BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa. Penentuan ph optimum ditentukan dengan melakukan percobaan sebanyak 5 buah kelapa pada ph 4,5; 4; 3,5; dan 3. Hasil yang diperoleh dari percobaan itu menunjukkan bahwa pada ph 3,5, minyak diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan ph 4. Sedangkan pada ph 3 dan 4,5, minyaknya tidak terpisah dari lapisan air. Hasilnya dapat dilihat seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Penentuan ph optimum krim kel apa Volume krim Volume minyak No. ph Terpisah Tidak terpisah (ml) (ml) 1. 4,5 - V 1200 0 2. 4 V - 1220 50 3. 3,5 V - 1150 285 4. 3-1100 0 Rata-rata rendemen VCO tertinggi diperoleh dari kelapa Indragiri Hilir dengan tiga kali pengulangan yaitu 31,8485%, sedangkan rendemen VCO terendah diperoleh dari kelapa Bengkalis yaitu 25,0796%. Rendemen VCO dari kelapa Bengkalis berbeda secara nyata (P<0,05) dengan kelapa Indragiri Hilir dan Pelalawan, tetapi tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dengan VCO dari kelapa Rokan Hilir. Sedangkan VCO dari kelapa Indragiri Hilir tidak berbeda secara nyata (P>0,05) dengan kelapa Pelalawan. Perbedaan ini disebabkan sampel yang berupa kelapa memiliki ukuran yang berbeda dari setiap kabupaten. Kelapa dari Kabupaten Bengkalis memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Kabupaten lain, sedangkan kelapa dari Kabupaten Indragiri Hilir lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten lain. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 10. 25
Tabel 8. Rendemen VCO yang diperoleh dari Kabupaten Bengkalis, No. Kabupaten Rendemen (%) 1. Bengkalis 25,0796 ± 1,4955^ 2. Indragiri Hilir 31,8485 ± 1,3775'' 3. Pelalawan 30,8349 ± 0,6618" 4. Rokan Hilir 27,1730 ± 2,2172^ Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan persentase rendemen VCO dari keempat Kabupaten berbeda nyata (P<0,05) Grafik Rendemen VCO Antar Kabupaten ^ 40 ^ 30 S 20-10 (2 0 31,8485 30,8349 25,0796 27,173 Bengkalis Indragiri Hilir Pelalawan Rokan Hilir Kabupaten Gambar 10. Grafik rendemen VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.2. Kadar air Tabel 9 menunjukkan kadar air (%) yang terdapat dalam 100 gram VCO. Hasil yang diperoleh dari penentuan kadar air menunjukkan bahwa kadar air dalam VCO untuk masing-masing Kabupaten tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Tabel 9. Kadar air dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir No. Kabupaten Kadar Air (%) 1. Bengkalis 0,0990 ± 0,0014 2 Indragiri Hilir 0,0975 ± 0,0049 3. Pelalawan 0,0935 ± 0,0021 4. Rokan Hilir 0,0975 ± 0,0035 5. Standar RSNI2 Maks 0,20 6. Standar APCC 0,10-0,50 26
Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa kadar air dalam VCO berkisar 0,0935% sampai 0,0990%. 0,1500 Grafik Kadar Air dalam VCO Antar Kabupaten s 0,1000 0,0990 0,0975 0,0935 0,0975 s I 0,0500 0,0000 Bet^alis IndrapiHilir Pelalawan Rokan Hilir Kabupaten Gambar 11. Grafik uji kadar air dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.3. Bilangan iod Uji bilangan iod dilakukan untuk menunjukkan tingkat ketidakjenuhan minyak. Pada penelitian ini diperoleh hasil uji bilangan iod dari empat Kabupaten di Provinsi Riau. Bilangan iod antar Kabupaten tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Hasil dari uji bilangan iod dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Uji bilangan iod dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan I tokan Hilir No. Kabupaten Bilangan Iod (g iod/100 g contoh) 1. Bengkalis 7,9819 ± 0,0876 2. Indragiri Hilir 7,2527 ± 0,0787 3. Pelalawan 7,3474 ± 0,7583 4. Rokan Hilir 7,5945 ± 0,0973 5. Standar RSNI 2 5-11 6. Standar APCC 4,10-11 Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa bilangan iod berkisar dari 7,2527 sampai 7,9819 g iod/100 g contoh. 27
Grafik Bilangan Iod VCO Antar Kabupaten Ben^fcalis IndragjriHilir Pelalawan Rokan HiHr Kabapaten Gambar 12. Grafik uji bilangan iod terhadap VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.4. Bilangan penyabunan Penentuan banyak sedikitnya asam lemak dalam VCO dilakukan dengan uji bilangan penyabunan. Pada uji bilangan peyabunan tidak terdapat adanya perbedaan yang nyata antar Kabupaten (P>0,05). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Uji bilangan penyabunan dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir No. Kabupaten Berat M olekul Rata-rata Triasilgliserol (g/mol) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g lemak) 1. Bengkalis 318,1445 263,6331 ± 0,4557 2. Indragiri Hilir 312,6167 267,8649 ± 0,8866 3. Pelalawan 322,0698 259,9214 ± 1,5067 4. Rokan Hilir 320,8996 261,0423 ± 6,4510 5. Standar RSNI 2-240-270 6. Standar APCC - 250-260 Bilangan penyabunan tertinggi diperoleh dari Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 267,8649, sedangkan yang terendah diperoleh dari Kabupaten Pelalawan yaitu 259,9214 mg KOH/g lemak, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 13. 28
Grafik Bilai^an Pen^^bunan VCO Antar Kabupaten S 280 I 275 g S 270 l 265 (So 260 255 " a, 250 267,8649 263,6331 259,9214 261,0423 Ben^kaBs IndragriHlir Pelalawan RokanHlir I^biqiaten Gambar 13. Grafik uji bilangan penyabunan terhadap VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.5. Bilangan peroksida Bilangan peroksida dilakukan untuk menentukan tingkat lipid teroksidasi dalam VCO. Pada Tabel 12, kita dapat melihat hasil dari uji bilangan peroksida dan terlihat adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara keempat Kabupaten. Tabel 12. Penentuan bilangan peroksida dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri H ilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir No. Kabupaten Bilangan Peroksida (mgek/i^) 1. Bengkalis 0,5239 ± 0,0224'' 2. Indragiri Hilir 0,7128 ± 0.0238^' 3. Pelalawan 1,5986 ± 0,0227** 4. Rokan Hilir 1,0068 ± 0,0220*" 5. Standar RSNI 2 Maks 2 6. Standar APCC Maks 3 Ket: 1 vfotasi yang berbeda menunjukkan bilangan peroksida dari keempat Kabupaten berbeda secara nyata (P<0,05). Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa bilangan peroksida tertinggi diperoleh dari Kabupaten Pelalawan yaitu 1,5986 mgek/kg, sedangkan yang terendah diperoleh dari Kabupaten Bengkalis yaitu 0,5239 mgek/kg. 29
Grafik ^^ngan Peroksida VCO Antar Kabupaten MragiriMir Pelakvvan RdcanMr Kafan^ateii Gambar 14. Grafik uji bilangan peroicsida terhadap VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.6. Asam lemak bebas Penentuan asam lemak bebas dilakukan untuk menentukan jumlah asam lemak yang dihidrolisis dari triasilgliserol. Hasil dari uji asam lemak bebas dapat kita lihat pada Tabel 13 dan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antar keempat Kabupaten. Tabel 13. Penentuan asam lemak bebas dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri H ilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir No. Kabupaten Bilangan Asam Lemak Bebas (%) 1. Bengkalis 0,3696 ± 0,0017*" 2. Indragiri Hilir 0,3922 ± 0,0019** 3. Pelalawan 0,3351 ± 0,0034" 4. Rokan Hilir 0,2516 ± 0,0018^ 5. Standar RSNI 2 Maks 0,20 6. Standar APCC Maks 0,50 Ket: Notasi yang berbeda menunju dean persentase konsentrasi asam lemak bebas dari keempat Kabupaten berbeda secara nyata (P<0,05) Gambar 15 menunjukkan perbedaan hasil dari uji asam lemak bebas. Asam lemak bebas tertinggi pada Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 0,3922% dan terendah pada Kabupaten Rokan Hilir yaitu 0,2516%. 30
Grafik Asam Lemak Bebas dalam VCX> Antar Kabupaten Beq^caBs Mragrilfflir Pelalawan RdcanHSfr Kahfiaten Gambar 15. Grafik uji asam lemak bebas terhadap VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir 4.1.7. Asam lemak Penentuan kadar asam lemak yang terdapat dalam VCO dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas dengan asam lemak GLC-10 (SUPELCO, Cat. No. 1891-lAMP, Bellefonte) dan GLC-30 (SUPELCO, Cat. No.l893-lAMP, Bellefonte) sebagai standar. VCO memiliki kadar asam laurat lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 16. 31
Tabel 14. Penentuan asam lemak dalam VCO dari Kabupaten Bengkalis, Komposisi asam lemak: Bengkalis Indragiri HUir Konsentrasi (%) Pelalawan Rokan Hilir RSNI 2 APCC Asam lemak jenuh: Kaprilat 12,40 10,40 10 8,26 Maks 10 5-10 Kaprat 10,10 7,75 8,06 7,36 Min 4,50 4,50-8 Laurat 30,40 47,90 51,70 50,40 Min 40 43-53 Miristat 23,80 16,20 16,20 16,80 Maks 21 16-21 Palmitat 10,50 7,51 6,55 6,47 Maks 10 7,50-10 Stearat 2,83 2,15 1,78 1,79 Maks 5 2-4 Asam lemak tidak jenuh: Oleat 7,95 4,36 4,20 4,05 Maks 2,5 5-10 Linoleat 1,73 1,42 1,26 1,42 Maks 6 1-2,50 Grafik Asam Lemak Antar Kabupaten 2 a a o 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 <^.o- /ij- jj!^ / ^^o^^ ^^o-^^ ^ / S Bengalis H Indragiri HiKr 0 Pelalawan B Rokan HiHr Jenis Asam Lemak Gambar 16. Grafik uji asam lemak terhadap VCO dari Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Rokan Hilir. 32
4.2. Pembahasan 4.2.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak yang dihasilkan dari kelapa tanpa proses pemanasan sehingga minyak tidak tengik dan tidak berwama. Minyak dalam krim kelapa dibungkus oleh membran globular lemak yang terdiri dari lipoprotein maka untuk membebaskan minyak, membran globular lemak harus dipecah atau didenaturasi. Pemecahan membran globular lemak dapat dilakukan secara fisika (misalnya pemanasan atau centrifuge) dan secara kimia (misalnya pengasaman atau enzimatis). Pembuatan VCO dengan menggunakan metode pengasaman perlu dilakukan penentuan ph optimum untuk mendenaturasi lipoprotein agar terjadi pemisahan antara minyak dan air. Pada saat tercapainya titik isoelektrik protein akan bersifat netral dan mengendap sehingga minyak akan terpisah dari air (Holme dan Peck, 1993). Berdasarkan penelitian ini diketahui ph krim kelapa sebelum penambahan asam asetat berkisar 5,8 sampai 6,2. Setiaji dan Prayugo pada tahun 2006 telah memproduksi VCO dengan metode pengasaman pada ph 4,3, tetapi pada penelitian ini tidak terjadi pemisahan antara minyak dari air. Oleh sebab itu dilakukan percobaan pada beberapa ph yakni 4,5; 4; 3,5; dan 3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada ph 4,5 minyak tidak terpisah dari air sedangkan ph 4, minyak yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan ph 3,5. Tidak terpisahnya minyak dari air pada ph 4,5 disebabkan belum tercapainya titik isoelektrik yang mendenaturasi protein. Pada ph 4 hanya sebagian kecil minyak yang dibebaskan dari membran globular lemak karena denaturasi protein hanya terjadi sebagian sehingga masih ada minyak yang belum dibebaskan. Pada ph 3,5 minyak yang dibebaskan dari membran globular lemak lebih banyak dibandingkan ph 4 karena telah tercapainya titik isoelektrik protein. Pada saat ph sama dengan titik isoelektrik maka protein akan sedikit larut dalam air (Holum, J.R., 1990). Proses denaturasi akan meningkatkan kapasitas protein mengikat air (Anonimous, 2007). Bertarabahnya kelarutan protein di dalam air pada titik isoelektrik yang menyebabkan minyak mudah dibebaskan dari membran globular lemak. Pada ph 3 minyak dibebaskan dari membran globular lemak tetapi minyak tersebut mengalami degradasi karena keasaman yang tinggi dapat menghidrolisis lemak dan asam lemak. 33
Rendemen VCO yang diproduksi dengan metode pengasaman dari kelapa empat Kabupaten Provinsi Riau berbeda-beda. Terjadinya perbedaan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : umur buah kelapa, kondisi tanah tempat kelapa tumbuh, dan perlakuan pada pohon kelapa. Umur buah kelapa sangat mempengaruhi kandungan kimia dalam daging buah kelapa, semakin tua buah kelapa maka minyak yang diperoleh akan semakin banyak dibandingkan dengan yang lebih muda. Faktor yang lain adalah kondisi tanah tempat kelapa tumbuh. Tanah yang kaya unsur hara akan menyebabkan kelapa tumbuh subur sehingga buah yang dihasilkan juga baik. Faktor perlakuan pada pohon kelapa, ada tidaknya pemberian pupuk dan perawatan kelapa juga dapat mempengaruhi kualitas kelapa. Rendemen VCO tertinggi diperoleh dari Kabupaten Indragiri Hilir dan terendah dari Kabupaten Bengkalis, mungkin ini disebabkan karena kelapa dari Kabupaten Bengkalis yang digunakan untuk produksi VCO kurang berkualitas yang dapat dilihat dari tidak meratanya pertumbuhan daging buah kelapa. 4.2.2. Kadar air Kadar air pada VCO dari keempat Kabupaten tidak berbeda secara nyata (P>0,05) karena memiliki kadar air yang hampir sama besamya. Penentuan kadar air dalam VCO bertujuan untuk menentukan kualitas VCO, semakin rendah kadar air dalam minyak maka semakin baik mutu minyak tersebut. Adanya air dalam minyak dapat menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas sehingga mudah teroksidasi yang dapat menimbulkan bau tengik pada minyak. Pada penelitian ini digunakan alat aufhauser untuk menentukan kadar air sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat karena pada alat tersebut dapat mengukur volume air dalam jumlah kecil. Kadar air dalam VCO dari kelapa empat Kabupaten Provinsi Riau masih memenuhi syarat dari RSNI 2 (0,20%) dan APCC (0,10-0,50%). 4.2.3. Bilangan iod Pada analisis statistik bilangan iod pada VCO dari keempat Kabupaten dengan metode ANOVA tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Bilangan iod adalah 34
jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram minyak. Bilangan iod digunakan untuk menunjukkan tingkat ketidakjenuhan minyak, semakin kecil bilangan iod maka semakin sedikit ikatan rangkap dalam minyak dan semakin baik mutu minyak tersebut karena lebih tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh proses oksidasi (Nielsen, 1994). Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan iod sehingga gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar (Ketaren, 2005). Bilangan iod dari keempat sampel VCO berkisar 7,2527 sampai 7,9819 g iod/100 g contoh. Bilangan iod pada VCO dari empat Kabupaten Provinsi Riau masih memenuhi syarat RSNI 2 (5-11 g iod/100 cth) dan APCC (4,10-11 g iod/100 cth). 4.2.4. Bilangan penyabunan Analisis statistik bilangan penyabiman pada VCO dari keempat Kabupaten dengan metode ANOVA tidak berbeda secara nyata (P>0,05). Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Bilangan penyabunan digunakan untuk menunjukkan banyak sedikitnya asam lemak dan menentukan berat molekul triasilgliserol dalam VCO (Nielsen, 1994). Bilangan penyabunan pada VCO dari empat Kabupaten Provinsi Riau masih memenuhi syarat dari RSNI 2 (240-270 mg KOH/g lemak) dan APCC (250-260 mg KOH/g lemak). Bilangan penyabunan berkisar 259,9214 sampai 267,8649 mg KOH/g lemak. Semakin kecil bilangan penyabunan maka semakin panjang rantai asam lemak yang berikatan dengan triasilgliserida dan semakin besar berat molekul triasilgliserol. 4.2.5. Bilangan peroksida Pada analisis statistik bilangan peroksida pada VCO dari keempat Kabupaten dengan metode ANOVA dan Duncan berbeda secara nyata (P<0,05). Bilangan peroksida tertinggi diperoleh dari Kabupaten Pelalawan yaitu 1,5986 mgek/kg, sedangkan yang terendah diperoleh dari Kabupaten Bengkalis yaitu 0,5239 mgek/kg. Angka ini masih memenuhi syarat dari RSNI 2 (maks 2 mgek/kg) dan APCC (maks 3 mgek/kg). Uji bilangan peroksida dilakukan untuk 35
mengetahui tingkat oksidasi lipid, semakin tinggi bilangan peroksidanya maka semakin banyak lipid teroksidasi menjadi peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan kemudian terdekomposisi menjadi radikal lain (Nielsen, 1994). Akrolein merupakan hasil oksidasi gliserol yang menimbulkan bau tengik pada minyak. Tinggi rendahnya bilangan peroksida juga dipengeruhi oleh kadar air, zat prooksidan dan antioksidan. Semakin tinggi kadar air dan zat prooksidan maka bilangan peroksida semakin tinggi sedangkan pada antioksidan terjadi sebaliknya, semakin tinggi konsentrasi antioksidan maka bilangan peroksida semakin kecil. Semakin rendah bilangan peroksida maka kualitas minyak akan semakin baik. 4.2.6. Asam lemak bebas Pada analisis statistik asam lemak bebas pada VCO dari keempat Kabupaten dengan metode ANOVA dan Duncan berbeda secara nyata (P<0,05). Penentuan asam lemak bebas bertujuan untuk menentukan jumlah minyak yang terhidrolisis menjadi asam lemak bebas (Nielsen, 1994). Semakin banyak asam lemak bebas maka akan semakin cepat minyak teroksidasi sehingga dapat menimbulkan bau tengik. Tingginya asam lemak bebas dalam minyak dapat disebabkan oleh adanya air yang dapat memicu hidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Konsentrasi asam lemak tertinggi diperoleh dari Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 0,3922% dan yang terendah dari Kabupaten Rokan Hilir yaitu 0,2516%, angka ini tidak memenuhi syarat dari RSNI 2 (maks 0,20%) tetapi memenuhi syarat dari APCC (maks 0,50%). 4.2.7. Asam lemak Asam lemak yang ditentukan konsentrasinya adalah kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. Tinggi rendahnya konsentrasi asam lemak dipengaruhi oleh kualitas buah kelapa yang digunakan, semakin tua buah kelapa maka minyak yang dihasilkan akan lebih banyak dan konsentrasi asam lemaknya juga akan tinggi. VCO memiliki asam laurat dengan konsentrasi jauh lebih tinggi dibandingkan asam lemak lainnya. Konsentrasi asam laurat tertinggi diperoleh dari kelapa Kabupaten Pelalawan. Berdasarkan penentuan konsentrasi 36
asam lemak, VCO dari kelapa Kabupaten Bengkalis kurang berkualitas karena ada beberapa jenis asam lemak yang konsentrasinya tidak memenuhi syarat RSNI 2 maupun APCC terutama asam laurat yang menjadi keunggulan dari VCO. Konsentrasi asam oleat hanya memenuhi syarat APCC tetapi tidak memenuhi syarat RSNI 2. Hal ini terjadi mungkin dipengaruhi oleh kondisi tanah tempat pohon kelapa tumbuh atau ada tidaknya perawatan pada pohon kelapa. 4.2.8. Penentuan sumber kelapa yang direkomendasikan untuk produksi VCO berkualitas baik Penentuan sumber kelapa yang direkomendasikan untuk produksi VCO berkualitas baik dilakukan berdasarkan enam parameter yaitu kadar air, bilangan iod, bileingan penyabunan, bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan asam lemak. Sumber kelapa yang direkomendasikan untuk diproduksi menjadi VCO berasal dari Kabupaten Indragiri Hilir. VCO yang dihasilkan dari kelapa daerah ini memiliki bilangan peroksida sebesar 0,7128 mgek/kg, lebih kecil dibandingkan dengan Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hilir walaupun memiliki asam lemak bebas yang paling tinggi. Hal ini disebabkan VCO dari kelapa Kabupaten Indragiri Hilir memiliki bilangan iod yang paling kecil menyebabkan VCO tidak mudah teroksidasi. Ini juga bisa disebabkan kecilnya konsentrasi zat prooksidan atau tingginya konsentrasi antioksidan (tokoferol atau karoten) yang terdapat dalam VCO sehingga reaksi oksidasi berlangsimg lambat dibandingkan dengan Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hilir yang memiliki asam lemak bebas yang lebih kecil. VCO dari kelapa Kabupaten Bengkalis memiliki bilangan peroksida yang paling kecil dan asam lemak bebas yang lebih kecil dari Kabupaten Indragiri Hilir, tetapi ada beberapa konsentrasi asam lemak yang tidak memenuhi syarat dari RSNI 2 dan APCC sehingga kelapa dari daerah ini tidak direkomendasikan untuk produksi VCO, terutama konsentrasi asam laurat yang merupakan keunggulan dari VCO. 37