BAB I PENGANTAR. kewenangan masing-masing daerah dapat dilaksanakan dengan pengembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Perkembangan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRODI

BAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sebagai contoh adalah pihak pengembang dan penilai aset (appraisal)

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk

PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin

Bab I. Pendahuluan. I.1 Latar belakang

commit to user METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya.pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut:

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Potensi wilayah yang berbasis pada ekonomi lokal sangat perlu dikembangkan untuk mempertahankan keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah tertentu. Otonomi daerah yang telah ditetapkan dan dikelola sesuai kewenangan masing-masing daerah dapat dilaksanakan dengan pengembangan dan pemberdayaan dari potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Tujuan pengembangan dan pemberdayaan potensi yang tersedia adalah untuk meningkatkan daya saing dan kemakmuran masyarakat yang menetap di wilayah tersebut. Salah satu kekuatan daerah untuk melaksanakan pengembangan tersebut adalah dengan cara membangun konsentrasi wilayah sesuai dengan lokasi, potensi, dan kondisi tata ruang yang layak. Wilayah yang terkonsentrasi ini diharapkan dapat memenuhi setiap kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Tata ruang yang layak difokuskan pada target sasaran pemanfaatan lahan yang tersedia. Perhatian pemerintah daerah pada pola pemanfaatan lahan yang tersedia tidak lepas dari potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah, seperti yang difokuskan pada penerapan pola pemanfaatan lahan untuk pengembangan kawasan Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Potensi lahan 1

seluas 574,82 Km 2 menjadi daya dukung Kabupaten Sleman untuk selalu berupaya mengembangkan dan memberdayakan lahan sesuai dengan tata ruang wilayah. Menurut letak geografis Kabupaten Sleman, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Provinsi Jawa Tengah). Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah). Sleman bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta (Provinsi DIY), sedangkan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo (Provinsi DIY) dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa tengah). Kabupaten Sleman memiliki intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi dengan sistem sanitasi pemukiman yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang pesat dengan berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, menuntut wujud kondisi sosial-ekonomi yang lebih baik. Kebutuhan lahan yang kian meningkat dari waktu ke waktu ikut serta mendorong para pemilik lahan melakukan pembangunan baru dan membuka peluang untuk meningkatkan kebutuhan penyediaan sarana perekonomian, sebagai bagian dari pengembangan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Jumlah sarana perekonomian menurut jenis fasilitas di tingkat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 terangkum dalam Tabel 1.1 berikut ini. Provinsi Mini Market Tabel 1.1 Sarana Perekonomian Menurut Jenis Fasilitasnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013 Restoran Warung/ Kedai Makanan Minuman Toko/ Warung Kelontong Hotel Penginapan Pasar Tanpa Bangunan D.I Y 699 750 11973 33628 319 776 79 Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013 2

Pertumbuhan sarana perekonomian Provinsi DIY sebagian berasal dari beberapa sarana perekonomian yang berkembang di Kabupaten Sleman. Sarana perekonomian Kabupaten Sleman terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2011 tercatat dalam Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Sarana Perekonomian Per-Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2012 dan 2013 No Kecamatan Pasar Umum Pertokoan Warung Kios Restoran Bank/KUD 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 1. Moryudan 5 5 4 4 593 716 0 0 5 5 2. Minggir 3 4 0 0 173 173 7 7 2 2 3. Sayegan 2 2 6 6 250 250 31 31 6 6 4. Godean 4 4 4 19 133 153 168 170 4 4 5. Gamping 3 4 10 10 240 240 36 36 8 9 6. Mlati 3 3 157 162 1.028 1.028 40 54 23 23 7. Depok 5 5 1.886 2.037 2.913 3.187 246 273 14 15 8. Berbah 4 4 7 7 244 244 90 90 5 5 9. Prambanan 4 4 16 23 139 145 8 9 6 6 10. Kalasan 7 7 610 644 1108 1.128 100 114 4 7 11. Ngemplak 6 6 509 509 914 914 146 146 15 15 12. Ngaglik 2 2 158 167 230 247 2 2 2 2 13. Sleman 4 4 97 97 747 747 362 362 36 36 14. Tempel 8 7 141 152 225 247 123 135 9 9 15. Turi 5 4 161 144 22 23 3 3 8 4 16. Pakem 4 4 120 120 621 621 0 0 12 12 17. Cangkringan 3 3 6 9 14 17 2 3 3 4 TOTAL 72 72 3.892 4.110 9.594 10.080 1.364 1.435 162 164 Sumber: BPS Provinsi DIY, Kecamatan Dalam Angka, 2012 dan 2013, (diolah). Data sarana perekonomian (lihat Tabel 1.2) per-kecamatan mencatat bahwa pertokoan di Kabupaten Sleman telah mencapai ribuan bangunan. Ini mengindikasikan bahwa permintaan pemukiman dan pertokoan tiap tahun meningkat per-kecamatan di Kabupaten Sleman. Salah satu alasan yang mendasari peningkatan permintaan tersebut adalah karena kemajuan sektor 3

perdagangan dan jasa. Pertumbuhan penduduk yang kian meningkat pesat, serta ditambah para pendatang yang terlibat dalam aktivitas ekonomi dan bisnis memotivasi permintaan properti pertokoan tersebut meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah penduduk Kabupaten Sleman tercatat mencapai lebih dari 1.000.000 jiwa pada tahun 2011 tersaji pada Tabel 1.3 berikut. No. Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Per-Kecamatan di Kabupaten Sleman 2011 Kecamatan/Desa Laki-laki (L) Jumlah Penduduk 2011 Perempuan (P) L + P 1. Moryudan 18.394 19.396 37.790 2. Minggir 18.925 19.986 38.911 3. Sayegan 26.489 27.383 76.701 4. Godean 37.362 37.890 75.252 5. Gamping 47.343 47.530 94.873 6. Mlati 48.732 49.136 97.868 7. Depok 65.787 64.872 130.659 8. Berbah 25.528 25.768 51.296 9. Prambanan 32.959 30.344 63.303 10. Kalasan 36.253 36.752 73.005 11. Ngemplak 30.449 31.476 61.925 12. Ngaglik 49.468 50.043 99.511 13. Sleman 34.182 35.072 69.254 14. Tempel 32.580 33.564 66.144 15. Turi 19.761 20.422 40.183 16. Pakem 18.857 19.504 38.361 17. Cangkringan 16.233 16.929 33.162 Kabupaten Sleman 559.302 566.067 1.125.369 Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2014 4

Jumlah penduduk dan kehadiran para pendatang yang kian meningkat seiring dengan berbagai aktivitas perekonomian yang berkembang, memberi kesan nyaman dan aman untuk berinvestasi di Sleman. Daya tarik ini muncul dari kesadaran masyarakat untuk investasi pada sektor properti, terutama jenis properti pertokoan (ruko) selain lebih menguntungkan dari lokasi bisnis, juga tercermin dari nilai ekonomis tanah yang tinggi di kawasan Kabupaten Sleman. Pertokoan merupakan salah satu jenis komersial properti, yang berarti bahwa pertokoan dapat menjadi properti yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam bentuk sewa. Keuntungan (Income Producing Properties) pertokoan dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe free standing buildings, traditional shopping centers, dan specialized centers. Tipe free standing buildings merupakan tipe bangunan pertokoan dengan penyewa tunggal, biasanya digunakan dan dikelola oleh pemilik. Traditional shopping centers biasanya terdiri dari beberapa pertokoan dalam suatu lokasi, sedangkan specialized centers merupakan pertokoan yang menjual barang-barang merk terkenal dan memberi diskon seperti factory outlets dan specialty centers (Kyle dan Baird, 2000: 6). Permintaan ruang pertokoan sebagai sarana menampung kegiatan perdagangan, lebih sering dimanfaatkan pelaku usaha guna memenuhi kebutuhan dengan dua cara, yaitu: dengan memiliki (membeli) ruang pertokoan dan/atau dengan cara menyewa. Sewa merupakan pengalihan hak penguna sebuah properti dari pemilik kepada orang lain dengan sebuah perjanjian tertentu. 5

Menurut Gunther (1995: 161) sewa adalah pembayaran sejumlah uang atas penggunaan lahan, kamar, rumah, ruang kantor, ruang usaha, pabrik, kepada pemilik lahan atau bangunan tersebut. Beberapa aktivitas perdagangan lebih mengutamakan untuk menyewa sebuah ruang usaha, dengan alasan untuk mendapatkan lokasi usaha yang strategis. Untuk mendapatkan lokasi yang strategis, pemilik usaha akan memilih dan menentukan ruang usaha berdasarkan segi keefisienan. Tingkat efisien lebih diutamakan pemilik usaha, karena mengingat biaya yang dikeluarkan lebih murah menyewa tempat usaha (ruko) daripada biaya yang harus dikeluarkan jika membeli tempat usaha tersebut. Kabupaten Sleman memiliki fasilitas ruang publik seperti jalan dan penerangan jalan yang dapat diakses lintas jalur, baik yang masuk kota Yogyakarta maupun yang ke luar kota. Jalan negara yang terdapat di Kabupaten Sleman merupakan jalan kelas I dengan panjang 61,66 km, sedangkan jalan Propinsi merupakan jalan kelas II sepanjang 279,38 km. Dari jalan negara yang ada, 55,49 km kondisinya baik dan 6,17 km kondisinya sedang. Untuk jalan propinsi, kondisi jalan baik sepanjang 139,69 km dan kondisi sedang 113,28 km (Badan Pusat Statistik, 2014). Panjang jalan kabupaten adalah 699,50 km dan tidak seluruhnya dalam kondisi baik. Panjang jalan yang kondisinya baik hanya 378,16 km. Tercatat 172,92 km kondisi jalan sedang, 79,07 km kondisi jalan rusak sedang, dan 69,35 km kondisi jalan rusak. Menurut jenis permukaan, jalan kabupaten telah diaspal sepanjang 691,80 km dan 6,00 km masih merupakan jalan kerikil, sedangkan jalan yang jenis permukaan masih tanah berada sekitar 1,70 km. 6

Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah hukum Polres Sleman pada akhir tahun 2013 mencapai 53.922 kendaraan. Dari jumlah tersebut terinci menjadi 448 kendaraan yang merupakan kendaraan umum perusahaan, 53.261 kendaraan merupakan kendaraan pribadi, dan 213 kendaraan merupakan kendaraan milik pemerintah (Badan Pusat Statistik, 2014). Daya listrik menjadi bagian penting dalam aktivitas sehari-hari, tidak hanya dalam kebutuhan rumah tangga tetapi juga memenuhi kebutuhan industri di tingkat regional. Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyediakan kapasitas terpasang milik PLN untuk memenuhi konsumsi listrik Provinsi DIY selama tahun 2014 sebesar 0,32 Megawatt (MW). Daya tersambung per kelompok pelanggan, khususnya untuk penggunaan listrik pelanggan rumah tangga mencapai 773,51 Mega Volt Ampere (MVA), (Statistik PLN, 2014: 5 6). Tabel 1.4 Perkembangan kapasitas daya listrik terpasang wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 1. Kapasitas terpasang milik PLN (MW) 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 2. Daya tersambung pelanggan rumah 597,42 636,40 681,21 734,04 773,51 tangga (MVA) 3. Jumlah pelanggan rumah tangga 760.554 788.976 825.014 864.833 897.001 Sumber: Statistik PLN, 2014 Jumlah pelanggan rumah tangga untuk Provinsi DIY selama tahun 2014 mencapai 897.001 pelanggan. Semakin bertambahnya para urban yang tinggal menetap di DIY, pengguna listrik rumah tangga pun makin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan pelanggan rumah tangga Provinsi Daerah 7

Istimewa Yogyakarta semakin meningkat, dan tentu fakta ini diikuti oleh pertumbuhan properti DIY. Selama lima tahun terakhir hingga 2014, pertumbuhan daya tersambung dan jumlah pelanggan tercatat pada Tabel 1.4 yang disesuaikan dengan kapasitas terpasang milik PLN untuk wilayah DIY sebesar 0,32 Megawatt (MW), (Statistik PLN, 2014: 5 6). Daya listrik menjadi bagian dari biaya yang harus ditanggung oleh penyewa ruko, sehingga besarnya tingkat kapitalisasi akan meningkat pula seiring dengan bertambahnya beban listrik yang digunakan penyewa. Seringkali pendekatan kapitalisasi pendapatan menjadi metode yang tepat digunakan untuk mengubah suatu estimasi pendapatan secara tahunan menjadi suatu indikasi nilai pada properti komersial, karena tingkat kapitalisasi dapat dinyatakan dalam persen dan mempertimbangkan risiko investasi yang dihadapi. Apabila tingkat kapitalisasi menurun karena tingkat risiko berkurang, maka nilai investasi tersebut akan naik (Prawoto, 2003: 257). Metode kapitalisasi pendapatan di Indonesia belum digunakan secara formal untuk perhitungan pajak properti, meskipun Pasal 1 (3) Undang-Undang No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1994 memberi peluang untuk menerapkan metode tersebut. Alasan belum diterapakan metode tersebut dikarenakan untuk mendapatkan data sewa yang riil dan transparan masih sulit, serta keterbatasan tenaga penilai yang belum memahami penerapan tersebut. Hal ini menyebabkan penilai kesulitan dalam menentukan nilai sewa wajar atau pendapatan yang wajar dari suatu properti, sehingga berpengaruh pada kualitas nilai yang dihasilkan oleh 8

penilai properti. Apabila tujuan penilaian yang dilakukan adalah untuk penetapan pajak properti, maka besarannya penetapan pajak menjadi tidak akurat dan realisasi penerimaan pajak tidak tercapai maksimal (Zuriah, 2007). Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagi pengenaan pajak properti Kabupaten Sleman, terutama untuk properti jenis pertokoan/ruko selama ini masih menggunakan pendekatan perbandingan data pasar dan pendekatan biaya. Data perbandingan yang digunakan lebih banyak menggunakan data transaksi dari laporan notaris/ppat yang kurang valid atau riil, karena transaksi dicatat dengan nilai perolehan properti, yang kurang lebih sama dengan NJOP yang ditetapkan oleh kantor pajak setempat. Hal ini mengakibatkan masih ada kesenjangan antara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) aktual yang diterapkan oleh kantor pajak dengan nilai pasar wajar suatu properti di mana ada kecenderungan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan lebih rendah, terutama untuk properti ruko yang memiliki potensi pendapatan dari nilai sewa. 1.1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapat data dan informasi memadai yang fokus meneliti tingkat kapitalisasi investasi di Kabupaten Sleman, dan masih terbatasnya penyediaan informasi mengenai sewa pasar ruko (rumah toko) di Kabupaten Sleman. Dengan hasil data dan informasi yang didukung dengan analisis statistik tersebut, sehingga mampu dijadikan sebagai pedoman bagi penilai properti, pemilik, investor, dan pemerintah dalam penentuan sewa pasar dan nilai properti ruko. 9

1.1.2 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan. Pertanyaan penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Seberapa besar tingkat kapitalisasi pertokoan di Kabupaten Sleman? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kapitalisasi pertokoan di Kabupaten Sleman? 3. Di mana saja posisi letak properti pertokoan/ruko dua lantai yang tersebar di seluruh Kabupaten Sleman? 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis tingkat penyesuaian nilai sewa pertokoan/ruko di Kabupaten Sleman sejauh ini belum pernah dilakukan, namun secara umum telah banyak penelitian empirik mengenai nilai sewa properti dan tingkat penyesuaian. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan para peneliti terdahulu adalah sebagai berikut. Tabel 1.5 Keaslian Penelitian No. Deskripsi Uraian 1. Peneliti; tahun; lokasi Sunoto (1997) Kota Yogya dan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Tinjauan pengaruh harga sewa rumah terhadap Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) perumahan (studi kasus Kota Yogya dan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman). MRA dengan OLS. penjelas harga sewa rumah per-tahun (SW) dan lokasi rumah (D), variabel yang dijelaskan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). 10

No. Deskripsi Uraian harga sewa berpengaruh positif terhadap NJOP perumhan dengan angka elastisitas 0,7973. Ditemukan bahwa Nilai Jual Objek Pajak di Kodya Yogya lebih tinggi di bandingkan Nilai Jual Objek Pajak di Kecamatan Depok Sleman. Model yang memberikan hasil terbaik adalah eksponensial. 2. Peneliti, tahun, lokasi Kivilahti dan vitanen (2006) Helsinki Espoo, Vantaa, Turku, Tampere dan Oulu, Firlandia. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa properti komersial (perkantoran, industri dan pertokoan). Regresi linier berganda. Jarak ke pusat kota, luas bangunan, status renovasi, dan periode sewa. Jarak dan luas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa properti, sedangkan status renovasi dan periode sewa berpengaruh positif terhadap nilai sewa. 3. Peneliti; tahun; lokasi Fuerst (2007) New York City, USA. Office Rent Determinants: A Hedonic Panel Analysis. Analisis panel. Tingkat kekosongan bangunan, luas bangunan, umur bangunan, jumlah penghuni, rata-rata jarak dengan bangunan lain, luas ruang kantor, jarak ke stasiun, dan koordinat peta bangunan. Hasil analisis penentuan harga sewa perkantoran dan variabel yang berpengaruh guna mendapatkan pengetahuan empiris mengenai proses pembentukan harga sewa dapat disimpulkan bahwa variabel karakteristik bangunan yang berpengaruh signifikan, yaitu: tingkat kekosongan, luas bangunan, umur bangunan, lantai bangunan, jumlah penghuni. Sedangkan variabel lokasi yang berpengaruh signifikan adalah rata-rata jarak dengan bangunan lain, luas ruang kantor, jarak ke stasiun, dan koordinat peta bangunan. 4. Peneliti; tahun; lokasi Zuriah (2007) Yogyakarta-Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa pertokoan dan tingkat penyesuaian sewa. Regresi linier berganda. Jarak, luas bangunan, luas lantai, lebar jalan depan, dan umur efektif bangunan. 11

No. Deskripsi Uraian 5. Peneliti; tahun; lokasi Voss (2008) Germany. Hasil analisis penelitian ini menyimpulkan bahwa jarak dan luas bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa, sedangkan lebar jalan depan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa. Penilaian Rentail properti dengan menganalisis faktor yang mempengaruhinya. Analisis deskriptif. Lokasi dan pejalan kaki. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa spesifikasi lokasi zona dari faktor lokasi yang mempengaruhi dalam pembentukan nilai properti rentail. Faktor volume pejalan kaki terdiri dari jumlah pengunjung dan jumlah pekerja mempengaruhi nilai properti rentail. 6. Peneliti; tahun; lokasi Rosiers, dkk. (2009) Montreal dan Quebec, Canada. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa pertokoan. Regresi linier berganda. Luas bangunan Percebtage rent rate, durasi sewa, inflasi, dan umur bangunan. Luas dan umur bangunan berpengaruh negatif signifikan, sedangkan inflasi dan durasi sewa berpengaruh positif terhadap nilai sewa. 7. Peneliti; tahun; lokasi Yulianto (2009) Kota Magelang. Pengaruh faktor lokasi dan fisik properti terhadap nilai sewa pertokoan di kota Magelang tahun 2009. Analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa. Jarak properti ke pusat kota, luas bangunan yang disewakan, umur efektif bangunan, lebar jalan depan, dan akses jalan. Jarak properti ke pusat kota Magelang, luas bangunan yang disewakan, dan umur efektif bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan. Lebar jalan depan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan di kota Magelang. Lebar jalan terhadap nilai depan bangunan dan dummy akses jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan. 12

No. Deskripsi Uraian 8. Peneliti; tahun; lokasi Mariana (2010) Jakarta Analisis harga sewa perkantoran. Regresi berganda. Ruang kantor per-meter persegi, lokasi, kapasitas parkir, letak lantai ruang kantor, umur bangunan, dan luas unit ruangan. Harga sewa ruang kantor per-m 2 dan per-bulan, lokasi, kapasitas parkir gedung kantor berpengaruh positif dan signifikan; letak lantai ruang kantor dan umur bangunan berpengaruh negatif dan signifikan; sedangkan luas unit ruangan kantor tidak memiliki pengaruh signifikan. 9. Peneliti; tahun; lokasi Rahman (2010) Kota Pekanbaru. Analisis nilai sewa pertokoan di kota Pekanbaru tahun 2009. Analisis regresi berganda. Luas bangunan, umur bangunan, lebar jalan, jarak ke CBD, dan adanya sarana transportasi umum sebagai parameter kemudahan akses. Hasil penelitian menyatakan bahwa luas bangunan dan jarak ke CBD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa. lebar jalan dan variabel dummy adanya transportasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa. umur bangunan ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai sewa. -variabel secara simultan mampu menjelaskan nilai sewa dengan daya jelas sebesar 79,81%. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata tingkat penyesuaian nilai sewa adalah sebesar 2,42% dan terdapat hubungan yang regresif, hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai sewa maka akan semakin kecil tingkat penyesuaian tersebut. 10. Peneliti; tahun; lokasi Yudistriasnanto (2011) jalan Sanggau Ledo Kota Bengkayang. Faktor yang mempengaruhi nilai sewa ruko di jalan Sanggau Ledo Kota Bengkayang. Analisis regresi linier berganda dengan data kerat lintang. Jarak ke CBD, umur bangunan, luas bangunan, luas halaman parkir, dan nilai sewa ruko. 13

No. Deskripsi Uraian Jarak ke CBD dan umur bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa ruko, luas bangunan dan luas halaman parkir berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa ruko. 11. Peneliti; tahun; lokasi Supardi (2012) Jakarta-Indonesia. Model penilaian alternatif penentuan pajak Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pendekatan kapitalisasi pendapatan properti komersial apartemen di Jakarta. Sumber data diperoleh dari data apartemen di Jakarta selama kurun waktu 2007-2009, yang dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Penaksir tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan metode penaksir Least Square Dummy Variable (LSDV). Pendekatan kapitalisasi, pendapatan NJOP, PBB, HBU, SIG, LSDV, Tingkat optimalisasi pengembangan lahan, jarak apartemen ke CBD. Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen di Jakarta dengan rumus baru (Rbaru) dan rumus yang dikembangkan oleh Rose (RRose) tidak berbeda signifikan. Meskipun demikian, perhitungan Rbaru dapat dianggap lebih lengkap dan realistis sesuai dengan karakteristik investasi dan pasar properti. Rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen (Rbaru) di wilayah Jakarta berbeda signifikan. Jarak apartemen ke CBD berpengaruh positif secara signifikan, sedangkan tingkat optimalisasi pengembangan lahan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen, pengaruh tersebut sesuai dengan teori ekonomi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada variabel bebas yang berbentuk model ekonometrika, satuan yang dipakai pada variabel bebas, metode penelitian, data, waktu, dan lokasi penelitian. Penelitian ini mengukur tingkat kapitalisasi nilai sewa properti pertokoan/ruko (rumah toko) sebagai variabel terikat, di mana data diperoleh dari transaksi penjualan yang dihitung dengan membagi pendapatan bersih atau nilai sewa aktual properti 14

pertokoan/ruko dengan nilai jual properti. bebas penelitian ini berupa luas lantai bangunan yang disewakan, kapasitas daya listrik terpasang, lebar jalan depan bangunan, umur efektif bangunan, jarak properti ke pusat kota (Central Business District). Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap harga sewa ruko adalah analisis regresi berganda. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan besaran tingkat kapitalisasi properti rumah toko (Ruko) di Kabupaten Sleman-Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Mengidentifikasi luas bangunan, daya listrik, umur efektif bangunan, lebar jalan depan, dan jarak properti rumah toko ke pusat kota (CBD) yang mempengaruhi harga sewa rumah toko (ruko) di Kabupaten Sleman-Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Menentukan posisi letak properti pertokoan/ruko dua lantai untuk penyusunan data grafis dengan bantuan Global Positioning System (GPS) dan digabungkan dengan data atribut untuk memperoleh basis data properti pertokoan/ruko dua lantai yang terintegrasi dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penerapan teori penilaian terhadap kenyataan di lapangan. Di samping itu, hasil 15

akhir penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut. 1. Sebagai suatu penduga yang efisien terhadap nilai sewa aktual properti pertokoan bagi penilai properti. 2. Informasi nilai sewa pasar properti pertokoan/ruko yang diperoleh dari hasil akhir penelitian dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan posisi jual/beli properti maupun sewa menyewa sebagai bagian dari strategi investasi bagi para investor. 3. Informasi untuk penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagi pihak pemerintah, khususnya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) Kabupaten Sleman. 4. Hasil penelitian ini juga direkomendasikan bagi pengembangan penelitian yang terkait dengan tingkat kapitalisasi nilai sewa properti ruko. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I Pengantar mencakup uraian tentang latar belakang penulisan, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam BAB II Kajian pustaka merupakan uraian mengenai landasan teori, tinjauan pustaka, hipotesis dan model ekonometrika yang akan di analisis dalam penelitian. BAB III Metode penelitian merupakan strategi penelitian yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian yang mencakup definisi operasional variabel, cara memperoleh data beserta sumbernya, penentuan populasi dan sampel penelitian, alat analisis ekonometrika, dan alat pengujian 16

hipotesis. BAB IV Analisis merupakan uraian deskripsi hasil olahan data yang mencakup hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil olahan data. BAB V Simpulan dan saran merupakan bab terakhir yang berisi simpulan, keterbatasan dan saran dari hasil penelitian. 17