BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berangganggapan bahwa tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tanah mempunyai fungsi dan peranan yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi juga menyangkut aspek non ekonomis seperti hubungan magis religius antara masyarakat adat dengan tanah 1. Tanah merupakan kebutuhan dasar dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah kegiatan itu sendiri maupun sebagai faktor produksinya. Karena itu jelas bahwa pencatatan yang sistematis dari tanah dan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan, baik untuk perencanaan, pengembangan dan penggunaan tanah, serta kepastian hukum dalam peralihan, pemindahan atau pembebanan hak atas tanah. Menurut Maria SW Sumarjono, hak atas sumber daya alam merupakan hak ekonomi setiap orang, sehingga sesuatu yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban/tanggungjawab bagi negara/pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhinya sebagaimana Pasal 69 ayat (2) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 2. 1 Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1: Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, hal Sumardjono, Maria SW, 2009, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hal 72

2 2 Adanya kepastian hukum mengenai status hak atas tanah yang dimiliki menjadi hal yang sangat penting dalam menjamin pemanfaatan tanah yang dimiliki. Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat, maka dalam hal ini pemerintah selaku penyelenggara administrasi tata usaha negara berkewajiban melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Hak menguasai dari Negara itu oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik 3, yang dalam Pasal 2 ayat (2) dirincikan berupa kegiatan: 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang hukum publik menurut Philipus M Hadjon, dkk adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat yang sifatnya hukum publik, 3 Boedi Harsono, Op.Cit.hal 218

3 3 seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil keputusan-keputusan atau menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum 4. Pada dasarnya pendaftaran tanah merupakan kewajiban Pemerintah sebagaimana amanat di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Untuk pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA tersebut selanjutnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, dan setelah berjalan 36 tahun diganti dengan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997). Pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, dengan memberikan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sejalan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang meliputi: 1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara; 4 Philipus M Hadjon, et.al, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal 70.

4 4 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggara Negara; 3. Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; 4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelanggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak pribadi, golongan, dan rahasia negara; 5. Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara; 6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. Asas Akunbilitas, yitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kedudukan sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA di atas, semestinya akan menjamin adanya kepastian mengenai subyek dan obyek hak atas tanah yang termuat di dalamnya. Dalam Pasal 32 ayat (1)

5 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalam sertipikat hak atas tanah harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum maupun dalam berperkara di pengadilan. Sebagai salah satu produk Tata Usaha Negara, sertipikat tanda bukti hak atas tanah tidak dapat lepas dari kemungkinan adanya kesalahan, baik yang disebabkan cacat hukum administrasi berupa kesalahan prosedur dalam penerbitannya, baik pada waktu penetapan batas, pengukuran, maupun dalam proses pengolahan data ukur, ataupun karena terjadinya perubahan obyek hak yang diterangkan dalam sertipikat. Adanya kesalahan yang terkandung dalam sertipikat hak atas tanah karena data yang diterangkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya akan mengakibatkan sertipikat tidak berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat, karena menurut ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 sertipikat menjadi alat bukti yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Apabila terdapat perbedaan data fisik dalam sertipikat dengan keadaan sebenarnya dari obyek hak yang disebabkan adanya cacat hukum

6 6 administrasi dalam penerbitan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (Perkaban) Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, maka terhadap yang demikian itu dapat dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut peraturan perundang-undangan. Perintah pencatatan dimaksud adalah revisi data atau perubahan data fisik sehingga sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan dari obyek hak dimaksud. Cacat hukum administratif yang dimaksud Pasal 62 ayat (2) disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan/atau pendaftaran hak tanah; 2. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti; 3. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat; 4. Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan atau penghitungan luas; 5. Tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah; 6. Kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan 7. Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan. Adanya kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan atau penghitungan luas, tumpang tindih (overlaping) dan kesalahan obyek hak akan mengakibatkan sertipikat hak atas tanah yang diterbitkan, mengenai data

7 7 fisiknya, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari obyek hak. Ketidak sesuaian itu dapat berupa bentuk bidangan yang berbeda, atau luasan tanah yang tidak sesuai, yang akan mengakibatkan tidak terpenuhinya fungsi sertipikat sebagai alat bukti hak atas tanah yang mempunyai kekuatan hukum. Selain kesalahan data fisik dalam sertipikat akibat adanya cacat hukum administrasi sebagaimana telah disampaikan, pemutakhiran data fisik sertipikat juga perlu dilakukan karena hal-hal sebagai berikut: 1. adanya perubahan fisik sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (3) PMNA 3 tahun 1997 yaitu karena pemecahan, pemisahan sebagian atau beberapa bagian, atau karena penggabungan dua atau lebih bidang tanah; 2. adanya permintaan dari pemegang hak untuk menyesuaikan keadaan sertipikat tanahnya setelah terjadi perubahan fisik obyek hak yang diakibatkan karena peristiwa alam seperti tergerus aliran sungai, atau abrasi pantai. Berdasarkan hasil pengukuran ulang yang oleh karenanya terbukti adanya kesalahan di dalam sertipikat yang berupa perbedaan data fisik dengan kenyataan sebenarnya obyek hak di lapangan dapat menimbulkan keraguan mengenai fungsi sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat, serta jaminan kepastian hukum mengenai data fisik yang termuat di dalamnya, apabila tidak dilakukan perubahan (revisi) data fisik sertipikat untuk menyesuaikan dengan kenyataan yang aktual. Dari uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah diatas, penulis bermaksud untuk menyusun tesis dengan mengambil judul:

8 8 PELAKSANAAN PERUBAHAN DATA FISIK SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SLEMAN B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah mekanisme pelaksanakan perubahan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah, disebabkan karena adanya cacat hukum administrasi atau perubahan fisik obyek hak? 2. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanakan perubahan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah yang disebabkan karena adanya cacat hukum administrasi atau karena terjadinya perubahan fisik obyek hak? 3. Bagaimana jaminan kepastian hukum sebagai tujuan dalam pendaftaran tanah? Ruang lingkup dalam penelitian ini akan dibatasi khususnya mengenai perbedaan data fisik antara yang temuat di dalam sertipikat dengan kenyataan fisik obyek hak di lapangan, baik yang disebabkan adanya kesalahan/ cacat hukum administrasi, maupun karena terjadinya perubahan fisik obyek hak C. Keaslian Penelitian Penulisan mengenai pelaksanaan revisi sertipikat hak atas tanah yang diketahui terdapat perbedaan data fisik antara sertipikat dengan fisik di lapangan, berdasarkan penelusuran kepustakaan sejauh ini belum penulis

9 9 temukan.. Beberapa penulisan yang mempunyai kemiripan materi atau secara umum berkaitan, diantaranya adalah: 1. Irawan Serodjo, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, dalam Disertasi yang selanjutnya diterbitkan dalam bentuk buku oleh Arkaloka Surabaya, tahun 2003, dengan judul Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia. Permasalahan yang dikaji adalah: a. Alat bukti dalam hukum pertanahan (PPAT dengan produk akta PPAT), dan fungsi BPN dalam pendaftaran hak atas tanah; b. Problematik gugatan atas sertpikat hak atas tanah, berkenaan dengan ketentuan bahwa sertipikat hak atas tanah tidak bisa digugat setelah 5 (lima) tahun penerbitannya karena dianggap melepaskan hak (rechtsverwerking), serta kompetensi peradialan dalam sengketa tanah apakah Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. c. Dis-sinkronisasi vertikal dan horisontal dalam peraturan perundangundangan di bidang pertanahan. 2. Dwi Handaka Purnama, Program Pasca Sarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta, dalam tesis yang berjudul Pembuatan Peta Pendaftaran Untuk Memberikan Jaminan Kepastian Letak Obyek Hak Atas Tanah di Kabupaten Sleman pada tahun Permasalahan yang dirumuskan dalam tesis tersebut adalah:

10 10 a. Bagaimanakah pembuatan Peta Pendaftaran sebagai upaya untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai letak obyek hak atas tanah dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kabupaten Sleman; b. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan jika bidang tanah pada Peta Pendaftaran tidak sesuai dengan obyek hak atas tanah. Dari pencermatan isi kedua penulisan diatas, penulis berpendapat bahwa keduanya menitik beratkan kajian dari aspek berbeda dengan tesis ini, karena yang akan menjadi pokok dari penulisan tesis ini adalah mekanisme pelaksanakan perubahan data fisik sertipikat hak atas tanah agar sesuai antara data fisik didalam sertipikat dengan kondisi fisik bidang tanah, serta kendalakendala yang terjadi dalam pelaksanaan kegiaan tersebut. D. Faedah yang dapat diharapkan 1. Secara akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wacana keilmuan khususnya kajian mengenai kepastian hukum sertipikat hak atas tanah sebagai salah satu produk pejabat Tata Usaha Negara yang dapat berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat, kaitannya dengan adanya perbedaan data fisik yang termuat dalam sertipikat dengan keadaan fisik obyek hak, serta mengenai bagaimana mekanisme pelaksanaan perubahan data fisik sertipikat hak atas tanah pada saat diketahui adanya ketidaksesuaian data fisik, antara yang termuat dalam sertipikat dengan fisik obyek hak. Kedepan diharapkan tulisan ini dapat memberikan dasar untuk penelitian yang lebih mendalam dalam bidang yang relevan;

11 11 2. Secara teoritis, diharapkan dapat memberi pemahaman yang mendasar mengenai sertipikat hak atas tanah di lapangan hukum perdata serta Tata Usaha Negara, dalam kedudukannya sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum kuat, serta pemahaman mengenai bagaimana mekanisme pelaksanaan perubahan sertipikat hak atas tanah dilihat dari aspek yuridis yang mendasarinya apabila ternyata sertipikat tidak sesuai dengan keadaan fisik obyek hak. E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanakan perubahan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah, disebabkan karena adanya cacat hukum administrasi atau perubahan fisik obyek hak. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanakan perubahan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah yang disebabkan karena adanya cacat hukum administrasi atau karena terjadinya perubahan fisik obyek hak. 3. Untuk mengetahui jaminan kepastian hukum sebagai tujuan dalam pendaftaran tanah.