STRATEGI KEBIJAKAN PEREMAJAAN KELAPA RAKYAT 1)

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

PENGEMBANGAN INDUSTRI BENIH KELAPA BERBASIS PVT DAN PELESTARIAN PLASMA NUTFAH IN SITU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten Sarmi, Papua

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Teknik Penyediaan Bibit Kelapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

PENILAIAN DAN PENETAPAN CALON BLOK PENGHASIL TINGGI (BPT) KELAPA DALAM DI KABUPATEN TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ismail Maskromo Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Indonesian Coconut and Other Palmae Research Institute RINGKASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

PENGAWALAN INTEGRASI JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

2013, No

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

Budidaya Peremajaan Tebang Bertahap pada Usahatani Polikultur Kelapa

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

[ nama lembaga ] 2012

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

USAHATANI KELAPA DALAM DI LAHAN PASANG SURUT SUNGAI KEPAYANG TANJUNG JABUNG BARAT

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG DI SULAWESI TENGGARA

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

IV. TUJUAN DAN SASARAN

Transkripsi:

288 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(4), 2008: 288-297 Dedi Soleh Effendi STRATEGI KEBIJAKAN PEREMAJAAN KELAPA RAKYAT 1) Dedi Soleh Effendi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Jalan Bethesda II, Mapanget, Kotak Pos 1004, Manado 95001 PENDAHULUAN Luas areal tanaman kelapa rakyat di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 3.786.063 ha dengan produksi 3.176.078 ton kopra dan tersebar di 33 provinsi (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Indonesia merupakan negara produsen kelapa/kopra terbesar kedua dunia setelah Filipina. Arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai 98% dari 3,89 juta ha total areal kelapa serta melibatkan lebih dari 7,13 juta rumah tangga petani. Ekspor komoditas kelapa mencapai US$ 288,47 juta dengan volume 714.160 ton pada tahun 2004. Namun, pemahaman terhadap peran ekonomi kelapa secara nasional tampak masih bias, sehingga kelapa sering dianggap sebagai komoditas Sunset. Bias ini timbul karena peran suatu komoditas hanya diukur dari kontribusi terhadap perolehan devisa dan peranannya secara nasional, tanpa memperhatikan peranannya dalam ekonomi rumah tangga, sosial budaya masyarakat, serta perekonomian pedesaan. Dengan tingkat produktivitas 1) Naskah disarikan dari bahan Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan bulan Desember 2006. rata-rata 4.500 butir/ha/tahun atau 17,19 miliar butir/tahun dan harga kopra Rp2,4 juta/ton, aliran uang ke pedesaan melalui komoditas ini minimal mencapai Rp9,168 triliun/tahun hanya dari nilai kopra. Dalam rencana kegiatan penanganan agribisnis kelapa nasional, Direktorat Jenderal Perkebunan memprogramkan untuk melaksanakan peremajaan kelapa seluas 100.000 ha/tahun (Manggabarani 2006). Secara nasional, proporsi tanaman tidak menghasilkan (TTM) atau tanaman rusak (TR) sampai tahun 2005 mencapai 9,77% dari total areal kelapa 3,79 juta ha atau setara 370.000 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Angka ini akan bertambah terus apabila petani tidak dapat meremajakan kelapanya. Salah satu penyebab rendahnya pendapatan petani kelapa adalah tanaman kelapa yang dimiliki petani tidak produktif karena sudah tua atau rusak. Dengan tingkat produktivitas 1,0 ton kopra/ha/tahun, pemilikan 1,0 ha/kk, dan harga kopra Rp2.400/kg, pendapatan kotor hanya mencapai Rp2,4 juta/ha/tahun. Kebutuhan kelapa di masa datang, baik secara nasional maupun internasional, diperkirakan akan meningkat tajam karena isu kesehatan, peningkatan penduduk, dan penggunaan minyak nabati untuk biodiesel. Di sisi lain, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pemba-

Stategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat... 289 ngunan di negara-negara produsen kelapa, lahan untuk pengembangan areal kelapa menjadi makin terbatas karena akan diprioritaskan untuk produksi tanaman pangan. Berdasarkan situasi tersebut, peluang pengembangan areal kelapa makin terbatas, sehingga alternatif yang dinilai layak untuk merevitalisasi perkelapaan adalah meremajakan kelapa yang sudah tua. Jika setiap tahun dilakukan peremajaan 7,5% dari total tanaman tua, maka kebutuhan benih mencapai 5,55 juta butir/tahun (200 butir benih/ha) untuk luasan 27.750 ha. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi tebang bertahap dengan tetap memperhatikan kemungkinan kehilangan pendapatan karena sebagian kelapa secara bertahap diganti dengan kelapa unggul. Pendapatan petani dalam jangka pendek dapat diperoleh melalui intensifikasi tanaman kelapa yang tersisa dan melakukan diversifikasi baik horizontal maupun vertikal. KONDISI AKTUAL PERKEBUNAN KELAPA Luas Areal dan Produksi Pada tahun 2005, luas areal perkebunan rakyat mencapai 3.786.063 ha dengan komposisi tanaman belum menghasilkan (TBM) 16,47% (0,62 juta ha), tanaman menghasilkan (TM) 73,75% (2,79 juta ha), dan tanaman tidak menghasilkan/tanaman rusak (TTM/TR) 9,77% (0,37 juta ha). Perkembangan luas areal TTM/TR selama 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, luas areal TTM/ TR setiap tahun bertambah karena tidak ada upaya peremajaan atau rehabilitasi tanaman. Pada tahun 2003, dilakukan upaya untuk meremajakan tanaman, sehingga persentase luas areal TTM/TR menurun dari 9,62% menjadi 9,23%. Luas areal TTM/ TR lebih dari 10% terdapat di Sumatera (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Lampung), Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kali- Tabel 1. Perkembangan luas areal tanaman kelapa tidak menghasilkan/rusak di Indonesia, 2001-2005 1). Wilayah 2003 2004 2005 ha % ha % ha % Sumatera 152.650 11,97 152.119 12,09 155.585 12,27 Jawa 51.241 5,80 58.254 6,64 58.541 6,64 Nusa Tenggara 12.520 4,15 17.014 5,79 17.099 5,79 Kalimantan 42.553 15,50 38.484 13,67 43.727 15,07 Sulawesi 70.233 9,51 71.912 10,04 72.253 10,12 Maluku 17.479 6,43 17.321 5,97 20.133 7,18 Papua 2.568 6,02 2.568 6,02 2.581 6,02 Indonesia 349.244 9,23 357.672 9,51 369.919 9,77 1) Luas areal tanaman tidak menghasilkan/rusak tahun 2001 adalah 358.969 ha (9,40%) dan 2002 366.215 ha (9,62). Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2006).

290 Dedi Soleh Effendi mantan Barat), dan Sulawesi (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat). Kerusakan tanaman kelapa dapat disebabkan oleh gangguan hama penyakit. Serangan hama Oryctes, Sexava, dan Brontispa yang sudah lama dikenal oleh petani kelapa dan menyebar hampir di seluruh pertanaman kelapa di Indonesia dapat menurunkan produksi dan serangan berat menyebabkan tanaman mati (Hosang et al. 2006). Sebagian besar kelapa rakyat memiliki produktivitas rendah, tanaman yang tidak menghasilkan cukup luas, dan penurunan hasil cukup tinggi akibat serangan penyakit. Masalah lain yang dihadapi adalah penggunaan varietas unggul oleh petani terbatas, dan adopsi teknologi anjuran jarang dilakukan. Produktivitas tanaman kelapa sampai dengan tahun 2005 baru mencapai 0,62-1,67 ton kopra/ha/tahun atau setara 2.500-6.500 butir kelapa (Tabel 2). Produktivitas kelapa menurun sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Lebih lanjut menurut Liyanage dan Sudarsip (1978), rendahnya produktivitas kelapa antara lain disebabkan oleh fungsi akar yang menurun dan batang yang terlalu tinggi. Potensi produksi kelapa Dalam unggul yang sudah dilepas berkisar antara 2,8-3,3 ton kopra/ha/tahun. Permasalahan Kelapa rakyat yang mencapai 98% dari luas pertanaman kelapa nasional dicirikan antara lain oleh: (1) luas kepemilikan lahan usaha tani sempit, rata-rata 0,5-2,0 ha/ keluarga petani; (2) umumnya diusahakan dalam pola monokultur; (3) produktivitas rendah, rata-rata 0,62-1,67 ton kopra/ha/ tahun; (4) tingkat pengelolaan usaha tani dan penanganan hama dan penyakit rendah sehingga banyak tanaman yang Tabel 2. Perkembangan produksi dan produktivitas tanaman kelapa rakyat di Indonesia, 2001-2005 1). Wilayah 2003 2004 2005 Produksi Produk- Produksi Produk- Produksi Produk- (t) tivitas (t) tivitas (t) tivitas (t/ha) (t/ha) (t/ha) Sumatera 1.003.997 1,08 1.040.324 1,12 1.022.629 1,10 Jawa 664.375 1,04 726.337 1,15 731.680 1,15 Nusa Tenggara 180.109 0,84 187.785 0,88 195.276 0,91 Kalimantan 205.119 1,06 233.836 1,14 219.643 1,05 Sulawesi 791.485 1,36 711.756 1,25 711.573 1,25 Maluku 276.579 1,28 276.410 1,28 280.400 1,67 Papua 14.696 0,50 14.697 0,62 14.878 0,62 Indonesia 3.136.360 1,12 3.191.145 1,15 3.176.079 1,14 1 ) Produksi dan produktivitas kelapa rakyat Indonesia tahun 2001 adalah 3.068.727 (1,10 t/ha) dan tahun 2002 adalah 3.010.894 (1,08 t/ha). Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2006).

Stategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat... 291 rusak atau mati; (5) produk usaha tani masih terbatas dalam bentuk kelapa butiran dan kopra; (6) adopsi teknologi anjuran masih rendah, karena kemampuan petani dari segi modal tidak menunjang; dan (7) pendapatan usaha tani per satuan luas rendah dan fluktuatif sehingga tidak mampu mendukung eknomi keluarga petani kelapa secara layak (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006; Maliangkay dan Hutapea 2006). Keterbatasan sumber daya yang dimiliki petani sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah mengganti atau meremajakan tanaman kelapa. Menurut Allorerung (1990), peremajaan kelapa sudah berlangsung lama, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program peremajaan adalah tingkat partisipasi petani yang masih rendah. Kurangnya perhatian petani terhadap peremajaan dan pemeliharaan tanaman kelapa disebabkan oleh faktor harga, luas lahan, dan pendapatan. Harga kopra yang rendah membuat petani enggan melaksanakan peremajaan. Program peremajaan dari pemerintah hanya sampai pada pengadaan bibit tanpa disertai kegiatan lanjutan seperti pemeliharaan, tidak ada dukungan modal bagi petani, dan intensitas penyuluhan rendah. Tanaman yang perlu diremajakan adalah tanaman yang dikategorikan TTM/RS, yang secara agronomis termasuk: (1) tanaman yang sudah berumur 50 tahun atau lebih walaupun masih berbuah; (2) umur tanaman kurang dari 50 tahun tetapi produksi buahnya kurang dari 30 butir/pohon/tahun; dan (3) tanaman yang rusak akibat serangan berat hama dan penyakit sehingga tidak berproduksi. Menurut Allorerung dan Mahmud (1997), kendala yang dihadapi dalam peremajaan kelapa adalah: (1) kendala teknis, mencakup penentuan umur tanaman yang akan diremajakan, sistem peremajaan, varietas kelapa pengganti, pemanfaatan kayu kelapa, teknik budi daya, dan tanaman sela; dan (2) kendala nonteknis yang mencakup persepsi dan tingkat pengetahuan petani, tingkat ketergantungan petani, status kepemilikan lahan, keterbatasan modal, dan pemasaran hasil. Kendala nonteknis dinilai lebih sulit dibandingkan dengan kendala teknis, karena petani dihadapkan kepada konsekuensi ekonomi apabila tanamannya harus diremajakan. Paling tidak ada dua hal pokok yang menjadi pertimbangan, yaitu: (1) bagaimana mengatasi berkurangnya pendapatan dari menjual kelapa atau kopra yang sudah dinikmati bertahun-tahun; (2) bagaimana mempersiapkan modal untuk mendapatkan benih unggul, menanam kembali, dan memelihara tanaman. Saat ini sumber benih kelapa yang digunakan belum berasal dari kebun induk yang dibangun khusus sebagai kebun induk yang benar, tetapi dipilih dari pertanaman yang ada di berbagai daerah yang disebut dengan blok penghasil tinggi (BPT), walaupun benih yang berasal dari BPT lebih baik daripada benih sapuan. Masalah lain dalam peremajaan adalah: (1) sangat sulit memproduksi benih kelapa unggul dalam jumlah yang sesuai kebutuhan; dan (2) tidak ada pengusaha swasta yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada penangkaran benih kelapa, karena kurangnya keuntungan ekonomi pada penjualan benih, termasuk benih kelapa hibrida.

292 Dedi Soleh Effendi POTENSI DAN APLIKASI TEKNOLOGI Teknologi yang dibutuhkan dalam program peremajaan sesuai dengan kondisi kelapa rakyat saat ini adalah: (1) teknologi yang dapat memperkecil atau menghilangkan dampak peremajaan terhadap pendapatan petani; (2) teknologi yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan tanaman sela; (3) teknologi pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma serta hama dan penyakit; (4) teknologi perbenihan untuk memenuhi kebutuhan benih unggul; dan (5) teknologi pemanfaatan kayu kelapa untuk mebel dan bahan bangunan (Maliangkay dan Hutapea 2006). Menurut Mahmud et al. (1990), terdapat dua metode peremajaan kelapa yang berkembang di tingkat petani dan perusahaan perkebunan kelapa, yaitu: (1) peremajaan secara tebang habis dan (2) peremajaan tradisional yang biasa dilakukan petani, yaitu kelapa tua tidak ditebang, tetapi di antara tanaman kelapa tua disisipkan tanaman baru. Cara yang umum dipraktekkan petani tampaknya lebih mudah dilakukan, namun dapat berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman baru yang masih muda karena terjadi persaingan dengan tanaman tua. Petani biasanya juga merasa sayang untuk menebang pohon kelapa tua, meskipun tanaman sisipan sudah berproduksi. Hal ini mengakibatkan tanaman baru tidak dapat berproduksi secara optimal karena jarak tanam menjadi terlalu rapat. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka) telah menghasilkan teknologi peremajaan dengan metode: (1) tebang habis 100%, (2) tebang bertahap 50%, dalam kurun waktu 3 tahun kemudian tebang lagi sisanya 50%, dan (3) tebang bertahap 20% setiap tahun, sehingga dalam 5 tahun penebangan berakhir. Dari ketiga metode tersebut, tebang bertahap 20% diperkirakan dapat diterima petani mengingat pengurangan produksi tanaman tua berlangsung secara bertahap (5 tahun), sekaligus dapat mengubah pola usaha tani monokultur menjadi polikultur (tanaman sela). Pengurangan populasi kelapa tua setelah tanaman pengganti berproduksi atau secara bertahap sebesar 20% disertai pengusahaan tanaman sela dengan jarak dan sistem tanam tertentu, menyebabkan pengurangan pendapatan dari kelapa tua menjadi tidak berarti. Metode ini juga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pengganti dan merupakan alternatif paling tepat untuk diterapkan ditinjau dari segi agronomis dan pendapatan petani. Sistem dan Jarak Tanam Jarak tanam dan sistem tanam baru kelapa, yaitu 5 m x 16 m atau 6 m x 16 m empat persegi (sistem pagar) pada program peremajaan kelapa, sangat tepat untuk mendukung pola usaha tani polikultur (Allorerung dan Mahmud 1993). Jarak dan sistem tanam baru tersebut dikenal dengan sistem pagar (6 m x 16 m), yaitu jarak antarbarisan diperlebar 16 m dan jarak dalam barisan 6 m. Dengan jarak dan sistem tanam baru tersebut, populasi kelapa berkisar 119 pohon/ha, sedangkan pada jarak dan sistem tanam 5 m x 16 m populasi kelapa sebanyak 125 pohon/ha. Pola usaha polikultur memberikan jaminan peningkatan pendapatan bagi petani peserta program peremajaan. Dengan jarak dan sistem tanam baru tersebut, pemanfaatan lahan di antara kelapa bersifat permanen; sepanjang tahun dapat ditanami tanaman sela terutama tanaman semusim.

Stategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat... 293 Maliangkay dan Hutapea (2006) telah melakukan analisis finansial dan kelayakan investasi ketiga metode peremajaan dengan tebang bertahap, dan yang paling menguntungkan dan layak dilaksanakan adalah peremajaan tebang bertahap 20%/ tahun. Metode peremajan tebang bertahap 20% dengan pola usaha tani polikultur kelapa dan jagung dengan jarak tanam baru 6 m x 16 m membutuhkan modal pada tahun awal Rp6,7 juta, dan bila diperhitungkan hingga tahun ketujuh total modal adalah Rp34,4 juta. Total penerimaan yang dapat diraih pada tahun ketujuh mencapai Rp41 juta, sehingga nisbah total penerimaan dan total biaya adalah Rp6,6 juta. Teknologi Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman kelapa hasil peremajaan pada dasarnya sama dengan tanaman kelapa biasa, yang meliputi pemupukan, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit. Namun dengan sistem pagar, teknologi pemeliharaan perlu disesuaikan karena terdapat tanaman sela. Teknologi pemeliharaan bergantung pada jenis tanaman sela. Takaran pupuk mungkin dapat diturunkan karena kelapa ikut memanfaatkan pupuk yang diberikan pada tanaman sela. Pengendalian gulma hanya dilakukan di daerah bobokor. Teknologi Perbenihan Kelapa Keberhasilan budi daya sangat bergantung pada benih yang digunakan. Benih merupakan alat hantar teknologi dan sekaligus menentukan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Benih bermutu untuk pengembangan budi daya tanaman hanya mungkin dilakukan melalui penyediaan plasma nutfah sehingga menghasilkan bahan-bahan genetik untuk dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Selanjutnya, kegiatan pemuliaan tanaman akan menghasilkan varietas-varietas unggul dan digunakan untuk kegiatan penangkaran benih. Dari kegiatan penangkaran tersebut akan dihasilkan benih-benih untuk didistribusikan kepada petani dengan berpedoman pada UU No. 12/1992 tentang pelepasan varietas. Oleh karena itu, benih suatu varietas dapat disebarluaskan jika telah melalui proses pelepasan varietas, yakni mendapat pengakuan pemerintah yang dinyatakan dalam Keputusan Menteri Pertanian. Unit Pelaksana Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, yaitu Balitka pada tahun 2004 dan 2006 telah mengajukan usul pelepasan lima kelapa Dalam unggul dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai kelapa unggul nasional, yakni kelapa Dalam Mapanget (DMT), Dalam Tenga (DTA), Dalam Bali (DBI), Dalam Palu (DPU), dan Dalam Sawarna (DSA). Keunggulan kelima kelapa Dalam tersebut yakni potensi produksi tinggi dan toleran terhadap penyakit busuk pucuk. Kelapa Dalam Mapanget mampu menghasilkan 3,3 ton kopra/ha/tahun, Dalam Tenga 3,0 ton kopra/ha/tahun, Dalam Bali 3,0 ton kopra/ha/tahun, Dalam Palu 2,8 ton kopra/ha/tahun, dan Dalam Sawarna 3,0 ton kopra/ha/tahun. Persoalannya adalah kebun induk benih sumber baru dibangun pada tahun 2003 dan mulai menghasilkan benih pada tahun 2010 seluas 36 ha. Produksi benih optimal akan dicapai pada tahun 2015, yakni 360.000 butir benih/ tahun yang dapat digunakan untuk membangun kebun sebar/penangkar seluas 1.800 ha/tahun (Tabel 3).

294 Dedi Soleh Effendi Tabel 3. Potensi produksi kelapa Dalam Mapanget (DMT), Dalam Tenga (DTA), Dalam Palu (DPU) dan Dalam Bali (DBI). Varietas Lokasi Luas (ha) Produksi benih/tahun (butir) Areal pengembangan (ha) DMT Balitka 14,0 (2.076) 200.000 1.000 Balitka 6,0 (855) 60.000 1) 300 DTA PTPT IV 10,0 (1.000) 64.000 320 Balitka 10,0 (1.463) 100.000 1) 500 DPU PTPN XIV 10,0 (1.000) 56.000 280 Balitka 10,0 (1.463) 100.000 1) 500 Desa Bangga 100,0 560.000 2.800 DBI BPT Bali 80,7 (8.070) 400.000 2.000 Balitka 10,0 (1.463) 100.000 1) TOTAL 250,7 (17.390) 1.640.000 7,700 1) Mulai berproduksi tahun 2010 dan berproduksi optimal 2015. Angka dalam kurung adalah jumlah tanaman. Sumber: Tenda et al. (2004); Tampake (2005). Saat ini Balitka baru dapat menyediakan benih unggul kelapa Dalam seba-nyak 200.000 butir/tahun yang dapat di-gunakan untuk peremajaan/penanaman baru seluas 900 ha/tahun. Benih tersebut diperoleh dari enam kali panen per tahun, yakni pada Januari-Februari, Maret-April, Mei-Juni, Juli-Agustus, September-Okto-ber, dan November-Desember. Selain benih yang tersedia di Balitka, untuk mengatasi kekurangan benih, sejak tahun 2005-2007 beberapa Dinas Perkebunan Provinsi telah bekerja sama dengan Balitka untuk melakukan penetapan blok penghasil tinggi (BPT) dan pohon induk kelapa (PIK) sebagai sumber benih. Provinsi/kabupaten yang telah melakukan penetapan BPT/PIK adalah Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, dan Jambi. Dari 13 provinsi tersebut telah ditetapkan 15.000 PIK dengan kemampuan meghasilkan benih 1,23 juta butir/tahun (Tabel 4). Selama ini BPT dianggap sama dengan kebun induk sehingga semua tanaman dapat dijadikan sumber benih, padahal BPT sebagai sumber benih tidak akan memberikan perbaikan pada populasi turunannya. Seharusnya dari BPT tersebut dilakukan lagi seleksi individu sehingga diperoleh pohon-pohon induk sumber benih untuk bahan tanaman. Tingkat seleksi PIK untuk setiap BPT dianjurkan maksimum 15% tanaman terbaik, artinya kalau luas BPT 2,5 ha dengan jumlah tanaman 250 pohon maka PIK sumber benih maksimum 38 pohon. STRATEGI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Pendekatan dan teknologi yang dinilai relevan dalam peningkatan produktivitas kelapa adalah meremajakan

Stategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat... 295 Tabel 4. Luas blok penghasil tinggi (BPT), jumlah pohon induk kelapa (PIK), dan prakiraan produksi benih kelapa Dalam di 13 provinsi di Indonesia. Provinsi Luas BPT (ha) Jumlah PIK (pohon) Prakiraan produksi benih (butir) Jawa Timur 100 1.000 80.000 Gorontalo 100 1.500 120.000 Kalimantan Barat 50 750 56.000 Kalimantan Tengah 50 750 56.000 Sulawesi Utara 100 1.500 120.000 Bali 100 1.500 120.000 Sulawesi Selatan 100 1.500 120.000 Sulawesi Barat 100 1.500 120.000 Daerah Istimewa Yogyakarta 100 1.000 70.000 Jawa Tengah 100 1.000 70.000 Banten 100 1.000 70.000 Sumatera Utara 100 1.000 120.000 Jambi 100 1.000 108.000 Jumlah 1.200 15.000 1.230.000 kelapa TTM/TR dengan metode tebang bertahap 20%. Perlu dibuat program peremajaan nasional yang sistematis, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Peremajaan pada prinsipnya dilakukan untuk mengkondisikan agar tanaman selalu pada posisi berproduksi optimal. Program peremajaan tidak lagi hanya sekedar penyediaan benih, tetapi perlu diikuti dengan kegiatan lanjutan seperti pemeliharaan tanaman sampai berbuah. 2. Menggunakan benih unggul (benih bermutu) yang berasal dari kebun benih milik Balitka dan BPT yang telah ditetapkan di tiap provinsi. Walaupun benih yang berasal dari BPT lebih baik daripada benih sapuan, ke depan perlu dibangun kebun benih khusus sebagai kebun induk yang benar, yaitu kebun induk kelapa Dalam komposit (KIKDK). Penggunaan kelapa Dalam unggul komposit akan meningkatkan produksi kelapa Dalam dari rata-rata 1,5 ton kopra/ha/tahun menjadi minimal 2,25 ton kopra/ha/tahun. Pembangunan KIKDK dapat mengikutsertakan petani/asosiasi petani dan pemerintah daerah. 3. Penanaman kelapa baru dengan pola usaha tani polikultur dengan menggunakan sistem dan jarak tanam baru atau sistem pagar (6 m x 16 m) disertai penerapan teknologi pemeliharaan. Pola usaha polikultur perlu disertai dengan usaha pemanfaatan kayu kelapa. Kayu kelapa kualitas pertukangan dapat digunakan untuk industri mebel, suvenir atau benda seni, dan bahan bangunan. Sisa-sisa kayu dapat diproses lebih lanjut menjadi arang, papan partikel, dan pulp. Pola usaha ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani, sehingga kehilang-

296 Dedi Soleh Effendi an pendapatan akibat peremajaan dapat ditekan semaksimal mungkin. 4. Meningkatkan kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber teknologi, pembiayaan, dan pasar guna meningkatkan posisi tawar petani dalam perdagangan. Dukungan kebijakan lainnya yang dibutuhkan adalah: (i) penyediaan kredit modal usaha bagi petani dengan tingkat bunga yang ringan; (ii) pembinaan teknis dan kelembagaan produksi yang mengarah pada pembentukan kelompok tani yang dapat menangani pengadaan sarana produksi dan penjualan hasil; (iii) peningkatan intensitas penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang perlunya peremajaan; dan (iv) pengembangan infrastruktur di daerah sentra produksi untuk mengurangi biaya pengumpulan (collecting cost). DAFTAR PUSTAKA Allorerung, D. 1990. Teknologi peremajaan dan pola penerapannya. Buletin Balitka 11. Allorerung, D. dan Z. Mahmud. 1994. Budi daya kelapa sistem pagar. hlm. 481-493. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III. Yogyakarta 20-23 Juli 1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor Allorerung, D. dan Z. Mahmud. 1997. Teknologi peremajaan, rehabilitasi dan perluasan tanaman kelapa. Prosiding Pertemuan Komisi Penelitian Pertanian Bidang Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003-2005. Kelapa. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Hosang, M.L.A, S. Sabbatoellah, dan F. Tumewan. 2006. Penerapan teknologi PHT untuk hama Oryctes, Sexava dan Brontispa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI. Revitalisasi Perkelapaan Melalui Pengembangan Kesehatan dan Energi Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Liyanage, D.V. dan Sudarsip. 1978. Program peremajaan kelapa pada Pelita III. Kumpulan Makalah dan Pembahasan Pertemuan Teknis Kelapa V. Kerja sama Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Manado. Mahmud, Z., R.B. Maliangkay, dan Z. Untu. 1990. Peremajaan kelapa tebang bertahap. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Manggabarani, A. 2006. Kebijakan pembangunan agribisnis kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI. Revitalisasi Perkelapaan Melalui Pengembangan Kesehatan dan Energi Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Maliangkay, R.B. dan R.T.P. Hutapea. 2006. Analisis keunggulan teknologi tebang bertahap dalam peremajaan kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI. Revitalisasi Perkelapaan Melalui Pengembangan Kesehatan dan Energi Alternatif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.

Stategi kebijakan peremajaan kelapa rakyat... 297 Tampake, H. 2005. Pengawasan mutu dan sertifikasi benih. Laporan Teknis Intern Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado. Tenda, E., J. Kumaunang, dan H. Tampake. 2004. Potensi plasma nutfah lokal dalam pengembangan kelapa. hlm. 305-312. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor, 28-30 September 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.