BAB V PENUTUP Pada bab terakhir ini peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Peneliti akan menjelaskan mengenai kesimpulan atas hasil penelitian dan analisis manajemen kampanye sosial tentang perilaku antikorupsi pada gerakan SPAK periode April 2014 April 2016, baik dari sisi praktis maupun strategis. Selanjutnya, peneliti akan menjelaskan tentang beberapa saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan gerakan SPAK dan untuk penelitian lebih lanjut yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil penelitian ini. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka manajemen kampanye sosial tentang perilaku antikorupsi pada gerakan SPAK dalam periode April 2014 April 2016 ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu secara praktis dan secara strategis. Secara praktis, manajemen kampanye sosial ini meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi kampanye. Proses perencanaan kampanye dimulai oleh KPK dan AIPJ dengan melakukan analisis permasalahan berdasarkan hasil baseline study pencegahan korupsi berbasis keluarga yang telah dilaksanakan oleh KPK pada tahun 2012 dan 2013. Baseline study ini memang tidak secara khusus dilakukan oleh KPK untuk program ini atau untuk mempelajari tentang relasi antara perempuan dan korupsi. Namun, peran perempuan dalam keluarga menjadi salah satu perhatian penting dalam hasil riset ini. Hasil analisis permasalahan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan bentuk program, publik sasaran, pesan yang akan disampaikan, strategi dan taktik yang akan digunakan, serta sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan program ini. Tujuan kampanye ini adalah untuk membangun keyakinan diri perempuan bahwa mereka pun bisa dan memiliki peran dalam mencegah dan melaporkan korupsi, serta dalam mengubah norma-norma sosial 227
yang dapat melanggengkan terjadinya korupsi di Indonesia. Kampanye ini tidak hanya sekadar bertujuan untuk memberikan informasi mengenai korupsi kepada perempuan tetapi mengarah kepada perubahan sikap dan perilaku yang anti terhadap korupsi melalui para perempuan ini sebagai agen perubahannya. Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Australia, program SPAK akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun 2016 dengan target penambahan agen SPAK di 34 provinsi di Indonesia dan menjangkau 1 juta orang, termasuk 800.000 perempuan, untuk mendapatkan pendidikan antikorupsi melalui gerakan SPAK. Sampai dengan akhir periode penelitian, pihak AIPJ masih mencari solusi yang tepat untuk menjamin kelangsungan gerakan SPAK dengan atau tanpa bantuan dari pihak AIPJ. SPAK dikembangkan sebagai sebuah kampanye berbentuk gerakan sosial. Pada umumnya, suatu gerakan sosial terbentuk dari individu-individu yang telah memiliki solidaritas dan tujuan bersama sejak awal sedangkan SPAK adalah gerakan sosial yang sengaja dibentuk oleh dua lembaga, yaitu KPK dan AIPJ. Gerakan SPAK dibentuk sebagai salah satu wujud intervensi yang dilakukan oleh KPK dan AIPJ untuk menyatukan para perempuan agar mereka memiliki kepedulian terhadap permasalahan korupsi dan mau terlibat secara aktif dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Identitas kolektif sebagai agen SPAK sengaja dibentuk oleh KPK dan AIPJ untuk menumbuhkan rasa solidaritas antarperempuan yang telah tergabung di dalam SPAK. KPK dan AIPJ berperan sebagai pembentuk platform gerakan yang kemudian dikembangkan oleh para agen melalui pelaksanaan berbagai kegiatan di daerah masing-masing. Edukasi agen SPAK menjadi strategi utama yang dilakukan dalam kampanye ini. Tujuannya untuk membangun suatu kesadaran dalam diri para perempuan serta untuk memberikan suatu perspektif baru bagi mereka bahwa korupsi tidak hanya menjadi urusan aparat penegak hukum saja tetapi dapat menjadi suatu permasalahan yang bersifat personal karena sangat dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari. Edukasi ini juga penting untuk memastikan bahwa para perempuan tersebut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai mengenai seluk-beluk korupsi sebelum melakukan kampanye tentang perilaku 228
antikorupsi kepada orang-orang di sekitarnya. Implementasinya dengan melaksanakan ToT dan post-tot sebagai satu-satunya metode untuk mencetak agen-agen SPAK di berbagai daerah di Indonesia. Strategi lainnya adalah menggunakan permainan antikorupsi sebagai sarana komunikasi utama untuk menarik perhatian para perempuan agar mereka mau membicarakan tentang isu korupsi dengan orang-orang di sekitarnya dengan cara yang sederhana dan lebih menyenangkan.. Terdapat empat permainan antikorupsi yang didesain oleh AIPJ dibantu oleh KPK, yaitu Arisan, Lima Jodoh (Majo), Putar-Putar Lawan Korupsi (Put-Put LK), dan Sembilan Nilai (SEMAI). Strategi lain yang juga dilakukan oleh KPK dan AIPJ adalah dengan membentuk jaringan agen SPAK dan menjadikan SPAK sebagai sebuah gerakan yang bersifat sukarela. Dalam perkembangannya, banyak agen SPAK yang tidak lagi aktif. Selain karena tidak adanya waktu akibat kesibukan masing-masing, hal ini juga terjadi karena sebagian agen yang bekerja secara profesional tidak dapat menghindari sistem yang ada dalam lingkungan pekerjaan mereka. Sistem tersebut memaksa mereka untuk tetap melakukan tindakan korupsi dalam berbagai bentuk. Sebagai agen SPAK, sebelum berusaha untuk mengubah perilaku orang lain, mereka terlebih dahulu harus mengubah perilakunya sendiri. Ketika agen tidak mampu melakukannya karena situasi yang sering mereka hadapi, maka hal tersebut menjadi hambatan tersendiri bagi mereka untuk tetap aktif sebagai agen SPAK. Alasan lain ketidakaktifan agen ini karena keikutsertaan sebagai agen SPAK dianggap tidak memberikan keuntungan bagi sebagian agen, terutama secara finansial. Mereka malah dituntut untuk dapat mengorbankan waktu, tenaga, bahkan biaya sendiri untuk kelangsungan gerakan ini karena sifatnya yang sukarela. Banyaknya agen yang tidak lagi aktif ini memunculkan agen-agen KW, yaitu sukarelawan yang membantu kegiatan agen SPAK di daerah. Mereka disebut sebagai agen KW untuk membedakan dengan agen-agen yang telah mengikuti kegiatan ToT yang kemudian mereka sebut dengan istilah agen ori. Mereka secara aktif membantu setiap kegiatan agen di daerah tetapi sampai dengan saat ini mereka belum memiliki kesempatan untuk mengikuti ToT. Kehadiran beberapa orang laki- 229
laki diantara agen-agen KW tersebut telah membuat gerakan ini menjadi tidak konsisten dengan namanya dan tujuan awal pembentukan gerakan ini. Media sosial Facebook memiliki peran penting dalam perkembangan gerakan ini. Facebook dimanfaatkan sebagai media untuk menyebarkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh para agen di daerah. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian serta dukungan dari masyarakat terhadap kelangsungan gerakan ini melalui unggahan dokumentasi kegiatan SPAK pada akun Facebook pribadi masing-masing, maupun fanpage SPAK. Selain itu, Facebook juga digunakan oleh AIPJ sebagai media untuk monitoring kegiatan para agen. Sebagai sebuah gerakan yang bersifat sukarela dan tidak memiliki keterikatan penggunaan dana, baik dengan KPK maupun AIPJ, agen-agen SPAK di daerah tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan secara berkala kepada kedua lembaga tersebut. Oleh karena itu, para agen diminta untuk mengunggah dokumentasi kegiatan yang telah mereka lakukan. Namun, metode ini belum dapat menjamin semua kegiatan agen di daerah dapat termonitor dengan baik. Adanya kendala teknis seperti belum adanya jaringan internet yang stabil di beberapa daerah memberikan kesulitan tersendiri bagi beberapa agen untuk mengunggah dokumentasi kegiatan mereka. Akibatnya, kegiatan mereka tidak termonitor dengan baik oleh AIPJ. Selain itu, beberapa komunitas agen yang memilih untuk menggunakan media sosial lain, seperti Twitter atau Instagram, dan jarang mengunggah dokumentasi kegiatan mereka di Facebook, oleh AIPJ dinilai kurang aktif sebagai bagian dari agen SPAK. Walaupun tim AIPJ juga telah mulai menggunakan media sosial lain selain Facebook, namun belum dikelola secara optimal seperti halnya fanpage Saya Perempuan Anti Korupsi INDONESIA. Evaluasi terhadap perkembangan gerakan SPAK baru dilaksanakan satu kali oleh AIPJ dalam kurun waktu satu tahun setelah diluncurkannya gerakan ini. Evaluasi ini termasuk ke dalam kategori delayed campaign evaluation, atau evaluasi yang dilakukan selang beberapa waktu setelah berlangsungnya kampanye, pada tingkatan perubahan perilaku (behavioral level) yang terjadi terhadap para agen selama kurun waktu satu tahun tersebut. Hasil evaluasi ini menunjukkan adanya beberapa perubahan perilaku yang terjadi terhadap para agen setelah 230
bergabung dengan SPAK, meliputi: (1) adanya aktivitas penyebaran nilai-nilai antikorupsi yang dilakukan oleh para agen dengan menggunakan alat bantu SPAK; (2) munculnya diskusi-diskusi mengenai korupsi yang dilakukan oleh agen SPAK dengan orang-orang di sekitarnya; (3) adanya usaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar menjadi perilaku yang antikorupsi: (4) munculnya keberanian untuk menolak terlibat dalam suatu tindakan korupsi; dan (5) melaporkan adanya kasus korupsi yang mereka ketahui kepada pihak yang berwenang. Namun, hasil evaluasi ini belum dapat memberikan gambaran mengenai perubahan perilaku yang dialami oleh para agen secara keseluruhan karena tidak diikuti oleh seluruh agen yang telah tercatat pada saat evaluasi dilakukan. AIPJ juga belum melakukan evaluasi kembali setelah dua tahun perjalanan SPAK sehingga hasil evaluasi tersebut tidak dapat menggambarkan kondisi perubahan perilaku yang telah terjadi saat ini. AIPJ tidak pernah melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan oleh para agen di lapangan. Sedangkan secara strategis, manajemen kampanye pada penelitian ini dikaitkan dengan peran perempuan dalam sistem sosial di Indonesia serta kondisi lingkungan di Indonesia yang mendasari dan mempengaruhi pembentukan gerakan ini. Temuan dan analisis manajemen kampanye sosial secara strategis ini muncul berdasarkan temuan-temuan induktif dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap manajemen kampanye sosial secara praktis. Secara strategis, manajemen kampanye sosial tentang perilaku antikorupsi pada gerakan SPAK ini dipengaruhi oleh adanya semangat untuk mengoptimalkan peran perempuan dalam sistem sosial di Indonesia ketika memasuki era reformasi. Kondisi ini dimanfaatkan oleh KPK dan AIPJ untuk memberdayakan perempuan agar mau terlibat dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Berawal dari pemikiran perempuan pada dasarnya memiliki tingkat rasionalitas yang sama dengan laki-laki sehingga seharusnya perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama pula untuk terlibat dalam berbagai kegiatan di ranah publik, termasuk dalam hal pencegahan korupsi. Namun, hal tersebut harus terus didorong dan diintervensi agar mereka mau mengembangkan potensi yang mereka miliki. Jika para perempuan ini diberikan kesempatan yang sama, maka mereka akan membawa 231
pengaruh yang besar untuk dapat mencegah orang-orang di sekitarnya agar tidak melakukan tindakan korupsi. Pemberian kesempatan yang sama tersebut diwujudkan dengan memberikan edukasi kepada perempuan terkait dengan seluk-beluk korupsi. KPK dan AIPJ melaksanakan kegiatan ToT dan post-tot yang memungkinkan perempuan dari berbagai latar belakang untuk dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang memadai mengenai korupsi. Jika dengan adanya edukasi ini perempuan tetap saja tidak mampu menunjukkan eksistensinya dalam ranah pencegahan korupsi atau bahkan terlibat dalam suatu tindakan korupsi, maka hal tersebut merupakan kesalahan dari perempuan itu sendiri. Sebagai sebuah gerakan sosial, SPAK bersifat fungsional. Artinya, dalam mengkampanyekan tentang perilaku antikorupsi, SPAK menghindari adanya konflik yang dapat mengganggu harmoni yang telah tercipta dalam masyarakat, termasuk mengganggu relasi antara perempuan dan laki-laki. Keterlibatan perempuan dalam SPAK dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, adanya spirit yang dimiliki oleh para perempuan untuk menjadi agen-agen antikorupsi. Spirit ini berhubungan dengan motivasi, baik yang sengaja dibangun oleh KPK dan AIPJ maupun yang telah muncul dan dimiliki oleh para agen sebelum bergabung dengan SPAK, yang dapat mendorong para perempuan untuk mau terlibat dalam gerakan ini. Kedua, perempuan ingin dilihat sebagai pelaku utama dalam gerakan ini. Mereka ingin dilihat sebagai sebuah gerakan independen yang tidak berada di bawah bayang-bayang KPK maupun AIPJ. Namun, para perempuan tersebut belum sepenuhnya berperan sebagai pelaku utama dalam gerakan ini karena keberadaan mereka masih sangat disokong oleh pihak KPK dan AIPJ. Selain itu, masih kentalnya campur tangan laki-laki dalam pengembangan gerakan ini menunjukkan bahwa perempuan belum dapat sepenuhnya menjadi pelaku utama dalam gerakan ini. Ketiga, garansi yang diberikan oleh para perempuan sebagai bagian dari SPAK. Garansi ini diberikan oleh para perempuan yang ada di institusi KPK dan AIPJ yang terlibat langsung dalam SPAK serta garansi yang diberikan oleh para agen untuk terus menggulirkan gerakan ini. Dari sisi KPK dan AIPJ, perempuan- 232
perempuan yang terlibat dalam pembentukan gerakan ini memberikan jaminan sebagai penggerak utama gerakan SPAK sampai dengan saat ini. Dari sisi para agen, garansi yang mereka berikan dapat dilihat dari segi waktu, tenaga, dan biaya untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengkampanyekan tentang perilaku antikorupsi. Garansi ini juga ditunjukkan dengan adanya ketahanan diri para agen untuk terus bergerak sebagai agen SPAK walaupun menghadapi berbagai macam reaksi negatif yang datang dari orang-orang di sekitarnya. Selain dilihat dari peran perempuan dalam sistem sosial di Indonesia, secara strategis kondisi lingkungan yang ada di Indonesia juga mempengaruhi manajemen kampanye yang dilakukan dalam gerakan ini. Dilihat dari kondisi lingkungannya, Indonesia termasuk negara yang memiliki lingkungan yang cukup kondusif bagi perempuan untuk dapat terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi. Walaupun perlindungan hukum di Indonesia belum memadai, namun dengan semakin terbukanya akses terhadap informasi, adanya kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tersedianya mekanisme bagi masyarakat untuk melaporkan terjadinya indikasi tindak pidana korupsi, adanya undang-undang yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi, dan tersedianya dana yang khusus dialokasikan untuk upaya pemberantasan korupsi, memungkinkan negara untuk mendorong serta melakukan intervensi agar perempuan di Indonesia mau ikut terlibat secara aktif dalam upaya ini. Intervensi ini dilakukan oleh KPK bekerja sama dengan AIPJ dalam program SPAK. Dalam lingkungan yang kondusif, kampanye dapat menjadi strategi yang tepat untuk dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Kampanye tersebut dilakukan dengan menggabungkannya dengan upaya edukasi, mobilisasi, dan pelibatan media. Sedangkan, advokasi tidak dilakukan karena dikhawatirkan akan membawa dampak negatif, berupa konflik atau gesekan-gesekan kepentingan lainnya selama proses advokasi. KPK dan AIPJ menginginkan agara SPAK tetap menjadi sebuah gerakan yang menyenangkan bagi para perempuan dengan meminimalisasi konflik yang kemungkinan akan muncul. 233
B. Saran Banyaknya agen SPAK yang tidak lagi aktif memberikan kesulitan tersendiri bagi agen lain yang masih aktif karena beberapa kegiatan yang mereka laksanakan memiliki cakupan yang cukup luas sehingga memerlukan sumber daya manusia yang lebih banyak. Untuk membantu para agen menghadapi permasalahan tersebut, KPK dan AIPJ dapat merekrut agen-agen SPAK baru yang diambil dari para agen KW yang telah banyak membantu agen SPAK dalam melaksanakan kegiatannya. KPK dan AIPJ dapat melaksanakan ToT yang khusus diperuntukkan bagi agen-agen KW tersebut agar mereka dapat sepenuhnya menjadi agen SPAK tanpa adanya pembedaan status karena belum mengikuti kegiatan ToT. Namun, sebelum dilaksanakan ToT ini, KPK dan AIPJ perlu memastikan komitmen agenagen KW tersebut untuk tetap konsisten menjalankan perannya setelah nantinya benar-benar menjadi agen SPAK. Kegiatan ToT selama ini hanya dilaksanakan selama tiga hari sehingga masih terdapat banyak keterbatasan bagi para agen untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan mengenai seluk-beluk korupsi sebagai bekal mereka untuk mengkampanyekan tentang perilaku antikorupsi kepada masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilaksanakan ToT lanjutan bagi para agen agar mereka dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan lain yang belum mereka dapatkan melalui kegiatan ToT yang telah mereka ikuti. Materinya disesuaikan dengan kebutuhan para agen di lapangan dengan menghadirkan narasumber perempuan yang ahli di bidangnya untuk meningkatkan motivasi dan semangat agen-agen tersebut. Untuk monitoring kegiatan, AIPJ dapat mengoptimalkan pengelolaan media sosial lain selain Facebook, khususnya Twitter dan Instagram. Kedua media sosial tersebut mulai digunakan oleh beberapa komunitas agen SPAK di daerah untuk mempublikasikan kegiatan-kegiatan mereka secara online. Monitoring kegiatan dapat dilakukan secara lebih menyeluruh dan tidak lagi hanya bergantung kepada media sosial Facebook saja. Evaluasi juga menjadi hal penting yang harus dilakukan secara berkesinambungan. AIPJ perlu melaksanakan evaluasi kembali mengenai perubahan perilaku yang terjadi dalam diri para agen sampai dengan 234
periode saat ini. Untuk memaksimalkan keterlibatan para agen dalam evaluasi yang akan dilakukan, AIPJ dapat bekerja sama dengan koordinator komunitas agen di masing-masing daerah untuk mendorong anggotanya agar mau berpartisipasi penuh dalam proses evaluasi ini. Kondisi lingkungan di Indonesia yang cukup kondusif bagi perempuan untuk terlibat dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia dapat dimanfaatkan oleh KPK dan AIPJ untuk semakin mengembangkan gerakan ini dan meningkatkan partisipasi para agen. Salah satunya adalah dengan cara mengajak perempuanperempuan aktivis, atau mereka yang menjadi public figure atau yang menduduki jabatan-jabatan penting di sektor pemerintahan maupun swasta untuk terlibat dalam gerakan SPAK. Keterlibatan ini tidak hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan tertentu saja, tetapi secara khusus mengundang mereka untuk mengikuti ToT dan menjadikan mereka sebagai bagian dari agen SPAK. Hal ini dilakukan untuk semakin memperluas gerakan SPAK karena dengan adanya status mereka sebagai aktivis atau public figure atau pejabat tertentu akan lebih mudah untuk menarik perhatian dan mempengaruhi masyarakat untuk mau mengikuti nilai-nilai dan perilaku yang mereka jalankan. Selain itu, diharapkan pula dapat meningkatkan motivasi dan semangat para agen yang telah bergabung terlebih dahulu dengan SPAK. Sebagai sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk penelitian lainnya. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini. Salah satunya adalah jika pada penelitian ini peneliti fokus terhadap manajemen kampanye sosial yang dilakukan oleh KPK dan AIPJ selaku inisiator gerakan pada periode April 2014 April 2016, maka penelitian selanjutnya dapat difokuskan kepada manajemen kampanye yang dilakukan oleh komunitas agen SPAK di daerah dengan mengambil contoh komunitas agen di satu daerah saja atau dapat pula dilakukan dengan membandingkan beberapa komunitas agen sekaligus. Hal ini karena komunitas agen di setiap daerah memiliki fokus dan karateristiknya masing-masing sehingga dengan membandingkan beberapa komunitas agen dapat memperkaya hasil penelitian yang akan diperoleh. 235