Sumatera Barat. Jam Gadang
|
|
- Inge Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Laporan Provinsi 123 Sumatera Barat Jam Gadang Jam gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamai jam gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti jam besar.
2 124 Penghitungan Indeks Indonesia Profil Sumatera Barat Ibu : Padang Luas Wilayah : km 2 Jumlah Penduduk : 4,85 juta Kepadatan Penduduk : 122 jiwa/km 2 PDRB/Kapita 2) : Rp 9,2 juta IPM : 69,36 Angka Pengangguran 3) : 6,5% Koefisien Gini 4) : 0, Profil Jumlah Rumah Tangga Miskin : Jumlah Penduduk Miskin : Angka : 43,6% Keparahan : 42,22% Indeks : 0,184 Karakter Perbandingan 94,9% 42,3% 83,2% 11,1% 77,3% 10,8% ,2% 45,0% 8,6% 0,5% ,2% 36,2% 42,3% 42,0% 42,3% 0,204 IKM 0,152 Keterangan Simbol RT Miskin Persentase Penduduk Miskin Penduduk Miskin IKM Keparahan Indeks Keterangan 1) Semua perhitungan kecuali pada jumlah penduduk miskin IKM menggunakan standar rumah tangga 2) PDRB/kapita tanpa Migas 3) Data Agustus ) Data 2013
3 Laporan Provinsi 125 Peta Provinsi Sumatera Barat 2013 KOTA PADANG PANJANG KEPULAUAN MENTAWAI PASAMAN BARAT AGAM KOTA BUKITTINGGI KOTA PARIAMAN PADANG PARIAMAN KOTA SOLOK 36 KOTA PADANG PASAMAN LIMA PULUH KOTA KOTA PAYAKUMBUH TANAH DATAR SOLOK PESISIR SELATAN KOTA SAWAHLUNTO SIJUNJUNG SOLOK SELATAN DHARMASRAYA Keterangan RT Miskin (%) > <20 n.a. Jumlah RT Miskin (dalam ribu) Keterangan Simbol Karakteristik Akses air bersih Sanitasi Pembantu Kelahiran Gizi Seimbang Anak Balita Partisipasi Sekolah Melek Huruf Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Bahan Bakar untuk Memasak Sumber Penerangan Kondisi Atap Lantai Dinding Kepemilikan Aset Rumah
4 126 Penghitungan Indeks Indonesia Analisis Sumatera Barat Profil Pencapaian Sumatera Barat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya tergolong berhasil di lingkup nasional. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat pada tahun 2014 telah mencapai 69,36 atau lebih tinggi daripada nasional yang sebesar 68,90. Sayangnya, wilayah yang tersohor dengan sebutan Bumi Minangkabau ini masih menyimpan persoalan kemiskinan multidimensi yang belum tuntas teratasi hingga saat ini. Penanganan kemiskinan multidimensi yang belum optimal di Sumatera Barat ditunjukkan melalui besarnya Indeks yang justru lebih tinggi dibandingkan dengan nasional. Pada tahun 2014 Indeks provinsi ini, yaitu 0,184, jauh di atas indeks nasional yang sebesar 0,124, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Angka tersebut mendudukkannya di urutan ke-11 di antara 33 provinsi di Indonesia. Indeks Sumbar paling buruk di Sumatera. Kondisi tersebut menunjukkan masih adanya persoalan terkait pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan standar kualitas hidup yang dialami oleh sebagian masyarakat Sumatera Barat. Kondisi kemiskinan multidimensi provinsi ini relatif tetap selama Hal ini ditunjukkan dari jumlah rumah tangga miskin multidimensi yang tidak berkurang banyak selama kurun waktu tiga tahun tersebut. Pada tahun 2014, tercatat masih lebih dari setengah juta rumah tangga atau sekitar 46,2 persen dari keseluruhan rumah tangga di provinsi ini yang tergolong miskin multidimensi. Sejalan dengan hal ini, terdapat sekitar 2,4 juta jiwa penduduk yang miskin multidimensi. Pergerakan tiga indikator kemiskinan multidimensi tidak menunjukkan perubahan yang cukup berarti, baik dari sisi angka kemiskinan, tingkat keparahan kemiskinan, maupun indeks kemiskinan. Dari sisi keparahan, kemiskinan yang dialami masyarakat miskin di Sumbar selama dua tahun sejak 2012 pun Tabel 1 Profil Sumatera Barat Keterangan Jumlah Rumah Tangga Miskin Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Angka (%) Keparahan (%) Indeks ,07 33,13 45,38 49,27 33,07 43,00 48,21 36,21 43, ,2 41,5 41,5 40,2 41,1 42,3 42,0 42,2 0,223 0,133 0,188 0,204 0,133 0,177 0,204 0,152 0,184
5 Laporan Provinsi 127 cenderung semakin buruk. Pada tahun 2013 sempat membaik menjadi 41,1 persen, yang setahun sebelumnya 41,5 persen. Kemudian pada tahun 2014 memburuk menjadi 42,2 persen. Angka Selama kurun , angka kemiskinan multidimensi dan angka kemiskinan moneter menunjukkan pola yang berbeda. Angka kemiskinan multidimensi menunjukkan pola yang tidak ajek, di mana pada tahun 2013 turun, tetapi pada tahun 2014 naik sebesar 0,6 persen. Sementara itu angka kemiskinan moneter selama kurun waktu yang sama mempunyai pola yang ajek, terus turun dari tahun ke tahun. Grafik 1 menunjukkan bahwa jika menggunakan pendekatan moneter, tercatat kemiskinan Sumatera Barat pada tahun 2012 turun dari 8,0 persen menjadi 7,56 persen tahun Penurunan ini terus berlanjut di tahun 2014 menjadi 6,89 persen. Dengan menggunakan pendekatan multidimensi, terlihat adanya fluktuasi penurunan angka kemiskinan Sumatera Barat. Pada tahun 2013, angka kemiskinan multidimensi turun dari 54,4 persen menjadi 43,0 persen. Pada tahun 2014 justru meningkat menjadi 43,6 persen. Setelah keadaan kemiskinan multidimensi cenderung membaik, tetapi pada tahun berikutnya justru kembali memburuk, atau dapat dikatakan peningkatan ini mencerminkan adanya peningkatan rumah tangga yang terdeprivasi dalam 4-5 indikator kemiskinan yang ditetapkan. Jika dibandingkan dengan antarwilayah, Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki angka kemiskinan multidimensi tertinggi, sebesar 76,7 persen. Kemudian disusul Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pasaman masing-masing sebesar 57,2 persen dan 56,1 persen. Angka kemiskinan multidimensinya terendah berada di Solok, yaitu 21,8 persen. Dengan melihat perbandingan kemiskinan multidimensi antara desa dan kota, kita dapat mengetahui bagaimana pemetaaan konsentrasi kemiskinan multidimensi di Sumatera Barat. Pada tahun 2014, hampir setengah dari rumah tangga perdesaan di Sumatera Barat masuk dalam kategori miskin multidimensi, sedangkan di perkotaan sebesar 36,2 persen rumah tangganya masuk dalam kategori miskin multidimensi. Secara nasional, pada saat yang sama, kemiskinan multidimensi di perdesaan hanya 40,8 persen dan perkotaan 18,5 persen, seperti terlihat pada Grafik 2. Hal ini memperlihatkan, baik di perdesaan maupun perkotaan, rasio antara jumlah rumah miskin multidimensi terhadap total rumah tangga miskin multidimensi di setiap wilayah Sumatera Barat sangat tinggi Grafik 1 Perbandingan Angka dengan Angka Moneter (%)
6 128 Penghitungan Indeks Indonesia dibandingkan dengan rerata nasional. Penurunan angka kemiskinan multidimensi di perkotaan maupun di perdesaan Sumatera Barat juga terlihat lebih lambat dibandingkan nasional. Dari tahun 2012 sampai tahun 2014, angka kemiskinan multidimensi di perdesaan secara nasional mampu diturunkan sekitar 6,8 persen, sedangkan penurunan angka kemiskinan multidimensi di perdesaan Sumatera Barat hanya mampu diturunkan sekitar 4,9 persen. Akan tetapi, di perkotaan angka kemiskinan multidimensi di provinsi ini justru meningkat. Jika secara nasional terdapat penurunan angka kemiskinan multidimensi di perkotaan sekitar 3,7 persen, kemiskinan multidimensi di perkotaan Sumatera Barat malah meningkat sekitar 3,1 persen. Hal ini memberi makna terdapat deprivasi kualitas hidup rumah tangga perkotaan di Sumatera Barat dalam tiga tahun terakhir. Keparahan Sama halnya dengan angka kemiskinan multidimensi. Pada kurun waktu , keparahan kemiskinan multidimensi cend- Grafik 2 Angka (%) Menurut - 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 53,1 49,3 48,2 36,2 33,1 33,1 47,6 45,4 43,6 43,0 42,2 40,8 22,2 19,4 18,5 35,0 30,8 29, Sumatra Barat Nasional Grafik 3 Keparahan (%) menurut 44,0 43,0 42,0 41,0 40,0 39,0 38,0 42,0 41,5 42,3 42,0 40,2 40,2 43,4 42,7 42,2 42,7 41,5 41,1 40,3 40,0 39,6 42,4 41,8 41, ,0 + + Sumatra Barat Nasional
7 Laporan Provinsi 129 erung fluktuatif. Setelah sempat membaik di tahun 2013, kemudian memburuk di tahun Tidak hanya angka kemiskinan multidimensi yang lebih tinggi daripada rerata nasional, keparahan kemiskinan multidimensi di Sumatera Barat juga terlihat lebih tinggi. Grafik 3 menunjukkan bahwa keparahan kemiskinan multidimensi secara nasional pada tahun 2014 sebesar 41,8 persen, sedangkan keparahan kemiskinan multidimensi di Sumatera Barat sekitar 43,2 persen. Pada tahun , baik secara nasional maupun di Sumatera Barat terlihat adanya penurunan keparahan kemiskinan multidimensi, tetapi pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan nasional, peningkatan keparahan kemiskinan multidimensi di Sumatera Barat lebih besar, yaitu 1,1 persen. Meningkatnya keparahan kemiskinan multidimensi ini bermakna semakin parahnya kemiskinan pada kelompok miskin. Dilihat dari perbandingan kondisi antara desa dan kota, tingkat keparahan kemiskinan di perdesaan terlihat lebih berat dibandingkan perkotaan. Hal ini tergambar dari angka keparahan kemiskinan multidimensi di perdesaan Sumatera Barat yang lebih tinggi daripada perkotaan. Semenjak tahun 2012 sampai tahun 2014, keparahan kemiskinan multidimensi di perdesaan selalu di atas keparahan kemiskinan multidimensi di perkotaan. Di tahun 2012, keparahan kemiskinan multidimensi di perdesaan tercatat sebesar 42,0 persen dan pada saat yang sama, keparahan kemiskinan multidimensi di perkotaan sebesar 40,2 persen. Di tahun 2013, keparahan kemiskinan multidimensi di perdesaan mampu diturunkan lebih besar yaitu sekitar 0,5 persen, sedangkan keparahan kemiskinan multidimensi perkotaan cenderung tetap. Sementara itu, pada tahun 2014, keparahan kemiskinan multidimensi di perdesaan maupun perkotaan sama-sama mengalami peningkatan. Di perdesaan terjadi peningkatan keparahan kemiskinan multidimensi sebesar 0,9 persen, sedangkan di perkotaan terjadi peningkatan sebesar 1,8 persen. Peningkatan ini memberi gambaran bahwa program penanggulangan kemiskinan relatif belum mampu mengurangi tingkat keparahan kemiskinan di Sumatera Barat. Lima kabupaten/kota dengan keparahan kemiskinan multidimensi terparah adalah Kabupaten Pasaman (43,3 persen), Kabupaten Solok (42,6 persen), Kabupaten Pasaman Barat (42,5 persen), Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung (42,4 persen) dan Kabupaten Kepulauan Mentawai (41,6 persen). Adapun lima kabupaten/kota dengan kepa- Grafik 4 Indeks Menurut - 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,223 0,204 0,204 0,188 0,184 0,177 0,152 0,133 0,133 0,207 0,180 0,174 0,149 0,129 0,124 0,090 0,077 0, Sumatra Barat Nasional
8 130 Penghitungan Indeks Indonesia rahan kemiskinan multidimensi terkecil adalah Sawahlunto (38,4 persen), Padang Panjang (38,7 persen), Bukittinggi (38,7 persen), Padang (39,8 persen), dan Solok (39,9 persen). Indeks Secara nasional, Indeks di Sumatera Barat berada pada peringkat ke-11 dari 33 provinsi di Indonesia. Semakin kecil peringkatnya, berarti semakin buruk dalam hal kemiskinan multidimensinya. Dengan nilai Indeks sebesar 0,184 pada 2014, Indeks Sumatera Barat berada di atas Indeks Nasional. Secara nasional, Indeks pada tahun yang sama sebesar 0,1242. Hal ini menandakan masih tingginya kemiskinan multidimensi di Provinsi Sumatera Barat yang terdeprivasi dalam 11 indikator kemiskinan. Hal yang sama terjadi di perdesaan maupun perkotaan. Grafik 4 menunjukkan bahwa di perkotaan, Indeks Sumatera Barat sebesar 0,152, sedangkan di perkotaaan nasional hanya sekitar 0,074. Pada wilayah perdesaan, Indeks Sumatera Barat sebesar 0,204, jauh lebih tinggi daripada tingkat nasional sebesar 0,174. Perbaikan Indeks dalam tiga tahun terakhir juga tidak memperlihatkan perkembangan yang berarti. Jika pada tahun 2012, Indeks Sumatera Barat sebesar 0,188, sampai dengan tahun 2014, Indeks hanya mampu diturunkan menjadi 0,184. Sementara itu, di tingkat kabupaten/ kota, daerah dengan Indeks tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai (0,319), kemudian diikuti Kabupaten Pasaman Barat (0,244), Kabupaten Pasaman (0,243), dan Kabupaten Solok (0,226). Kabupaten/kota yang memiliki Indeks terkecil antara lain Solok (0,087), Padang Panjang (0,097), Sawahlunto (0,101), dan Bukittinggi (0,105). Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Berdasarkan karakteristik kemiskinan multidimensi, persoalan yang dominan di Sumbar adalah akses air bersih, sanitasi yang layak, sumber penerangan yang layak, akses bahan bakar untuk memasak yang layak, dan akses pada layanan pendidikan pra sekolah. Bahkan, rumah tangga miskin yang memiliki masalah akses air bersih dan sanitasi cenderung meningkat. Empat dari lima rumah tangga miskin tidak mampu mengakses air bersih yang layak. Penggunaan air bersih baik terutama untuk dikonsumsi. Kondisi ini akan berimplikasi luas terhadap upaya mencegah terjadinya risiko sakit pada kelompok miskin. Persoalan akses minum ini juga banyak dijumpai di rumah tangga miskin perkotaan. Masih banyak rumah tangga miskin yang memiliki sanitasi yang tidak layak. Ada delapan dari sepuluh rumah tangga yang tidak mampu mengakses tempat buang air besar yang sehat. Bahkan, kedua indikator ini menunjukkan tren memburuk. Padahal, berbagai program air bersih sudah dilakukan, seperti Pamsimas dan Environmental Services Program (ESP) dari USAID. Indikator lain yang menjadi persoalan di Sumbar adalah akses terhadap sumber penerangan. Sekitar tujuh dari sepuluh rumah tangga miskin tidak mampu mengakses listrik. Seandainya mereka mampu pun akses listriknya masih disubsidi oleh pemerintah. Demikian pula dengan akses bahan bakar untuk memasak. Hampir sebagian besar rumah tangga miskin tidak dapat mengakses bahan bakar untuk memasak yang layak seperti elpiji. Kondisi tersebut secara rinci tergambar pada Grafik 5. Persoalan kemiskinan multidimensi di masyarakat kebanyakan terkonsentrasi di perdesaan. Namun, ada pula beberapa indikator yang cukup besar terjadi di perkotaan. Misalnya, kebanyakan rumah tangga miskin yang mengalami masalah tersebut terdapat di perdesaan. Meskipun tidak sedikit juga rumah tangga perkotaan yang mengalami
9 Laporan Provinsi 131 masalah tersebut. Rekomendasi Kebijakan Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan sering kali kurang dapat menjawab persoalan utama kemiskinan yang dihadapi kelompok rumah tangga miskin. Berdasar karakteristik persoalan kemiskinan multidimensi di Sumbar, kegiatan pengentasan warga miskin di Sumatera Barat perlu difokuskan pada kantong-kantong kemiskinan, daerah perdesaan, dan pesisir pantai. Selain itu, wilayah perkotaan pun perlu diperhatikan terutama di wilayah permukiman kumuh. Hampir semua persoalan kemiskinan ada di Padang dan Kabupaten Pasaman Barat. Kegiatan pengentasan warga miskin harus mampu menurunkan angka kemiskinan multidimensi di Sumatera Barat. Evaluasi terhadap program bantuan kemiskinan dapat diarahkan pada pemanfaatan program pada masyarakat miskin. Ada program bantuan kemiskinan yang tidak dimanfaatkan secara efektif oleh kelompok rumah tangga miskin sehingga orientasi program tidak berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan kesalahan sasaran program penanggulangan kemiskinan. Dengan kondisi ini, menjadi sebuah ironi bagi program kemiskinan itu sendiri. Seberapa besar rumah tangga miskin di Sumatera Barat yang memanfaatkan program bantuan kemiskinan? Dengan memperhatikan permasalahan utama yang dialami oleh rumah tangga miskin di Sumatera Barat, upaya penanggulangan kemiskinan multidimensi di provinsi ini perlu diarahkan sebagai berikut: 1. Peningkatan akses air bersih di Padang, Kabupaten Pasaman Barat, Limapuluh, dan Padang Pariaman. 2. Perbaikan sanitasi di Kabupaten Pasaman Barat, Solok, Limapuluh, dan Padang. 3. Peningkatan akses sumber penerangan di Kabupaten Pasaman Barat, Solok, Padang Pariaman, dan Padang. 4. Perbaikan akses bahan bakar untuk memasak di Padang, Kabupaten Pasaman Barat, Padang Pariaman, dan Limapuluh. 5. Peningkatan akses pendidikan prasekolah di Padang, Kabupaten Pasaman Barat, Pesisir Selatan, dan Padang Pariaman.
10 132 Penghitungan Indeks Indonesia Lampiran 1 Jumlah RT Miskin Menurut Dimensi dan Indikator Indikator
11 Laporan Provinsi 133 Lampiran 2 Menurut Kabupaten/ 2012 Kode KABUPATEN/KOTA Jumlah RT Miskin Angka (%) Keparahan (%) Indeks 1301 Kab. Kep. Mentawai ,5 42,9 0, Kab. Pesisir Selatan ,0 41,5 0, Kab. Solok ,8 42,3 0, Kab. Sawahlunto/ Sijunjung ,3 43,5 0, Kab. Tanah Datar ,7 40,7 0, Kab. Padang Pariaman ,8 41,5 0, Kab. Agam ,5 40,9 0, Kab. Limapuluh ,3 40,6 0, Kab. Pasaman ,6 42,5 0, Kab. Solok Selatan ,3 42,8 0, Kab. Dharmasraya ,2 41,7 0, Kab. Pasaman Barat ,7 43,0 0, Padang ,0 39,6 0, Solok ,4 40,3 0, Sawahlunto ,3 40,0 0, Padang Panjang ,7 41,0 0, Bukittinggi ,1 38,8 0, Payakumbuh ,2 40,8 0, Pariaman ,0 41,3 0, SUMBAR
12 134 Penghitungan Indeks Indonesia Lampiran 3 Menurut Kabupaten/ 2013 Kode KABUPATEN/KOTA Jumlah RT Miskin Angka (%) Keparahan (%) Indeks 1301 Kab. Kep. Mentawai ,7 41,6 0, Kab. Pesisir Selatan ,7 40,2 0, Kab. Solok ,1 42,6 0, Kab. Sawahlunto/ Sijunjung ,0 42,4 0, Kab. Tanah Datar ,1 41,1 0, Kab. Padang Pariaman ,0 40,7 0, Kab. Agam ,1 40,2 0, Kab. Limapuluh ,4 40,6 0, Kab. Pasaman ,1 43,3 0, Kab. Solok Selatan ,8 41,1 0, Kab. Dharmasraya ,4 40,9 0, Kab. Pasaman Barat ,2 42,5 0, Padang ,7 39,8 0, Solok ,8 39,9 0, Sawahlunto ,4 38,4 0, Padang Panjang ,2 38,7 0, Bukittinggi ,1 38,8 0, Payakumbuh ,5 40,8 0, Pariaman ,6 40,7 0, SUMBAR
13 Lampiran 4 Karakteristik Laporan Provinsi 135
14 136 Penghitungan Indeks Indonesia Lampiran 5 Jumlah RT Miskin Menurut Karakteristik 2012 (Ribu) KABUPATEN/ KOTA Jumlah RT Miskin Dimensi Kesehatan Dimensi Pendidikan Dimensi Standar Kualitas Hidup Kab. Kep. Mentawai Kab. Pesisir Selatan 15,0 13,7 11,0 2,3 5,0 1,8 2,9 5,9 14,3 14,9 0,6 0,9 49,2 35,9 40,0 1,2 19,4 4,0 5,6 22,8 41,2 48,6 1,0 15,0 Kab. Solok 45,6 39,3 38,4 3,9 12,7 5,3 4,5 16,2 36,2 44,9-21,4 Kab. Sawahlunto/Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Padang Pariaman Kab. Agam Kab. Limapuluh Kab. Pasaman Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kab. Pasaman Barat Padang 26,4 21,5 24,2 5,0 10,8 3,9 5,0 10,8 17,3 26,3 1,0 5,7 39,2 33,3 27,1 0,8 10,7 4,4 4,0 12,1 30,7 37,8 0,7 22,9 43,8 33,3 39,0 2,6 13,8 5,1 6,3 18,1 33,2 43,4 0,7 12,7 50,4 37,6 38,2 1,2 14,8 4,4 3,7 22,6 38,7 48,7 1,8 25,3 45,7 38,4 38,4 0,3 15,4 4,4 2,4 15,2 35,6 45,3 0,3 19,0 35,2 31,5 27,4 6,2 14,3 3,5 1,9 15,3 24,7 35,1 0,3 12,4 18,3 15,9 14,6 3,5 6,0 2,2 1,6 8,5 14,6 17,6-5,7 18,6 12,5 16,9 2,3 8,9 3,3 2,4 7,0 10,9 16,9-7,5 51,8 46,2 44,3 5,6 16,6 7,8 4,4 27,5 39,6 51,3 0,4 10,2 61,9 34,8 54,8-29,7 6,8 1,5 30,8 25,3 58,2-39,1 Solok 4,0 1,8 2,8 0,1 1,9 0,4 0,2 1,9 2,7 3,8-3,0 Sawahlunto 4,6 2,7 3,6 0,1 2,0 0,3 0,4 1,5 3,1 4,5 0,1 3,0 Padang 2,8 1,8 2,0-1,3 0,4 0,0 1,2 1,8 2,7 0,1 2,1 Panjang Bukittinggi 10,1 4,6 7,9-4,4 0,8 0,2 4,1 5,1 9,0-9,1 Payakumbuh 7,9 3,9 5,7-3,9 0,8 0,4 4,0 5,5 7,4 0,0 5,5 Pariaman 6,2 3,8 5,3 0,0 2,8 0,6 0,4 2,4 4,6 6,1-3,8 SUMBAR
15 Laporan Provinsi 137 Lampiran 6 Jumlah RT Miskin Menurut Karakteristik 2013 (Ribu) KABUPATEN/ KOTA Jumlah RT Miskin Dimensi Kesehatan Dimensi Pendidikan Dimensi Standar Kualitas Hidup Kab. Kep. Mentawai Kab. Pesisir Selatan 16,9 15,4 14,8 1,7 4,4 1,6 2,5 5,4 16,3 16,8 0,9 1,7 43,3 28,3 35,6 0,2 17,2 3,6 2,3 21,8 32,0 43,0 1,1 14,6 Kab. Solok 43,6 37,0 35,5 5,8 18,3 3,8 4,1 17,0 36,9 42,7 0,3 13,4 Kab. Sawahlunto/Sijunjung Kab. Tanah Datar Kab. Padang Pariaman Kab. Agam Kab. Limapuluh Kab. Pasaman Kab. Solok Selatan Kab. Dharmasraya Kab. Pasaman Barat Padang 22,7 17,3 21,2 2,7 9,1 3,4 5,4 8,6 14,5 22,4 0,5 4,7 34,0 25,9 27,0 0,3 12,6 3,6 3,0 13,1 24,7 32,5 0,5 17,6 45,3 35,9 38,3 1,2 13,1 5,1 5,2 18,8 33,6 44,8-15,6 45,0 30,2 35,1 0,5 17,0 3,7 2,3 18,7 33,4 43,3 1,9 22,8 45,2 36,7 39,6 0,9 18,3 4,5 0,8 14,2 31,0 44,3 0,2 23,2 36,0 33,2 29,3 5,9 14,2 3,7 1,2 16,2 29,2 35,8 0,4 10,7 15,2 12,5 11,2 3,2 5,1 1,7 1,1 6,5 11,0 14,6 0,0 4,8 15,5 8,7 13,8 2,0 7,5 2,4 1,8 7,7 9,2 14,5-4,7 54,4 44,9 50,1 6,4 19,7 9,2 4,6 25,3 40,1 54,2-10,3 70,8 39,6 63,6 0,4 27,3 7,5 2,8 27,6 36,8 66,3 0,2 54,1 Solok 3,4 1,9 2,2 0,2 1,6 0,5 0,1 1,6 2,2 2,9-2,0 Sawahlunto 4,1 2,4 3,0 0,1 1,4 0,2 0,0 1,4 2,6 3,8 0,3 3,0 Padang 3,0 1,4 2,3-1,3 0,4 0,0 1,0 1,9 2,8 0,1 2,1 Panjang Bukittinggi 8,0 4,0 7,3 0,0 3,0 0,9 0,1 3,3 3,0 7,2-6,9 Payakumbuh 8,8 4,2 7,1-4,6 0,6 0,2 4,6 6,1 8,4 0,1 5,6 Pariaman 4,6 1,8 3,9-2,3 0,3 0,1 2,2 3,6 4,6 0,0 2,8 SUMBAR
16 138 Penghitungan Indeks Indonesia Lampiran 7 Peta Indikator Indikator KABUPATEN/KOTA Kab. Pasaman Barat Padang Kab. Solok Kab. Limapuluh Padang Kab. Pasaman Barat Kab. Limapuluh Kab. Padang Pariaman Padang Kab. Pasaman Barat Kab. Pesisir Selatan Kab. Padang Pariaman Padang Kab. Pasaman Barat Kab. Padang Pariaman Kab. Limapuluh
Gorontalo. Menara Keagungan Limboto
Laporan Provinsi 509 Menara Keagungan Limboto Menara ini dibangun tahun 2001 dan berlokasi di Limboto, ibu kota Kabupaten. Menara Kea gungan yang menjadi kebanggaan ma syarakat ini memiliki daya tarik
Lebih terperinciKalimantan Tengah. Jembatan Kahayan
402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini
Lebih terperinciSumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba
, Laporan Provinsi 105 Sumatera Rumah Balai Batak Toba Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera. Rumah ini terbagi atas dua bagian, yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan
Lebih terperinciKalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin
418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada
Lebih terperinciKalimantan Timur. Lembuswana
Laporan Provinsi 433 Kalimantan Timur Lembuswana Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai
Lebih terperinciSumatera Selatan. Jembatan Ampera
Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,
Lebih terperinciSulawesi Tenggara. Tugu Persatuan
494 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Sulawesi Tenggara Tugu Persatuan Tugu Persatuan dibangun di atas lahan yang dulu dipakai Musabaqoh Tilawatir Quran (MTQ) Nasional ke- 21 tahun 2006. Karena itu,
Lebih terperinciALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton
LAMPIRAN III. A ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 1 Kab. Pasaman 13,31 14,97 9,98 6,65 5,82 9,15 9,98 6,65 8,33 4,99 9,98 7,49 107,30 2 Kab. Pasaman Barat 26,61 153,03 27,45 26,61
Lebih terperinciPenutup. Sekapur Sirih
Penutup Sekapur Sirih Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 Provinsi Sumatera Barat merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui
Lebih terperinciDISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015
DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014
No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM
1. Latar Belakang dan Kondisi Umum 2. Dasar Hukum 3. Proses Penyusunan RAD 4. Capaian RAD MDGS Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 2015 5. Permasalahan Pelaksanaan Aksi MDGS 6. Penghargaan yang Diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,
Lebih terperinciPRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015
BADAN A PUSAT STATISTIKT A T I S T I K No. 41/7/13/ Th. XIX, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015NAIK1,25 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 2015 sebanyak 2,55 juta
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016
BPS KABUPATEN PESISIR SELATAN No.02/07/1302/Th I, 4 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 Garis kemiskinan (GK) Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016 sebesar Rp. 366.228,- per kapita
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2016
No.57/10/13/Th. XIX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014
No.56/10/13/Th. XVII, 1 Oktober 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016
BPS KABUPATEN PESISIR SELATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 No.01/07/1302/Th I, 4 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2016 terus mengalami
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015
No.60/11/13/Th. XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2014
No.52/09/13/Th. XVII, 1 September 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi yang menghambat terciptanya kehidupan yang adil sejahtera serta merata yang mana merupakan tujuan pencapaian
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT
BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Sumatera Barat. 4.1. Karakteristik
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2017
No.23/05/13/Th. XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2017 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016
No.61/11/13/Th. XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2014
No. 15/3/13/Th. XVII, 3 Maret 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2014
No.42/08/13/Th. XVII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2015
No.56/10/13/Th. XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015
No.43/08/13/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016
No.33/06/13/Th. XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2015
No.22/04/13/Th. XVIII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2016
No.25/05/13/Th. XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2016
No.44/08/13/Th. XIX, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2014
No. 24/5/13/Th. XVII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2014 1. Jumlah Wisman ke Sumatera Barat Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2017
No.32/06/13/Th. XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2017 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013
No. 03/1/13/Th. XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2015
No.34/06/13/Th. XVIII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013
No. 8/2/13/Th. XVII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT
No.03/1/13/Th. XVIII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2015
No.26/05/13/Th. XVIII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2016
No.11/02/13/Th. XX, 16 Februari 2017 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT
No.08/2/13/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2014 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016
No.15/03/13/Th. XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 No. 62/11/13/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015
No.08/02/13/Th. XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Kemiskinan merupakan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2014
No. 20/4/13/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2014 1. Jumlah Wisman ke Sumatera Barat Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA BARAT No.15/2/13 Th XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2015
No.02/01/13/Th. XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT OKTOBER 2015
No.69/12/13/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT OKTOBER 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi
BAB V PENUTUP Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi fiskal secara umum terlihat sangat membebani neraca keuangan dan pembangunan Kabupaten/Kota se Provinsi Sumatera Barat.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2016
No.02/01/13/Th. XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciKOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG
KOMISI PEMILIHAN UMUMM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG JUMLAH BADAN PENYELENGGARA AD HOCK PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KETUA KOMISI PEMILIHAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2016
No.21/04/13/Th. XIX, 1 April 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2015
No.52/09/13/Th. XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2015 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013
No. 46/8/13/Th.XVII, 4 Agustus 214 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 213 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 6.981 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 7.12 TON, DAN BAWANG MERAH SEBESAR 42.791 TON
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016
BPS PROVINSI SUMATERA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 No.27/05/13/ThXX, 5 Mei 2017 IPM Sumatera Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sumatera Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang
Lebih terperinciHASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013
No.40/07/13/TH. XVII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI SUMATERA BARAT 13,33
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang digunakan oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan.
Lebih terperinciPROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT
PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT OLEH: IRWAN PRAYITNO Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya
Lebih terperinciG U B E R N U R SUMATERA BARAT
No. Urut: 58, G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN NOMOR 58 TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI DAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 29/05/Th. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi
Lebih terperinciBAB III MONOGRAFI DAN KONDISI PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA BARAT
BAB III MONOGRAFI DAN KONDISI PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA BARAT 1.1. Perekonomian Sumatera Barat 1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sumatera Barat Perkembangan kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Barat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan menjadi permasalahan sosial yang sangat komplek, dimana kemiskinan sering menjadi isu Global maupun Nasional yang menimbulkan keprihatinan oleh banyak pihak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,
Lebih terperinciTAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA BARAT
HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 2016 1 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH
Lebih terperinciPRODUKSI PADI PALAWIJA 2014 (ANGKA SEMENTARA 2014)
No. 19/3/13/Th.XVIII, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI PALAWIJA 2014 (ANGKA SEMENTARA 2014) PRODUKSI PADI SUMATERA BARAT 2014 MENCAPAI 2.519.020 Ton Produksi padi tahun 2014 tercatat sebesar 2.519.020 ton GKG
Lebih terperinciPROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA BARAT
1 PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA BARAT A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Sumatera Barat terletak pada posisi 3º 50' LS - 1º0' LU 98º 10' - 102º 10' BT.Luas wilayah Sumatera Barat seluas 42.297,30 km 2.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha untuk mengembangkan perekonomian sehingga menimbulkan perubahan pada struktur perekonomian. Sebagai implikasi dari perkembangan
Lebih terperinciDATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT KONDISI JANUARI S.D. 31 MEI 2017
DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT KONDISI JANUARI S.D. 31 MEI 2017 I. RENCANA INVESTASI Tabel 1.1. Perkembangan PMDN & Satuan nilai rencana investasi Laki-laki penyerapan Peremp.
Lebih terperinciKata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan dan Pendapatan Sumatera Barat... 2 Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu... 9 Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Sijunjung Sebelum Pemekaran... 27 Tabel 4.2 Luas Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan merupakan salah satu pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi
Lebih terperinciBAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH
BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH 3.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan adalah isu yang kompleks dan multidimensional, karena banyaknya pendekatan yang dilakukan terhadap kondisi yang disebut miskin, maka banyak
Lebih terperinciRINGKASAN DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 KONDISI S.D. 30 JUNI 2017
RINGKASAN DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 KONDISI S.D. 30 JUNI 2017 I. RENCANA INVESTASI PMDN/ PMA Tabel 1. Perkembangan PMDN & PMA Satuan nilai rencana investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, karena letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di Samudra Hindia sebelah barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian. Bab ini berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah dan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang.
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau yang disingkat Babel adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau kecil yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan individu dalam memenuhi. perekonomiannya, bermacam-macam pekerjaan telah menjadi pilihan setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan individu dalam memenuhi perekonomiannya, bermacam-macam pekerjaan telah menjadi pilihan setiap orang. Mulai dari pekerjaan kasar
Lebih terperinciAnalisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung
Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya
Lebih terperinciDaftar Kabupaten/Kota Sampel. Nama Kabupaten/Kota
Lampiran 1 Daftar Kabupaten/Kota Sampel No. Tahun Nama Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 Jumlah 1. Kabupaten Lima Puluh Kota Sampel 1 2. Kabupaten Agam Sampel 2 3. Kabupaten Kepulauan Mentawai Sampel 3 4.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan
Lebih terperinciINDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014
12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
Lebih terperinciSekapur Sirih. Penutup
Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan sebuah hajatan besar bangsa dan hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui proses perencanaan yang matang
Lebih terperincipendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan selalu menjadi masalah bagi setiap negara, terutama negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pembangunan dikatakan berhasil jika terjadi pertumbuhan
Lebih terperinciLampiran 1 Data yang digunakan dalam analisis skalogram
LAMPIRAN 108 Lampiran 1 Data yang digunakan dalam analisis skalogram Jenis Data No Uraian Jenis Data No Uraian Fasilitas 1 Lokal PAUD Fasilitas 41 Masjid Pendidikan 2 Lokal Play Grup Ibadah & 42 Mushola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah permasalahan umum yang dihadapi oleh setiap negara. Tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum terkendala oleh karena kemiskinan yang merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dituangkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Padang, 01 November 2016 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Sumatera Barat Kepala
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua, sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku Profil Gender dan
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciProfil Gender dan Anak Sumbar 2016 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua, sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku Profil Gender dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan
Lebih terperinciDINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG
IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau
Lebih terperinci