V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
SIMULASI PENGATURAN HASIL HUTAN KAYU BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI KALIMANTAN TIMUR SITI RODIAH

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

III. METODE PENELITIAN

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

Peran PUP dalam Perencanaan Pengaturan Hasil untuk Mendukung Kelestarian Hutan

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

METODOLOGI PENELITIAN

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MODUL 1 SISTEM DAN TEKNIK SILVIKULTUR PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA PADA DIKLAT WAS-GANIS PEMANENAN HUTAN PRODUKSI

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI PROVINSI MALUKU ADLY FIRMA

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. baik dari segi karakteristik biologi maupun biogeografi (Petocs, 1987; Muller,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SILVIKULTUR DI INDONESIA 1. Oleh: Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan 2

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

IV. HASIL EVALUASI SISTEM SILVIKULTUR DI HUTAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN KAJIAN LAPANGAN DAN WAWANCARA

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Multisistem.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Abdurachman dan Farida H. Susanty

Herman Alfius Manusawai G

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Sistem silvikultur. Sistem silvikultur & Model Struktur Hutan:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DENGAN SWAKELOLA DI INDONESIA

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Risalah data Petak Ukur Permanen (PUP)

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.33/MENHUT-II/2009 TENTANG PEDOMAN

1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

Sistem silvikultur & Model Struktur Hutan:

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

STANDAR PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL)

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009. Berdasarkan SK Dirjen BPK No. 213/VI-BPHA/2009, PT. Timberdana ditetapkan sebagai pelaksana teknik Silvikultur Intensif dengan areal kerja seluas 10.000 ha. IUPHHK-HA PT. Timberdana termasuk dalam Hutan Produksi Terbatas dengan menggunakan dua sistem silvikultur yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) teknik Silvikultur Intensif. Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon menggunakan sistem TPTI, karena sebagian besar areal IUPHHK-HA PT. Timberdana dikelola dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan metode ini hanya berlaku dalam penggunaan sistem TPTI. Sistem ini menggunakan acuan P.11/Menhut-II/2009 dengan panjang siklus tebang 30 tahun dan limit diameter 50 cm ke atas pada Hutan Produksi Terbatas tanpa mempertimbangkan karakteristik pertumbuhan pohon dan dinamika tegakan hutan setempat. Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon merupakan salah satu metode yang digunakan hutan alam tidak seumur di Indonesia dengan intensitas penebangan berimbang (Suhendang 1993 dalam Krisnawati 2001). Metode ini diduga dapat mengatasi masalah pengaturan hasil pada hutan alam bekas tebangan. Simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon ini menggunakan data hasil IHMB di IUPHHK PT. Timberdana Kalimantan Timur, terdapat 724 plot pengamatan, 49 plot kondisinya berupa semak belukar atau lahan kosong. Sebanyak 675 plot yang terdapat pohon berdiameter 10 cm memiliki jumlah dan jenis pohon yang bervariasi. Secara keseluruhan ditemukan sebanyak 66 jenis pohon, yang terdiri dari 10 jenis termasuk kelompok Dipterocarpaceae dan 56 jenis lainnya termasuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Jumlah pohon semua jenis pada plot pengamatan di areal PT. Timberdana berkisar antara 0 sampai 1.217 pohon/ha (Putra 2010).

13 Simulasi penebangan dilakukan dengan ketentuan pohon yang berdiameter 50 cm ke atas minimal sebanyak 25 pohon (Lampiran 2), mortalitas akibat penebangan pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon-pohon pada KD yang lebih kecil diperhitungkan dengan menggunakan proporsi (terhadap total jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan tinggal, yaitu KD 11-20 cm sebesar 14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan KD 41-50 cm sebesar 0,44% (Elias 1998 dalam Muhdin 2012). Kegiatan penebangan membawa dampak terhadap tegakan tinggal berupa kerusakan dan perubahan kecepatan pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam prosedur simulasi pengaturan hasil perlu dimasukan faktor kerusakan akibat pemanenan. Tingkat kerusakan tegakan tinggal sangat berkaitan dengan intensitas penebangan. Intensitas penebangan pada simulasi ini sebesar 60%, dengan rentang waktu simulasi 360 tahun. Pengaturan hasil yang boleh ditebang dilakukan dengan cara memprediksi standing stock yang sama atau mendekati dengan kondisi awal areal tersebut sebelum penebangan. Jumlah pohon pada setiap petak bervariasi sesuai dengan potensi yang ada, sehingga hasil dari setiap petak berbeda begitu juga dengan tahun tebangnya. Potensi yang ada dimasukan ke dalam template dan banyaknya pohon yang ditebang pada kelas diameter 50 cm ke atas, serta banyaknya pohon yang tertebang dari berbagai kelas diameter di bawah 50 cm dapat diketahui dengan tahun tebang yang telah ditentukan berdasarkan potensi dari petak itu sendiri (Lampiran 1). Setiap petak memiliki tahun tebang pada tahun yang berbeda terhitung mulai dari 2008 sampai 2110 pada siklus tebang pertama. Jumlah plot dan tahun tebang pada siklus pertama disajikan pada Tabel 3. Tabel tersebut menyajikan informasi mengenai kondisi awal dari potensi tegakan di PT. Timberdana. Terdapat 335 plot yang siap tebang pada tahun 2008 dan hanya satu plot yang siap tebang pada tahun 2110.

14 Tabel 3 Tahun tebang dan jumlah plot siap tebang pada siklus pertama Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot Tahun tebang Jumlah plot 2008 335 2038 12 2068 12 2098 7 2011 17 2041 12 2071 13 2101 8 2014 9 2044 15 2074 8 2104 7 2017 5 2047 14 2077 9 2107 4 2020 5 2050 12 2080 4 2110 1 2023 7 2053 6 2083 12 2026 13 2056 5 2086 10 2029 16 2059 9 2089 9 2032 13 2062 11 2092 9 2035 20 2065 11 2095 15 Simulasi pengaturan hasil dilakukan dengan mengelompokan data dasar yang diperoleh berdasarkan kondisi layak tebang pada tahun yang sama. Lamanya rotasi dihitung berdasarkan simulasi secara keseluruhan dengan rentang waktu 360 tahun, sehingga didapat dalam satu siklus tebang di IUPHHK-HA PT. Timberdana selama 70 tahun (simulasi mulai dari tahun 2013 sampai tahun 2082). Petak efektif yang dapat dimasukan ke dalam simulasi pengaturan hasil sebanyak 559 petak. Tabel 4 Potensi tegakan di IUPHHK-HA PT. Timberdana Jumlah pohon (phn/ha) Kelas diameter (cm) 15 20 19,9 24,9 25 29,9 30 34,9 35 39,9 40 44,9 45-49,9 50 up Tertinggi 109 36 36 10 10 26 17 50 Terendah 4 1 1 0 0 0 0 15 Rata-rata 39 13 13 3 3 8 7 20 Volume(m3/ha) Tertinggi 16,589 9,986 16,277 6,713 9,511 34,606 29,516 130,498 Terendah 0,623 0,375 0,612 0,253 0,258 0,002 0,001 36,773 Rata-rata 5,904 3,565 5,825 2,407 3,417 11,322 12,306 50,172 Pemanenan hasil hutan kayu di PT. Timberdana, terdapat pohon yang ditebang dan ada juga pohon yang tertebang, yaitu pohon-pohon yang tertebang akibat pemanenan. Jumlah total pohon yang ditebang dan tertebang setiap petak berbeda beda dipengaruhi oleh potensi dari petak itu sendiri. Jumlah pohon terendah, tertinggi dan rata-rata baik ditebang maupun yang tertebang dengan berbagai kelas diameter digambarkan pada Tabel 4. Jumlah pohon ini menjadi

15 potensi dasar dalam simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon, begitu juga dengan besarnya volume yang tertebang dan ditebang pada berbagai kelas diameter. Volume yang dipanen hanya sebagai pembanding dari jumlah pohon yang akan dipanen (Lampiran 3). Simulasi pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT. Timberdana dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu dengan dan tanpa memperhatikan akses. 5.1 Pendekatan Dengan Memperhatikan Akses Pendekatan dengan memperhatikan akses merupakan simulasi pengaturan hasil dengan masak tebang pada tahun yang sama serta mempertimbangkan kemungkinan akses jalan, potensi dan lokasi petak. Pendekatan ini jumlah petak yang dipanen setiap tahun berbeda. Petak efektif yang seharusnya dapat dikelola dalam satu siklus sebanyak 559 petak, sehingga perusahaan dapat mengelola 8 petak selama 69 tahun dan 7 petak selama 1 tahun dalam masa rotasi 70 tahun. Akan tetapi pada pendekatan ini perusahaan hanya dapat mengelola 4 petak setiap tahunnya, mulai dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2020. Mengelola 3 petak setiap tahunnya, mulai dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2030, dan hanya 2 petak pada tahun 2031. Perusahaan dapat mengelola sebanyak 8 petak setiap tahunnya, mulai dari tahun 2032 sampai dengan tahun 2082. Hal ini dikarenakan lokasi tiap petak yang siap tebang tersebar acak, sehingga tidak dapat dikelompokan seluruhnya karena lokasinya yang berjauhan (Lampiran 5). Peta penyebaran plot tebangan pertahun disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dengan pendekatan memperhatikan akses. 16

17 Pendekatan dengan memperhatikan akses hanya dapat mengelola hutan sebanyak 464 petak selama 70 tahun, sisa petak efektif yang tidak terkelola pada siklus pertama karena terhambat oleh akses sebanyak 95 petak. Petak sisa yang tidak dikelola pada rotasi pertama akan masuk dan dapat dikelola pada rotasi kedua. Hal ini yang akan membuat perusahaan mengalami penurunan hasil dari jumlah yang seharusnya. Dibandingkan dengan pendekatan tanpa memperhatikan akses yang dapat mengelola semua petak sebanyak 559 petak selama 70 tahun. Perusahaan akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan hitungan. Tabel 5 Potensi tegakan berdasarkan pendekatan dengan memperhatikan akses Jumlah pohon (phn/th) Kelas diameter (cm) 15 20 19,9 24,9 25 29,9 30 34,9 35 39,9 40 44,9 45-49,9 50 up Tertinggi 44.421 14.503 14.503 3.983 3.983 9.975 8.530 21.968 Terendah 3.273 1.069 1.069 293 293 960 720 4.080 Rata-rata 26.458 8.638 8.638 2.372 2.372 5.727 4.778 13.370 Volume (m3/th) Tertinggi 7.050 4.261 6.968 2.882 4.092 13.390 14.861 61.768 Terendah 500 302 495 205 291 1.259 1.237 10.430 Rata-rata 4.055 2.449 4.001 1.654 2.347 7.696 8.413 34.163 Potensi tegakan yang dapat dikelola oleh perusahaan berdasarkan pendekatan dengan memperhatikan akses digambarkan pada Tabel 5. Pohon yang dapat ditebang pada kelas diameter 50 cm ke atas rata-rata sebanyak 13.370 pohon/tahun. Penebangan tidak hanya pada pohon yang akan diproduksi (diameter 50 cm ke atas) akan tetapi terdapat mortalitas akibat penebangan yang pada pohon pohon disekitarnya. Pohon pada kelas diameter 15 cm-19,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 26.458 pohon/tahun. Pada kelas diameter 20 cm-24,9 cm dan kelas diameter 25 cm-29,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 8.638 pohon/tahun sedangkan pada kelas diameter 30 cm-34,9 cm dan kelas diameter 35 cm-39,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 2.372 pohon/tahun. Kelas diameter 40 cm-44,9 cm, jumlah pohon tertebang rata-rata sebanyak 5.727 pohon/tahun, dan pada kelas diameter 45 cm- 49,9 cm, jumlah pohon rata-rata yang tertebang sebanyak 4.778 pohon/tahun (Lampiran 6).

18 5.2 Pendekatan Tanpa Memperhatikan Akses Pendekatan tanpa memperhatikan akses merupakan simulasi pengaturan hasil dengan masa tebang pada tahun yang sama dan tidak memperhatikan kemungkinan akses jalan dan lokasi petak, yang dilihat hanya berdasarkan potensi setiap petak. Pendekatan ini memperhitungkan potensi yang ada pada petak itu sendiri, sehingga semua petak dapat dikelola. Perusahaan dapat mengelola sebanyak 8 petak setiap tahunnya selama 69 tahun dan sebanyak 7 petak pada tahun 2070. Hal ini terjadi karena pembulatan keatas dalam perhitungan sebaran petak tebang (Lampiran 8). Tabel 6 Potensi tegakan berdasarkan pendekatan tanpa memperhatikan akses Jumlah pohon (phn/th) Kelas diameter (cm) 15 20 19,9 24,9 25 29,9 30 34,9 35 39,9 40 44,9 45-49,9 50 up Tertinggi 43.791 14.297 14.297 3.927 3.927 10.120 8.658 24.241 Terendah 9.830 3.209 3.209 881 881 3.013 1.680 11.722 Rata-rata 30.951 10.105 10.105 2.775 2.775 6.715 5.592 15.843 Volume (m 3 /th) Tertinggi 6.684 4.040 6.607 2.733 3.881 13.531 15.314 62.472 Terendah 1.502 909 1.487 615 875 4.004 2.986 31.340 Rata-rata 4.741 2.862 4.677 1.933 2.744 9.016 9.822 40.467 Potensi tegakan berdasarkan pendekatan tanpa memperhatikan akses disajikan pada Tabel 6. Pohon yang dapat ditebang pada kelas diameter 50 cm ke atas rata-rata sebanyak 15.843 pohon/tahun. Penebangan tidak hanya pada pohon yang akan diproduksi (diameter 50 cm ke atas) akan tetapi terdapat mortalitas akibat penebangan yang pada pohon pohon disekitarnya. Pohon pada kelas diameter 15 cm-19,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 30.951 pohon/tahun. Pada kelas diameter 20 cm-24,9 cm dan kelas diameter 25 cm-29,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 10.105 pohon/tahun sedangkan pada kelas diameter 30 cm-34,9 cm dan kelas diameter 35 cm-39,9 cm, jumlah pohon yang tertebang rata-rata sebanyak 2.775 pohon/tahun. Pada kelas diameter 40 cm-44,9 cm, jumlah pohon tertebang rata-rata sebanyak 6.715 pohon/tahun. Dan pada kelas diameter 45 cm-49,9 cm, jumlah pohon rata-rata yang tertebang sebanyak 5.592 pohon/tahun (Lampiran 9). Peta penyebaran plot tebangan setiap tahun yang dapat dikelola oleh perusahaan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dengan pendekatan tanpa memperhatikan akses. 19

20 Tabel 7 Perbandingan dua pendekatan dengan dan tanpa akses Pendekatan memperhatikan akses Pendekatan tanpa memperhatikan akses Petak efektif (petak) 464 559 Potensi Jumlah pohon rata-rata (pohon per tahun) 13.370 15.843 Volume rata-rata (m 3 per tahun) 34.163 40.467 Perbandingan antara dua pendekatan dengan dan tanpa akses, dapat dilihat pada Tabel 7, dari banyaknya petak efektif dan potensi yang dapat dikelola perusahaan. Potensi dan petak efektif dengan pendekatan tanpa memperhatikan akses lebih besar jumlahnya, karena pada pendekatan ini semua petak dapat dikelola. Secara ekonomi, pemilihan pendekatan harus memperhitungkan analisis biaya yang diperlukan dalam mengelola hutan tersebut selama 1 siklus yaitu 70 tahun. Pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT. Timberdana dihitung berdasarkan etat luas dan etat volume. Etat luas dihitung dari rata-rata etat luas tahuan areal efektif untuk produksi, yaitu dengan membagi total luas areal efektif untuk produksi dengan lamanya daur atau rotasi tebangan berdasarkan sistem silvikultur yang akan diterapkan dalam pengelolaan hutan. Volume standing stock pada saat penebangan merupakan jumlah standing stock pada saat ditebang pertama ditambah dengan riap sampai dengan saat (tahun) tegakan ditebang kembali. Berdasarkan hasil risalah data rata-rata riap volume sebesar 1,87 m 3 /ha/tahun untuk seluruh kelas diameter, sedangkan rata-rata riap diameter khusus untuk kelas diameter 50 cm ke atas adalah sebesar 0,52 m 3 /ha/tahun (RKUPHHK 2011). Tabel 8 Perbandingan RKU dengan hasil simulasi Pengaturan hasil RKU (TPTI) Simulasi Etat luas (ha/tahun) 1.875 800 Etat volume (m 3 /tahun) 95.550 40.148 Perbandingan pengaturan hasil berdasarkan Rencana Kerja Usaha (RKU) PT. Timberdana dengan simulasi terdapat pada Tabel 8. Hasil perhitungan etat volume dan etat luas berdasarkan RKU IUPHHK-HA PT. Timberdana diperoleh rata-rata jatah tebangan tahunan sebesar 1.875 ha/tahun dan 95.550 m 3 /tahun

21 untuk sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), sedangkan pada simulasi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon rata-rata jatah tebangan tahunan sebesar 800 ha/tahun dan volume sekitar 40.148 m 3 /tahun. Potensi kayu minimum rata-rata yang dapat ditebang berdasarkan simulasi sebesar 50 m 3 /ha. Intensitas logging minimal yang layak diproduksi secara ekonomis menurut Elias (2002) adalah 5 batang/ha, sementara volume kayu produksi minimal adalah 25-30 m 3 /ha. Apabila nilai Fe dan Fp diperhitungkan sebesar 0,7 dan 0,8 maka potensi kayu minimum (dari pohon komersil diameter 50 cm ke atas) hutan alam tropika yang dapat di tebang dengan sistem TPTI adalah sebesar 45-55 m 3 /ha atau rata-rata 50 m 3 /ha. Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon, banyaknya kayu yang di produksi menurut Elias (2002) terdapat dalam batas layak secara ekonomis, sehingga metode pengaturan hasil ini dapat dipakai dalam pengelolaan hutan. Perbedaan yang signifikan dijelaskan pada Tabel 8, antara perhitungan jatah tebang tahunan di RKU yang terealisasi dengan perhitungan jatah tebang tahunan berdasarkan simulasi. Selisih luas rata-rata jatah tebang sebesar 1.075 ha/tahun, dan selisih volumenya sebesar 55.402 m 3 /tahun. Berdasarkan perhitungan tersebut, pengambilan hasil hutan pada saat ini termasuk over cutting, sehingga akan berpengaruh terhadap kelestarian hutan, karena pengambilan hasil lebih banyak dari kemampuan hutan dalam menghasilkan kayu. Penentuan siklus tebang dalam pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dihitung dari potensi masing masing plot dengan lamanya rotasi 70 tahun, sedangkan pengaturan hasil berdasarkan sistem silvikultur TPTI menggunakan rotasi selama 30 tahun. Pengaturan hasil yang berlaku dengan ketetapan rotasi 30 tahun tanpa mempertimbangkan potensi dan dalam perhitungan dengan menggunakan jatah tebang tahunan berdasarkan etat luas serta etat volume. Rotasi tidak bisa ditetapkan begitu saja, akan tetapi harus melihat pola dinamika hutan yang ada dan harus sesuai dengan potensi hutan pada saat ini, agar memberikan pengaruh positif terhadap kelestarian hutan. Pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon cukup relevan jika digunakan pada kondisi hutan saat ini, karena pengaturan hasil didasarkan pada potensi setiap petak yang akan di kelola dan dalam penentuan lamanya rotasi ditentukan

22 oleh berapa lama hutan tersebut dapat pulih kembali mendekati klimaks setelah dikelola, serta memudahkan dalam pengukuran dan penebangan dilapangan. Walaupun akan mengurangi pendapatan bagi pengelola hutan dibandingkan pada saat ini, tetapi pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon layak digunakan secara ekonomi menurut Elias (2002), sehingga pengelolaan hutan yang didasarkan pada kondisi hutan yang ada akan tercipta pengelolaan hutan lestari.