BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

JST Kesehatan, Juli 2017, Vol. 7 No. 3 : ISSN

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini preeklamsia masih menjadi masalah utama dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAB I PENDAHULUAN. reaksi imun berupa plak eritematosa, skuama berwarna putih keperakan berlapislapis,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang umum terjadi yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar rongga uterus dan penyakit ini paling tidak telah mengenai 10% wanita usia reproduksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi klinis endometriosis seperti dismenorea, chronic pelvic pain dan infertilitas mempunyai dampak negatif pada proses implantasi dan pencapaian kehamilan. Walaupun hubungan endometriosis dengan nyeri pelvis dan gangguan fertilitas telah dikenal sejak tahun 1920an, namun efek endometriosis pada kesuksesan rekayasa reproduksi masih kontroversial (Lebovic et al., 2001). Data epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi penderita endometriosis bervariasi tergantung pada letak geografis dan ras. Prevalensi penderita endometriosis tertinggi di Jepang (Amer, 2008). Penyakit endometriosis di Amerika telah terdokumentasi sebanyak 6%- 10% (Burney and Giudice, 2012), tetapi data di Indonesia tentang penyakit ini belum tercatat dengan pasti. Endometriosis menyebabkan berkurangnya kualitas hidup dengan ditandai dengan nyeri saat menstruasi, berkurangnya fungsi reproduksi, menurunnya angka fertilitas pada pasangan usia subur, dan lain-lain. Oleh karena itu, penelitian tentang endometriosis perlu untuk dilakukan, sehingga hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan kontribusi pada pencegahan dan pengobatan/terapi pasien endometriosis. Mekanisme endometriosis dalam 1

mempengaruhi fertilitas belum dapat dijelaskan secara lengkap, diduga endometriosis mempunyai efek negatif terhadap perkembangan oosit, mempengaruhi transport tuba, dan mempengaruhi sitokin serta cairan prostaglandin peritoneum. Patogenesis endometriosis telah banyak diperdebatkan dan berbagai penelitian telah merumuskan hipotesis tentang patogenesis endometriosis, seperti implantasi, metaplasma coelomic, dan teori diseminasi limfatik (Lebovic et al., 2001). Dalam kaitannya dengan infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis, hal tersebut dapat disebabkan oleh blok mekanik persatuan telur dan sperma oleh endometriomata dan malformasi anatomi pelvis. Blok mekanik tersebut akan diperparah dengan abnormalitas sistemik peritoneum yang disebabkan oleh endometriosis. Dalam perkembangan patogenesis endometriosis, faktor sistem imun dipercaya terlibat dalam progesifitas endometriosis. Untuk perempuan dengan endometriosis, sistem imunnya akan menurun, sehingga keadaan tersebut menyebabkan cairan peritoneum dalam cavum peritonium penderita endometriosis menunjukkan perubahan kadar prostanoid, sitokin, faktor pertumbuhan, interleukin, dan stres oksidatif atau oxidative stress (OS) (Harada et al., 2001). Kelainan imunologi sistemik meliputi kenaikan produksi imunoglobulin sedangkan kelainan imunologis peritoneum ditandai dengan kenaikan sel T Helper, defek aktivitas sel natural killer (NK), penurunan aktivitas sel supresor proliferasi stroma endometrium, proliferasi limfosit, penurunan binding terhadap zona pelusida, kenaikan siklus aktivasi makrofag, dan adanya 2

antibodi spesifik non organ, yang dikhaskan sebagai abnormalitas imunologi peritoneum (Gupta et al., 2006). Dalam sistem imunologi, sitokin interleukin-1β (IL-1β) dikenal sebagai produk monosit yang diaktifkan dari makrofag yang berperan utama dalam regulasi peradangan dan respons kekebalan. IL-1β ini mempengaruhi aktivasi limfosit T dan diferensiasi limfosit B sebagai agonis reseptor yang baik. Pada wanita endometriosis, IL-1β meningkat dalam cairan peritoneum (Lebovic et al., 2001). Dalam penelitian lain, IL-1β dilaporkan terdapat dalam cairan folikuler manusia pada jumlah tertentu. IL-1β diduga terlibat dalam proses ovulasi, seperti peristiwa sintesis protonasi aktivitas regulasi plasminogen aktivator. Aktivasi makrofag akan meningkatkan kadar dan produksi Nitrit Oksida (NO) dan prostaglandin, sehingga kadar radikal bebas pada cairan peritoneum pasien endometriosis juga meningkat (Alpay et al., 2006). Radikal bebas ini akan menyebabkan stres oksidatif dalam endometrium. Walaupun hasil analisis konsentrasi stres oksidatif dalam endometrium di beberapa penelitian masih belum konsisten, beberapa peneliti sudah melaporkan peningkatan konsentrasi Reactive Oxygen Spesies (ROS) pada pasien-pasien pasangan infertil yang berhubungan dengan endometriosis. Akan tetapi, derajat kenaikan konsentrasi ROS tidak berhubungan dengan tingkat keparahan endometriosis. Kenaikan konsentrasi ROS pada cairan peritoneum endometriosis tidak mempengaruhi secara langsung pasien-pasien infertil (Gupta et al., 2006). Menurut Saito et al. (2002), stres oksidatif dihubungkan dengan patofisiologi berbagai penyakit, karena produk radikal bebas dan peroksidase lipid 3

mampu menghancurkan komponen seluler seperti membran, protein, lipid, dan DNA. Salah satu marker untuk evaluasi stress oksidatif dan kerusakan DNA adalah 8-hidroksi-2-deoksiguanosine (8-OH-dG) (Saito et al., 2002). Stres oksidatif bersama dengan apoptosis granulosa sel juga mempengaruhi kualitas oosit. Pasien-pasien endometriosis mengalami peningkatan stres oksidatif yang disebabkan oleh produksi ROS yang berlebih dibanding dengan pertahanan antioksidan. Namun, pemeriksaaan ROS di tingkat seluler adalah sangat sulit, karena ROS tidak stabil di udara bebas. Salah satu parameter yang valid untuk pemeriksaan ROS di tingkat seluler adalah 8-hidroksi- 2 deoksiguanosine (Gupta et al., 2006). Stres oksidatif (seperti ROS) diduga menyebabkan anomali spindel oosit maupun kromosom oosit yang berakibat pada oosit tersebut yang tidak bisa menjadi matang. Tingkat fertilisasi, implantasi, dan kehamilan yang lebih rendah pada wanita dengan endometriosis terjadi karena kualitas oosit yang tergangggu dan cacat interaksi antara endometrium dengan embrio pada proses implantasi. Kualitas oosit tergantung pada kematangan sitoplasma dan kematangan pembelahan inti yang membutuhkan kehadiran spindel sel normal untuk memandu segregasi kromosom selama meiosis dan poros meiosis oosit dalam membangun polaritas (Barcelos et al., 2009). Di beberapa penelitian, wanita endometrisis juga mengalami perubahan kadar endothel nitrat oksida sintase (enos). enos telah dilaporkan dan dianggap terlibat dalam perkembangan endometriosis. Genotip enos mungkin bertanggungjawab untuk variasi dalam aktivitas enzimatik serta konsentrasi 4

plasma oksida nitrat. enos (Glu298Asp polimorfisme) akan mempengaruhi kerentanan individu dalam endometriosis (Kim et al., 2009). enos perlu diperiksa karena akan memberikan gambaran hubungan polimorfisme gena enos dengan risiko kejadian endometriosis. Berbagai hasil penelitian tentang IL-1β, 8- OH-dG dan NO di cairan folikuler telah banyak dilaporkan dengan hasil yang berbeda-beda, namun penelitian tentang IL-1β, 8-OH-dG, NO, dan enos (polimorfisme genotipe) di cairan folikuler dan serum darah pada manusia dengan endometriosis adalah masih sangat terbatas. Penelitian ini diharapkan menemukan perbedaan kadar-kadar IL-1β, 8-OH-dG, NO serta polimorfisme pada genotip enos, untuk mengetahui secara pasti kelainan hingga tingkat perubahan basa penyusun genotipe enos dan mengetahui intervensi yang tepat di masa yang akan datang. B. Rumusan Masalah Pasangan usia subur yang menderita endometriosis akan sangat sukar untuk mencapai konsepsi (kehamilan), karena endometriosis di kavum peritoneum akan meningkatkan sitokin. Salah satu sel sitokin yang berperan adalah IL-1β yang kadarnya akan meningkat pada cairan peritoneum penderita endometriosis. Adanya sitokin di cairan peritoneum penderita endometriosis akan menyebabkan kenaikan stres oksidatif dan reaktif oksigen spesies, dengan markernya 8-OH-dG dan nitrit oksida. Diduga bahwa faktor tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya gangguan folikulogenesis dengan merusak spindel meiosis, sehingga oosit tidak berkembang dan menyebabkan terjadi infertilitas pada pasien-pasien 5

endometriosis. Dengan berbagai macam faktor tersebut diatas, rumusan masalah akan muncul sebagai berikut: 1. Apakah kadar interleukin-1β (IL-1β) pada cairan folikuler penderita endometriosis lebih tinggi dibanding dengan bukan penderita endometriosis? 2. Apakah kadar nitrit oksida (NO) cairan folikuler penderita endometriosis lebih tinggi dibanding bukan penderita endometriosis? 3. Apakah kadar 8-hidroksi-2-deoksiguanosin (8-OH-dG) pada cairan folikuler penderita endometriosis lebih tinggi dibanding dengan bukan penderita endometriosis? 4. Apakah frekuensi polimorfisme gena endothelial nitric oxide synthase (enos) Glu298Asp penderita endometriosis lebih tinggi dibanding bukan penderita endometriosis? C. Tujuan Penelitian Endometriosis menyebabkan infertilitas pada pasangan usia subur, yaitu disfungsi ovulasi yang merupakan akibat langsung dari endometriosis. Oleh karena itu, pengetahuan tentang peran stres oksidatif dalam endometrisosis, adanya kenaikan konsentrasi radikal bebas, dan rendahnya anti oksidan yang berpotensi menyebabkan kenaikan stres oksidatif dalam endometriosis sangat dibutuhkan. Dari hal-hal tersebut diatas, penelitian ini mempunyai tujuan: 1. Mengetahui kadar interleukin-1β (IL-1β) pada cairan folikuler penderita endometriosis dibanding dengan bukan penderita endometriosis. 2. Mengetahui kadar nitrit oksida (NO) cairan folikuler penderita endometriosis dibanding bukan penderita endometriosis. 6

3. Mengetahui kadar 8-hidroksi-2 deoksiguanosin (8-OH-dG) pada cairan folikuler penderita endometriosis dibanding dengan bukan penderita endometriosis. 4. Menganalisis frekuensi polimorfisme endothelial nitric oxide synthase (enos) Glu298Asp pada penderita endometriosis. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan: 1. Sumbangan dan informasi tentang pengaruh stres oksidatif yang dihasilkan oleh cairan endometriosis yang diduga sebagai penyebab degeneratif oosit sehingga menyebabkan infertilitas pada pasangan usia subur karena disfungsi ovulasi yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan IL-1β, NO dan 8-OHdG cairan folikuler pada pasien endometriosis. 2. Informasi secara molekuler tentang ada atau tidaknya polimorfisme pada gen endothelial nitric oxide synthase (enos) Glu298Asp pada penderita endometriosis. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang endometriosis telah dilakukan, seperti di bawah ini: 1. Saito et al. (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara endometriosis dengan kualitas oosit, dengan meneliti adanya peningkatan stres oksidatif di granulosa sel pada pasien pasien infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. 7

2. Gupta et al. (2006) yang meneliti bahwa stres oksidatif memberikan efek yang merusak kepada fertilitas/wanita, yang meliputi pengaruh pada ovulasi, fertilisasi perkembangan embrio, dan implantasi. 3. Srivastava et al. (2005) yang meneliti tentang prevalensi kejadian polimorfisme genotipe enos GIu298Asp pada 139 wanita sehat di India Utara. Metode penelitian menggunakan cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukannya hubungan yang signifikan terhadap kejadian polimorfisme pada endometriosis dan kontrol. Pada kontrol ditemukan hanya 0,72% (4 sampel) kejadian polimorfisme dan tidak ditemukan polimorfisme pada genotipe enos GIu298Asp exon 7 pada populasi wanita dengan endometriosis di India. 4. Karatas et al. (2014) yang meneliti polimorfisme gen endothelial nitric oxide synthase (promoter-786t/c, exon 894 G/T dan intron G10 T) pada wanita infertilitas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional, dengan total sampel 81 orang (41 wanita infertil versus non endometriosis 40). Hasil penelitian menunjukkan ditemukannya hubungan yang signifikan antara kejadian endometriosis dengan genotipe enos exon 894 G/T polimorfisme dan mutasi homozigot GG yang lebih rendah dari heterozigote GT pada wanita infertil dibandingkan dengan non endometriosis (p=<0.05). Varian polimorfisme pada kedua penelitian (p=>0.05) tidak ditemukan. 5. Alpoim et al. (2014) yang meneliti variasi Glu298Asp dari sintesis gen endotelial nitrit oksida yang berkaitan dengan peningkatan risiko dari abruptio plasenta pada penderita preeklampsia. Metode penelitian ini adalah 8

cross-sectional dengan total 100 sampel (50 pre-eklampsi vs 50 abruptio plasenta). Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara varian M-235T dari gen AGT dan pre-eklampsia atau abrupsio plasenta, namun frekuensi variasi genotipe enos (GT dan TT) adalah lebih tinggi pada abrupsio plasenta (49%) dibanding pada kontrol (21%) dengan p=0,006. Genotipe enos GT muncul sebagai faktor risiko utama untuk perkembangan abrupsio plasenta (p<0,0001). 6. Hadisaputra (2013) yang mengevaluasi gejala klinik dan tanda-tanda serta ekspresi interleukin-6 (IL-6), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2) dan Vascular Endothelial Growth factor (VEGF) dengan kesimpulan bahwa riwayat infertilitas dismenore chronic pelvic pain, dyspareunia, cervical tendeness adalah tanda dan gejala klinik pada endometriosis dan interleukin-6 dan TNF-a adalah serum marker untuk endometriosis yang dianjurkan. Dari semua referensi yang telah ada, penulis belum menemukan penelitian yang mengkaji tentang polimorfisme genotipe enos dan pengkajian kadar IL-1β, NO dan ROS atau 8-OH-dG pada cairan folikuler pasien endometriosis dibandingkan pasien non endometriosis. 9