BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

BAB I PENDAHULUAN. Hlm 1. 1 Richard Edy. Aspek Legal Properti - Teori, Contoh, dan Aplikasi. C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

KEBIJAKAN PERTANAHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dan suatu

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dengan tanah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 1 Berdasarkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian Perusahaan Terbatas, hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 7 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk mahkluk. ciptaannya, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat. Berdasarkan sejarah, pada awalnya semua tanah yang ada di daerah swapraja Yogyakarta dan Surakarta adalah tanah Kasultanan dan Kasunanan sebagai penguasa yang berkuasa di daerah tersebut. Rakyat di kedua daerah tersebut hanya diberi wewenang hak anggaduh atau meminjam tanah dan dikenakan kewajiban untuk memberikan sebagian hasil garapannya kepada Sultan atau Sunan selaku pemilik. 3 Setelah terbitnya Rijksblad Kasultanan tersebut, maka yang dimaksud tanah Sri Sultan selaku penguasa Kasultanan Yogyakarta adalah tanah yang belum ada hak eigendomnya. Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 1 Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 yang berbunyi sebagai berikut. Ingsun nglestarekake watone sakabehe bumi kang ora ana tandha yaktine kadarbe liya mawa wewenang eigendom, dadi bumi kagungan Karatoningsun Ngayogyokarto. 3 Sudikno Mertokusumo, 1988, Perundang-undangan Agraria Yogyakarta, Liberty, Yogyakarta, hlm. 26.

2 (artinya: Saya tentukan batas seluruh tanah yang tidak ada tanda Hak Milik berdasarkan ketentuan eigendom, adalah tanah milik Karaton Yogyakarta). Hak eigendom merupakan istilah dari bahasa Belanda yang diterjemahkan sebagai hak milik berdasarkan KUHPerdata. Hak eigendom dikonstruksikan sebagai hak kepemilikan atas tanah yang tertinggi di antara hak-hak kepemilikan yang lain. Hak eigendom merupakan hak kepemilikan 1 keperdataan atas tanah yang terpenuh, tertinggi yang dapat dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), hak milik (eigendom) adalah : Hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulautan sepenuhnya, asal bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan umum yan ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan Undang- Undang dan dengan pembayaran ganti rugi. Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) semua jenis hak atas tanah termasuk hak eigendom tidak dihapus namun diubah atau dikonversi menjadi jenis-jenis hak atas tanah tertentu, dengan satu persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Sebagai contoh hak eigendom menjadi hak milik, hak erfpacht menjadi hak guna usaha, hak opstal menjadi hak guna bangunan. Hak atas tanah barat sebagai konsekuensi dari sistem keperdataan di Indonesia yang diterapkan oleh Belanda sebagai daerah jajahan, tanah-tanah (bekas) tersebut dikonversi dalam jangka waktu tertentu dikuasai oleh negara (tanah negara). Bagi pemegang hak atas tanah diberi kesempatan untuk dapat

3 mengajukan permohonan hak atas tanah bekas haknya sepanjang tidak digunakan oleh masyarakat umum atau kepentingan umum. Dengan berlakunya UUPA, maka ketentuan hak-hak atas tanah yang terdapat di dalam KUHPerdata menjadi tidak berlaku dan pengertian hak eigendom secara resmi diterjemahkan sebagai hak milik. Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun termurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA. Diundangkannya UUPA tidak serta merta menghapuskan keistimewaan yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan hak Kasultanan Yogyakarta atas tanah Kasultanan tidak terlepas dengan sejarah berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta yang diawali dengan Amanat tanggal 5 September 1945 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII. Di dalam Amanat tersebut ditegaskan bahwa Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman adalah bagian dari Republik Indonesia. Berdasarkan Amanat tersebut di atas terbentuklah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang wilayahnya meliputi wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Pembentukan DIY selanjutnya dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 selanjutnya dibentuk Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 (Perda

4 DIY Nomor 5 Tahun 1954) untuk mengatur khususnya dalam bidang pertanahan. Di dalam Pasal 2 Perda Nomor 5 Tahun 1954 ini ditentukan bahwa hak atas tanah di DIY masih berlaku peraturan sebagaimana termuat dalam Rikjsblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Rikjsblad Kasultanan Nomor 23 Tahun 1925 dan Rikjsblad Paku Alaman Nomor 25 Tahun 1925. Di dalam Rikjsblad tersebut ditentukan bahwa tanah yang tidak ada tanda bukti hak kepemilikannya adalah tanah Kasultanan Yogyakarta atau tanah Kadipaten Paku Alaman. Berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Perda Nomor 5 Tahun 1954 tersebut di atas Kasultanan Yogyakarta masih diakui mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu pemegang Hak Milik (subjek hak) dari tanah Kasultanan. Peraturan pertanahan di DIY, sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 1954, berlaku sampai dengan tanggal 24 September 1984, artinya Kasultanan Yogyakarta sebagai subjek hak milik atas tanah Kasultanan mempunyai landasan yuridis sampai dengan tanggal 24 September 1984. Tanggal 24 September 1984 merupakan saat diberlakukannya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) secara penuh di DIY, pemberlakuan tersebut dilakukan dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984. Sejak tanggal 24 September 1960, pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Diterbitkannya UUPA pemerintah memiliki tujuan untuk mengadakan unifikasi hukum pertanahan di Indonesia. Sebelum berlakunya

5 UUPA bangsa Indonesia digolongkan dan tunduk pada masing-masing hukum yang berbeda. 4 Selain unifikasi hukum dengan adanya ketentuan hanya warga negara Indonesia dan badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah yang dapat memiliki hak milik diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat Indonesia dan membawa kesejahteraan kepada masyarakat pada umumnya. 5 Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) UUPA berkaitan dengan badan hukum yang dapat memiliki obyek hak milik, secara limitatif telah ditentukan syaratsyarat badan hukum berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (PP Nomor 38 Tahun 1963). Badan-badan hukum yang dapat memiliki hak milik atas tersebut ialah : a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut bank negara) b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan atas UU Nomor 79 Tahun 1958 (lembaran negara tahun 1958 Nomor 139) c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian atau agraria, setelah mendengar menteri Agama d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial. Kasultanan Yogyakarta jelas bukan persoon (subjek hak) demikian pula bukan merupakan recht persoon (badan hukum) karena PP Nomor 38 Tahun 1963 tidak menyebut Kasultanan Yogyakarta sebagai salah satu badan hukum yang dapat menjadi subjek Hak Milik atas tanah. 4 Ketentuan dalam Pasal 131 Indische Straatregeling (I.S) dan Pasal 163 I.S. 5 Berdasarkan Ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

6 Mengingat bahwa dalam Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. Secara de jure dengan ditetapkan UUPA maka berlaku satu ketentuan hukum dalam bidang pertanahan, namun demikian tidak dapat dipungkiri dengan perbedaan masing-masing budaya di Indonesia yang terdiri dari berbagai latar belakang budaya, negara mengakui keistimewaan masingmasing daerah. Pemberian tanah Kasultanan kepada masyarakat merupakan bentuk perhatian raja terhadap rakyatnya dalam memenuhi satu dari berbagai kebutuhan dasar dalam hidup yaitu berupa papan. Pemberian hak atas tanah tersebut perlu dicermati dari sisi perlindungan hukum terhadap kasultanan dan kesejahteraan masyarakat pada sisi lain kaitannya dengan pemberian hak atas tanah. Di dalam UUPA bagian VI Pasal 41 dikenal adanya suatu pemberian hak atas tanah yang berupa hak pakai. Pemberian hak atas tanah terhadap masyarakat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Nomor 24 tahun 1997) diberikan dengan pemberian sertipikat hak atas tanah dari Badan Pertanahan Nasional. 6 Pemberian sertipikat yang diawali dengan pendaftaran tersebut tidak terlepas dari sistem publikasi yang dianut dalam hukum agraria di Indonesia. 6 Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPA juncto Pasal 1 ayat (20) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

7 Sistem yang dianut adalah sistem publikasi negatif, tetapi tidak negatif murni, lebih tepatnya disebut sistem negatif yang mengandung unsur positif. 7 Di dalam Pasal 23, 32 dan 38 UUPA dinyatakan bahwa pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian kuat. Pernyataan yang demikian tidak terdapat dalam pendaftarana tanah dengan sistem positif. 8 Terdapatnya tanah kasultanan dan hak-hak atas tanah berdasarkan UUPA maka masyarakat Yogyakarta memiliki prosedur yang berbeda terkait kepemilikan hak atas tanah. Sebelum mengajukan permohonan hak atas tanah, masyarakat tersebut harus menelusuri sejarah kepemilikan tanah tersebut terlebih dahulu apakah merupakan tanah negara atau tanah kasultanan sedangkan jika merupakan tanah negara dan atau terjadi peralihan kepemilikan hak berdasarkan hak atas tanah yang diatur dalam UUPA maka melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai konsekuensi dari sistem publikasi yang dianut Indonesia. 9 Akta otentik yang dibuat oleh PPAT dijadikan dasar bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menerbitkan sertipikat hak atas tanah. Menarik untuk dikaji mengenai kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki kasultanan kemudian diberikan kepada masyarakat sebagai hak pakai di atas tanah Kasultanan dalam kerangka hukum pertanahan nasional. Berdasarkan pada latar belakang di atas maka peneliti berminat untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam tulisan karya ilmiah dengan judul 7 Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 121. 8 Boedi Harsono, 2007, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Universitas Trisakti, Jakarta, hlm. 84. 9 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

8 Pelaksanaan Pemberian Hak Pakai Di atas Tanah Kasultanan Dalam Kerangka Hukum Pertanahan Nasional. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertipikat hak pakai di atas tanah kasultanan Yogyakarta? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemberian sertipikat hak pakai di atas tanah kasultanan Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang pelaksanaan pemberian sertipikat hak pakai di atas tanah kasultanan Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pemberian sertipikat hak pakai di atas tanah kasultanan Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran, khususnya di bidang ilmu kenotariatan berkaitan dengan

9 pemberian hak pakai di atas tanah kasultanan dalam kerangka hukum pertanahan nasional, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis. 2. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmiah bagi akademisi, praktisi hukum serta masyarakat luas berkaitan dengan pemberian hak pakai di atas tanah kasultanan dalam kerangka hukum pertanahan nasional. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum UGM, Pelaksanaan Pemberian Hak Pakai Di atas Tanah Kasultanan Dalam Kerangka Hukum Pertanahan Nasional belum pernah dilakukan, namun berdasarkan penelusuran kepustakaan tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yang antara lain sebagai berikut : 1. Jaminan Kepastian Hukum Terhadap Status Tanah Sultan Ground Di Propinsi DIY. Ditulis oleh Mantiko Sumanda Moechtar dengan rumusan masalah sebagai berikut 10 : a. Bagaimanakah jaminan kepastian hukum terhadap status tanah sultan ground? b. Kondisi yang bagaimanakah yang menjadi faktor penyebab bagi terhambatnya pemenuhan jaminan kepastian hukum tersebut? 10 Mantiko Sumanda Moechtar, Jaminan Kepastian Hukum Terhadap Status Tanah Sultan Ground Di Propinsi DIY, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008.

10 Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis adalah pada penulisan di atas lebih menitik beratkan pada pembahasan jaminan kepastian hukum terhadap status tanah Sultan Ground di Propinsi DIY dan hambatannya sedangkan yang Penulis bahas lebih menitik beratkan pada pemberian hak pakai di atas tanah Kasultanan dalam kerangka hukum pertanahan nasional. Berdasarkan judul dan permasalahan telah terdapat perbedaan, diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah serta melengkapi pembahasan mengenai sultan ground. 2. Peralihan Tanah Ngindung Yang Cacat Hukum Di Pengadilan Negeri Yogyakarta (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor: 31/Pdt.G/2009/PN.Yk Magister Kenotariatan. Ditulis oleh Raden Ajeng Sekar Semanggi Kusumo dengan rumusan masalah sebagai berikut 11 : a. Apa dasar pertimbangan yang digunakan hakim untuk mengabulkan gugatan sebagian dalam kasus peralihan tanah ngindung? b. Apakah akibat hukum dari pembatalan peralihan tanah ngindung? Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis adalah bahwa penulisan di atas lebih kasuistis yang membahas pada permasalahan studi kasus perkara perdata terhadap peralihan tanah ngindung di DIY. 11 Raden Ajeng Sekar Semanggi Kusumo, Peralihan Tanah Ngindung Yang Cacat Hukum Di Pengadilan Negeri Yogyakarta (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor: 31/Pdt.G/2009/PN.Yk, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.