BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim merupakan salah satu target indikator perbaikan dunia yang tercantum dalam Millenium Development Goals (UNDP, 2007: 6). Sasaran pembangunan tersebut disepakati dan ditandatangani dalam deklarasi di New York tahun 2005 oleh 189 negara. Target utama sasaran tersebut adalah menurunkan proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990 2015. Sasaran pengentasan kemiskinan adalah seluruh warga negara tidak terkecuali anak. Kesejahteraan suatu bangsa di masa yang akan datang diantaranya ditentukan oleh investasi jangka panjang yang dilakukan oleh keluarga, pemerintah, dan seluruh komponen masyarakat kepada anak-anak di masa sekarang. Peran anak sangat dibutuhkan terkait dengan bonus demografi pada tahun 2020 2030, yaitu sekitar 60 persen penduduk Indonesia tergolong dalam kelompok usia produktif (BPS, 2014a). Perhatian dunia tentang kemiskinan anak semakin meningkat pada satu dekade terakhir (Roelen et al., 2009a). Pengukuran kemiskinan anak menjadi penting karena anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan cenderung miskin pada masa dewasanya (Roelen et al., 2008). Kemiskinan anak yang ekstrim menyebabkan terganggunya fisik dan mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan menghilangkan kemampuan di masa dewasa untuk memenuhi kebutuhannya (Gordon et al., 2003). Oleh karena itu, United Nations Children s Fund (UNICEF, 1
2000: 3) menyatakan bahwa investasi anak-anak saat ini merupakan garansi terbaik untuk mengurangi kemiskinan di masa mendatang. Alasan lain pentingnya pengukuran kemiskinan anak adalah pada dasarnya kemiskinan anak mempunyai penyebab dan dampak yang berbeda dari kemiskinan dewasa (Minujin et al., 2006). Anak dengan umur dan jenis kelamin yang berbeda memiliki kebutuhan dasar yang berbeda dengan orang dewasa (Waddington, 2004: 10). Indikator yang sering digunakan secara internasional untuk mengidentifikasi dan mengukur kemiskinan orang dewasa dan anak-anak adalah pendapatan atau pengeluaran per kapita (Roche, 2013). Akan tetapi, pengukuran kemiskinan anak dengan pendekatan pendapatan rumah tangga kurang tepat karena pengukuran ini mengasumsikan sumber daya didistribusikan secara merata kepada seluruh anggota keluarga, padahal kenyataannya anak-anak sering mendapat alokasi sumber daya yang tidak proporsional dengan anggota keluarga yang lain (Gordon et al., 2003). Pengukuran kemiskinan anak dengan pendekatan pendapatan rumah tangga tidak tepat digunakan karena mengasumsikan kemiskinan anak sama dengan kemiskinan dewasa (Minujin et al., 2006; Bastos dan Machado, 2009; Awan et al., 2012; Trani et al., 2013). Anak miskin tidak selalu hidup di suatu rumah tangga miskin (Minujin et al., 2006). Sen (1983) menyatakan bahwa kemiskinan dengan pendekatan pengeluaran konsumsi hanya menggambarkan sebagian kecil wawasan tentang standar hidup kesejahteraan masyarakat. Barrientos dan DeJong (2004) menyatakan bahwa penyebab timbulnya kemiskinan anak bukan hanya kurangnya pendapatan, namun juga dalam hal kesehatan, pendidikan, ketidakberdayaan, ketidakpastian, risiko, dan kurangnya 2
rasa penghargaan. Lebih lanjut Gordon et al., (2003) menyatakan bahwa kemiskinan anak tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, tetapi juga ketersediaan infrastruktur dan pelayanan, seperti kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan air. Dimensi-dimensi kemiskinan juga saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya (Arsyad, 2010: 299). Gordon et al., (2003) mengestimasi jumlah anak miskin di negara berkembang dengan menggunakan pendekatan multidimensi untuk yang pertama kali (Delamonica dan Minujin, 2007). Pengukuran kemiskinan anak yang dilakukan mengacu pada kriteria kemiskinan yang disepakati pada World Summit for Social Development di Copenhagen pada tahun 1995. Dimensi yang digunakan adalah makanan, air minum, fasilitas sanitasi, kesehatan, perumahan, pendidikan, informasi, dan akses terhadap pelayanan dasar. Indonesia sebagai negara berkembang terus berusaha mengurangi angka kemiskinan. Demikian halnya dengan Provinsi Sulawesi Tenggara telah mengalami kemajuan dalam mengurangi kemiskinan, namun tidak dipungkiri masih banyak penduduk yang tetap miskin. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 2.232.586 jiwa, sebanyak 1.121.826 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.110.760 berjenis kelamin perempuan. Penduduk yang tinggal di perkotaan sebanyak 611.373 jiwa dan 1.621.213 jiwa tinggal di wilayah perdesaan. Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 2012 selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kemiskinan 3
provinsi-provinsi di pulau Sulawesi dan kemiskinan nasional. Angka kemiskinan Provinsi Sulawesi Tenggara, rata-rata provinsi di pulau Sulawesi, dan Indonesia tahun 2008 2012 ditampilkan pada Gambar 1.1. Jika dilihat menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode yang sama, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kota Kendari, dan Kota Baubau merupakan kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin lebih rendah dibanding persentase penduduk miskin di tingkat provinsi. Kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Kolaka, Wakatobi, Kolaka Utara, dan Buton Utara adalah kabupaten dengan persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding persentase penduduk miskin tingkat provinsi. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.1. 20 16 Persen 12 8 4 0 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Sulawesi Tenggara Rata-rata pulau Sulawesi Indonesia Sumber: BPS (2008 2012), data diolah Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara, Rata-rata Provinsi di Pulau Sulawesi, dan Indonesia, 2008 2012 Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, sebanyak 915.453 jiwa atau 41 persen penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara berusia dibawah 18 tahun. Persentase gizi kurang dan buruk pada anak di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 22,7 4
persen, masih di atas target nasional sebesar 20 persen maupun MDG s sebesar 18,5 persen pada tahun 2015 (Depkes, 2009). Kabupaten/Kota Tabel 1.1 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2008 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Buton 22,93 20,16 17,95 16,64 15,47 Muna 22,42 20,02 17,35 16,14 14,65 Konawe 22,40 19,97 17,45 16,24 14,63 Kolaka 22,46 20,46 18,90 17,62 15,57 Konawe Selatan 16,74 15,17 13,49 12,57 11,23 Bombana 18,25 16,63 15,70 14,68 12,82 Wakatobi 22,53 20,42 18,49 17,10 16,00 Kolaka Utara 24,08 21,88 20,04 18,76 16,41 Buton Utara 22,86 20,58 18,78 17,34 15,76 Konawe Utara 16,50 15,19 13,69 12,80 11,79 Kendari 8,53 7,88 8,02 7,46 6,40 Baubau 14,13 12,72 12,06 11,24 10,03 Sulawesi Tenggara 19,53 18,93 17,05 14,56 13,71 Sumber: BPS (2008 2012) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SMERU tahun 2013, hanya 18,3 persen anak Indonesia yang benar-benar terbebas dari kemiskinan multidimensi. Adapun tingkat kemiskinan anak jika diukur dengan menggunakan garis kemiskinan moneter, Provinsi Sulawesi Tenggara menempati urutan sepuluh besar tingkat kemiskinan anak tertinggi di Indonesia. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang kemiskinan multidimensi anak telah banyak dilakukan di luar negeri, khususnya penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang bekerjasama dengan UNICEF, tetapi penelitian di dalam negeri masih terbatas jumlahnya. Penelitian yang mengambil topik mengenai kemiskinan pada umumnya tidak membedakan antara kemiskinan anak dan dewasa. Penelitian yang secara khusus 5
membahas kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara dan faktor-faktor yang mempengaruhinya belum pernah dilakukan. Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti Alat analisis Temuan Utama Gordon et al., (2003) Bristol 37 persen anak yang hidup di negara berkembang mengalami kemiskinan pada dua dimensi atau lebih. Setengah dari anak-anak di negara Delamonica dan Minujin Delamonica dan berkembang rata-rata miskin pada (2007) Minujin 1,15 dimensi. Roelen et al., (2009a) Roelen et al. (CVPI) 37 persen anak di Vietnam hidup dalam kemiskinan. Roelen et al., (2009b) Regresi logistik Jenis kelamin kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga, suku bangsa, proporsi anak terhadap total anggota keluarga, dan wilayah tempat tinggal merupakan faktorfaktor yang signifikan mempengaruhi kemiskinan moneter dan multidimensi anak di perkotaan maupun di perdesaan. Bastos dan Machado (2009) Awan et al., (2012) Roche (2013) Qi dan Wu (2013) Trani et al., (2013) Dickerson dan Popli (2015) Totally Fuzzy and Relative Theory Alkire dan Foster Alkire dan Foster, Delamonica dan Minujin, Roelen et al. (CVPI) Bristol Alkire dan Foster Alkire dan Foster Dimensi perumahan dan integrasi sosial merupakan dimensi paling penting yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan anak, sedangkan suku bangsa, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan orang tua adalah faktor-faktor penting yang menentukan kemiskinan anak. 48 persen anak di Provinsi Punjab miskin multidimensi dengan rata-rata miskin pada 4 dimensi. Kemiskinan multidimensi anak di Bangladesh mengalami penurunan dari 83 persen pada 1997 menjadi 66 persen pada tahun 2007. Standar kehidupan anak-anak di China meningkat secara signifikan antara tahun 1989 sampai dengan 2009, tetapi kesenjangan antar wilayah semakin tinggi. Seluruh anak di Afghanistan mengalami kemiskinan minimal pada satu dimensi. Pengukuran kemiskinan dengan pendekatan multidimensi memberikan gambaran yang lebih baik daripada pendekatan pendapatan. 6
Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang kemiskinan anak dengan menggunakan pendekatan multidimensi dan relevan digunakan sebagai referensi penelitian ini terangkum dalam Tabel 1.2. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, perbedaan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya adalah wilayah, periode, dan variabel data penelitian. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011 dan 2013. Variabel indikator-indikator kemiskinan multidimensi anak yang digunakan merupakan gabungan dari variabel-variabel yang digunakan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Pengukuran kemiskinan multidimensi anak ditampilkan berdasarkan jenis kelamin anak, klasifikasi wilayah tempat tinggal (perdesaan dan perkotaan), dan kabupaten/kota tempat tinggal. Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan multidimensi anak dianalisis berdasarkan karakteristik individu, rumah tangga, dan geografis dengan membandingkan antara regresi logistik, probit, dan tobit untuk mendapatkan model terbaik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengukur dan menganalisis kemiskinan anak dengan menggunakan pendekatan multidimensi. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan belum tereksplorasinya kemiskinan anak dengan pendekatan multidimensi di Provinsi Sulawesi Tenggara menjadikannya menarik untuk diteliti. Pada penelitian ini dihitung dan dianalisis kemiskinan multidimensi anak yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, klasifikasi wilayah, dan kabupaten/kota tempat tinggal, sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi kemiskinan multidimensi anak serta faktorfaktor yang mempengaruhinya di Provinsi Sulawesi Tenggara. 7
1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kondisi kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghitung dan menganalisis tingkat kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Menganalisis faktor-faktor geografis, rumah tangga, dan individu yang dapat mempengaruhi kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Faktor-faktor tersebut adalah jenis kelamin, umur, jenis kelamin kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, jenjang pendidikan yang ditamatkan kepala rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan per kapita, klasifikasi wilayah tempat tinggal, dan kabupaten/kota tempat tinggal. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan faedah yang berarti sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kondisi kemiskinan multidimensi anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011 dan 2013. 8
2. Bagi pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan pengentasan kemiskinan anak. 3. Dalam bidang akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pengukuran kemiskinan anak dan memperkaya sumber pustaka bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan kemiskinan multidimensi anak dan tinjauan literatur terhadap penelitianpenelitian terdahulu beserta temuan-temuannya. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang uraian tahapan penelitian, jenis dan sumber data, dan alat analisis yang digunakan. Bab IV Analisis yang berisi deskripsi data penelitian, penghitungan kemiskinan multidimensi anak, pemetaan kemiskinan multidimensi anak, dan analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan multidimensi anak. Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi temuan penting dari penelitian dan diajukan beberapa saran dari hasil penelitian. 9