaman berbunga hingga mencapai masak panen (Yoshida, 1981). Pemuliaan Tanaman Padi Pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti padi, gandum, barley, dan tembakau, ditujukan untuk mendapatkan galur-galur murni dengan sifat-sifat yang unggul. Umumnya galur-galur murni diperoleh dengan cara persilangan yang diikuti oleh serangkaian proses seleksi pada tiap generasi, misalnya metode pedigree (Dewi dan Purwoko, 2011). Persilangan dilakukan baik dengan persilangan dua tetua maupun tiga atau empat tetua dengan kombinasi persilangan (Brown dan Caligari, 2008). Pemuliaan secara konvensional adalah dengan menyilangkan secara seksual dua tanaman padi yang berbeda sifatnya (Masyhudi, 1995). Ada banyak tipe pemuliaan konvensional yang digunakan oleh pemulia tanaman menyerbuk sendiri. Terdapat tiga tipe dasar, yaitu metode bulk, pedigree, dan bulk/pedigree (Brown dan Caligari, 2008). Pemuliaan konvensional dengan metode pedigree dibagi menjadi tiga proses, yaitu proses persilangan tetua tanaman, seleksi individu tanaman atau garis-garis keturunan yang diinginkan, serta uji daya hasil, uji adaptasi lokal, dan penetapan garis unggul dari F6 dan generasi berikutnya. Brown dan Caligari (2008) menyatakan bahwa pada metode pedigree, seleksi tanaman dilakukan pada

5 generasi F2 hingga tanaman mendekati homozigositas pada generasi F6. Galurgalur yang baik hasil karakterisasi dan uji daya hasil dilanjutkan dengan pengujian terhadap adaptasi galur di berbagai daerah selama dua sampai tiga tahun. Selanjutnya, galur yang berdaya hasil tinggi dilepas sebagai varietas baru. Kekurangan metode pedigree adalah seleksi yang dilakukan pada setiap generasi dan relatif mahal. Selain itu, diperlukan lahan dan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan metode lain. Pada metode bulk, seleksi individu tanaman dimulai pada generasi F7 atau generasi lebih lanjut (Harahap et al., 1982). Harahap et al. (1982) menyatakan bahwa pada generasi F7 sebagian besar individu tanaman sudah mendekati homozigos dan tanaman-tanaman yang terpilih akan menghasilkan galur murni. Brown dan Caligari (2008) menyatakan bahwa keuntungan utama dari metode bulk adalah seleksi tidak dilakukan selama beberapa generasi hingga tanaman mendekati homozigositas yang dilakukan untuk menghindari kesulitan dalam seleksi diantara populasi yang bersegregasi dimana keragaman fenotipe akan dipengaruhi gen heterozigos dominan, serta merupakan metode yang paling murah untuk menghasilkan populasi hasil persilangan. Metode pedigree dan bulk membutuhkan waktu yang lama sejak persilangan awal hingga pengujian daya hasil. Melalui cara konvensional, setiap tetua dalam proses penggabungan antara gamet jantan dan betina akan menyumbangkan separuh genomnya kepada individu keturunannya sehingga puluhan ribu dari gen kedua tetua akan tercampur. Proses pembentukan suatu varietas unggul melalui pemuliaan tanaman padi secara konvensional umumnya berlangsung empat hingga lima tahun (Harahap et al., 1982). Dewi et al. (1996) menyatakan bahwa pemuliaan konvensional membutuhkan enam sampai delapan generasi dalam satu siklus pemuliaan untuk mendapatkan galur murni. Produksi tanaman haploid androgenik in vitro merupakan salah satu teknologi yang sangat menjanjikan dalam usaha perbaikan dan peningkatan hasil bagi berbagai jenis tanaman (Dewi dan Purwoko, 2011). Kultur antera merupakan teknik utama dalam menginduksi tanaman haploid dalam program perbaikan tanaman (Datta, 2005).

6 Tahapan kultur antera pada pemuliaan tanaman padi adalah persiapan dan penanaman eksplan hasil persilangan tetua yang diinginkan, kultur in vitro, dan aklimatisasi hasil kultur antera. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur antera dan mikrospora yaitu genotipe, status fisiologi tanaman donor, tahap perkembangan mikrospora, perlakuan sebelum eksplan dikulturkan, media kultur (media dasar, zat organik, sumber karbon, ZPT, dan pemadat), lingkungan fisik kultur, serta umur dan ukuran kalus yang dikulturkan (Dewi dan Purwoko, 2011). Tanaman dihaploid (DH) dapat diperoleh secara spontan dan diinduksi dengan ratun atau pemberian kolkisin (Dewi dan Purwoko, 2011). Tanamantanaman dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos penuh dan breed true, karena kedua kopi informasi genetik pada tanamantanaman tersebut identik. Individu tanaman yang dihasilkan oleh mikrospora yang sama tentu akan mempunyai karakter agromorfologi yang sama pada generasi selanjutnya. Tanaman homozigos yang dihasilkan pada keturunan pertama akan memudahkan seleksi fenotipe bagi karakter-karakter yang bersifat kuantitatif tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif seperti pada tanaman heterozigos. Galur murni dapat diseleksi dari populasi dihaploid yang homogen dan homozigos tersebut. Dengan demikian, hasil rekombinasi dari persilangan difiksasi sebagai galur-galur homozigos dan galur-galur harapan diseleksi berdasarkan keunggulan sifat-sifat agronominya (Dewi dan Purwoko, 2011). Dengan menggunakan sistem haploid, proses pemuliaan tanaman untuk memperoleh galur-galur mumi yang lama tersebut dapat lebih singkat melalui satu sampai dua generasi saja (Dewi dan Purwoko, 2001). Pengujian Daya Hasil Sebagai kelanjutan dari tahap seleksi dan sebelum dilakukan uji multi lokasi harus dilakukan uji daya hasil pendahuluan terhadap galur-galur terpilih untuk memperoleh informasi tentang daya hasil dari galur-galur padi tersebut. Kelayakan galur-galur yang diperoleh dari proses pengujian dipertimbangkan secara hati-hati untuk dievaluasi lebih lanjut dalam pengujian multi lokasi. Syarat pelepasan varietas baru meliputi silsilah yang jelas, bersifat baru, unik, seragam

7 dan stabil, serta menunjukkan keunggulan terhadap varietas yang dijadikan sebagai pembanding. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka harus dilakukan pengujian daya hasil dan adaptasi pada lokasi-lokasi yang mewakili agroklimat dan budidaya yang direkomendasikan terhadap galur-galur yang akan dilepas tersebut (Sudarna, 2010). Galur-galur yang memiliki potensi tinggi dipanen dan dilakukan pengamatan serta evaluasi. Pengujian dilakukan dengan membandingkan galurgalur yang diuji dengan varietas yang digunakan sebagai kontrol. Jumlah galur dalam setiap tahap pengujian bervariasi. Galur yang paling baik akan menghasilkan malai yang dapat dipanen sehingga dapat diuji lebih lanjut lagi. Banyak galur yang akan terbuang pada saat tahap pengujian (Mckenzie, 1987). Keputusan untuk melepaskan suatu galur yang telah diuji sebagai suatu varietas membutuhkan pendapat dari berbagai sumber untuk mengevaluasi galur tersebut. Uji hasil dan multi lokasi yang dilakukan setidaknya selama dua tahun pengujian biasanya merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi. Proses yang dibutuhkan untuk pelepasan galur yang telah diuji akan dilakukan oleh badan yang bertugas dalam komisi pelepas varietas. Jika data yang tersedia telah cukup dan pelepasan galur sebagai varietas telah disetujui, maka pernyataan dan tanggal pelepasan resmi terhadap varietas tersebut akan dikeluarkan (Mckenzie, 1987). Galur-galur yang berdaya hasil tinggi pada berbagai agroekologi dapat diusulkan sebagai suatu varietas unggul dengan daya adaptasi luas, sedangkan galur-galur yang hanya berdaya hasil tinggi di lokasi tertentu diusulkan sebagai varietas unggul spesifik lokasi (Sudarna, 2010).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di University Farm, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Darmaga, Bogor pada bulan November 2011 - Maret 2012. Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas alat-alat pertanian, jaring, timbangan, alat tulis, kantong kertas, dan karung. Bahan yang digunakan untuk percobaan adalah varietas Aek Sibundong dan Selegreng, galur-galur F1 hasil tiga tahap persilangan (BP140F/Silugonggo//O. glaberrima///silugonggo) yang telah dikulturanterakan dan dibentuk menjadi galur-galur dihaploid (Tabel 1), serta tiga galur padi beras hitam yaitu 9 (M-2-1), 10 (M-2-2), dan 11 (M-2-3) yang berasal dari tetua 6. 6-2-5-1/Aen Metan yang telah dikulturanterakan. Deskripsi Aek Sibundong disajikan pada Lampiran 1. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP36, dan KCl. Insektisida dan fungisida digunakan untuk menanggulangi hama dan penyakit. Tabel 1. Daftar Galur Padi Beras Merah yang Diuji Kode Galur Galur 1 6. 6-2-3-1 2 6. 6-2-3-2 3 6. 12-1-2-1 4 6. 12-1-3-1 5 6. 6-1-2-1 6 6. 6-1-2-2 7 6. 6-2-5-1 Metode Penelitian Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu genotipe tanaman padi beras merah dan hitam. Genotipe yang digunakan adalah 12 genotipe padi yang terdiri atas dua varietas sebagai pembanding dan sepuluh galur dihaploid yang masing-masing diulang tiga kali. Satuan percobaan yang

9 digunakan adalah petak percobaan berukuran 3 m x 2.5 m yang berjumlah 36 petak percobaan. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman contoh per petak sehingga jumlah total tanaman contoh yang diamati adalah 180 tanaman contoh. Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam (Uji F). Jika uji F berbeda nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Data sidik ragam disajikan pada Lampiran 2. Pelaksanaan Lahan seluas 270 m 2 dibuat petakan berukuran 3 m x 2.5 m sebanyak 36 petak percobaan (Lampiran 3). Benih disemai dengan persemaian kering. Bibit ditanam pada umur 21 hari. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Sebelum penanaman, tanah diolah terlebih dahulu. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan berupa penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Tanaman dipupuk dengan 200 kg Urea /ha, 100 kg SP36 /ha, dan 100 kg KCl /ha. Data iklim selama percobaan disajikan pada Lampiran 4. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh per petak dengan komponen yang diamati meliputi: a. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung daun tertinggi pada 45 HST (vegetatif) dan menjelang panen. b. Jumlah anakan vegetatif pada 45 HST dan jumlah anakan produktif, ditentukan dengan menghitung jumlah anakan (vegetatif) dan jumlah anakan yang menghasilkan malai c. Umur berbunga, dihitung dari saat semai sampai 50% malai (bunga) dalam satu rumpun telah keluar. d. Umur panen, dihitung dari saat semai sampai 80% malai telah matang. e. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai. f. Kerapatan gabah yang dihitung dengan cara: Kerapatan Malai = g. Jumlah gabah total, isi, dan hampa per malai, dihitung jumlah gabah bernas atau berisi penuh dan gabah yang hampa (tidak berisi) tiap malai

10 h. Bobot 1000 butir gabah bernas i. Produktivitas tanaman j. Hasil Berdasarkan Perhitungan = Jumlah rumpun per hektar x jumlah malai per rumpun x jumlah gabah total per malai x persen gabah isi x bobot 1000 butir x 10-6 Ket : Bobot 1000 butir dalam satuan gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan air. Ulangan pertama adalah lahan dengan ketersediaan air sedikit karena letaknya paling jauh dari sumber, ulangan kedua dengan ketersediaan air sedang karena berada lebih dekat dengan sumber air, dan ulangan ketiga dengan ketersediaan air banyak karena kondisi lahan yang menurun. Penanaman bibit padi dilakukan dengan menggunakan satu hingga dua bibit per lubang. Galur 5, 6, dan 7 dengan ketersediaan bibit yang terbatas ditanam dengan satu bibit per lubang, sedangkan yang lainnya ditanam dua bibit per lubang. Pada masa vegetatif, terdapat hama keong dan penggerek batang padi yang menyerang pertanaman. Hama keong dikendalikan secara kimiawi dengan penyemprotan pestisida, secara kultur teknis dengan pengeringan sawah, dan secara manual dengan membuang keong dan telurnya dari areal pertanaman. Penyulaman kembali beberapa genotipe tanaman yang terserang hama dan mati dilakukan menggunakan bibit yang berasal dari ulangan lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya bibit tanaman yang dibutuhkan. Proses penyulaman tanaman dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST. Memasuki masa generatif, hama yang menyerang pertanaman padi adalah hama penggerek batang padi, walang sangit, dan burung. Pengendalian hama dilakukan dengan cara kimiawi dengan penyemprotan pestisida. Di atas dan di sekeliling tempat percobaan dipasang jaring berwarna putih untuk mengendalikan burung. Keragaan Karakter Agronomi Padi Pengujian sidik ragam dilakukan terhadap genotipe-genotipe tanaman padi yang diuji dan beberapa karakter tanaman padi yang diamati (Lampiran 2). Hasil uji F yang dilakukan terhadap beberapa karakter tanaman padi menunjukkan respon yang berbeda-beda (Tabel 2).

12 Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa genotipe galur-galur yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman generatif, jumlah anakan total, panjang malai, kerapatan malai, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah total per malai, persen gabah bernas, jumlah gabah hampa per malai, persen gabah hampa, bobot 1000 butir gabah bernas, dan produktivitas tanaman, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah bernas per malai dan hasil berdasarkan perhitungan, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vegetatif dan jumlah anakan produktif tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman antara genotipe galur-galur yang diuji terhadap beberapa karakteristik tanaman padi yang diamati. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Komponen Keragaan Tanaman Karakteristik Tanaman F hitung KK Tinggi Tanaman Vegetatif 1.7 tn 7.1 Tinggi Tanaman Generatif 21.9 ** 3.9 Jumlah Anakan Total 3.9 ** 14.4 Jumlah Anakan Produktif 1.6 tn 12.9 Panjang Malai 4.3 ** 2.9 Kerapatan Malai 5.4 ** 8.3 Umur Berbunga 7.3 ** 3.0 Umur Panen 32.9 ** 1.9 Jumlah Gabah Total per Malai 4.6 ** 9.5 Jumlah Gabah Bernas per Malai 2.5 * 10.8 Persen Gabah Bernas 6.3 ** 6.2 Jumlah Gabah Hampa per Malai 6.9 ** 5.7 z) Persen Gabah Hampa 6.3 ** 16.5 Bobot 1000 Butir Gabah Bernas 28.5 ** 3.9 Hasil Berdasarkan Perhitungan 1.3 * 17.3 z) Produktivitas 5.2 ** 12.0 y) Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = berpengaruh sangan nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata y) = hasil trasformasi z) = hasil trasformasi log x Koefisien keragaman (KK) yang diperoleh dari karakter jumlah gabah hampa per malai, hasil berdasarkan perhitungan, dan produktivitas galur tinggi yaitu masing-masing 19.8, 20.5, dan 23.6 sehingga ditrasformasikan untuk

13 memperoleh nilai koefisien keragaman (KK) yang lebih kecil dan tingkat kehomogenan yang lebih tinggi. Komponen Pertumbuhan Tanaman Genotipe-genotipe tanaman padi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vegetatif, namun berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada masa generatif setelah tanaman menghasilkan malai. Hal ini diduga disebabkan karena genotipe-genotipe tanaman mengalami pemanjangan batang yang berbeda secara signifikan setelah memasuki tahap reproduktif. Makarim et al. (2009) juga menyatakan bahwa fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman. Genotipe-genotipe yang diuji memiliki rata-rata tinggi vegetatif berkisar 68-80 cm dan generatif 82-96 cm (tergolong pendek). Tinggi tanaman antara 80-90 cm merupakan kriteria tinggi tanaman yang ideal untuk pembentukan varietas padi tipe baru (Makarim et al., 2009). Varietas pembanding Selegreng dan Aek Sibundong memiliki rata-rata tinggi tanaman berkisar 107-113 cm (tergolong sedang) (Tabel 3). Tabel 3. Hasil Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif dan Generatif Genotipe Tanaman Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Tinggi Tanaman Generatif (cm) 1 77.8 85.7 d 2 72.2 86.0 d 3 76.9 85.8 d 4 80.4 88.8 cd 5 73.4 84.3 d 6 74.8 82.3 d 7 69.8 87.4 cd 9 79.8 95.7 b 10 79.4 92.8 bc 11 68.3 87.9 cd Aek Sibundong 72.9 107.3 a Selegreng 79.4 112.9 a Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

14 Pada masa generatif, varietas Selegreng memiliki rata-rata tinggi tanaman 112.9 cm yang tidak berbeda nyata dengan Aek Sibundong. Semua galur yang diuji memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan dua varietas pembanding yang digunakan pada saat generatif (Tabel 3). Sudut daun yang terbentuk serta tinggi rendahnya tanaman akan mempengaruhi daya hasil tanaman. Siregar (1981) menyatakan bahwa tinggi rendahnya tanaman berhubungan dengan proses fotosintesis yang berlangsung. Tanaman yang rendah akan lebih banyak menyerap sinar matahari dibandingkan dengan tanaman yang tinggi. Semakin tinggi tanaman, maka intensitas sinar matahari yang menembus tajuk pertanaman ke bagian bawah pertanaman di atas permukaan tanah akan jauh berkurang. Tinggi tanaman juga merupakan karakter yang sangat menentukan tingkat kerebahan tanaman. Batang tanaman berfungsi sebagai penopang tanaman serta penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam tanaman, sehingga harus kokoh agar tidak terjadi kerebahan terutama di daerah dengan angin kencang. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kush et al. (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi tanaman maka tanaman akan semakin mudah rebah seiring penyerapan N oleh tanaman. Tabel 4. Hasil Rataan Jumlah Anakan Total dan Produktif Genotipe Tanaman Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif 1 14.3 cd 12.6 2 16.7 bc 13.2 3 19.2 ab 15.7 4 17.7 bc 14.7 5 16.4 bcd 14.1 6 12.1 d 11.0 7 13.8 cd 12.5 9 17.1 bc 13.4 10 16.8 bc 13.7 11 17.5 bc 12.8 Aek Sibundong 22.5 a 15.2 Selegreng 19.4 ab 13.9 Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

15 Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak beranak) dan akan mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 daun (Makarim et al., 2009). Berdasarkan jumlah anakan yang dimiliki, tanaman padi dibedakan menjadi tanaman dengan anakan sedikit (<10 anakan), anakan sedang (10-18 anakan), dan anakan banyak (>18 anakan). Galur-galur yang diuji memiliki jumlah anakan rata-rata berkisar 12-19 anakan per rumpun (anakan sedang) dengan rata-rata jumlah anakan produktif berkisar 11-16 anakan per rumpun. Varietas pembanding yang digunakan memiliki jumlah anakan rata-rata 19-23 anakan per rumpun (anakan banyak) dengan rata-rata jumlah anakan produktif 14-15 anakan per rumpun. Aek Sibundong memiliki rata-rata jumlah anakan total 22.5 anakan dan tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng dan galur 3. Semua galur yang diuji memiliki jumlah anakan total yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong kecuali 3, namun 2, 4, 5, 9, 10, dan 11 memiliki jumlah anakan yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng (Tabel 4). Abdullah (2009) menyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan tidak semua anakan menghasilkan malai dan atau masa masak yang tidak serempak, sehingga akan menurunkan produktivitas dan atau mutu beras. Namun, jumlah anakan yang sedikit juga merupakan kendala dalam meningkatkan produksi terutama di daerah tropis, karena serangan hama dan penyakit akan mengakibatkan kehilangan hasil. Banyaknya anakan yang terbentuk pada satu rumpun tanaman ditentukan oleh genetik tanaman serta pengaruh lingkungan seperti jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan teknik budidaya (Makarim et al., 2009). Persentase anakan yang menghasilkan malai dari galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan dengan dua varietas pembanding yang digunakan. Genotipe tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman. Umur berbunga tanaman ditentukan dengan mengamati jumlah bunga yang telah keluar. Apabila 50% bunga telah keluar, maka pertanaman tersebut dianggap sudah dalam fase pembungaan (Yoshida, 1981). Genotipe setiap galur dan varietas yang diuji memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap umur berbunga. Galur-galur 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7

16 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan varietas Selegreng, tetapi lebih cepat bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 5). Galur 9, 10, dan 11 memiliki umur berbunga yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong. Saat yang tepat untuk pemanenan hasil ditetapkan dengan memperhatikan kadar air yang dikandung oleh butir-butir gabah. Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan, dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa butir gabah telah menguning dari pangkal malai hingga ujungnya. Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Berdasarkan umur panennya tanaman padi dibedakan menjadi berumur ultra genjah (<90 hari), sangat genjah (90-104 hari), dan genjah (105-124 hari) (BB Padi, 2010). Tabel 5. Hasil Rataan Umur Berbunga dan Panen Genotipe Tanaman Umur Berbunga (HSS) Umur Panen (HSS) 1 81.3 b 109.7 ef 2 81.7 b 107.3 ef 3 82.3 b 105.7 f 4 80.3 b 106.7 f 5 85.0 b 117.7 d 6 82.0 b 117.3 d 7 84.7 b 118.7 cd 9 90.3 a 126.3 a 10 89.7 a 123.7 ab 11 90.7 a 124.3 ab Aek Sibundong 90.3 a 122.0 bc Selegreng 83.3 b 111.3 e Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT HSS = Hari Setelah Semai Umur panen genotipe-genotipe tanaman padi yang diuji berada pada selang 105-126 hari yang berarti genotipe-genotipe padi yang diuji berada pada jenis padi yang berumur genjah kecuali 9 (Tabel 5). Galur 3 dan 4 (Gambar 1) yang memiliki umur panen masing-masing 105.7 Hari Setelah Semai (HSS) dan 106.7 HSS merupakan galur dengan umur panen tersingkat dibandingkan dengan galur-galur dan varietas pembanding lainnya kecuali galurgalur 1 dan 2, sedangkan galur 9 dengan umur rata-rata panen 126.3

17 HSS merupakan galur yang lebih lama waktu panennya dibandingkan dengan semua genotipe yang diuji kecuali 10 dan 11. Galur 1, 2 memiliki waktu panen yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, namun 1, 2, 5, dan 6 memiliki waktu panen yang lebih cepat dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 5). Umur panen yang singkat memungkinkan penggunaan lahan yang lebih efisien. Gambar 1. Tanaman Padi (4) Siap Panen Serangan hama penyakit yang menyerang tanaman pada masa reproduktif tanaman mempersulit pengamatan waktu panen terutama pada galur-galur 9, 10, dan 11. Tingginya curah hujan selama masa pemasakan menyebabkan jumlah air melimpah sehingga kondisi beberapa petak tanaman masih tergenang air pada masa pematangan juga menyebabkan semakin lamanya masa panen tanaman padi. Perendaman menyebabkan terlambatnya pemasakan gabah atau mundurnya masa panen (Pratiwi et al., 2009). Komponen Hasil Tanaman Padi Potensi hasil dari tanaman padi ditentukan oleh komponen-komponen hasil, yaitu jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot gabah bernas. Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu dipenuhi dengan materi/fotosintat dari berbagai sumber dalam tanaman. Makarim et al. (2009) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah malai per m 2 dengan peningkatan populasi tanaman, maka akan

18 semakin pendek malai yang dihasilkan. Pratiwi et al. (2009) juga melaporkan bahwa terdapat hubungan negatif antara panjang malai dan jumlah malai (anakan aktif). Semakin banyak jumlah malai per rumpun, maka malainya semakin pendek. Tabel 6. Hasil Rataan Panjang Malai dan Kerapatan Malai Galur Panjang Malai Kerapatan Malai (cm) (gabah/cm) 1 23.3 abc 6.8 bc 2 22.2 cde 6.5 c 3 21.4 e 6.6 bc 4 22.7 bcd 7.0 abc 5 22.6 bcde 6.3 cd 6 23.1 abc 6.4 c 7 23.4 abc 6.5 c 9 23.7 ab 7.6 ab 10 22.9 bcd 7.8 a 11 23.1 abc 6.5 c Aek Sibundong 24.3 a 5.3 d Selegreng 21.8 de 5.4 d Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT Karakter panjang malai pada genotipe-genotipe tanaman yang diuji berkisar antara 21-24 cm yang termasuk golongan sedang. Varietas Aek Sibundong memiliki panjang malai yaitu 24.3 cm. Panjang malai galur-galur 1, 6, 7, 9, dan 11 tidak berbeda nyata dengan varietas Aek Sibundong, namun lebih panjang bila dibandingkan dengan varietas Selegreng (Tabel 6). Galur 2, 3, 4, 5, dan 10 memiliki panjang malai yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng. Jumlah gabah total per malai menentukan kerapatan gabah. Galur 4, 9, dan 10 memiliki kerapatan gabah yang tinggi yaitu 7.0, 7.8, dan 7.6 gabah/cm. Kerapatan gabah galur-galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan dengan dua varietas pembanding kecuali 5 (Tabel 6). Jumlah gabah total per malai genotipe-genotipe yang diuji berkisar antara 118-180 gabah per malai (Tabel 7). Abdullah (2009) menyatakan bahwa karakteristik jumlah gabah total yang disarankan dalam pembentukan padi tipe

19 baru yaitu 150-250 butir per rumpun. Jumlah gabah per malai yang banyak juga menyebabkan tingginya kehampaan karena masa pemasakan dan pengisian akan lebih lama dan hubungannya dengan keseimbangan source dan sink. Galur 4 (159.9), 9 (179.6), dan 10 (179.5) memiliki jumlah gabah total yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua pembanding (Tabel 7). Galur 1, 6, 7, dan 11 memiliki jumlah gabah total yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Selegreng. Genotipe yang memiliki panjang malai terpanjang tidak memiliki jumlah gabah total yang besar pula. Hal ini berlawanan dengan penjelasan Makarim et al. (2009) yang menyatakan bahwa semakin panjang malai rata-rata pertanaman padi, semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan. Tabel 7. Hasil Rataan Jumlah Gabah Total, Jumlah Gabah Bernas, dan Jumlah Gabah Hampa Galur Jumlah Gabah Jumlah Gabah Jumlah Gabah Total Bernas Hampa z) 1 157.5 abc 112.0 abc 45.5 abc 2 143.6 bcd 110.1 abc 33.5 cd 3 141.6 bcd 112.7 abc 28.9 d 4 159.9 ab 125.3 a 34.6 cd 5 143.1 bcd 101.1 bc 41.9 bcd 6 148.1 bc 96.4 bc 51.7 ab 7 152.7 bc 102.9 abc 49.7 ab 9 179.6 a 125.3 a 54.3 ab 10 179.5 a 117.7 ab 61.8 a 11 149.7 bc 101.6 bc 48.1 abc Aek Sibundong 130.8 cd 92.2 c 38.6 bcd Selegreng 118.2 d 102.9 abc 15.3 e Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT z) = Hasil transformasi log x Angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi Galur-galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas berkisar antara 96-125 gabah per malai, sedangkan varietas Aek Sibundong dan Selegreng memiliki masing-masing 92.2 dan 102.9 gabah bernas per malai (Tabel 7). Jumlah gabah bernas yang dihasilkan semua galur-galur yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng. Namun, 4, 9, dan 10 memiliki jumlah gabah bernas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Persentase gabah

20 bernas biasanya memiliki hubungan yang berkorelasi negatif dengan jumlah gabah total. Hal ini berhubungan dengan keseimbangan antara source dan sink tanaman (Abdullah, 2009). Varietas Selegreng memiliki jumlah gabah hampa yang paling sedikit dibandingkan dengan genotipe lainnya. Galur- galur yang diuji memiliki jumlah gabah hampa yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong kecuali 10 (Tabel 7). Tingginya jumlah gabah total beberapa galur seperti galur 9 dan 10 menyebabkan galur tersebut membutuhkan fotosintat yang banyak untuk pengisian malai. Galur 9 dan 10 yang memiliki jumlah gabah hampa yang tinggi (Tabel 7) juga memiliki jumlah gabah total yang tinggi pula bila dibandingkan dengan genotipe yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Abdullah (2009) yang menyatakan bahwa jumlah gabah per malai yang banyak juga menyebabkan tingginya kehampaan. Jumlah gabah per malai yang banyak menyebabkan masa pengisian dan pemasakan akan lebih lama, sehingga terjadi kehampaan akibat ketidakmampuan sumber (source) mengisi sink, dan gabah tidak akan terisi penuh serta hampa. Suhu yang tinggi pada masa pemasakan menyebabkan tingginya respirasi tanaman sehingga energi yang disimpan menjadi berkurang. Tabel 8. Hasil Rataan Persen Gabah Bernas, Persen Gabah Hampa, dan Bobot 1000 Butir Gabah Bernas Galur Persen Gabah Persen Gabah Bobot 1000 Butir Bernas Hampa Gabah Bernas (g) 1 71.1 bcde 28.9 abcd 23.6 cd 2 76.7 bcd 23.3 bcd 24.2 c 3 79.6 ab 20.4 de 24.0 c 4 78.4 bc 21.7 cd 24.5 c 5 70.7 bcde 29.3 abcd 21.6 ef 6 65.1 e 34.9 a 22.2 de 7 67.4 e 32.6 a 22.1 de 9 69.8 de 30.2 ab 21.2 ef 10 65.6 e 34.4 a 20.0 f 11 67.9 de 32.1 ab 21.6 ef Aek Sibundong 70.5 cde 29.5 abc 29.8 a Selegreng 87.1 a 12.9 e 27.5 b Ket: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT

21 3 memiliki persentase gabah bernas yang tertinggi di antara galurgalur yang diuji. Galur 3 (79.6 %) memiliki persen gabah bernas yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong (Tabel 8). Semua galur yang diuji memiliki persen gabah bernas yang tidak berbeda dengan varietas Aek Sibundong. Jumlah daun yang aktif berfotosintesis per batang/anakan pada fase pengisian sangat menentukan persentase gabah bernas. Galur 3 memiliki persen gabah hampa terendah (20.4%). Semua galur yang diuji memiliki persentase gabah hampa yang tidak berbeda nyata dengan varietas Aek Sibundong kecuali 3 (Tabel 8). Galur 3 memiliki persen gabah hampa yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan varietas Aek Sibundong. Tingginya kehampaan disebabkan oleh tingginya serangan hama penyakit di pertanaman. Kehampaan disebabkan faktor genetik dan lingkungan, seperti radiasi matahari yang kurang selama masa reproduktif dan terjadinya kekurangan air pada awal pengisian gabah. Rendahnya radiasi sinar matahari pada penelitian (< 350 cal/ cm 2 ) (Lampiran 4) kemungkinan menyebabkan peningkatan jumlah gabah hampa. Galur-galur yang diuji memiliki bobot 1000 butir gabah bernas yang lebih rendah dibandingkan dengan dua varietas pembanding. Galur 1, 2, 3, dan 4 memiliki bobot 1000 butir tertinggi dibandingkan dengan galur lainnya (Tabel 8). Bentuk dan ukuran gabah mempengaruhi bobot gabah yang dihasilkan. Aek Sibundong dan Selegreng memiliki bentuk gabah yang besar, sedangkan galur-galur yang diuji umumnya memiliki bentuk gabah yang memanjang dan ramping. Ukuran gabah juga berlawanan dengan jumlah gabah total per malai. 9 dan 10 yang memiliki rata-rata jumlah gabah total per malai yang tinggi, memiliki bobot gabah yang rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara source dan sink pada padi. Bobot gabah juga sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan malai, kondisi lingkungan harus optimal karena akan berpengaruh terhadap serapan hara (Makarim et al. 2009).

22 Hasil Pertanaman Padi Galur-galur yang diuji memiliki produktivitas rata-rata berkisar 1.60-3.34 ton/ha (Tabel 9). Produktivitas suatu penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologik dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Galur 2 (2.85 ton/ha), 3 (3.29 ton/ha), dan 4 (3.34 ton/ha) memiliki produktivitas yang tidak berbeda nyata dengan varietas Selegreng (3.02 ton/ha) dan Aek Sibundong (3.68 ton/ha) (Tabel 9). Tabel 9. Hasil Rataan Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan pada Pertanaman Padi Galur Produktivitas Hasil Berdasarkan (ton/ha) y) Perhitungan (ton/ha) z) 1 2.32 bcd 3.3 abcd 2 2.85 abc 3.6 abc 3 3.29 ab 4.3 ab 4 3.34 ab 4.5 a 5 1.64 d 3.1 abcd 6 1.73 d 2.4 d 7 1.60 d 2.9 bcd 9 1.64 d 3.6 abc 10 2.30 bcd 3.2 abcd 11 1.91 cd 2.8 cd Aek Sibundong 3.68 a 4.2 abc Selegreng 3.02 ab 3.9 abc Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT y) = hasil trasformasi z) = hasil trasformasi log x Angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi Hasil berdasarkan perhitungan diperoleh dari perhitungan berdasarkan komponen hasil tanaman padi yaitu jumlah rumpun per hektar, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah total, persen gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah bernas. Hasil yang diperoleh riil di lapangan lebih sedikit dibandingkan hasil berdasarkan perhitungan (Gambar 2). Tingginya kehilangan hasil disebabkan oleh kondisi lingkungan dan serangan hama penyakit cukup tinggi pada pertanaman.

23 Galur-galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan berkisar antara 2.8-4.5 ton/ha (Tabel 9). Varietas Aek Sibundong dan Selegreng memiliki hasil berdasarkan perhitungan masing-masing 4.2 dan 3.9 ton/ha. Semua galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan yang tidak berbeda dengan dua pembanding yang digunakan kecuali 6 dan 11 (Tabel 9). Hasil berdasarkan perhitungan yang diperoleh galur 4 (4.5 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan galur-galur 6, 7, dan 11. Ton/Ha 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Produktivitas (ton/ha) Hasil Berdasarkan Perhitungan (ton/ha) Genotipe Tanaman Gambar 2. Produktivitas dan Hasil Berdasarkan Perhitungan Padi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Galur-galur yang diuji memiliki produktivitas rata-rata berkisar 1.60-3.34 ton/ha. Produktivitas galur-galur yang diuji tidak lebih tinggi dibandingkan dua varietas pembanding. Galur 2 (6-6-2-3-2) (2.85 ton/ha), 3 (6-12-1-2-1) (3.29 ton/ha), dan 4 (6-12-1-3-1) (3.34 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan dua varietas yang digunakan sebagai pembanding, yaitu varietas Selegreng (3.02 ton/ha) dan Aek Sibundong (3.68 ton/ha). Galur-galur yang diuji memiliki hasil berdasarkan perhitungan berkisar antara 2.8-4.5 ton/ha. Semua galur yang diuji (kecuali 6 dan 11) memiliki hasil berdasarkan perhitungan yang sama dengan dua pembanding yang digunakan. Hasil berdasarkan perhitungan yang diperoleh galur 4 (6-12-1-3-1) (4.5 ton/ha). Saran Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap daya hasil galur-galur yang diuji pada lokasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA [IRRI]. 2009 a. Early Vegetative Phase. http://www.knowledgebank.irri.org/bmp/ early-vegetative-phase. [17 Mei 2011]. [IRRI]. 2009 b. Reproductive Phase. http://www.knowledgebank.irri.org/bmp/ reproductive-phase. [21 Mei 2012]. Abdulah, B. 2009. Perakitan dan pengembangan varietas padi tipe baru. In Aan A. Daradjat, Agus Setyono, A. Karim Makarim, Andi Hasanuddin (Eds.) Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. LIPI Press. Jakarta. p. 67-89. BB Padi. 2010. Pedoman Umum IP Padi 400. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang. 30hal. BPS Republik Indonesia. 2009. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Provinsi. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1 &daftar=1&id_subyek=53&notab=2. [06 Juni 2012]. Brown, J. and P. D. S. Caligari. 2008. An Introduction to Plant Breeding. Blackwell Publishing. Maiden, M. A. 209 p. Datta, S. K. 1981. Principles and Practice of Rice Production. A Willey Interscience Publication. Losbanos. 618 p. Datta, S. K. 2005. Androgenic haploids: factors controlling development and its application in crop improvement. Current Sci. 89: 1870-1878. Dewi, I. S. dan B. S. Purwoko. 2011. Kultur in vitro untuk produksi tanaman androgenik. Di dalam: Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. IPB Press. Hal 107-157. Dewi, I. S. dan B. S. Purwoko. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Bul. Agron. 29(2): 59-63. Dewi, I. S., D. Suwardi, dan I. Ridwan. 2010. Galur padi hitam hasil kultur antera. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32(2): 16-17. Dewi, I. S., Hanarida I., Rianawati S. 1996. Anther culture and its application for rice improvement program in Indonesia. Indon. Agric. Res. And Dev. J. 18: 51-56. Grist, D. H. 1959. Rice. Longman, Green and Co. Inc. Kuala Lumpur. 466 p. Gealy, D. R. and R. J. Bryant. 2009. Seed physicochemical characteristics of field-grown US weedy red rice (Oryza sativa) biotypes: contrasts with commercial cultivars. Journal of Cereal Science. 49: 239-245. Harahap, Z., Suwarno, Muslihat A., dan B. Kustianto. 1982. Penggunaan metode seleksi bulk tanam rapat pada pemuliaan padi. In Adi Widjono dan Mahyuddin Syam (Eds.) Penelitian Pemuliaan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 17-29. Hanarida S., A. D. Ambarwati, dan A. Apriana. 2002. Induksi kalus dan regenerasi tanaman melalui kultur antera pada silangan padi tipe baru.