BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang. dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan dan

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Istikomah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS. Pengertian belajar dan pembelajaran ini banyak diungkapkan beberapa ahli dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau maju. Suatu Negara dikatakan maju apabila memiliki sumber daya manusia

SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLP) dan Pendidikan Menengah

I. PENDAHULUAN. Guru mengajar hendaknya memiliki kemampuan yang cukup, ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan subyek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar tergantung selain pada kemampuan juga pada minat belajar setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. luas, kreatif, terampil dan berkepribadian baik. oleh masyarakat yang ditujukan kepada lembaga pendidikan, baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang telah menuntut manusia untuk selalu berpikir dan mencari

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian). Dalam dunia anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang dialami langsung oleh siswa. Nana Sudjana. (2008:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Restalina Nainggolan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. taraf pemikiran yang tinggi dan telah melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

CARA MUDAH MELAKSANAKAN

1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret 2) Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. Nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun tentang Pendidikan Nasional yang berbunyi:

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA

METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN

I. PENDAHULUAN. Masalah, dan Pembatasan Masalah. Beberapa hal lain yang perlu juga dibahas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dikarenakan dalam pembelajaran sejarah di berbagai sekolah lebih menekankan

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

COOPERATIVE LEARNING. (Pembelajaran. Kooperatif) Yuni Wibowo

didik. Pada kegiatan pembelajaran ini siswa diharuskan aktif- mencari sendiri dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pada kurikulum ini siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan mengemukakan beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI GAYA DAN HUKUM NEWTON T.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing. a. Model Pembelajaran Kooperatif

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk. kehidupan Bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

Indra Puji Astuti 1 1 Dosen Prodi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Risna Dewi Aryanti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2013, hlm Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Strategi & Desain Pengembangan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. atau penghargaan ). Belajar yang dapat mencapai tahapan ini disebut dengan belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE JIGSAW DAN Group Investigation (GI) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANGKUMAN NASKAH INOVASI METODE PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan maupun bidang studi non Ilmu Pendidikan. berpikir produktif, dan bekerja sama dengan teman-temannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu Negara maka Negara tersebut dapat

Siti Suci Winarni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi bahasa lnggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 3, menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benyamin (dalam Haris, 2006: 18) menyatakan bahwa IPA atau sains adalah sebuah pertanyaan mengenai pengetahuan tentang alam melalui suatu metode seperti metode observasi dan metode mencocokkan hipotesis dengan yang diperoleh dari hasil observasi. Benyamin menitikberatkan kepada metode dan pengetahuan yang diakumulasikan sehingga IPA dapat berkembang secara revolusi. Menurut Fisher yang dikutip Wandy Praginda (2009: 14) pengertian IPA menurut menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terorganisasi, adapun didalamnya secara umum membahas yang terbatas pada gelaja-gejala alam disekitar. Pendidikan Sains pada dasarnya menitikberatkan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktikum untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami, menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah dan berdasarkan fakta. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah, mengatakan bahwa IPA berhubungan langsung dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, berisi penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wadah bagi peserta didik untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembelajaran IPA merupakan suatu proses kegiatan aktif peserta didik yang mendorong peserta didik untuk menemukan pengetahuannya sendiri dalam mempelajari alam melalui kegiatan ilmiah yang diharapkan untuk menghasilkan pemahaman konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta sikap ilmiah sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA (sains) merupakan suatu proses kegiatan untuk mempelajari alam sekitar melalui hasil pengamatan langsung terhadap objek serta kerja ilmiah atau praktikum untuk menghasilkan 1

2 pemahaman konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum serta sikap ilmiah sehingga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. IPA juga memiliki 3 komponen dalam rumusannya atau batasan tentang sains, diantara yang menjadi batasan dalam IPA 1) proses ilmiah fisik dan mental dalam mencermati gejala alam, termasuk didalamnya terdapat penerapan, 2) kumpulan konsep, prinsip hukum, dan teori, dan 3) sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan untuk menyingkap rahasia di alam. Pembelajaran IPA di sekolah dasar seharusnya membuahkan hasil belajar berupa pengetahuan akan konsep dan keterampilan yang sejalan dengan tujuan kelembagaan sekolah. Sedangkan hasil belajar dalam pembelajaran sangatlah penting karena keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh peserta didik atau seseorang setelah melakukan serangkaian kegiatan belajar, baik berupa nilai-nilai, pola-pola perbuatan, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Peserta didik berusaha mendapatkan hasil belajar yang terbaik untuk mencapai prestasi yang baik pula. Hasil belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari nilai akademis di sekolah tetapi juga dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi didalam diri peserta didik tersebut, karena dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik mengalami proses belajar mengajarnya sebagai proses perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik akibat pengalaman yang diperoleh peserta didik saat berinteraksi dengan diri sendiri, teman, guru bahkan lingkungan sekitarnya. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, antara lain faktor dari dalam diri peserta didik, guru, alat atau media, dan lingkungan. Faktor dari diri peserta didik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi minat, aktivitas, motivasi, bakat dan lain sebagainya. Namun demikian, faktor dari guru juga memengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran yaitu, tentang bagaimana guru dalam penyampaian materi kepada peserta didik, juga tentang ketepatan guru dalam memilih suatu strategi pembelajaran yang berkaitan langsung dengan alat, metode dan model yang digunakan guru dalam proses penyampaian pembelajaran. Untuk menumbuhkan

3 semangat belajar peserta didik diantaranya dengan membuat pembelajaran yang menarik, kreatif dan inovatif. Salah satu cara untuk meningkatkan semangat belajar peserta didik adalah pertimbangan pemilihan model pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan materi dan pola pikir peserta didik dalam menangkap materi ajar. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi ajar akan mampu menarik perhatian peserta didik untuk turut aktif berpartisipasi mengikuti jalannya pembelajaran. Apabila peserta didik sudah tertarik pada pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka peserta didik akan lebih aktif mengikuti proses pembelajaran dan akan menggali pengetahuannya guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Peserta didik yang aktif, pasti rasa ingin tahunya akan lebih besar, sehingga peserta didik akan berusaha mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Joyce dan Weill mendeskripsikan model pembelajaran sebagai suatu pola atau rancangan yang dapat digunakan untuk membuat suatu kurikulum, menciptakan materi-materi instruksional, dan sebagai suatu panduan proses pengajaran di ruang kelas atau di buat suasana yang berbeda. Model pembelajaran ini umumnya disusun berdasarkan berbagai macam prinsip atau teori pengetahuan. Para pakar menyusun model pembelajaran berdasarkan teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, prinsip-prinsip pembelajaran atau teoriteori yang mendukung. Umumnya suatu model pembelajaran merupakan suatu pola untuk menjembatani proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, maksutnya para pengajar yaitu guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka berpikir yang didalamnya terdapat prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran terutama guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

4 Salah satu model pembelajaran yang sudah sangat dikenal di dunia pendidikan yang kerap kali digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Menurut Solihatin dan Raharjo (2005: 4) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu kegiatan belajar dimana peserta didik bekerja sama dalam suatu kelompok pembelajaran, dan membantu diantara sesama pesrta didik dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok. Suprijono, Agus (2013: 54) mengatakan jika model pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok, baik kelompok yang dipimpin oleh peserta didik ataupun bentuk-bentuk kelompok yang dipimpin oleh guru secara langsung dan hanya diarahkan oleh guru. Slavin menjelaskan bahwa kooperatif learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dalam metode ini menerapkan kerja secara kelompok dimana setiap kelompok memiliki anggota berkisar 4-6 orang yang secara bersam-sama dapat membuat peserta didik bersemangat dalam belajar. Pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori kognitif konstruktivistik, dimana melibatkan percakapan atau kerjasama individu untuk membangun konsep pengetahuannya. Dari beberapa pengertian menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda tiap individunya. Kelompok ini dituntut untuk saling bekerja sama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat dilakukan oleh guru agar peserta didik tidak malas untuk berpikir, mencari tahu dan tidak hanya mendengarkan tanpa memahami apa yang telah disampaikan oleh guru. Menurut Agus Suprijono (2013) model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa ragam tipe model pembelajaran, diantaranya Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group Investigation, Teams Games Tournaments (TGT), Teams Assisted Individualization (TAI), Snowball Throwing, Numbered Head Together (NHT), Cooperative Integrated Reading and Composition

5 (CIRC), Make a Match, Think Pair Share (TPS), Course Review Horay (CRH), Talking Stick dan sebagainya. Dari beberapa model pembelajaran yang sudah disebutkan, model pembelajaran kooperatif yang dirasa sesuai untuk pembelajaran IPA yang nantinya dapat membangkitkan minat belajar siswa, keaktifan siswa mengikuti proses pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Talking Stick. Kedua model kooperatif ini memiliki kesamaan yaitu mengandung unsur menggali pemahaman terhadap bahan ajar secara berkelompok dalam proses pembelajarannya. Menurut Saminanto (2010: 37) model Snowball Throwing disebut juga dengan model pembelajaran gelundungan bola salju. Model ini melatih peserta didik untuk lebih tanggap menerima pesan dari peserta didik lain dalam bentuk bola saju yang terbuat dari kertas dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya. Melalui penggunaan model Snowball Throwing ini, peserta didik dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang optimal. Model pembelajaran Snowball Throwing ini pada dasarnya dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan materi. Peran guru adalah mempersiapkan paket soal-soal pilihan ganda dan menggelindingkan bola salju berupa soal latihan dengan menggelindingkan bola untuk mendapatkan soal nomor 1. Apabila peserta didik mendapat giliran pertama dapat menjawab soal tersebut langsung benar, maka peserta didik menunjuk salah satu temannya menjawab soal berikutnya, yaitu soal nomor 2. Seandainya peserta didik tidak dapat menjawab soal nomor 1, maka peserta didik itu diharuskan menjawab soal berikutnya dan seterusnya hingga peserta didik tersebut berhasil menjawab item soal pada suatu nomor soal tertentu. Jika pada gelindingan pertama bola salju masih terdapat item-item soal yang belum terjawab, maka masih terdapat soal-soal itu dijawab oleh peserta didik yang mendapat giliran. Mekanisme giliran menjawab sama seperti yang telah diuraikan tersebut diatas. Di akhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap materi yang telah dipelajari oleh peserta didik (Suprijono 2013: 106).

6 Model yang kedua adalah Talking Stick. Talking Stick menurut Sudjana, (2010: 10) merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat bantu berupa tongkat sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didik dengan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Tongkat tersebut digilirkan pada peserta didik dan bagi peserta didik yang mendapatkan tongkat sesuai dengan aba-aba dari guru, maka peserta didik diberi pertanyaan oleh guru dan harus dijawab. Karena dengan penggunakan model Talking Stick ini menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, sehingga peserta didik termotivasi mengikuti pembelajaran dan melatih peserta didik untuk mengungkapakan pendapat. Kedua tipe model pembelajaran ini memiliki kelebihan dalam membangkitkan peserta didik dalam proses belajar dan mengajar dan memilik kesamaan yaitu menuntut peserta didik untuk lebih aktif yang diajarkan dalam bentuk permainan sehingga proses belajar mengajar menjadi menyenangkan. Pembelajaran dengan menggunakan model Talking Stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Setelah peserta didik diberi waktu untuk membaca dan mempelajari materi, guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Pesrta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan untuk menjawab pertanyaan dari guru dan demikian seterusnya. Ketika tongkat bergulir dari satu peserta didik ke peserta didik yang lainnya, alangkah baiknya diiringi oleh musik atau lagu yang menyenangkan (Suprijono 2013: 111). Langkah akhir dari model pembelajaran Talking Stick adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari peserta didik. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.

7 Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model kooperatif tipe Snowball Throwing dan model kooperatif tipe Talking Stick dapat digunakan dalam meningkatkan hasil belajar. Penelitian yang dilakukan Ira Ratnasari (2014) menunjukkan terjadi perbedaan posttest hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing diperoleh rata-rata 84,93 sedangkan hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick diperoleh rata-rata 70,00. Dari data diatas dapat dilihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Danar Sari, Satrijo Budi Wibowo, Juli Murwani menyatakan bahwa Ada perbedaan prestasi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick. Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih sesuai dari pada metode pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dalam peningkatan prestasi belajar, karena ada peningkatan keaktifan belajar peserta didik dari segi kerjasama, bertanya dan menjawab pertanyaan dengan model pembelajaran baik dengan teknik tanya jawab berpasangan maupun dengan diskusi kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Zulkarnain (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata- rata prestasi belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick lebih tinggi dari rata-rata prestasi belajar peserta didik yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model Talking Stick dapat merubah kebiasaan anak menjadi lebih aktif, dan menarik minat peserta didik sehingga lebih mudah memahami materi pelajaran karena proses pembelajaran yang tidak menjenuhkan. Cara ini lebih terkesan terlibat langsung secara aktif. Berdasarkan data dari guru kelas di SD Gugus Merbabu Temanggung diperoleh hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) peserta didik pada ulangan harian tahun ajaran 2015/2016 kelas 5 diperoleh nilai rata-rata 66. Hasil itu tentu belum memenuhi standar keberhasilan yang ditetapkan yaitu 70. Guru perlu

8 menggunakan model pembelajaran yang cocok dengan keadaan kelas dan karakter peserta didik yang mampu membangkitkan kemauan belajar peserta didik. Berdasarkan hakekat IPA, model pembelajaran IPA dan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa model pembelajaran Snowball Throwing dan Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun, muncul keraguraguan tentang model pembelajaran manakah yang lebih unggul untuk digunakan dalam pembelajaran IPA dan acuan guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat agar dapat diterapkan dalam proses pembelajaran IPA. Maka dari itu perlu kajian lebih lanjut tentang model pembelajaran Snowball Throwing dan Talking Stick melalui eksperimen. Ekperimen ini digunakan untuk melihat dampak dari penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Talking Stick terhadap kemampuan menyelesaikan soal IPA. Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan hasil belajar IPA peserta didik kelas 5 di Gugus Merbabu dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada peserta didik kelas 5 di Gugus Merbabu dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA peserta didik kelas 5 Gugus Merbabu dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian eksperimen ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi dunia pendidikan. Maka dari itu, manfaat-manfaat tersebut dapat diuraikan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis.

9 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan yang positif bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya untuk referensi menambah pengetahuan dan pengembangan model pembelajaran dan juga sebagai acuan penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebaagai berikut: a. Bagi Guru 1. Memberikan arahan kepada guru dalam menyampaikan pembelajaran IPA yang kreatif dan inovatif. 2. Meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan harapan. 3. Memberikan dorongan kepada guru agar dapat lebih kreatif dalam merencanakan, memilih serta menerapkan model pembelajaran agar pembelajaran IPA dapat berjalan lebih efektif dan efisien. b. Bagi Peserta didik 1. Dapat menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. 2. Dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPA sehingga peserta didik mampu menguasai pembelajaran dengan baik. 3. Dapat meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik. c. Bagi Sekolah 1. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Talking Stick dapat diterapkan untuk memperbaiki pembelajaran IPA. 2. Menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik di setiap kelas, sehingga kualitas pendidikan di SD Gugus Merbabu Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung semakin berkembang dan maju. 3. Menjadi feed back bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

10 d. Bagi Peneliti Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.